Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kementerian
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Jalan Cabe Raya, Pondok
P ondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan - 15418
Banten - Indonesia
Telp.: (021) 7490941 (hunting); Fax.: (021) 7490147;
Laman: www.ut.ac.id
Edisi Kesatu
Cetakan pertama, September 2011 Cetakan kedelapan, November 2016
Cetakan kedua, April 2012 Cetakan kesembilan, Mei 2017
Cetakan ketiga, April 2014 Cetakan kesepuluh,
kesepulu h, November 2017
Cetakan keempat, Juni 2014 Cetakan kesebelas, April 2018
Cetakan kelima, September 2014 Cetakan kedua belas, Juni 2018
Cetakan keenam, Juni 2015 Cetakan ketiga belas, Februari 2019
Cetakan ketujuh, Mei 2016
338
ARI ARIANI,
ARIANI, Dorothea Wahyu
m Materi pokok hubungan industrial; 1 – 6; EKMA4367/
2 sks/ Dorothea Wahyu Ariani. -- Cet.13; Ed.1 --.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2019.
334 hal; ill; 21 cm
ISBN: 978-979-011-640-5
1. industrial
I. Judul
Dicetak oleh
iii
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Berbagai Disiplin Ilmu yang Berpengaruh pada Konsep Hubungan
H ubungan
Industrial ...........................................................
.............................................................................................
.................................. 1.21
Latihan ………………………………………….................
…………………………………………...............................
.............. 1.41
Rangkuman …………………………………..................................
…………………………………....................................
.. 1.43
Tes Formatif 2 ……………………………..……...................
……………………………..……..............................
........... 1.44
Kegiatan Belajar 2:
Serikat Pekerja di Indonesia ................................................
...............................................................
............... 2.23
Latihan ………………………………………….................
…………………………………………...............................
.............. 2.44
iv
Rangkuman …………………………
…………………………………....................................
……….................................... 2.46
Tes Formatif 2 ……………………………..……............................
……………………………..……..............................
.. 2.47
Kegiatan Belajar 2:
Negosiasi Perjanjian ................................................
...........................................................................
........................... 3.33
Latihan …………………………
…………………………………………..........................
………………...............................
..... 3.43
Rangkuman …………………………
…………………………………....................................
……….................................... 3.46
Tes Formatif 2 ……………………………..……............................
……………………………..……..............................
.. 3.47
Kegiatan Belajar 2:
Isu Pemberian Penghargaan Karyawan ............................................. 4.32
v
Latihan ………………………………………….................
…………………………………………...............................
.............. 4.40
Tes Formatif 2 ……………………………..……...................
……………………………..……..............................
........... 4.41
Kegiatan Belajar 2:
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ................................. 5.26
Latihan ………………………………………….................
…………………………………………...............................
.............. 5.37
Rangkuman …………………………………..................................
…………………………………....................................
.. 5.41
Tes Formatif 2 ……………………………..……...................
……………………………..……..............................
........... 5.42
Kegiatan Belajar 2:
Praktik Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia ................................... 6.28
Latihan …………………………
…………………………………………..........................
………………...............................
..... 6.56
Rangkuman …………………………
…………………………………....................................
……….................................... 6.57
Tes Formatif 2 ……………………………..……............................
……………………………..……..............................
.. 6.58
M
ata kuliah EKMA 4367 Hubungan Industrial merupakan mata kuliah
lanjutan dari mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) yang telah Anda pelajari sebelumnya. Melalui mata kuliah ini,
Anda akan dapat memahami konsep, dasar Hubungan Industrial, struktur di
dalam Hubungan Industrial termasuk di dalamnya Serikat Pekerja, proses di
dalam praktik Hubungan Industrial khususnya mengenai perjanjian kerja
bersama, isu mengenai biaya kontrak perburuhan yang berhubungan dengan
pemberian penghargaan penyelesaian konflik serta praktik Hubungan
Industrial di dalam kerangka hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Mata
kuliah Hubungan Industrial ini dirancang untuk membekali Anda dengan
teori dan praktik ketenagakerjaan di Indonesia yang menjadi faktor kunci
dalam penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan dalam suatu organisasi.
Setelah mempelajari mata kuliah Hubungan Industrial, Anda diharapkan
memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang konsep dasar, struktur dan
proses Hubungan Industrial dalam kerangka hukum ketenagakerjaan di
Indonesia. Secara lebih khusus, setelah mempelajari mata kuliah ini Anda
diharapkan akan mampu menjelaskan:
1. konteks hubungan industrial secara umum dan keterkaitan hubungan
industrial dengan berbagai bidang ilmu lain;
2. serikat pekerja dan praktik serikat pekerja di Indonesia;
3. perjanjian kerja bersama dan negosiasi perjanjian. Indonesia;
4. pemberian penghargaan kepada karyawan dan isu gaji, upah dan
tunjangan;
5. konflik dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial di tempat
kerja;
6. praktik hubungan industrial, perkembangan dan praktik hukum
ketenagakerjaan di Indonesia
Berdasarkan tujuan khusus yang akan dicapai serta bobot sks mata kuliah
Hubungan Industrial, yakni 2 sks maka materi mata kuliah ini disajikan
dalam 6 modul, yang disusun sebagai berikut.
Modul 1. Karakteristik dan Konteks Hubungan Industrial
Modul 2. Serikat Pekerja
Modul 3. Perjanjian Kerja Bersama dan Negosiasi Perjanjian
viii
Peta Kompetensi
Hubungan Industrial/EKMA4367/2 sks
Modul 6
Menjelaskan praktik hubungan industrial,
perkembangan dan praktik hukum
ketenagakerjaan di Indonesia
Modul 5
Menjelaskan konflik dan p enyelesaian
perselisihan hubungan industrial
di tempat kerja
Modul 1
Menjelaskan konteks hubungan
industrial secara umum dan
keterkaitan hubungan industrial
dengan berbagai bidang ilmu lain
1.10 Hubungan Industrial ⚫
2. Pendekatan Keberagaman
Berbeda dengan pendekatan keberagaman yang memiliki satu sumber
kekuasaan yang memiliki kekuasaan legitimasi, pendekatan keberagaman
memungkinkan terjadinya perbedaan kelompok peminatan dan berbagai
bentuk loyalitas. Kerangka kerja keberagaman menyatakan bahwa karyawan
dalam organisasi yang berbeda dapat memiliki kepeminatan yang sama.
Dengan menciptakan hubungan mendatar atau ke samping dengan kelompok
di luar keanggotaan organisasi dalam bentuk perserikatan yang lebih
mengembangkan loyalitas dan komitmen terhadap pemimpin daripada
pengelolaan organisasinya. Pengelolaan yang penting adalah mengenal
sumber kepemimpinan yang sah dan berfokus pada loyalitas dalam
organisasi, serta memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan.
Pandangan keberagaman mempunyai perspektif teoritis dalam hubungan
industrial. Ada dua asumsi yang mendasari. Pertama, kekuasaan tampak
sebagai penyebaran kelompok yang sama-sama mendominasi. Dengan
perkataan lain, persaingan kekuatan menghambat dan memeriksa kekuasaan
absolut. Kedua, kondisi yang berkaitan dengan pelindung peminatan
masyarakat dan peran melindungi kelemahan dan mengendalikan kekuasaan.
Pendekatan keberagaman cenderung memusatkan perhatian pada jenis
peraturan, regulasi, dan proses yang memungkinkan memberikan kontribusi
pada kepeminatan organisasi dan menjamin bahwa perbedaan minat secara
efektif akan mempertahankan keseimbangan sistem. Pendekatan ini
menekankan pada stabilitas sosial, sehingga hubungan industrial dipandang
sebagai peraturan yang menekankan pada aspek hubungan antara pengusaha
dan karyawan dan hubungan antara manajemen dan serikat pekerja, sehingga
1.12 Hubungan Industrial ⚫
konflik dalam pengendalian di pasar tenaga kerja dan proses yang terjadi
merupakan manifestasi peminatan fundamental dan bersifat terus-menerus.
3. Pandangan Radikal
Pandangan ini mengenal konflik fundamental dan melekat pada konflik
kepentingan antara karyawan dan pengusaha di tempat kerja. Tempat kerja
merupakan suatu tempat terjadinya konflik dengan adanya konflik
kepentingan yang radikal yang mendasari adanya hubungan industrial. Tidak
seperti dalam pendekatan keragaman, pendekatan radikal memandang
hubungan industrial sebagai totalitas hubungan sosial dalam produksi.
Pendekatan radikal memandang ketidakseimbangan kekuasaan dalam
masyarakat dan di tempat kerja sebagai inti hubungan industrial
konflik. Konflik ini dapat berupa konflik kelas dan dapat berupa konflik
kepentingan. Dalam studi tentang hubungan industrial yang menjadi sorotan
adalah bagaimana konflik kepentingan itu dapat diselesaikan. Kalau ada
konflik, berarti akan ada penggunaan kekuasaan yang dimiliki oleh suatu
organisasi.
Ruang lingkup hubungan industrial secara umum merupakan hubungan
antara pekerja dan pengusaha dengan berbagai permasalahan, seperti
ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Ruang lingkup tersebut dibedakan
menjadi dua, yaitu pemasaran tenaga kerja dan pengelolaan tenaga kerja.
Pendekatan biaya transaksi membuat sejumlah asumsi mengenai perilaku
karyawan dan lingkungan ekonomi.
Ada dua asumsi perilaku yang penting, yaitu rasionalitas yang terbatas
dan paham oportunis. Keterbatasan rasionalitas menunjukkan adanya
keterbatasan pandangan individu sehingga individu tidak dapat memproses
informasi yang tidak terbatas dan tidak mampu mengomunikasikan informasi
tersebut kepada orang lain dengan sempurna. Selain itu, individu juga
memiliki sifat menjadi seorang yang oportunis, sehingga individu cenderung
memiliki kepentingan sendiri yang berbeda-beda. Keterbatasan rasionalitas
individu, kompleksitas, dan ketidakpastian lingkungan ekonomi
menunjukkan bahwa kontrak karyawan yang detail dan komprehensif
tersebut tidak layak. Sementara itu, perilaku oportunis muncul ketika
karyawan memiliki tingkat tawar-menawar dalam keahlian khusus. Konsep
kerangka kerja hubungan industrial mendorong pengembangan tipologi
dengan tiga level kegiatan hubungan industrial, yaitu level strategi,
kebijakan, dan tempat kerja. Hal ini dipaparkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Tiga Level Kegiatan Hubungan Industrial
Level Pengusaha Serikat Pekerja Pemerintah
Strategi jangka Strategi Bisnis Strategi Politik Kebijakan
panjang dan Strategi Investasi Strategi Representasi Makroekonomi dan
penyusunan Strategi Sumber Daya Strategi Organisasi sosial
kebijakan Manusia
Kesepakatan Kebijakan Personalia Strategi Kesepakatan Hukum dan
bersama dan Strategi Negosiasi Bersama Administrasi
kebijakan personal Tenaga Kerja
Hubungan tempat Gaya Supervisi Administrasi Kontrak Standar Karyawan
kerja dan individu/ Partisipasi karyawan Partisipasi Karyawan Partisipasi
organisasi Desain Pekerjaan dan Desain Pekerjaan dan Karyawan
Organisasi Kerja Organisasi Kerja Hak Individual
Sumber: Deery et al., 1998.
1.16 Hubungan Industrial ⚫
LATIHAN
bagaimana pekerjaannya dibentuk. Contoh dari struktur ini adalah tim lintas
fungsi, rotasi pekerjaan, dan gugus kendali mutu.
Sementara itu, dari penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa ada
beberapa hal yang mempengaruhi perputaran kerja atau yang dapat
memprediksi perputaran kerja. Faktor tersebut antara lain persepsi terhadap
keamanan kerja, kehadiran serikat kerja, kepuasan kerja, senioritas kerja,
variabel demografis seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, banyaknya
tanggungan, komitmen organisasional, apakah pekerjaan memenuhi harapan
individu, perhatian terhadap pekerjaan lain, intervensi pengayaan pekerjaan,
dan peninjauan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah
biaya yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan jam kerja
karyawan.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh bagi
produktivitas, yaitu pelatihan, penyusunan tujuan/sasaran, desain sistem
sosial dan teknik, dan perputaran kerja karyawan. Youndt et al., (1996)
menjelaskan hubungan antara manajemen sumber daya manusia, strategi
manufaktur, dan kinerja, sehingga perlu terlebih dahulu pemahaman dua
pendekatan atau teori mengenai hal tersebut, yaitu pendekatan universal dan
pendekatan kontingensi atau situasional.
1. Pendekatan Universal
Berbagai penelitian empiris telah menyatakan bahwa praktik-praktik
manajemen sumber daya manusia secara langsung berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Kegiatan pemilihan dan pelatihan sering kali berkorelasi
dengan produktivitas dan kinerja perusahaan. Tema pokok yang mendasari
penelitian tersebut adalah bahwa perusahaan harus menciptakan konsistensi
internal yang tinggi atau kesesuaian antar kegiatan sumber daya manusia.
Sesuai dengan pandangan sistem dan kesesuaian internal ditemukan bahwa
praktik-praktik difokuskan pada mendorong komitmen karyawan (misal
desentralisasi pengambilan keputusan, pelatihan yang komprehensif,
pemberian penghargaan, dan partisipasi karyawan) berhubungan dengan
kinerja yang lebih tinggi.
Di sisi lain, praktik sumber daya manusia yang berfokus pada
pengendalian, efisiensi, dan pengurangan keahlian dan keleluasaan
berhubungan dengan peningkatan perputaran kerja dan kinerja yang buruk.
Selain itu, investasi dalam kegiatan-kegiatan seperti pemberian insentif atau
kompensasi, teknik pemilihan staf, dan partisipasi karyawan akan
⚫ EKMA4367/MODUL 1 1.29
2. Pendekatan Situasional
Melalui pendekatan situasional, pengaruh praktik-praktik sumber daya
manusia pada kinerja perusahaan dikondisikan oleh sikap strategik
organisasi. Jika pendekatan perusahaan pada persaingan tergantung pada
karyawan atau membuat kemampuan karyawan maka praktik-praktik sumber
daya manusia akan lebih memungkinkan memiliki dampak pada kinerja.
Melalui perspektif perilaku, karakteristik organisasi seperti strategi
menghendaki sikap yang unik dan perilaku peran jika kinerja menjadi efektif,
dan kegiatan-kegiatan sumber daya manusia merupakan alat utama yang
digunakan untuk memperoleh dan memperkuat perilaku karyawan dalam
perusahaan. Demikian pula pendapat dari teori pengendalian yang
menyatakan bahwa kinerja efektif tergantung pada kesesuaian yang tepat
1.30 Hubungan Industrial ⚫
LATIHAN
dengan baik pula. Hal yang sama juga terjadi bila karyawan merasakan
adanya hubungan yang baik dengan rekan kerja atau pimpinan atau
bawahan, berarti memiliki modal sosial kuat dan kepercayaan tinggi
akan mendorong eksistensi serikat pekerja.
RANGKUMAN
Daftar Pustaka
Adler, P.S. dan Kwon, S.W. (2002). Social Capital: Prospects for A New
Concept. Academy of Management Review, 27 (1): 17-40.
Allen, N.J. dan Meyer, J.P. (1990). The Mesurement and Antecedents of
Affective, Continuance, and Normative Commitment to the
Organization. Journal of Occupational Psychology
Psychology, 62, 1-18.
Aryee, S.; Budhwar, P.S. dan Chen, Z.X. (2002). Trust as a Mediator of the
Relationship Between Organizational Justuice and Work Outcomes: Test
of A Social Exchange Model. Journal of Organizational Behavior , 23:
267-285.
Cardona, P.; Lawrence, B.S.; dan Bentler, P.M. (2003). The Influence of
Social and Work Exchange Relationships on Organizational Citizenship
Behavior . Barcelona: IESE Business School – University of Navarra.
Working Paper.
⚫ EKMA4367/MODUL 1 1.49
Cohen, D. dan Prusak, L. (2001). In Good Company: How Social Capital
Makes Organizations Work . Massachusetts Harvard Business School
Press.
Hackett, R.D.; Bycio, P.; dan Hausdorf, P.A. (1994). Further Assessment of
Meyer and Allen’s (1991) Three-Component
Three-Component Model of Organizational
Commitment. Journal of Applied Psychology
Psychology, 79 (1), 15-23.
Inkpen, A.C. dan Tsang, E.W.K. (2005). Social Capital Networks and
Knowledge Transfer. Academy of Management Review, 30 (1): 146-165.
Katz, H.C.; Kochan, T.A.; dan Weber, M.R. (1985). Assessing the Effects of
Industrial Relations Systems and Effects of Industrial Relations Systems
and Efforts to Improve the Quality of Working Life on Organizational
Effectiveness. Academy of Management
Management Journal, 28 (3): 509-526.
Konovsky, M.A. dan Pugh, S.D. (1994). Citizenship Behavior and Social
Exchange. Academy of Management
Management Journal, 37 (3): 656-669.
Lawler dan Thyre. (1999). Briging Emotions into Social Exchange Theory.
Annual Review Social, 25: 217-244.
Leana, C.R. dan Van Buren, H.J. (1999). Organizational Social Capital and
Employment Practices. Academy of Management Review, 24(3), 538-
555.
Locke, E.A.; Shaw, K.N.; Saari, L.M.; dan Latham, G.P. (1981). Goal Setting
and Task Performance: 1969-1980. Psychological Bulletin, 90(1): 125-
152.
McFayden, M.A. dan Canella, A.A. (2004). Social Capital and Knowledge
Creation: Diminishing of Returns of the Number and Strength of
Exchange Relationships. Academy of Management Journal, 47 (5): 735-
746.
1.52 Hubungan Industrial ⚫
Moorman, R.H.; Blakely, G.L.; dan Niehoff, B.P. (1998). Does Perceived
Organizational Support Mediate the Relationship Between Procedural
Justice and Organizational Citizenship Behavior? Academy of
Management Journal, 41 (3): 351-357.
Morgeson, F.P. dan Hoffman, D.A. (1999). The Structure and Function of
Collective Constructs: Implications for Multilevel Research and Theory
Development. Academy of Management Review, 24: 249-265.
Robert, C.; Probst, T.M.; Martocchio, J.J.; Drasgow, F.; dan Lawler, J.J.
(2000). Empowerment and Continuous Improvement in the United
States, Mexico, Poland and India: Predicting Fit on the Basis of the
Dimensions of Power Distance and Individualism. Journal of Applied
Psychology, 85 (5): 643-658.
Seibert, S.E., Kraimer, M.I., dan Liden, R.C. (2001). A Social Capital Theory
of Career Success. Academy of Management Journal, 44 (2), 219-237.
⚫ EKMA4367/MODUL 1 1.53
Setoon, R.P.; Bennett, N.; dan Liden, R.C. (1996). Social Exchange in
Organization: Perceived Organizational Support, Leader-Member
Exchange, and Employee Reciprocity. Journal of Applied Psychology,
81 (3): 219-227.
Tsai, W. dan Ghoshal, S. (1998). Social Capital and Value Creation: the Role
of Intraform Networks. Academy of Management Journal, 41 (4): 464-
476.
Wasko, M.M. dan Faraj, S. (2005). Why Should I Share? Examining Social
Capital and Knowledge Contribution in Electonic Networks and
Practice. MIS Quarterly, 29 (1): 35-377.
Wayne, S.J., Shore, L.M, dan Liden, R.C. (1997). Perceived Organizational
Support and Leader-Member Exchange: A Social Exchange Perspective.
Academy of Management Journal, 40 (1): 82-111.
Whitener, E.M.; Brodt, S.E.; Korsgaard, M.A.; dan Werner, J.M. (1998).
Managers as Initiators of Trust: An Exchange Relationship Framework
for Understanding Managerial Trustworthy Behavior. Academy of
Management Journal, 23 (3): 513-530.
Whittaker, J.; Burns, M.; dan Van Beveren, J (2003). Understanding and
Measuring the Effect of Social Capital on Knowledge Transfer Whitin
Clusters of Small-Medium Entreprise. 16 th Annual Conference of Social
Entrepreneur Association of Australia and New Zelland . Paper
Presentation.
EKMA4367/MODUL 2 2.3
Kegiatan Belajar 1
kerja tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Pemogokan kerja karyawan juga
dapat dilakukan dengan tidak meninggalkan tempat kerjanya, yaitu dengan
tetap bekerja namun memperlambat kecepatan kerjanya.
Pemagaran dilakukan oleh para wakil serikat buruh dengan memasang
plakat-plakat yang memberitahukan
memberitahukan kepada umum bahwa di perusahaan
tersebut sedang terjadi perselisihan perburuhan. Tujuan pemagaran adalah
agar warga masyarakat umum memberi dukungan kepada serikat pekerja.
Selain itu, pemagaran juga dilakukan untuk menghalangi kegiatan
operasional perusahaan. Harapannya, dengan terhentinya kegiatan
operasional, maka pengusaha akan menuruti kehendak serikat pekerja.
Pemboikotan dilakukan dengan cara menghalangi pengusaha menjual
barang atau jasa hasil produksinya dengan menganjurkan dalam majalah atau
surat kabar untuk tidak membeli barang atau jasa perusahaan tersebut.
Pemboikotan dapat bersifat primer atau sekunder. Pemboikotan primer
ditujukan pada perusahaan yang tidak mau memenuhi tuntutan serikat
pekerja dengan tidak membeli barang atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut. Pemboikotan sekunder adalah pemboikotan dengan
melibatkan pihak ketiga yang tidak secara langsung membeli barang atau j asa
perusahaan tersebut.
tersebut.
penetapan upah, program kerja sama seperti kualitas kehidupan kerja, gugus
kualitas, pembagian keuntungan, dan lain-lain.
Serikat pekerja atau serikat buruh dilindungi dengan Undang-undang
No. 20 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Dalam
rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, pekerja atau buruh membentuk
dan mengembangkan serikat pekerja atau serikat buruh yang bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Serikat pekerja atau serikat
buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan,
memperjuangkan, melindungi dan membela
kepentingan dan kesejahteraan karyawan atau pekerja beserta keluarganya
serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan. Pengertian istilah diatur dalam Pasal 1 yaitu serikat pekerja
pekerja atau
serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk karyawan
atau buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokrasi dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan karyawan
atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan karyawan atau pekerja dan
keluarganya. Serikat pekerja
pekerja atau serikat
serikat buruh di perusahaan adalah serikat
pekerja atau buruh yang didirikan oleh para karyawan atau buruh di satu
perusahaan atau di beberapa perusahaan. Serikat pekerja atau serikat buruh
di luar perusahaan adalah serikat pekerja atau serikat buruh yang didirikan
oleh para karyawan
karyawan atau
atau buruh yang tidak bekerja di perusahaan.
perusahaan. Federasi
serikat pekerja atau serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja atau
serikat buruh. Konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh adalah gabungan
federasi. Serikat pekerja atau serikat
serikat buruh adalah
adalah setiap orang yang
yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. la in.
Tujuan serikat pekerja atau serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja atau serikat buruh
b uruh adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak
dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak untuk
karyawan atau
atau pekerja dan keluarganya.
keluarganya. Fungsi serikat
serikat pekerja atau serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh adalah
sebagai berikut.
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan
perselisihan industrial.
2. Sebagai wakil
wakil karyawan
karyawan atau
atau pekerja dalam lembaga kerja sama di
bidang ketenagakerjaan
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
2.18 Hubungan Industrial
LATIHAN
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Berbagai penelitian yang banyak dilakukan dalam serikat pekerja tidak hanya
digunakan untuk memahami pengaruh perubahan institusional pada serikat
pekerja.
Eaton (1990) mengidentifikasi dua faktor tentang partisipasi karyawan
yang relevan dengan partnership, yaitu (1) kemampuan serikat pekerja
mengendalikan proses partisipasi yang mencakup perluasan unionisasi
(anggota serikat pekerja) dan struktur tawar-menawar; serta (2) keinginan
serikat pekerja mengendalikan proses yang mencakup kebijakan serikat
pekerja, ancaman yang dipersepsikan, dan tersedianya alternatif.
Serikat pekerja membantu dalam melakukan kesepakatan kerja bersama
atau tawar-menawar. Karyawan harus didorong untuk terlibat dalam
kelompok, di mana serikat pekerja berperan di dalamnya. Serikat pekerja
harus mempertahankan integritas organisasional dan menjadi bagian dari
semua proses dan kesepakatan yang dilakukan. Selain itu, adanya kebutuhan
yang bertentangan dengan manajemen mengharuskan serikat pekerja
mempunyai hak veto dalam perubahan organisasi (Wells, 1993). Serikat
pekerja harus disusun dengan jelas dan sasaran bagi karyawan harus dapat
dipertanggung jawabkan. Serikat pekerja juga harus dikoordinir di dalam
perusahaan, sektoral, dan level internasional.
Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh, dari, dan untuk
pekerja dengan tujuan untuk membela pekerja dan memperjuangkan
kepentingan dan kesejahteraan para pekerja. Serikat pekerja harus bebas dari
pengaruh pengusaha dan pengaruh lain termasuk pemerintah. Membela nasib
pekerja dalam arti organisasi pekerja senantiasa mengikuti dan mengawasi
nasib pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Apalagi kalau pekerja
diperlakukan secara tidak wajar, maka serikat pekerja perlu secara aktif
membelanya. Di samping itu, serikat pekerja berkewajiban membela pekerja
manakala pekerja menghadapi perselisihan.
Dalam pembelaan ini seharusnya serikat pekerja harus dapat bersikap
dan melihat persoalan secara jernih. Hal ini perlu benar-benar dipahami agar
serikat pekerja tidak terlalu kaku membela pekerja yang sudah jelas
melakukan kesalahan. Dalam arti memperjuangkan kepentingan dan
peningkatan kesejahteraan pekerja secara umum, maka serikat pekerja harus
mampu melakukan perundingan untuk merumuskan perjanjian kerja bersama
(PKB). Fungsi pokok serikat pekerja adalah melakukan perundingan
sebagaimana tertuang dalam UU No. 18 Tahun 1956 yang merupakan
2.28 Hubungan Industrial
Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok diatur dalam anggaran dasar
dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja yang bersangkutan.
Sementara itu, setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota
organisasi pengusaha. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap
perusahaan yang mempekerjakan lima puluh orang karyawan atau lebih
wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Pada perusahaan dengan
jumlah karyawan kurang dari lima puluh orang, komunikasi dan konsultasi
masih dapat dilakukan secara individual dengan baik dan efektif. Pada
perusahaan dengan jumlah karyawan lima puluh orang atau lebih,
komunikasi dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan.
Lembaga kerja sama tripartit bertugas memberikan pertimbangan, saran,
dan pendapat kepada pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dalam
menyusun kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. Lembaga
kerja sama tripartit terdiri dari lembaga kerja sama tripartit nasional, propinsi,
kabupaten atau kota, dan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah,
organisasi pengusaha, dan serikat pekerja dengan tata susunan organisasi
yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Sementara itu, perusahaan yang memiliki sekurang-kurangnya sepuluh
orang karyawan wajib membuat peraturan perusahaan yang disusun dan
menjadi tanggung jawab pengusaha. Peraturan perusahaan tersebut disusun
dengan mempertimbangkan saran dan usulan dari wakil karyawan yang
dipilih secara demokratis atau pengurus serikat pekerja bila sudah ada.
Namun, kewajiban membuat peraturan tersebut tidak berlaku bagi
perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama. Peraturan
perusahaan minimal memuat:
1. hak dan kewajiban pengusaha;
2. hak dan kewajiban karyawan;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Di samping menerima iuran anggota dan hasil usaha yang sah, serikat
pekerja dapat menerima bantuan pihak lain yang tidak mengikat termasuk
dari luar negeri. Bantuan yang berasal dari luar negeri, harus diberitahukan
secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
EKMA4367/MODUL 2 2.49
Daftar Pustaka
Abdussalam, H.R. (2009). Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan).
Perburuhan) .
Jakarta: Restu Agung.
Arthur, J.B. dan Dworkin, J.B. (1991). Current Topics in Industrial Labor
Relations Research and Practice. Journal of Management , 17(3
17(3):
):51
515-
5-
551.
Batubara, C. (2008). Hubungan
(2008). Hubungan Industrial
Industrial . Jakarta:
Jakarta: PPM Manajem
Manajemen.
en.
th
Fossum, J.A. (2009). Labor Relations: Development, Structure, Process , 10
edition. New York: McGraw-Hill/ Irwin.
Heaney, C.A; Israel, B.A.; Schurman, S.I; Baker, E.A.; House, J.S.; dan
Hugentobler, M. (1993). Industrial Relations, Worksite Stres Reduction
2.52 Hubungan Industrial
Kozina, L.M. (2008). Social Labor Relations in Small and Medium Size
Business. Sociological Research,
Research , 47 (6):
(6): 76-90.
76-90.
Wells, D. (1993). Are Strong Unions Compatible with The New Model of
HRM? Relations
HRM? Relations Industrielles/Industrial
Industrielles/Industrial Relations,
Relations , 48 (1):
(1): 56-85
56-85..
Modul 3
PENDAHULUAN
H ubungan kerja merupakan hubungan yang terjalin antara penerima kerja
atau karyawan dan pemberi kerja atau manajemen berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja, baik untuk waktu tertentu maupun
waktu tidak tertentu yang mengandung unsur pekerjaan, upah, dan hubungan
di bawah perintah. Hubungan kerja merupakan hubungan hukum atau
perikatan antara pengusaha
pengusaha dengan karyawan, karena
karena adanya perjanjian kerja.
kerja.
Perjanjian kerja bersama merupakan pedoman hubungan karyawan dengan
pengusaha yang baik, karena disusun bersama-sama antara karyawan dengan
pengusaha, sehingga hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat
diperhatikan secara proporsional. Perjanjian kerja bersama perlu dilakukan
untuk merumuskan peran masing-masing, yaitu pengusaha atau manajemen
dan karyawan.
Perjanjian kerja masing-masing negara berbeda-beda. Pelaksanaan
perjanjian kerja di Indonesia diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang
mengatur berbagai ketentuan. Dalam perjanjian kerja bersama terdapat
lembaga-lembaga yang terlibat, seperti lembaga kerja sama bipartit dan
tripartit, maupun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Beberapa pemangku kepentingan dalam perjanjian kerja bersama antara lain
pemerintah, pengusaha, serikat pekerja dan kerja sama, serta konsumen dan
masyarakat. Hak dan kewajiban, serikat pekerja atau serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh yang telah mempunyai
nomor bukti pencatatan antara lain berhak membuat perjanjian kerja bersama
dengan pengusaha.
Modul 3 yang merupakan kelanjutan dari Modul 2 ini membahas
mengenai perjanjian kerja bersama dan negosiasi perjanjian. Secara lebih
terinci, Kegiatan Belajar 1 memaparkan tentang bagaimana mengadakan unit
perjanjian kerja, sedangkan Kegiatan Belajar 2 membahas negosiasi dalam
3.2 Hubungan Industrial ⚫
Kegiatan Belajar 1
biaya manajemen dan tenaga kerja. Isu perjanjian atau kesepakatan yang
bersifat pemberian larangan secara hukum tidak sah, seperti permintaan
bahwa karyawan menggunakan hanya barang-barang yang diproduksi
bersama. Perbedaan lain antara mandatory issues dan permissive issues
adalah tidak adanya bagian yang bisa menemui jalan buntu atau menolak
menyetujui kontrak melebihi permissive issues. Gambar 1 berikut
menjelaskan perbedaan antara mandatory dan permissive issues.
Ciri Keputusan
Gambar 3.1.
Penentuan Status Mandatory dan Permissive Bargaining
LATIHAN
1) Negosiasi adalah proses yang terdiri dari minimal dua pihak dengan
kebutuhan dan pandangan yang berbeda yang mencoba mencapai
kesepakatan untuk mendapatkan keinginan bersama. Negosiasi di tempat
kerja dipandang sebagai kelompok penyelesai masalah atau sebagai
3.44 Hubungan Industrial ⚫
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Daftar Pustaka
Beaumont, P.B. dan Harris, R.I. (1996). Good Industrial Relations, Joint
Problem Solving and Human Resource Management. Relations
Industrielle, 51 (2): 391-4030.
Gultom, S.S. (2008). Aspek Hukum Hubungan Industrial . Jakarta: Inti Prima
Promosindo.
Ichinowski, C.; Kochan, T.A.; Levine, D.; Olson, C.; dan Straus, G. (1996).
What Works at Work: Overview & Assessment. Industrial Relations, 25
(3): 356-374.
Kozina, L.M. (2008). Social Labor Relations in Small and Medium Size
Business. Sociological Research , 47 (6): 76-90.
Mao, H.; Chen, C.; dan Hsieh, T. (2009). The Relationship Between
Bureaucracy and Workplace Friendship. Social Behavior and
Personality, 37 (2): 255-266.
McKersie, R.B.; Sharpe, T.; Kochan, T.A.; Eaton, A.E.; Strauss, G.; dan
Morgenstern, M. (2008). Bargaining Theory Meets Interest-Based
Negotiations: A Case Study. Industrial Relations, 47 (1): 66-96.
Neale, M.A. dan Bazerman, M.H. (1985). The Effects of Framing and
Overconfidence on Bargaining, Behavior, and Outcome.
Perry, J.L. dan Angel, H.L. (1986). The Politics of Organizational Boundary
Roles in Collective Bargaining. Academy of Management Review , 4 (4):
487-498.
Zubek, J.M.; Pruitt, D.G.; dan Peites, R.S. (1992). Disputant and Mediator
Behaviors Affecting Short-Term Success in Mediation. The Journal of
Conflict Resolution, 36 (3): 546-572.
Modul 4
PENDAHULUAN
Kegiatan Belajar 1
LATIHAN
1) Gaji adalah pembayaran yang dibayar secara tetap dan berkala setiap
bulan atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan menurut
jenjang jabatan dan faktor lainnya. Upah adalah pembayaran yang
dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan produk
atas pekerjaan yang dihasilkan oleh karyawan. Untuk lebih jelasnya
dapat Anda pada bagian awal Kegiatan Belajar 2.
⚫ EKMA4367/MODUL 4 4.41
TES FORMATIF 2
1) Masih banyak karyawan yang diberi upah atau gaji di bawah upah
minimum merupakan bentuk pelanggaran ....
A. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 1999
B. UU No. 13 Tahun 2003
C. Peraturan Menteri BUMN Tahun 2000
D. tidak ada jawaban yang benar
10) Salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama adalah ....
A. pengupahan dan berbagai pemberian jaminan bagi karyawan
B. peraturan perusahaan yang menyangkut tata tertib kerja
C. pemutusan hubungan kerja
D. semua jawaban benar
Daftar Pustaka
Allen, T.D.; Barnard, S.; Rush, M.C.; dan Russell, J.E.A. (2000). Ratings of
Organizational Citizenship Behavior: Does the Source Make A
Difference? Human Resource Management Review, 10(1):97-114.
Gultom, S.S. (2008). Aspek Hukum Hubungan Industrial . Jakarta: Inti Prima
Promosindo.
Khalid, S.A. dan Ali, H. (2005). Self and Superior Ratings of Organizational
Citizenship Behavior: Are There Differences in the Source of Ratings?
Problems and Perspectives in Management , 4:147-153.
Korsgaard, M.A.; Meglino, B.M.; dan Lester, S.W. (2004). The Effect of
Other Orientation on Self-Supervisor Rating Agreement. Journal of
Organizational Behavior , 25:873-891.
Lam, S.S.K.; Hui, C.; dan Law, K.S. (1999). Organizational Citizenship
Behavior: Comparing Perspectives of Supervisors and Subordinates
Across Four International Samples. Journal Of Applied Psychology , 84
(4):594-601.
LePine, J.A.; Erez, A.; dan Johnson, D.E. (2002). The Nature and
Dimensionality of Organizational Citizenship Behavior: A Critical
Review and Meta-Analysis. Journal of Applied Psychology ,87(1):52-65.
LePine, J.A. dan Van Dyne, L. (2001). Voice and Cooperative Behavior as
Contrasting Forms of Contextual Performance: Evidence of Differential
Relationships With Big Five Personality Characteristics and Cognitive
Ability. Journal of Applied Psychology , 86(2):326-336.
Milliman, J.F.; Nason, S.; Lowe, K.; Kim, N; dan Huo, P. (1995). An
Empirical Study of Performance Appraisal Practices In Japan, Korea,
Taiwan, and The U.S. Academy of Management Journal .
Motowidlo, S.J. dan Van Scooter, J.R. (1994). Evidence that Task
Performance Should be Distinguished from Contextual Performance.
Journal of Applied Psychology, 79(4):475-480.
Pergamit, M.R. dan Veum, J.R. (1999). What is Promotion? Industrial and
Labor Relations Review, 52(4):581-601.
Snell, S.A. dan Youndt, M.A. (1995). Human Resource Management and
Firm Performance: Testing a Contingency Model of Executive Controls.
Journal of Management, 21(4): 711-737.
Taylor, M.S.; Masterson, S.S.; Renard, M.K.; dan Tracy, K.B. (1998).
Manager’s Reactions To Procedurally Just Performance Management
Systems. Academy of Management Journal , 41(5):568-579.
Tziner, A.; Latham, G.P.; Price, B.S,; dan Haccoun, R. (1996). Development
and Validation of A Questionnaire for Measuring Perceived Political
Considerations in Performance Appraisal. Journal of Organizational
Behavior , 17:179-190.
Van der Heidjen, B.I.J.M. dan Nijhof, A.H.J. (2004). The Value of
Subjectivity: Problems and Prospects for 360-degree Appraisal Systems.
International Journal of Human Resource Management , 15 (3) May:
493-511.
Van Dyne, L. dan LePine, J.A. (1998). Helping and Voice Extra-Role
Behaviors: Evidence of Construct and Predictive Validity. Academy of
Management Journal, 41(1):108-119.
b. Perjanjian kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pengusaha dan
pekerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, termasuk
syarat-syarat kerja, pengupahan, dan cara pembayarannya. Perjanjian kerja
merupakan sarana yang paling baik karena memuat kesepakatan para pihak
pada saat memulai hubungan kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, timbul
hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (pekerja dan pengusaha) yang
harus dipatuhi dan dilaksanakan. Perjanjian kerja waktu tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1
(satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
d. Peraturan perusahaan
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Untuk pengusaha yang mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku
setelah disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Peraturan
perusahaan juga merupakan sarana yang sangat penting untuk mencegah
terjadinya perselisihan industrial karena memuat hak dan kewajiban para
pihak serta syarat kerja yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh kedua
belah pihak.
⚫ EKMA4367/MODUL 5 5.37
LATIHAN
g. peraturan perundang-undangan
perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
LATIHAN
e.
Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan derajatnya sesuai
martabat manusia.
5) Hubungan Industrial Pancasila juga mendasarkan pada asas kerja, yaitu:
a. Karyawan dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi,
yang berarti keduanya harus bekerja sama saling membantu dalam
kelancaran usaha perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
produktivitas.
b. Karyawan dan pengusaha merupakan mitra dalam menikmati hasil
perusahaan, yang berarti hasil perusahaan harus dinikmati secara
bersama dengan bagian yang layak dan serasi.
c. Karyawan dan pengusaha merupakan mitra dalam tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada bangsa dan negara, kepada
masyarakat sekelilingnya, kepada pekerja dan keluarganya, dan
kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
RANGKUMAN
asas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara; (3) bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
UUDS 1950 dalam pasal 10 menyatakan bahwa tiada seorang pun boleh
diperbudak, diperulur, dan diperhamba. Pada saat kemerdekaan Indonesia,
tidak mungkin segera diciptakan hukum perburuhan yang sesuai dengan alam
kemerdekaan. Pada tahun 1948, pemerintah RI baru memberlakukan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 yang dikenal dengan Undang-Undang
tentang Kerja, yang mengatur tentang:
1. Pekerjaan anak dan orang muda;
2. Pekerjaan wanita;
3. Waktu kerja dan waktu istirahat;
4. Tempat kerja dan perumahan buruh;
5. Tanggung jawab majikan.
1. Teori Revolusi
Revolusi merupakan perubahan yang terjadi secara serentak, bukan
perlahan-lahan. Teori revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan
komunis untuk mencapai tujuan dalam proses industrialisasi. Oleh karena itu,
teori revolusi muncul dari negara sosialis dan komunis. Dalam sistem
sosialis, masyarakat dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sosial tertentu,
sehingga dikenal adanya kelas pekerja, kelas majikan, kelas pegawai
pemerintah, dan lain-lain. Gerakan buruh/pekerja ini ditujukan untuk
menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga tercipta masyarakat/
dunia tanpa kelas dan kemakmuran ekonomi untuk semua orang.
4. Teori Sosio-Psikologis
Teori sosio-psikologis menganggap bahwa serikat buruh akan membuat
karyawan mampu memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginannya.
Kebutuhan atau keinginan karyawan tersebut meliputi kebebasan, kekuatan,
rasa aman dan terjamin, dan rasa memiliki. Walaupun didasari oleh teori
sosial dan teori psikologi, teori sosio-psikologis juga berhubungan dengan
6.48 Hubungan Industrial
jauh lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena itu, yang
dimaksud dengan zaman kemajuan dalam sejarah perburuhan ialah zaman
atau masa telah majunya tata dan dasar pandangan umum mengenai
kedudukan pekerja dan pengusaha.
Pada masa sekarang ini pemerintah langsung mengatur dan mengawasi
penyelenggaraan perburuhan di bawah pimpinan pengusaha melalui
Kementerian Tenaga Kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
diperhatikannya hak-hak pekerja atau karyawan. Pada masa sekarang ini
pun, istilah buruh telah diganti dengan istilah karyawan atau pegawai. Hal ini
bertujuan agar kesan terlampau jauhnya perbedaan derajat antara karyawan
dengan pengusaha sedapat mungkin dihilangkan. Hak-hak karyawan atau
pegawai pada masa kini lebih mendapat perhatian dan secara formal yuridis
telah ditentukan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha
melalui berbagai peraturan perundang-undangan perburuhan, adalah:
1. Hak karyawan untuk memperoleh imbalan kerja yang layak atau selaras
dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya.
2. Hak karyawan untuk dapat hidup layak dan wajar sebagai manusia
sedapat mungkin berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan primer
hidupnya sebagai ukuran minimal (beserta keluarga yang menjadi
tanggungannya) dalam arti bahwa karyawan tersebut setidaknya mampu
untuk memenuhi:
a) keperluan sandang pangan;
b) keperluan perumahan atau tempat tinggal yang layak, beserta
seperangkat perkakas dan isinya yang baik;
c) keperluan lainnya yang masih tergolong primer, tergantung pada
kedudukan dan tugas yang bersangkutan dalam kehidupan masing-
masing.
3. Hak karyawan untuk dapat beristirahat dengan layak, selaras dengan
berat atau ringannya pekerjaan, serta jarak tempat tugasnya dari alamat
asal (dalam hal ini termasuk cuti).
4. Hak karyawan untuk memperoleh bantuan pembiayaan pengobatan
untuk dirinya dan/atau keluarganya sampai pada batas yang layak.
5. Hak karyawan untuk memperoleh upah lembur serta restriksi atau
pembatasan lembur yang sekiranya dapat melewati batas sehingga dapat
berakibat buruk bagi karyawan sendiri.
6.50 Hubungan Industrial
1. Ketentuan Pra-Kerja
Ketentuan pra-kerja mencakup peraturan mengenai penyediaan tenaga
kerja dan pelatihan tenaga kerja. Penyediaan, penyebaran dan penggunaan
tenaga kerja dimaksudkan untuk:
a. Menyediakan tenaga kerja dalam kuantitas dan kualitas yang memadai;
b. Menyebarkan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan
ke arah penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif;
c. Mendayagunakan tenaga kerja secara penuh dan produktif untuk
mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan
prinsip “tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat”.
6.60 Hubungan Industrial
Daftar Pustaka
Gultom, S.S. (2008). Aspek Hukum Hubungan Industrial . Jakarta: Inti Prima
Promosindo.