Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK 2

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“MANUSIA MENURUT ISLAM”

DISUSUN OLEH :

1. ASA ANNISA (PO713251171059)


2. NURFEBIYANTI YUSUF (PO713251171082)
3. ALYA NAMIRA (PO713251171057)
4. FITRI RAMADANI (PO713251171066)
5. RAHMI (PO713251171085)

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


TAHUN AJARAN 2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah  ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ratmiarti, selaku Dosen mata kuliah
pendidikan agama islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian manusia
menurut islam, hakikat manusia,tujuan penciptaan manusia, tanggung jawab
manusia serta persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yangmembangun.
       Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan agama Islam serta
infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa akan datang.

Makassar, 23 September 2017

penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Siapakah manusia? Manusia pertama tidak terlepas dari asal usul


kehidupan di alam semesta. Asal-usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak
bisa dipisahkan dari teori tentang species baru yang berasal dari spesies lain yang
sebelumnya melalui proses evolusi.
Mencari makna manusia melalui ilmu pengetahuan. Membicarakan
tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung pada
metologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
Konsep manusia dalam al-qur’an dipahami dengan memperhatikan kata-
kata yang saling menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, dan al-
nas. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk
lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan roh Allah
memiliki kebabasan dalam tunduk atau menentang takdir Allah.
Namun, pada umumnya manusia nampak lebih sering melanggar perintah
Allah dan senang sekali melakukan dosa. Jika demikian maka manusia semacam
ini jauh dibawah standar malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan perintah
Allah SWT, padahal dijelaskan dalam Al-Qur’an, Malaikatpun sujud pada
manusia. Kemudian, bagaimanakah mempertanggungjawabkan firman Allah
yang menyebutkan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya makhluk Allah?
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memang memiliki
kecenderungan untuk melanggar perintah Allah, padahal Allah telah menjanjikan
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. 
Dari ayat ini dapat dilihat bahwa sejak awal Allah menghendaki manusia
untuk menjadi hamba-Nya yang paling baik, tetapi karena sifat dasar alamiahnya,
manusia menggabaikan itu.
Jika manusia ingin mewujudkan potensi-potensi baik dalam dirinya, ia
harus benar-benar menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dan tentu
manusia mampu untuk menjalani itu. Sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Quran
surah al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi.
Pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir." 
Jelas sekali bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan kadar
yang tak dapat dilaksanakan oleh mereka. Kemudian, bila perintah-perintah Allah
itu tak dapat dikerjakan, hal itu karena kelalaian manusia sendiri.

B.    Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Manusia menurut Agama Islam ?

2. Bagaimana hakikat manusia menurut islam?

3. Bagaimana tujuan penciptaan manusia?

4. Bagaimana tanggung jawab manusia menurut Islam ?

5. Apakah persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian manusia menurut Agama Islam

2. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut islam


3. Untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia

4. Untuk mengetahui tanggung jawab manusia menurut islam

5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lai

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Manusia Menurut Agama Islam

Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-
insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,
senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia
(jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-
anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.

Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah


makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.

Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi
lewat wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia.
Informasi itu diberi- Nya melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu
ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia berusaha mencari,
meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima mentah demikian
saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan
sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan
mana yang benar bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah
mendapat pengaruh lingkungan

Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya


bahwa manusia terdiri dari unsur-unsur: jasad, ruh,  nafs, qalb, fikr, dan aqal.

A. Jasad

Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan


diciptakan dari tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui
proses yang dimulai dari sari pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai
sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel telur), yang keluar dari tulang
sulbi (laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (a-Thariq: 5-7). Sperma
dan ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu
(alaqah), kemudian menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang
dan dibalut lagi dengan daging. Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia
lahir ke bumi dengan dorongan suatu kekuatan ruh ibu, menjadikan ia seorang
anak manusia.

Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan, nilai-
nilai kejiwaan untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat
mewujudkan sperma dan ovum berkualitas tinggi, baik dari segi materinya
maupun nilainya, Alquran mengharapkan agar umat manusia selalu memakan
makanan yang halalan thayyiban (Surat Al-baqarah: 168, Surat Al-maidah 88,
dan surat Al-anfal 69). Halal bermakna suci dan berkualitas dari segi nilai
Allah. Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan berkualitas dari segi
materinya.

B. Ruh

Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada


janin dalam kandungan (Surat Al-Hijr 29, Surat As-Sajadah 9, dan surat Shaad
27) ketika janin berumur 4 bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa
dikenal adanya istilah ruhani, kata ini lebih mengarah pada aspek kejiwaan,
yang dalam istilah Al-Qur’an disebut nafs.

Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :

1. Membawa dan menerima wahyu (Surat As-Syuara 193)

2. Menguatkan iman (Surat Al-Mujadalah 22)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap
menerima beban perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali
dengan ruh, seharusnya ia elalu meningkatkan keimanannya terhadap Allah.
Hal itu berarti mereka yang tidak ada usaha untuk menganalisa wahyu Allah
serta tidak pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya setiap saat berarti
dia mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.

C. Nafs

Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Qur’an
menginformasikan bahwa yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada
Surat Al-Anbiya ayat 35 dan Surat Al-Ankabut ayat 57, Surat Ali-Imran ayat
185. Hadist menginformasikan bahwa ruh manusia menuju alam barzah
sementara jasad mengalami proses pembusukan, menjelang ia bersenyawa
kembali secara sempurna dengan tanah.

Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:


1. Nafs Al-amarah (Surat Yusuf ayat 53), ayat ini secara tegas
memberikan pengertian bahwa nafs amarah itu mendorong ke arah
kejahatan.

2. Nafs Al-lawwamah (Surat Al-Qiyamah ayat 1-3 dan ayat 20-21) dari
penjelasan ayat tersebut terlihat bahwa yang dimaksud dengan nafs
lawwamah ini adalah jiwa yang condong kepada dunia dan tak acuh
dengan akhirat.

3. Nafs Al-Muthmainnah (Surat Al-Fajr ayat 27-30). Nafs muthmainnah


ini adalah jiwa yang mengarah ke jalan Allah untuk mencari
ketenangan dan kesenangan sehingga hidup berbahagia bersama Allah.

1.2    KEBERADAAN MANUSIA

Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu


beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus
searah dengan garis yang telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras
dengan kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan
hatinya harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap
langkahnya dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam
mengimplementasikan apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka
ia akan mampu menangkap  sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena,
dalam setiap ibadah yang  telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis,
seperti nilai filosofis yang  ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun
(pertolongan) bagi manusia dalam mengarungi lautan kehidupan (al-
Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang,
dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia
muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan
untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (Al-
Baqarah: 183 dan At-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap
sinyal-sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta
mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun perbuatan, ia akan sampai
gerbang ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan satu-satunya tujuan
penciptaannya.

Artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti
manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofid ini pertama
kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim
al-Jili (1365-1428), pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian
dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis. 

Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi
Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad
(al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam
pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur
(cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya
ini. 

Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi,
disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke
dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul
al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna
dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir)
mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan
dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan
mengeneai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil
terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu
Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni
yang baik dan sempurna. 

Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang
makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka
makin sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang
mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau
esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut
pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak
fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi
dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan
berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi
Tuhan untuk melihat diri-Nya. 

Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui
latihan rohani dan mendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak
ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan
manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil
bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa. 

Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke
dalam suasana hakikat mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau
insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan, kata-katanya menjadi kata-kata
Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur Muhammad). Muhammad
Iqbal tidak setuju dengan teori para sufi seperti pemikiran al-Jili ini. Menurut
dia, hal ini membunuh individualitas dan melemahkan jiwa. Iqbal memang
memandang dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai insan kamil, tetapi
tanpa penafsiran secara mistik. 

Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam
dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat
luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW.
Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis,
yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan
kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati
akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhjadap nasibnya sendiri dan secara
tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil dicapai
melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan
diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga
kekhalifahan Ilahi. 

1.3 HAKIKAT MANUSIA

a. Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an

 Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan


hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya;

 Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas


tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya
ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta
mampu menentukan nasibnya;

 Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus


berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya;

 Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha


untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati;

 Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan


ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas;

 Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung


kemungkinan baik dan jahat;
 Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

 Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti


mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.

b. Hakikat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)

Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur
biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual
manusia adalah roh atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua
subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia
menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang
bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari Ruhani, manusia
mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan perilaku
(psikomotorik).

1.4 TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada penciptanya


yaitu Allah. Pengertian penyembahan kepada Allah tidak boleh hanya
diartikan secara sempit, dengan hanya membayangkan aspek ritual yang hanya
tercermin dalam shalat saja. Pengertian penyembahan berarti ketundukan
manusia pada Allah dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik
yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). Dalam hukum Allah
tentunya memuat berbagai macam peraturan yang mengatur kehidupan
manusia dengan tujuan terciptanyan kehidupan yang adil, dami dan tentram.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Dzariyat ayat 56-58 Allah berfirman, yang


artinya:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya ia


menyembahku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan. Sesungguhnya Allah,
Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh”.

Ayat diatas sebagai bukti tentang keberadaan manusia di dunia yaitu untuk
menyembah, mengapdi kepada Allah SWT. Bentuk pengapdian tersebut
berupa pengkuan atas keberadaan Allah SWT dengan menjalankan perintah
Allah dan menjahui larangannya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah
dengan mengikuti rukun iman dan rukun islam. Selain itu dalam melakukan
penyembahan kepada Allah harus dilakukan dengan hati yang iklas, karena
Allah tidak membutuhkan sedikitpun sesuatu dari manusia.
Keberadaan manusia didunia merupakan tanda kebesaran, kekuasaan
Allah kepada hamba-hambanya.Allah dialah Tuhan yang menciptakan,
menghidupkan dan menjaga kehidupan manusia. Dengan demikian manusia
diciptakan untuk mengimani Allah SWT.[1] Selain itu penyembahan yang
sempurna dari seseorang akan menjadikan dirinya sebagai khalifah Allah yang
mengelola kehidupan di alam semesta. Keseimbangan alam dapat terjaga
dengan tegaknya hokum-hukum yang Allah tegakkan.

1.5 FUNGSI DAN PERANAN MANUSIA

Pada Al-Qur’an QS 2 (al-Baqarah) : 30, Allah SWT berfirman yang artinya:

“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya


aku hendak menjadikanmu sebagai khalifah di muka bumi”, mereka berkata:
mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?”.
Allah berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui”.

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa fungsi dan peranan
manusia sebagai khalifah atau pemimpin dimuka bumi ini. Sehingga peran
yang dilakukan sesuai ketetapan Allah, di antaranya yaitu:

a. Belajar (surat an-Naml : 15-16 dan al-Mukmin : 54)

Belajar tentunya membuat seseorang mengetahui banyak hal yang


sebelumnya ia belum mengetahuinya. Belajar dinyatakan pada surat al-‘Alaq
ayat 1 adalah mempelajari ilmu Allah dan ayat kedua dijelaskan juga yang
termasuk ilmu Allah adalah al-Kitab. Jadi tidak lain ilmu Allah yang
berwujud al-Qur’an dan ciptaanNya.[1]

b. Mengajarkan ilmu (al-Baqarah : 31-39)

Selain belajar khalifatullah juga harus mengajarkan ilmu yang didapat.


Ilmu yang diajarkan tidak hanya ilmu yang dikarang manusia akan tetapi juga
ilmu Allah yaitu al-Qur’an dan al-Bayan (ilmu pengetauan).[2] Dalam Al-
Qur’an itu sendiri berisi berbagai aturan yang mengatur kehidupan manusia.
Al-Qura’an digunakan sebagai pedoman hidup manusia, sehingga dengan
mengajarkan al-Qur’an berarti mengajarkan cara hidup yang benar menurut
Allah SWT.

c. Membudidayakan Ilmu (al-Mu’min : 35)


Ilmu yang sudah didapat tidah hanya disampaikan orang lain, tetapi yang
utama ialah untuk diamalkan oleh diri sendiri terlebih dahulu sehingga
membudaya seperti yang di contohkan oleh nabi SAW yaitu setelah diri
sendiri dan keluarganya,kemudian teman dekatnya dan baru orang lain.
Proses pembudidayaan ilmu Allah berjalan seperti proses pembentukan
kepribadian dan proses iman. Tau, mau, dan melakukan apa yang diketahui.

Berdasarkan prinsip di atas, sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan


tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri atau hanya memikirkan diri
sendiri, akan tetapi juga untuk kepentingan dan kebaikan semua umat
manusia.

1.6 TANGGUNG JAWAB MANUSIA MENURUT ISLAM

A. Tanggung jawab Manusia Sebagai Hamba Allah SWT

Dengan kehendak kebijaksanaanNya telah mencipta makhluk-makhluk


yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara makhluk Allah
dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggungjawab
manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan
dan tugas yang ditentukan kepadanya.Tanggungjawab manusia secara umum
digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar
RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
“Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan
dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki
adalah pengembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang
pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan
akan ditanya tentang pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala
dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka
semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang
pengembalaannya.”(Muttafaq‘alaih)
Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta
untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya
atas setiap usaha dan amal yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Apabila
pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat wujudnya hari pembalasan telah
dibuat maka tugas yang diwajibkan ke atas dirinya perlu dilaksanakan.

B. Manusia Sebagai Khalifah Allah

Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia


untuk menjadi khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini manusia
berkewajipan menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian,
menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan penyimpangan dari
jalan Allah.
Firman Allah SWT yang artinya : “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan di bumi seorang
Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini
orang yang melakukan kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami
sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku
lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (Al-Baqarah:30)
Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah
melaksanakan tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu kerana manusia
merupakan makhluk yang paling istimewa.
Firman Allah SWT yang artinya : “Sesungguhnya Kami telah kemukakan
tanggungjawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serta gunung-ganang
(untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak
dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk
memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada
padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan
manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-
perkara yang tidak patut dikerjakan.”(Al-Ahzab: 72)

1.7 Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain

Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh
dan fisiologisnya. Fungsi kebinatangan di temukan oleh naluri, pola-pola
tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan
syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin
fleksibel pola tindakannya. Pada primata (bangsa monyet) yang lebih tinggi
dapat di temukan intelegensi, yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan
yang diinginkan, sehinnag memungkinkan binatang melampaui pola kelakuan
yang telah di gariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan
binatang, elemen-elemen dasar ekstensinya yang tertentu masih tetap sama.
Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu
memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di
dukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan di antara keduanya
terletak pada dimensi pengtahuan, kesadaran, dan tingkat tujuan. Di sinilah
letak kelebihan dan keunggulan yang di banding dengan makhluk lain. Di
banding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu
membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas
makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS.
Al Isra 70).
Pada prinsipnya, malaikat adalah makhluk yang mulia. Namun jika
manusia beriman dan taat kepada Allah SWT ia bisa melebihi kemuliaan para
malaikat. Ada beberapa alasan  yang mendukung pernyataan tsb.
Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk bersyujud
(hormat) kepada Adam as. Allah berfirman saat awal penciptaan manusia ;
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat, sujudlah kamu
kepada adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur 
dan ia adalah termasuk golongan kafir. ( QS. Al Baqarah 34).
Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al asma
(nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang
diberi ilmu oleh Allah SWT.
“  Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang golongan yang benar.
Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami katahui selain
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman, Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah
diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman, Bukankah sudah
Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit
dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan.” (Q S. Al Baqarah 33)
Ketiga, kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya,
sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu sedangkan kepatuhan manusia pada
Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan
syetan.
Keempat, manusia diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah dimuka bumi,
“Ingatlah ketika Tuhan mu berfirman kepada para malaikat, : Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi…”(QS.Al Baqarah 30)
Manusia memiliki karakter yang khas, bahkan di bandingkan makhluk lain
yang paling mirip sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut al-Quran
menyebabkan adanya konsekuensi kemanusiaan di antaranya kesadaran,
tanggung jawab, dan pembalasan. Diantara karakteristik manusia adalah:

1. Aspek kreasi

Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah di rakit dalam suatu
tatanan yang terbaik dan sempurna. Hal ini bisa di bandingkan dengan
makhluk lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin banyak
kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih fungsional dari tangan
sinpanse, demikian pula organ-organ lainnya.
2. Aspek ilmu

Hanya manusia yang punya kesempatan memahami lebih jauh


hakekat alam semesta di sekelilingnya. Pengatahuan hewan hanya
berbatas pasa naluri dasar yang tidak bisa di kembangkan melalui
pendidikan dan pengajaran. Manusia menciptakan kebudayaan dan
peradaban yang terus berkembang.

3. Aspek kehendak

Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan


pilihan dalam hidup. Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah
baku dan tak akan pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan
pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.

4. Pengarahan akhlak

Manusia adalah makhluk yang dapat di bentuk akhlaknya. Ada


manusia yang sebelulmnya baik, tetapi karena pengaruh lingkungan
tertentu dapat menjadi penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh
karena itu lembaga pendidikan diperlukan untuk mengarahkan
kehidupan generasi yang akan datang.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika


dibandingan denagn makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri
anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan
semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus
mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan
tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.
DAFTAR PUSTAKA

http://samengingatkan.blogspot.co.id/

http://zekibl.blogspot.co.id/2015/05/makalah-konsep-manusia-dalam-
islam.html

http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/06/contoh-makalah-konsep-
manusia-menurut.html

http://uinkediri.blogspot.co.id/2015/05/contoh-makalah-manusia-
menurut-islam.html

https://sukirman722.wordpress.com/2014/05/23/makalah-hakikat-
manusia-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai