Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN IBU POSTPARTUM DENGAN BABY BLUES

Fitriyah Rahmawati1), Sulistiyowati2)

1) Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi


Email : fitfit822@gmail.com
2) Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi

ABSTRAK
Latar Belakang : Baby blues atau Postpartum Blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental
yang ringan. Oleh sebab itu seringkali tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan
tatalaksana sebagaimana seharusnya, yang berakibat menjadi masalah yang menyulitkan.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ibu postpartum dengan baby blues
di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu postpartum di Rumah Sakit Permata Bunda selama penelitian dilakukan, dengan sampel 35 responden,
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu postpartum yang mengalami baby blues adalah
golongan umur <20 tahun sampai dengan >35 tahun, primipara 75% , ibu pasca sectio caesarea sebanyak
75%, dan meskipun ibu mendapatkan dukungan dari suami dan keluarganya sebanyak 62,5% tetap mengalami
baby blues.
Kesimpulan : Baby blues merupakan gangguan psikologi ringan yang sering terjadi pada periode nifas. Ibu
dengan baby blues membutuhkan dukungan yang baik terutama dari suami dan keluarga agar tidak terjadi
gangguan psikologi yang lebih berat.
Kata kunci: postpartum, baby blues.

ABSTRACT
Background : Baby blues or postpartum blues are categorized as mild mental disorder syndrome. Therefore,
it is often ignored that undiagnosed and do not get the treatment of as it should be, resulting in a problem
that makes it difficult.
Purpose : This study aims to describe postpartum mothers with baby blues at Permata Bunda Hospital
Purwodadi
Method : This research is a descriptive study. The population in this study are all mothers in the postpartum
Permata Bunda Hospital during the study was conducted, with a sample of 35 respondents, using the inclusion
and exclusion criteria.
Result : The results showed that mothers experiencing postpartum baby blues is the age group <20 years up
to> 35 years, primipara 75%, the mother post sectio caesarea as much as 75%, and although the mother get
the support of her husband and family as much as 62.5% still experience baby blues.
Conclusion : Baby blues are a mild psychological disorders that frequently occur in the postpartum period.
Mother with baby blues need a good support especially from her husband and family in order to avoid more
severe psychological disorders.
Keywords : postpartum, baby blues.

PENDAHULUAN (Rukiyah et al., 2011: 45). Hal tersebut dapat


Kesejahteraan emosional ibu selama periode menyebabkan ibu mengalami strees diiringi
pascanatal dipengaruhi oleh beberapa faktor, perasaan sedih dan takut sehingga mempengaruhi
seperti kelelahan, pemberian makanan yang emosional dan sensitivitas ibu pasca melahirkan.
sukses, puas dengan perannya sebagai ibu, cemas Baby blues atau post partum blues adalah
dengan kesehatannya sendiri atau bayinya serta suatu gangguan psikologis sementara yang
tingkat dukungan yang tersedia untuk ibu ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu

Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016 15
pertama setelah melahirkan (Saleha, 2009), sering Seperti halnya yang terjadi di Rumah Sakit
terjadi pada 50-70% wanita (Suherni et al., 2009). Permata Bunda Purwodadi (RSPB), berdasarkan
Penyebab kejadian baby blues tidak diketahui hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
secara pasti. Namun, beber apa hal yang dengan mewawancarai delapan orang ibu
dimungkinkan menjadi penyebabnya antara lain: postpartum mengenai hal yang dirasakan setelah
faktor hormonal, ketidaknyamanan fisik akibat persalinan, enam (75%) orang diantaranya
perubahan fisik pascanatal, latar belakang mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
psikososial, lingkungan, faktor bayi, problem yang belum bisa menyusu dengan lancar dan
dengan si sulung (Suherni, et al., 2009), faktor cemas dengan kondisi payudaranya yang terasa
umur ibu, paritas (Ambarwati dan Wulandari, sakit. Sedangkan menurut penjelasan dari perawat
2010), dan pengalaman dalam proses persalinan mengatakakan bahwa, pada hari kedua ibu
(Anggraini, 2010). Sementara itu, menurut potpartum sudah menunjukkan adanya keinginan
Krisdiana Wijayanti, dkk (2013) dalam hasil untuk merawat bayinya, namun mereka masih
penelitiannya menyebutkan bahwa: 1) enggan untuk menyusui dengan alasan takut
kecenderungan kejadian postpartum blues dialami menganggu bayinya yang sedang tertidur dan
oleh kelompok ibu berusia >35 tahun (60%), ibu khawatir bila puting susunya lecet. Sementara itu,
primipara (17,4%); 2) penghasilan dalam keluarga mereka sudah merasakan sakit pada payudaranya
tidak begitu signifikan memberikan pengaruh yang mulai membengkak penuh dengan ASI.
terhadap kejadian postpartum blues; 3) Ibu bekerja Kondisi tersebut menunjukkan adanya gejala ibu
atau ibu tidak bekerja mempunyai prosentase yang mengalami baby blues. Penilaian khusus
hampir sama mengalami postpartum blues; 4) Ibu mengenai kejadian baby blues di RSPB belum ada,
yang memiliki pendidikan dasar cenderung lebih sehingga tanda dan gejala baby blues yang dialami
tinggi mengalami postpartum blues; 5) Ibu yang oleh ibu postpartum ini sering tidak terdeteksi
tidak cukup mendapatkan dukungan dari sejak dini. Secara umum di RSPB, ibu postpartum
keluarganya cenderung lebih tinggi mengalami tanpa komplikasi akan diperbolehkan pulang pada
postpartum blues. hari ketiga. Karena seringkali ibu post partum
Post Partum Blues ini dikategorikan sebagai maupun tenaga kesehatan menganggap gejala
sindroma gangguan mental yang ringan, oleh baby blues sebagai kewajaran, menyebabkan
sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak tenaga kesehatan tidak memberikan motivasi
terdiagnosa dan tidak ditatalaksana sebagaimana khusus terhadap pencegahan terjadinya baby blues
seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang yang mungkin berlanjut di rumah dan begitupun
menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat pada ibu yang tidak menyadari bahwa ia
membuat perasaan tidak nyaman bagi wanita yang membutuhkan motivasi tentang adaptasi diri
mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang dengan peran barunya ketika sampai di rumah.
gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan Dimana, apabila baby blues berlanjut di rumah
yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca- dimungkinkan dapat menyebabkan kegagalan
salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, perannya sebagai ibu, sebagai contohnya adalah
terutama dalam masalah hubungan perkawinan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif.
dengan suami dan perkembangan anaknya. Jika Penelitian ini dilakukan untuk memberikan
seorang wanita tidak merasa lebih baik saat gambaran tentang ibu post partum yang
mengalami gejala baby blues setelah seminggu mengalami baby blues di RSPB sebagai upaya
atau lebih, maka mungkin mengalami depresi untuk mengetahui sejak dini adanya tanda gejala
postpartum (depresi pasca melahirkan). Depresi baby blues, sehingga klien dapat termotivasi
post partum mempengaruhi sekitar 10-15% untuk mencegah baby blues yang dapat berlanjut
wanita setelah melahirkan (Marmi, 2012). Oleh di rumah. Dengan demikian, kebutuhan ibu dan
sebab itu, baby blues harus diidentifikasi sedini bayi pada masa postpartum dapat tercukupi
mungkin, agar tidak berkembang menjadi depresi dengan baik.
postpartum.

16 Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016
METODE PENELITIAN baby blues. Ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit masih terus teringat dengan rasa sakit yang dialami
Permata Bunda Purwodadi selama 3 bulan (April- pada saat persalinan. Sehingga, hal tersebut
Juni 2016). Jenis penelitian ini adalah studi menyebabkan ibu lebih mudah emosi ketika
deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah menemui kesulitan saat merawat bayinya.
ibu postpartum di Rumah Sakit Permata Bunda Berdasarkan hasil penelitian, ibu yang
sejumlah 35 orang. Pengambilan sampel mengalami baby blues adalah yang berpendidikan
menggunakan total sampling yaitu sejumlah 35 SMP sebanyak 50 %, kemudian SMA 37,5%, dan
orang, dengan kriteria inklusi ibu postpartum 2- yang terakhir Perguruan tinggi sebanyak 12,5 %.
3 hari dan bersedia menjadi responden, dan kriteria Hasil observasi menunjukkan bahwa responden
eksklusi adalah ibu postpartum kurang dari 2 hari yang berpendidikan SMP, memiliki pemahaman
dan tidak bersedia menjadi respoden. yang kurang terhadap informasi yang diberikan
Penggunaan data dalam penelitian ini adalah oleh orang-orang di sekitarnya tentang bagaimana
data primer dari hasil wawancara dengan klien, merawat bayinya. Sehingga, mereka lebih mudah
tenaga kesehatan dan keluarga klien, serta hasil mengalami baby blues.
observasi. Sedangkan data sekunder hasil catatan Dukungan dar i suami dan keluarga
medis klien selama di Rumah Sakit Permata Bunda merupakan salah satu hal penting dalam proses
Purwodadi. adaptasi masa nifas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa responden yang mengalami baby blues
HASIL DAN PEMBAHASAN adalah responden yang justru mendapatkan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dukungan dari suami atau keluarga yaitu sebanyak
dari responden yang mengalami baby blues lebih 62,5%. Hasil observasi menunjukkan bahwa ibu
banyak dialami oleh ibu yang berumur <20 tahun belum siap menerima masukan maupun respon
yaitu sebanyak 50%. Hasil obser vasi positif dari suami, keluarga maupun tenaga
menunjukkan bahwa ibu postpartum yang kesehatan. Sementara itu, berdasarkan hasil
berumur <20 tahun belum dapat sepenuhnya wawancara menyebutkan bahwa 62,5% responden
beradaptasi terhadap rasa sakit masa postpartum yang mengalami baby blues tersebut merasa tidak
yang dialaminya, sehingga memicu psikologis ada yang bisa memahami dirinya disaat ingin
mereka untuk lebih sulit menerima masa merawat bayinya.
penyesuain terhadap peran barunya.
Berdasarkan paritas, sebanyak 62,5% baby PEMBAHASAN
blues dialami oleh ibu primipara. Hasil wawancara 1. Kejadian baby blues berdasarkan umur ibu
menyebutkan bahwa mereka mengaku belum Selama waktu perubahan menjadi ibu,
memiliki pengalaman dalam merawat bayi. perkembangan personalitas maternal terjadi. Ibu
Sementara itu sebanyak 37,5% multipara tidak yang sangat muda atau lebih tua akan
mengalami baby blues, mereka menyatakan bahwa menghadapai penyesuaian ini. Penyebab
sebelumnya telah memiliki pengalaman terjadinya baby blues belum dapat dapat
bagaimana merawat bayinya. Sehingga adanya ditemukan secara pasti. Berdasarkan hasil
pengalaman merawat bayi yang dimiliki oleh ibu penelitian yang menunjukkan bahwa ibu yang
multipara inilah yang dimungkinkan sebagai salah mengalami baby blues lebih banyak dialami oleh
satu faktor yang berpengaruh pada terjadinya baby ibu dengan golongan umur <20 tahun. Hal ini
blues. senada dengan hasil penelitian Devi Kurniasari
Pengalaman bersalin juga merupakan hal dan Yetti Amir Astuti (2015) di Rumah Sakit
yang berkaitan dengan terjadinya baby blues. Dari Umum Ahmad Yani Metro, yang menyimpulkan
hasil penelitian, Ibu yang bersalin secara normal bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur
tanpa komplikasi sebanyak 25% tidak mengalami yang beresiko dengan kejadian post partum blues.
baby blues. Sebaliknya sebanyak 75% ibu yang Umur berkaitan dengan kejadian post partum
bersalin disertai dengan komplikasi mengalami blues, karena umur mempengaruhi dari kondisi

Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016 17
keadaan rahim. Pada usia yang kurang dari 20 Menurut Bobak (2015) hal ini sesuai dengan
tahun, masih sangat rawan untuk merawat anak kriteria ibu yang mengalami gangguan emosional
sehingga mengalami kesulitan sendiri dalam adalah ibu primipara yang belum berpengalaman
beradaptasi, dibutuhkan pertolongan dari petugas dalam pengasuhan anak. Hal ini berisiko
kesehtaan yang ada, dalam mendampingi ibu terjadinya postpartum blues.
melewati masa nifas selama perawatan di rumah
sakit. Pada usia tua, yang terkadang sudah 3. Kejadian baby blues berdasarkan
memiliki anak, membuat beban tersendiri bagi ibu, pengalaman persalinan yang kurang
sehingga membawa masalah dalam masa nifasnya. menyenangkan.
Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat Berdasarkan hasil penelitian, bahwa ibu
kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan persalinan komplikasi lebih banyak
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk mengalami baby blues bila dibandingkan dengan
menjadi seorang ibu. ibu yang bersalin normal. Selaras dengan yang
Sementara itu, hasil penelitian ini tidak dikemukakan oleh Yodatama,et.all dalam hasil
selaras seperti yang dikemukakan oleh Siti penelitiannya (2015), bahwa ibu yang melahirkan
Nurbaeti, dkk dalam penelitiannya (2015), bahwa dengan sectio caesaria sebagian besar memiliki
mayoritas responden mengalami postpartum blues bonding attachment tidak baik. Hal ini disebabkan
ringan hampir setengahnya usia 20-35 tahun yaitu oleh kondisi ibu yang belum pulih, masih
12 responden (30,0) dan hampir setengahnya merasakan nyeri di bagian perut sehingga tidak
(30,0%) yaitu 12 r esponden mengalami bisa merawat bayinya dengan maksimal,
postpartum blues berat. mobilisasi terbatas, ADL (Activity of Daily
Menurut penulis bahwa, kesiapan mental Living) terganggu, bonding attachment dan IMD
dalam proses persalinan dan menjadi seorang ibu (Inisiasi Menyusui Dini) tidak terpenuhi karena
akan mempengaruhi adaptasi psikologis masa adanya peningkatan nyeri apabila ibu bergerak
nifas yakni terjadinya postpartum blues, seperti Namun hal ini tidak sesuai seperti yang
yang dikatakan oleh Hellen Baston dan Jennifer dikemukakan oleh Machmudah dalam hasil
Hall (2013), bahwa ibu yang sangat muda penelitiannya (2010), bahwa tidak ada pengaruh
mungkin akan menghadapi penyesuaian pada antara riwayat persalinan terhadap kemungkinan
masa postpartum ini. terjadinya postpartum blues. Dijelaskan pula
bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan
2. Kejadian baby blues berdasarkan paritas komplikasi akan mendapatkan dukungan yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih optimal, baik dukungan dari suami, keluarga,
sebanyak 75% ibu primipara lebih banyak teman maupun tenaga kesehatan.
mengalami postpartum blues. Hal ini sesuai seperti Dari hasil tersebut, menurut penulis, bahwa
yang dikatakan Wijayanti dalam hasil ibu yang mengalami komplikasi dalam
penelitiannya (2013), bahwa ibu primipara persalinannya lebih merasakan rasa sakit yang
mempunyai kecender ungan lebih banyak lebih tinggi bila dibandingkan dengan melahirkan
mengalami baby blues bila dibandingkan dengan normal spontan pervaginam. Menunjukkan
ibu multipara. Sama pula seperti yang bahwa, ibu yang mempunyai pengalaman
disampaikan oleh Irawati (2014) dalam hasil persalinan yang kurang menyenangkan dalam hal
penelitiannya, bahwa sebagian besar responden ini bersalin dengan sectio caesarea lebih cenderung
yang mengalami postpartum blues adalah mengalami baby blues. Hal ini juga berhubungan
primipara yaitu 14 responden (63,6%). Dimana dengan alasan perawatan setelah operasi
ibu yang baru mempunyai pengalaman melahirkan membutuhkan waktu yang lama.
pertama kali akan mengalami beban psikis yang
lebih berat bila dibandingkan dengan ibu yang
sebelumnya telah mempunyai pengalaman
melahirkan.

18 Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016
4. Kejadian baby blues berdasarkan komunikasi antara suami dan ibu seringkali tidak
pendidikan. sepemahaman sehingga menimbulkan masalah
Hasil data menunjukkan bahwa, ibu yang bagi ibu. Salah satunya adalah, adanya keinginan
berpendidikan Sekolah Menengah Pertama lebih suami untuk membantu tetapi tidak tahu apa yang
banyak mengalami baby blues. Hal tersebut harus dilakukannya. Selain itu, perhatian yang
berbeda dengan yang disampaikan Curry dkk hanya tertuju pada bayi di hari-hari pertama
(2008), bahwa terdapat hubungan pendidikan ibu kelahiran, menyebabkan ibu merasa tidak
dengan postpartum blues. Ibu yang memiliki mendapat cukup dukungan. Inilah yang
pendidikan dasar (primary high school) memiliki menyebabkan, meskipun mendapatkan dukungan
kecenderungan mengalami postpartum blues lebih dari suami, namun tetap saja tidak dapat
tinggi daripada ibu dengan pendidikan tinggi (high menghindarkan ibu secara optimal dari keluhan
school/college). baby blues.
Namun demikian hal ini selaras dengan hasil
penelitian Irawati (2014), yang mengatakan bahwa SIMPULAN
ibu yang berpendidikan SD-SMP terbanyak Baby blues adalah gangguan emosi ringan
mengalami postpartum blues. Pendidikan yang yang dialami oleh ibu postpartum pada minggu
dimaksud dalam penelitiannya adalah jenjang pertama setelah kelahiran. Baby blues dianggap
pendidikan formal yang ditempuh oleh ibu sampai sebagai kejadian yang tidak begitu penting,
memperoleh ijasah yang sah, tetapi tidak terdapat sehingga ser ingkali menimbulkan
pengaruh yang bermakna antara pendidikan ketidaknyamanan ibu saat berada dalam masa
dengan kejadian postpartum blues. Kondisi ini adaptasi pasca melahirkan. Ibu postpartum di
memang tidak sesuai dengan teori tetapi Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi yang
pembentukan psikologi ibu tidak hanya diperoleh mengalami baby blues adalah sebagai berikut: ibu
melalui jenjang pendidikan saja, karena banyak yang berumur <20 tahun, primipara yang
faktor yang lebih dominan yang dapat mendukung ibu belum cukup berpengalaman
mempengaruhi terjadinya postpartum blues. dalam menerima peran barunya sebagai ibu,
pengalaman ibu dalam persalinan yang kurang
5. Kejadian baby blues berdasarkan menyenangkan (persalinan dengan komplikasi)
dukungan suami dan keluarga. membuat ibu tidak segera menunjukkan adanya
Hasil data tentang dukungan suami dan keinginan untuk dekat dengan bayinya, pendidikan
keluarga, menunjukkan bahwa baby blues lebih SMP menyebabkan kurangnya pemahaman
banyak dialami oleh ibu postpartum yang justru terhadap informasi kesehatan yang diberikan, dan
mendapatkan cukup dukungan dari suami dan yang terakhir ibu yang tidak mampu menerima
keluarganya. Sama halnya dengan hasil penelitian dengan baik dukungan dan perhatian yang
Nurbaeti (2015), bahwa hampir setengah dari diberikan oleh suami dan keluarga.
jumlah sampel ibu postpartum yang mengalami
baby blues adalah yang mendapat dukungan social SARAN
dengan baik. Meskipun baby blues bukan merupakan
Menurut Arfian (2012), bahwa kurangnya masalah serius, namun perlu mendapat perhatian.
dukungan dari suami dan ketegangan dalam Deteksi dini terhadap tanda gejala baby blues
hubungan pernikahan dapat mengganggu sebelum klien pulang kembali ke rumah perlu
keseimbangan emosi ibu. Selain itu, adanya dilakukan, sebab ibu harus mampu melewati
perbedaan pendapat dengan mertua tentang adaptasi masa nifas dengan baik, agar dapat
perawatan bayi setelah melahirkan seringkali menjalankan perannya sebagai ibu baru dengan
menimbulkan terjadinya konfilk. Pada hasil sukses. Dukungan dari orang-orang terdekat
penelitian, sebanyak 62,5% dari ibu yang merupakan upaya penting untuk mencegah
mengalami baby blues, suami dan keluarganya terjadinya baby blues.
telah memberikan dukungan yang baik, namun

Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016 19
DAFTAR PUSTAKA Rukiyah, A., L. Yulianti, dan M. Liana. 2010.
Asuhan Kebidanan III (Nifas). Trans Info
Ambarwati, E.R., dan D. Wulandari. 2010. Media. Jakarta.
Asuhan Kebidanan Nifas. Cetakan Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa
Keempat. Mitra Cendikia Pr ess. Nifas. Salemba medika. Jakarta.
Yogyakarta.
Suherni, H. Widyasih, dan A. Rahmawati. 2009.
Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Perawatan Masa Nifas. Cetakan Keempat.
Nifas. Cetakan Pertama. Pustaka Rihama. Fitramaya. Yogyakarta.
Yogyakarta.
Wijayanti, K dkk. 2013. Gambaran Faktor-faktor
Arfian, S. 2012. Baby Blues. Mengenali Risiko Postpartum Blues Di Wilayah Kerja
Penyebab, Mengenali Gejala, Dan Puskesmas Blora. Jurnal Kebidanan. Vol.2
Mengantisipasinya. Solo: Metagraf No.5 ISSN:2089-7669
Baston, H & Hall, J. 2010. Midwifery Essentials: Nurbaeti, Siti, dkk. 2015. Gambaran Kejadian
Postnatal, volume 4. Jakarta: EGC Postpartum Blues Pada Ibu Nifas
Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Berdasarkan Karakteristik Di Rumah Sakit
Maternitas. Cetakan I. Edisi 4. Jakarta: Umum Tingkat IV Sariningsih Kota
Bandung DIII keperawatan fakultas
EGC
pendidikan olahraga dan kesehatan
Curr y, AF dkk. 2008. Mater nity “Blues” universitas pendidikan Indonesia.
Prevalence and Risk factors. The Spanish
Journal of Psychology. Vol. 11, No.2, 593- Kurniasari, Devi dan Yetti Amir Astuti. 2014.
Hubungan Antara Karakter istik Ibu,
599.
Kondisi Bayi Dan Dukungan Sosial Suami
(http://revistas.ucm.es/index.php/SJOP/article/ Dengan Postpartum Blues Pada Ibu Dengan
download/SJOP0808220593A/28745) Persalinan SC Di Rumah Sakit Umum
akses tanggal 30 November 2016. Ahmad Yani Metro. Jurnal Kesehatan
Holistik.Vol 9, No 3, Juli 2015: 115-125.
Irawati, D & Farida Yuliani. 2013. Pengaruh
Faktor Psikososial Terhadap Kejadian Ibrahim, F., Rahma, & Ikhsan, M. (2012). Faktor
Postpartum Blues Pada Ibu Nifas (Studi Di faktor yang berhubungan dengan depresi
Ruang Nifas RSUD R.a Bosoeni post partum di RSIA Pertiwi Makassar
mojokerto). Prosiding Seminar Nasional, tahun 2012. FKM Unhas.
Menuju Masyarakat Madani Dan Lestari.
Irawati, D dan Yuliani, F. (2014). Pengaruh Faktor
ISBN: 978-979-98438-8-3
Psikososial Dan Cara Persalinan Terhadap
Machmudah. 2010. Pengaruh Persalinan dengan Terjadinya Post Partum Blues Pada Ibu
komplikasi terhadap kemungkinan Nifas. Hospital Majapahit (6) 1-7 Vol 6 No.
terjadinya postpartum blues di Kota 1 Pebruari 2014.
Semarang. Diunduh pada tanggal 22
Yodatama, et.all. 2015. Hubungan Bonding
Desember 2016 Marmi. 2012. Asuhan
Kebidanan Pada Masa Nifas “Puerperium Attachment Dengan Resiko Terjadinya
Postpartum Blues Pada ibu Postpartum
care”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Dengan Sectio Caesarea di RSIA Srikandi
Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian IBI Kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan. Edisi Revisi. Cetakan Pertama. Kesehatan.vol 3(No.2).
Rineka Cipta. Jakarta.

20 Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 1, Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai