Eksistensi Kedaulatan Negara PDF
Eksistensi Kedaulatan Negara PDF
http://www.lexlibrum.id
p-issn: 2407-3849 e-issn: 2621-9867
available online at http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/105/pdf
Volume 4 Nomor 2 Juni 2018 Page: 659 – 672
doi: http://doi.org/10.5281/zenodo.1257793
Abstrak
Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan
merupakan aspek terpenting dari negara. Secara sederhana kedaulatan diartikan sebagai
kemampuan untuk menerapkan hukum nasional dalam wilayah teritorialnya. Namun dalam
perkembangannya kedaulatan negara mengalami perubahan. Salah satu alasan perubahan
terhadap kedaulatan negara adalah perhatian terhadap masalah hak asasi manusia dalam
beberapa dekade terakhir. Sejarah kelam perang dunia pertama dan perang dunia kedua
membawa konsep bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan harus dihukum dan tidak dapat
dibiarkan. Maka dari itu didirikanlah Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan Statuta
Roma yang memiliki kewenangan terhadap kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Pendirian Mahkamah
Pidana Internasional merupakan bagian terpenting dalam perlindungan hak asasi manusia.
Disisi lain perlindungan terhadap kedaulatan negara juga merupakan aspek terpenting
dalam hubungan internasional. Maka dari itu Negara disarankan untuk menyelesaikan
masalah domestik dan internasional secara damai dan melengkapi undang-undang nasional
yang mengatur dengan peraturan kejahatan yang paling serius.
659
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
660
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
661
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
662
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
19
17 Huala Adolf, Apsek – Aspek negara dalam
Jawahir Thontowi, Hukum…, hlm.81. Hukum Internasional (Bandung: Kini Media, 2014),
18
Sefriani, Pengantar Hukum Internasional hlm. 214.
20
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)hlm. 113- Phillip Allof, New Order For a New World
133. (Oxford: Oxford University Press, 2001), hlm. 57
663
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
664
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
Konvensi Wina 1969 tentang Hukum The International Criminal Tribunal For
Perjanjian Internasional dan Konvensi The Former Yugoslavia dan Statute of the
23
Hukum Laut 1982. International Tribunal for Rwanda.
Jika dikaitkan dengan faktor yang Grotius mengatakan bahwa diantara
mempengaruhi kedaulatan diatas yaitu asas-asas hukum alam yang melandasi
dalam kaitan nilai-nilai kemanusiaan, sistem hukum internasional, pacta sunt
kehadiran Liga Bangsa-Bangsa setalah servanda merupakan asas paling
perang dunia I adalah upaya negara-negara fundamental. Pacta sunt servanda yang
untuk menghindari perang karena mulai merupakan bagian dari hukum kodrat yang
memperhatikan perlidungan terhadap hak menjadi dasar bagi konsensus. Anzilotti
asasi manusia. Meskipun pada akhirnya penganut aliran dualisme berkebangsaan
Liga Bangsa-Bangsa tidak dapat mencegah Italia menguatkan pandangan Grotius dan
pecahnya perang dunia II. Namun sudah meletakan dasar daya ikat hukum inter-
terlihat upaya penyebarluasan norma-norma 25
nasional pada asas pacta sunt servanda.
hak asasi manusia secara universal. Dalam perjanjian internasional, negara
Regulasi dan penegakan hak asasi dapat berperan sebagai negara pihak atau
manusia yang dilembagakan masyarakat Negara bukan pihak. Pengertian negara
internasional mencerminkan komitemen pihak (party) dapat dilihat dalam Pasal 2 (g)
dan kepeduluan terhadap nilai dan perlin- Konvensi Wina 1969 : “Party means a
dungan hak asasi manusia. Bahkan muncul State which has consented to be bound by
paradigma baru dalam masyarakat inter- the treaty and for which the treaty is in
nasional bahwa hak asasi manusia lebih force. Melihat dari pengertian diatas, maka
utama dari pada kedaulatan. Hal ini Negara pihak adalah Negara yang
diteguhkan dengan munculnya pengadilan- menyatakan terikat pada ketentuan yang
pengadilan adhoc maupun permanen yang diatur dalam perjanjian internasional.
mengadili para pelaku kejahatan terhadap Bentuk tindakan yang menyatakan suatu
hak asasi manusia ini tanpa memandang negara terikat pada perjanjian internasional,
status kewarganegaraannya. Salah satu hal yaitu Penandatanganan (Signatured), Pertu
yang mendorong hal tersebut adalah karan instrument-instrument (exchange of
kegagalan otoritas nasional dalam meng- instruments constituting a treaty) dan
elola dinamika politik dan melindungi hak Ratification, acceptance or approval.
asasi warganya seperti yang terjadi di Pengertian negara bukan pihak (third state)
berbagai negara. dapat dilihat dalam Pasal 2 (h) Konvensi
Pengadilan ad hoc yang dibentuk Wina 1969 :“third state” means a State not
sebelum Mahkamah Pidana Internasional a party to the treaty. Negara bukan peserta
dibentuk berdasarkan statuta/perjanjian merupakan negara yang tidak terlibat dalam
internasional. Nuremberg Tribunal dan perjanjian internasional, maka dari itu
Tokyo Tribunal dibentuk berdasarkan sebuah perjanjian tidak menciptakan baik
24
London Agreement , International Cri- kewajiban atau hak untuk negara ketiga
minal Tribunal for the Former Yugoslavia tanpa persetujuan. Ketika perjanjian
dan International Criminal Tribunal for menjadi mengikat negara-negara ketiga
Rwanda dibentuk berdasarkan Bab VII melalui mekanisme hukum kebiasaan
Piagam PBB dengan membentuk Statute of 26
internasional sesuai dengan pasal 38.
23
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Inter- 25
nasional (Bandung: PT. Alumni , 2003), hlm. 107- Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum…, hlm. 72.
108. 26
Malgosia Fitzmaurice, 2002, Third Parties
24
http://www.cininas.lt/wpcontent/uploads/2015/06/1 and the Law of Treaties, Max Planck Yearbook,
949_UN_ILC_N_statuto_koment.pdf diakses 18 Volume 6, Kluwer Law International, Netherlands,
Agustus 2017 hlm. 57
665
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
666
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
667
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
668
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
36
Mahkamah dengan bertindak berdasarkan 2. Libya
BAB VII Piagam PBB. Mahkamah Pidana Diawali oleh demonstrasi massa
Internasional baru dapat memberlakukan di Libya pada bulan Februari
yurisdiksinya ketika negara bukan peserta 2011, dimana demonstran me-
terbukti tidak ingin atau tidak mampu untuk nyerukan reformasi demokratis
menuntut, mengadili secara efektif pelaku dan penggulingan rezim Qadhafi
kejahatan tersebut. yang berkuas. pemerintah Libya
Melihat perjalanan dari Mahkamah menggunakan kekuatan yang
Pidana Internasional tersebut bisa dilihat berlebihan terhadap demonstran
bahwa penerapan yurisdiksi mahkamah menyebabkan perang sipil pada
pidana internasional terhadap situasi-situasi akhir februari yang terjadi di
dan warga negara baik negara peserta dan Libya. Konflik ini berkembang
negara bukan peserta statuta roma. Hal antara pasukan oposisi bersenjata
tersebut jika dihubungkan dengan kedau- dan pasukan pemerintah.
37
latan negara secara umum akan berbenturan 3. Irak
dengan kedaulatan territorial negara dan Pemeriksaan pendahuluan ber-
kedaulatan negara terhadap warga Negara- fokus pada dugaan kejahatan yang
nya, karena di setiap ada negara pasti ada dilakukan oleh Pasukan Inggris
hukum yang berlaku di Negara tersebut dalam konflik Irak pada tahun
yang diterapkan diseluruh teritorial negara 2003 sampai 2008 sepeti pem-
dan terhadap seluruh warga negaranya. bunuhan, penyiksaan, dan lain-
Dari uraian diatas ada beberapa lain. Irak bukan negara peserta
negara bukan peserta dari Statuta roma dalam statuta namun inggris
namun peristiwa yang terjadi baik di negara merupakan negara peserta yang
tersebut atau pelaku berasal dari Negara mendaftarkan ratifikasinya pada
tersebut sedang dalam proses baik tanggal 4 Oktober 2001. Ini
pemeriksaan awal atau pun persidangan di merupakan bukti bias yurisdiksi
Mahkamah Pidana Internasional yaitu : teritorialnya Mahkamah Pidana
1. Darfur, Sudan Internasional.
Peristiwa pertempuran antara 2 Pemberlakuan yurisdiksi Mahkamah
(dua) kelompok pemberontak Pidana Internasional terhadap peristiwa di
dengan Pemerintah dan Kelompok Darfur-Sudan dan Libya disebabkan oleh
Janjaweed di sisi lain yang diajukannya situasi di kedua Negara
direkrut pemerintah untuk mela- tersebut kepada Mahkamah Pidana Inter-
wan pemberontak. Unsur yang nasional oleh Dewan Keamanan PBB.
paling penting dari konflik di Setelah dilaksanakan pemerikasaan, pem-
Darfur ini adalah telah menjadi berlakuan yurisdiksi Mahkamah untuk
serangan terhadap warga sipil, Darfur-Sudan disebabkan tidak ada kebi-
yang telah menyebabkan kehan- jakan genosida yang telah dilakukan oleh
curan dan pembakaran seluruh otoritas yang berwenang dan konflik
desa, dan perpindahan dari bersenjata terus terjadi sampai tahun 2008.
35 Peristiwa di Libya, walaupun peme-
sebagian besar penduduk sipil.
rintah Libya telah memulai melaksanakan
penyelidikan terhadap para pelaku, namun
Mahkamah menilai penyelidikan dilakukan
35 dengan segala keterbatasan dari pemerintah
Report of the International Commission
of Inquiry on Darfur to the United Nations
36
Secretary-General, Hal. 59, http://www.un.org/ https://www.icc-cpi.int/libya diakses 5
news/dh/sudan/com_inq_darfur.pdf diakses 5 Agus- Agustus 2017
37
tus 2017 Ibid.
669
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
Libya. Artinya pasca konflik domestik, terjadi kejahatan yang menjadi yurisdiksi
Mahkamah Pidana Internasional mengang- mahkamah untuk mengadili para pelaku
gap pemerintah tidak memiliki kemampuan kejahatan tersebut.
untuk menyeleng-garakan proses penyelidi- Jika disandingkan dengan kedaulatan
kan dan penun-tutan yang relevan. Maka negara dengan melihat kedaulatan kedalam
dari itu sesuai prinsip komplementaris, dan kedaulatan keluar pemberlakuan
Mahkamah Pidana Internasional member- yurisdiksi mahkamah pidana internasional
lakukan yurisdiksinya untuk kedua situasi ini tetap bisa menjadi perdebatan. Jika
ini, untuk memastikan para pelaku keja- hanya berpegang kepada asas pacta sunt
hatan harus dituntut dengan proses peradi- servanda, maka seharusnya mahkamah
lan yang relevan. pidana tidak boleh menerapkan yurisdiksi-
Sementara untuk situasi di Irak yang nya terhadap negara bukan pihak dalam
bukan negara peserta, sebenarnya Jaksa statuta roma. Namun tentunya akan menjadi
pada 2006 telah menutup investigasi awal perhatian apabila kejahatan luar biasa
untuk konflik yang terjadi di Irak, namun tersebut terjadi dan tidak dihukum. Karena
pada tahun 2014 investigasi ini dibuka dalam hubungan internasional modern
kembali karena ada informasi baru dari dewasa ini penghargaan terhadap hak asasi
European Center for Constitutional and manusia merupakan obligation erga omnes
Human Rights (ECCHR)dan Public Interest yang harus dipatuhi semua negara.
Lawyers (PIL)bahwa ada dugaan telah Karena jika dimaknai kembali
terjadi kejahatan/ kekerasaan/penyiksaan kedaulatan tersebut khususnya kedaulatan
terhadap pada tawanan di Irak pada tahun kedalam, dengan diberlakukannya yuris-
2003 sampai tahun 2008, maka untuk itu diksi pengadilan diluar pengadilan nasional
pejabat Inggris harus bertanggung jawab negaranya sesungguhnya negara tersebut
terhadap hal tersebut. Dasar Mahkamah juga telah kehilangan kedaulatannya ke
Pidana Internasional ini memberlakukan dalam karena tidak dapat atau tidak mau
yurisdiksinya terhadap peristiwa yang menerapkan hukum nasionalnya sendiri.
terjadi di Irak ini adalah karena yang diduga Maka dari itu konsep kedaulatan negara
pelaku adalah warga negara Inggris yang dewasa ini tidak kaku namun lebih fleksibel
merupakan negara pihak Statuta Roma. seiring meningkatnya perhatian masyarakat
Dengan melihat beberapa peristiwa di internasional terhadap masalah hak asasi
negara bukan peserta statuta roma tersebut manusia.
dapat dilihat bahwa pemberlakuan yuris-
diksi Mahkamah Pidana Internasional D. Kesimpulan
terhadap Negara peserta Statuta baru dapat Kedaulatan Negara merupakan hal
dilakukan apabila Negara bukan peserta terpenting sebagai penyokong dalam
tersebut tidak memiliki keinginan dan hubungan internasional. Negara berdaulat
kemampuan untuk mengadili suatu tindak adalah negara yang bebas menentukan
kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi sendiri tanpa intervensi dari pihak
Mahkamah Pidana Internasional. Hal ter- manapun. Dalam melihat konsep kedau-
sebut dikarenakan sifat dari Mahkamah latan dalam kerangka teori dan praktek
Pidana Internasional hanya untuk adalah hal yang berbeda. Dalam konteks
melengkapi pengadilan nasional bukan hubungan internasional tentunya konsep
untuk menggantikan peran pengadilan kedaulatan tidak dapat diterapkan secara
nasional. Hal ini dilihat dari kasus Darfur kaku, karena akan menghambat dari
Sudan dan Libya. Sementara untuk perkembangan hubungan internasional
peristiwa di Irak, yurisdiksi mahkamah sendiri. Eksistensi negara dalam hubungan
diterapkan karena ketidakmampuan negara internasional dipengaruhi oleh kemampuan
tempat terjadinya peristiwa dimana diduga negara untuk melaksanakan hak dan
670
Eksistensi Kedaulatan Negara Dalam Penerapan ... Danel Aditia Situngkir
kewajibannya dalam hubungan inter- kepada negara bukan pihan statuta, ini
nasional. Penghargaan terhadap hak asasi dimaksudkan agar tidak ada lagi kekebalan
manusia merupakan obligation erga omnes dengan alasan apapun dan pelaku kejahatan
semua negara modern. Upaya-upaya terus terhadap kemanusian harus dihukum. Hal
dilakukan negara maupun organisasi- yang paling fundamental untuk dilakukan
organisasi internasional untuk melindungi adalah mendorong negara-negara untuk
hak asasi manusia secara universal. menyele-saikan permasalahan baik domes-
Pendirian Mahkamah Pidana Internasional tik maupun permasalahan internasional
adalah langkah maju untuk mengadili para dengan cara damai serta tetap menjaga
pelaku kejahatan luar biasa terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
kemanusian yang selama ini mungkin lepas Disamping itu setiap Negara juga harus
dari jerat hukuman karena kendala-kendala melengkapi piranti hukum nasionalnya
tertentu, misalnya kekosongan hukum, untuk mengadili pelaku-pelaku kejahatan
ketidakmampuan lembaga penegak hukum paling serius yang menjadi perhatian
negara, ketidakinginan negara untuk masyarakat internasional dan menjalankan
mengadili, batas teritorial negara dan proses peradilan yang independen dan tidak
sebagainya. Penerapan yurisdiksi mahka- memihak terhadap para pelaku kejahatan
mah tidak absolut hanya sebagai pelengkap serius tersebut, sesuai dengan prinsip-
dan tidak untuk menggantikan pengadilan prinsip hukum umum dalam hukum
nasional negara-negara. Penerapan yuris- internasional. Maka dengan demikian setiap
diksi mahkamah tidak terbatas kepada Negara akan melindungi kedaulatan
negara pihak saja tetapi juga bisa diterapkan negaranya.
Daftar Pustaka
Buku-Buku
Adolf, Huala. 2011.Aspek-Aspek negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Kini
Media
Bhakti Ardhiwisastra, Yudha. 1999. Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan
Negeri Asing. Bandung: Alumni
---------. 2003. Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni
Campbell Black, Henry, M.A. 1968.Black's Law Dictionary, Definitions of the Terms and
Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, St. Paul,
Minn. West Publishing Co, Revised Fourth Edition
Gede Atmadja,Dewa. 2012. Ilmu Negara Sejarah Konsep Kenegaraan. Malang: Setara
Pers
Istanto, Sugeng. 2010.Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta
Mahmud Marzuki, Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Grup
N. Shaw, Malcolm QC. 2003. International Law, Fifth Edition, Cambridge-England:
Cambridge University Press
Parthiana, I Wayan. 2006. Hukum Pidana Internasional. Bandung: CV. Yrama Widya,
Cetakan I
Satria Buana, Mirza. 2007.Hukum Internasional Teori dan Praktek. Badung: Nusamedia
Sefriani. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
671
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 659 - 672
Sumber lain
Allof, Phillip.New Order For a New World , Oxford University Press, Oxford, 2001
Bassiouni, Cherrif. International Crimes Jus Cogens and Obligatio Erga Omnes, Law and
Contempory Problems, Vol.59 No.4, 1997
Fitzmaurice, Malgosia. Third Parties and the Law of Treaties, Max Planck Yearbook,
Volume 6, Kluwer Law International, Netherlands, 2002
Konvensi Montividio 1933
Riyanto, Sigit. Re-interpretasi kedaulatan Negara dalam hukum Internasional, disampaikan
dalam pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Universitas Gajah Mada diakses
melalui http://repositoryugm2.azureedge.net
Situation and Case, http://www.icc-cpi.int
Statuta Roma 1998 tentang Pendirian Mahkamah Pidana Internasional
The Charter and Judgment of the Nürnberg Tribunal-History and Analysis:Memorandum
submitted by the Secretary-General, 1949,United Nations-General Assembly International
Law Commission Lake Success, New York,http://www.cininas.lt/wp-
content/uploads/2015/06/1949_UN_ILC_N_statuto_koment.pdf
672