Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PASAR TRADISONAL

"PASAR JAMBU"

Di susun oleh :
Yoga Bagas Pratama
XI EA
27
Tahun 2013-2014
SMK N 1 MAGELANG
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era yang globalisasi yang semakin canggih pasar merupakan tempat yang tetap
dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat. Pasar sebagai tempat untuk konsumen mencari
produk barang atau jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, begitu pula bagi penjual
atau pemasar pasar digunakan sebagai sarana untuk memasarkan produknya dengan tujuan
memperoleh laba. Di  pasar pembeli dan penjual dapat saling bernegosiasi untuk memperoleh
kesepakatan harga yang disetujui oleh kedua belah pihak. Di masa yang semakin modern seperti
sekarang telah muncul berbagai pasar modern (supermarket) yang  banyak dikunjungi oleh
masyarakat ekonomi menengah ke atas, namun terlepas dari hal itu keberadaan pasar tradisional
tetap mendapat tempat di mata masyarakat. Pasar tradisional menyediakan berbagai bahan pokok
hasil pertanian yang memiliki harga lebih terjangkau jika dibanding dengan pasar modern.
Keberadaan pasar tradisional dan pasar modern pasti memiliki perbedaan baik dari segi produk
yang diperdagangkan, harga produk serta struktur pasarnya. Oleh sebab itu dalam praktikum
Pemasaran hasil pertanian ini disusun laporan hasil survey pasar untuk mengetahui perbedaan
yang ada pada pasar tradisional Gadang dan pasar modern (Hypermart) yang ada di Kabupaten
Magelang.

GAMBARAN TANAH ABANG BLOK A


Pasar Jambu merupakan salahsatu pasar trasisonal yang lumayan lengkap secara
administrative terletak dalam Kecamatan Tempuran. Keberadaan Pasar Jambu saat ini memiliki
andil yang cukup besar dalam kegiatan perokonomian, bahkan keberadaannya mampu
menumbuh kembangkan kelompok usaha disekitar kawasan Pasar Tanah Abang maupun daerah-
daerah lain diluar Jakarta. Kelomok usaha yang tumbuh terbanyak adalah kelompok usaha
konveksi dan garmen. Hal ini dapat dipahami karena pasar Tanah Abang merupakan pasar tekstil
dimana semua hasil produksi tekstil hampir diseluruh penjuru Indonesia ada disana.
Di pasar ini terdiri dari 1 lantai dengan total kios mencapai 1.000 lebih. Pengunjung yang
mengunjungi Pasar jambu tiap harinya selain berasal dari berbagai daerah juga berasal dari luar
negeri.
     ALUR KEGIATAN EKONOMI
Alur kegiatan ekonomi yang ada di Pasar jambu dapat digambarkan sebagai berikut;

         Produksi
Produk yang terdapat di jambu merupakan produk yang diproduksi baik dari dalam Magelang
maupun daerah-daerah diseluruh wilayah Indonesia baik berskala besar, menengah maupun
kecil. Setiap produk yang ada di Pasar jambu khususnya yang dari berbagai daerah memiliki
corak atau ciri khas masing-masing yang dapat membedakan antara produk hasil dari daerah satu
dengan daerah lainnya. Misal orang Padang, membuat pakaian muslim yang terbagi atas busana
muslim perempuan, kerudung, mukena, baju anak dan sebagian ada yang memproduksi pakaian
dalam. Sedangkan dari Pekalongan salah satunya barang produksi konveksi adalah celana
perempuan, celana jeans, baju koko, dan celana bahan katu. Jadi, hampir disetiap daerah
memiliki keunggulan dan spesifikasi produk masing-masing.

         Distribusi
Kegiatan distribusi merupakan kegiatan menyalurkan produk dari produsen kepada konsumen
dengan berbagai teknik dan cara. Disinilah letak Pasar jambu dimana dia menerima produk dari
produsen yang nantinya akan disalurkan kembali. Para pedagang di Pasar Tanah jambu
menerima produk dari hasil produksi usaha-usaha yang ada diberbagai penjuru magelang dan
disana terdapat pembeli yang datangnya dari berbagai wilayah baik akan dikonsumsi sendiri
maupun akan diperdagangkan kembali, akan tetapi Pasar jambu merupakan pasar grosir dimana
sebagian besar pembelinya akan memperjual belikan kembali produk yang telah diperoleh
walaupun ada yang untuk dikonsumsi sendiri.
          
         Konsumsi
Kegiatan konsumsi merupakan kegiatan yang memakai atau menggunakan suatu produk yang
dihasilkan oleh produsen. Keberadaan Pasar jambu yang menjadi salah satu pusat grosir produk
tekstil terbesar di tempuran mengakibatkan alur konsomsi tidak hanya terjadi didalam kecamatan
saja, akan tetapi merambah keluar kecamatan.  
Harga Murah
Kebanyakan konsumen yang masih setia berbelanja di pasar-pasar tradisional karena harga
barang-barang yang dijual masih lebih murah dibanding dengan harga-harga di tempat lain. Para
pembelanja kaum perempuan biasanya menghabiskan hampir sebagian besar waktu
berbelanjanya hanya untuk tawar menawar. Agaknya kebiasaan tawar menawar sudah
merupakan bagian dari kenikmatan hidup mereka, baik bagi para penjual maupun pembelanja
dalam melakukan aktivitas jual beli di pasar-pasar tradisional. Kesempatan tawar menawar yang
pada akhirnya menghasilkan harga murah tidak dijumpai jika berbelanja di pasar-pasar moderen
yang semua harganya merupakan harga pas (fixed price) tidak boleh ditawar.

Masih dimungkinkannya tawar menawar tersebut, dalam prosesnya dapat menimbulkan rasa
curiga di antara para pedagang tradisional, seperti yang pernah alami di pasar tradisional di satu
kabupaten di Jawa Tengah, di mana pasar tersebut baru saja selesai di renovasi. Salah satu
tuntutan dari para pedagang di pasar tersebut pada saat sedang direnovasi ialah agar lapak-lapak
antar pedagang diberikan batas dinding dengan tinggi secukupnya. Adapun sebagai alasannya
ialah apabila sedang tawar menawar dengan pembelinya tidak terdengar oleh pedagang tetangga
di sebelahnya. Sehingga di sini informasi harga tidak bersifat terbuka atau tidak transparan di
antara para pedagang.

Ada kebiasaan yang sebaliknya di suatu pasar tradisional di kota Solo yang justru
menyebarluaskan informasi harga yaitu indikasi harga barang-barang utama kebutuhan pokok
yang dijual oleh para pedagang pasar tersebut dengan menyajikannya di papan informasi harga
harian. Informasi tentang indikasi harga ini sangat membantu para pembelanja, terutama bagi
para pembelanja yang masih asing yang sangat jarang atau baru pertama kali berbelanja di pasar
tersebut. Bagi para pedagang sendiri, hal ini tidak menimbulkan persaingan tidak sehat yang
disertai dengan rasa curiga di antara mereka. 

Membangun Rasa Emosional


Masih bertahannya para pembeli tidak beralih berbelanja dari pasar-pasar tradisional ke pasar-
pasar moderen karena masih adanya rasa emosional di antara para pedagang dengan para
pelanggannya. Di sini para pedagang pasar yang mampu menarik pelanggannya antara lain
dengan membangun rasa emosional, maka tidak akan takut kehilangan para pelanggannya
berpindah berbelanja ke pedagang lainnya termasuk berpindah berbelanja ke pasar moderen. 
Dalam membangun rasa emosional, biasanya para pedagang tersebut berusaha memelihara
hubungan kekeluargaan dengan para pelanggan, di samping memberikan layanan istimewa
kepada para pelanggannya itu seperti harga yang bersaing serta ketersediaan barang yang dijamin
kepastiannya dan sudah barang tentu kualitas barangnya cukup layak menurut para pelanggan. 
Hubungan emosional yang terbangun di antara para pedagang dengan para pelanggannya inilah
yang menjadi salah satu daya tarik pasar tradisional yang masih terjaga di tengah-tengah
persaingan dengan pasar-pasar atau ritel moderen.  Para pelanggan yang biasa berbelanja di
pasar-pasar atau ritel moderen, biasanya mereka tidak mebutuhkan suasana yang membangkitkan
rasa emosional, tetapi hanya lebih menekankan segi kepraktisan dan suasana kenyamanan
berbelanja semata. Namun  demikian, dari sekian para pembelanja yang tinggal di wilayah
perkotaan masih ada dari antara mereka yang mempertahankan rasa emosional dengan para
pedagang pasar tradisional, dan inilah yang harus terus dipelihara agar pasar-pasar tradisional
ditinggalkan oleh para pelanggannya tadi.
PERSAINGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN PKL
Pembinaan pasar tradisional yang paling memerlukan upaya paling besar adalah pembinaan
pedagang yang berjualan di pasar tersebut. Dalam pembinaan pedagang pasar tradisional perlu
juga memperhatikan pedagang lain yang berada di sekitar pasar tradisional, terutama pedagang
kaki lima (PKL).

Berdasarkan pengalaman empiris dan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian
SMERU (2007) terhadap para pedagang di pasar-pasar tradisional di Bandung dan Jakarta,
Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (JABODETABEK) diperoleh informasi bahwa salah satu
pesaing utama para pedagang di pasar-pasar tradisional adalah para PKL. Sehingga keberadaan
PKL di sekitar pasar hendaknya diperhatikan benar agar tidak menyaingi para pedagang pasar,
karena mereka banyak yang berjualan menutupi bagian depan dan jalan masuk ke pasar yang ini
menjadikan bagian luar pasar-pasar tradisional tampak kumuh dan semrawut. Di kebanyakan
pasar tradisional, kondisi seperti ini dibiarkan terus terjadi tanpa solusi, akibatnya para pembeli
tidak perlu masuk ke dalam pasar sehingga memancing para pedagang yang berjualan di dalam
pasar berpindah ke luar meninggalkan lapaknya yang pada akhirnya keadaan di dalam pasar
kosong, sebaliknya di luar pasar keadaannya padat seperti layaknya pasar tumpah.

Untuk menghindari persaingan antara pedagang pasar dengan PKL, maka perlu dilakukan
penataan dengan menempatkan PKL ke lokasi yang ditentukan, di mana di tempat yang baru
PKL tidak lagi menyebabkan kekumuhan baru dan tidak menyaingi pedagang pasar tradisional.
Untuk menghindari kesulitan dalam hal koordinasi, maka penanganan permasalahan (penataan
dan pembinaan) pedagang pasar tradisional dan PKL sudah seyogyanya dilakukan di bawah satu
atap (satu SKPD).  Di kebanyakan Pemerintah Kabupaten/Kota, SKPD yang menangani
pembinaan pedagang pasar tradisional dan PKL adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (dan Pasar). Mengingat SKPD ini
tidak saja bertugas membina pedagang, tetapi juga membina para pelaku di sektor industri
industri terutama yang berskala usaha mikro, kecil dan menengah serta sektor koperasi, maka
pembinaan pasar tradisional, pedagang pasar dan PKL hanya ditangani oleh pejabat setingkat
Eselon III (Kepala Bidang), bahkan dengan lingkup masing-masing yang lebih sempit hanya
ditangani oleh pejabat setingkat Eselon IV. Di sini kewenangan pejabat tersebut terbatas,
mengingat dalam praktik, pengelolaan pasar tradisional banyak melibatkan kewenangan
SKPD/instansi lain, seperti di bidang perparkiran, kebersihan, keamanan dan ketertiban,
kesehatan, lingkungan hidup, perlindungan konsumen, dan kemetrologian (tertib ukur).
Demikian juga, banyak pihak yang terlibat dalam penataan dan pembinaan PKL, seperti yang
berkaitan dengan penataan wilayah/kota, keamanan dan ketertiban, kebersihan, serta
perdagangan eceran.

Penanganan permasalahan Pedagang Pasar Tradisional dan PKL yang dirasakan paling ideal
apabila ditangani oleh Dinas Pengelolaan Pasar atau Dinas Pasar (DPP) dimana di dalam struktur
SKPD ini terdapat Bidang yang menangani Pasar Tradisional termasuk pedagang tradisional di
dalamnya dan Bidang yang khusus menangani PKL. Di sini Kepala Bidang yang menangani
Pasar Tradisional dan Kepala Bidang yang menangani PKL dapat saling berkoordinasi dalam
menangani kedua kelompok pedagang ini di bawah kendali Kepala DPP sebagai koordinator,
sehingga kedua pedagang pasar tradisional tidak diganggu oleh keberadaan PKL dan kemudian
PKL sedikit demi sedikit diarahkan menjadi pedagang pasar tradisional.

Ada pula daerah yang tidak menjadikan PKL sebagai para pedagang yang harus dibina, sehingga
dapat diaktakan bahawa keberadaannya sama sekali tidak dikehendaki oleh Pemerintah Daerah
yang bersangkutan. Di sini Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) diwajibkan menertibkan
PKL dan sekaligus melakukan pembinaan dalam hubungannya dengan
kemudahan untuk penertiban,  bukan pembinaan yang berkaitan dengan pembinaan kegiatan
usaha di lokasi tetap. Di sini PKL selalu dianggap menjadi masalah tanpa memperhatikan bahwa
keberadaannya selain dibutuhkan masyarakat konsumen juga menjadi tempat penampungan
pekerja informal, karena keterbatasan daya tampung lapangan kerja formal di daerah yang
bersangkutan.  Sudah barang tentu, pengerahan SATPOL PP dalam penertiban PKL tidak serta
merta persaingan antara Pasar Tradisional dengan PKL dapat terselesaikan, karena proses
penertiban hanya menghasilkan ketertiban PKL yang semu (melarang PKL berdagang di suatu
tempat) dan berjangka pendek, di lain pihak umumnya jumlah PKL akan bertambah terus dan
membutuhkan tempat berdagang yang semakin luas.

Anda mungkin juga menyukai