Atau Anda
mungkin sedang mempertimbangkan bisnis dengan modal bersama? Pada artikel kali ini,
Jurnal akan membahas mengenai joint venture. Apa itu joint venture? Joint Venture dalah
suatu perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih entitas bisnis untuk menyelenggarakan
bisnis bersama dalam jangka waktu tertentu. Adapun dua perusahaan tersebut adalah
perusahaan yang berasal dari dalam negeri dengan perusahaan dari luar negeri (asing).
Mengacu pada UU No. 25 Tahun 2007,joint venture ini dapat dikategorikan sebagai bentuk
kegiatan penanaman modal asing. Tujuan utama mendirikan joint venture adalah agar
perusahaan yang memberikan kekuatan ekonomi kepada perusahaan induk mendapatkan
keuntungan bersama.
Perlu diketahui, joint venture berbeda dengan CV (capital venture). Perbedaannya adalah
umur dari joint venture lebih pendek dari CV. Anggota dari joint venture biasanya disebut
venture/partner/sekutu. Salah satu perusahaan joint venture di Indonesia adalah PT Nestle
Indofood Citarasa Indonesia. PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia merupakan gabungan
dari dua perusahaan, PT Nestle S.A dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
Peraturan Tentang Joint Venture
Peratura tentang Joint venture telah diatur pemerinth di dalan UU, PP, dan SK menteri.
Berikut peraturen-peraturan yang telah dibuat:
Para pihak yang terlibat dalam sistem ini diatur oleh perjanjian kontrak yang mereka
buat. Perjanjian tersebut menetapkan hal-hal seperti kewajiban mereka, tingkat di
mana mereka akan berbagi keuntungan atau kerugian, hak dan kewajiban mereka
satu sama lain.
Di Indonesia sendiri sistem joint venture telah diatur regulasinya oleh undang-
undang sebagai berikut :
Dan sesuai UU 25 tahun 2007 , sistem joint venture sendiri dapat diartikan sebagai
bentuk kegiatan penanaman modal asing. Tujuan utama mendirikan sistem ini adalah
agar perusahaan yang memberikan kekuatan ekonomi kepada perusahaan induk
mendapatkan keuntungan secara bersama-sama.
Perbedaan Joint Venture dengan Partnership atau Kemitraan
Joint venture mungkin memiliki beberapa kesamaan dengan partnership, tetapi dua
sistem ini tidak sama. Partnership biasanya adalah entitas bisnis tunggal yang
dibentuk oleh dua orang atau lebih, sedangkan joint venture adalah penggabungan
beberapa entitas bisnis yang berbeda (masing-masing dapat berbeda jenis badan
hukum) menjadi entitas baru.
Saham Pusri sendiri di perusahaan yang dibangun dengan sistem joint venture
tersebut mencapai USD97 juta, dan harus dicairkan dalam empat tahun ke depan.
2. Kesepakatan
Para pihak dalam sistem joint venture, yaitu para venturer bersama, umumnya
melaksanakan perjanjian tertulis di antara mereka. Perjanjian ini menyatakan
perincian seperti kewajiban mereka, rasio pembagian laba / rugi, hak dan kewajiban
mereka, dll.
3. Durasi Tertentu
Karena semua usaha dakam sistem ini dibuat untuk tujuan tertentu, mereka
umumnya berakhir begitu tujuan tersebut terpenuhi. Namun, para pihak dapat terus
bekerja bersama jika mereka sepakat untuk melakukannya.
4. Pembagian Keuntungan
Para pihak selalu menyepakati rasio di mana mereka akan berbagi keuntungan dan
kerugian mereka. Jika tidak ada kesepakatan untuk efek ini, mereka harus membagi
keuntungan secara merata.
5. Struktur Usaha
Para pihak dapat membuat usaha patungan dengan melakukan kontrol pada salah
satu aspek berikut:
Aktiva,
Operasi, atau
Entitas bisnis itu sendiri.
Terdiri dari perusahaan yang berbeda, baik tujuan atau mungkin skala bisnis
Kedua perusahaan memiliki dasar kepemilikan untuk kepentingan bersama
ini. Misalnya, dua perusahaan yang memiliki paten berbeda mungkin sepakat
membuat aplikasi akuntansi, dan akhirnya membentuk sistem joint venture.
Kedua perusahaan setuju untuk berbagi pendapatan dan pengeluaran.
Untuk menggabungkan sumber daya. Perusahaan akan memiliki lebih banyak daya
saing dalam industri dan otomatis akan lebih banyak potensi keberhasilan usaha.
Untuk menggabungkan keahlian. Dalam bisnis teknis, satu perusahaan mungkin
memiliki keahlian di satu bagian dan perusahaan lain mungkin memiliki keahlian di
bagian lain. Misalnya, Perusahaan A pandai membuat perangkat lunak, sedangkan
Perusahaan B memiliki pengalaman menciptakan perangkat keras yang diperlukan
untuk suatu usaha.
Untuk menghemat uang. Dua perusahaan mungkin mempertimbangkan sistem joint
venture untuk menghemat uang pada iklan, mungkin pameran dagang atau publikasi
produk.
Jika Anda berencana mengadopsi sistem ini untuk usaha Anda, tentunya Anda
memerlukan laporan keuangan yang terperinci agar perusahaan rekanan Anda
tertarik dengan permintaan kerjasama.
Dari pengertian di atas, kita dapat melihat bahwa joint venture merupakan suatu kerangka perjanjian
antara dua pihak (perusahaan) atau lebih yang memiliki tujuan yang sama. Perjanjian ini biasanya
bermuara pada terbentuknya suatu perusahaan joint venture. Dengan skema joint venture ini, para
pihak mendapatkan beberapa manfaat seperti:
1. Mengurangi kebutuhan modal dan sumber daya lainnya karena adanya unsur pembagian
kebutuhan;
2. Transfer teknologi antar pihak;
3. Meminimalisasi resiko usaha;
4. Memungkinkan untuk mengembangkan usaha sampai ke skala global.
Dalam perkembangannya, joint venture sering dikaitkan dengan kemampuan modal nasional yang
sudah dapat melakukan usaha kerja sama dengan penanam modal asing melalui bentuk Penanaman
Modal Asing (“PMA”) secara langsung di Indonesia. Bahkan Sunaryati Hartono dalam
bukunya Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di
Indonesia mengemukakan batasan joint venture sebagai setiap usaha bersama antara modal
Indonesia dan modal asing, baik ia merupakan usaha bersama antara swasta dan swasta, pemerintah
dan swasta, ataupun pemerintah dan pemerintah. Juga tidak dibedakan apakah joint venture itu
dianggap sebagai penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri.
Huala Adolf dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional menyebutkan bahwa joint
venture dipilih oleh pemilik modal asing biasanya karena kekhawatiran terhadap adanya
pengambilalihan secara sewenang-wenang tanpa melalui suatu prosedur hukum oleh negara
penerima modal (nasionalisasi).
Isu nasionalisasi ini masih eksis di beberapa komunitas. Namun secara hukum saat ini, nasionalisasi
sudah tidak dimungkinkan, kecuali dengan Undang-Undang[1],misalnya melalui mekanisme divestasi.
Oleh karena itu, joint venture menjadi salah satu model aktivitas investasi (penanaman modal) yang
dilakukan oleh PMA selaku investor melalui perusahaan patungan yang melakukan usahanya di
wilayah Republik Indonesia.
Disini terlihat bahwa joint venture merupakan salah satu sarana menarik modal asing yang dalam
pelaksanaannya berdasarkan persetujuan para pihak. Persetujuan dimaksud harus memenuhi kaidah
perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
1. Para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya;
2. Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum;
3. Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu; dan
4. Persetujuan tersebut harus mengenai suatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
Menyusun perjanjian joint venture (joint venture agreement) merupakan langkah awal dalam
membentuk perusahaan joint venture. Joint venture agreement sendiri berisikan kesepakatan para
pihak dalam hal, antara lain kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan,
keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi, dan
berakhirnya perjanjian.
Perusahaan joint venture yang modalnya diperoleh dari campuran modal dalam negeri dan modal
asing dikategorikan sebagai PMA. Di Indonesia sendiri, mengenai pendirian PT PMA diatur
dalam Pasal 1 angka 3 UU 25/2007 yang berbunyi:
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.”
Syarat-syarat menjadi joint venture company sendiri antara lain:
1. Wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) jika ada unsur modal asing.[2]
2. Untuk joint venture yang PMA, modal dalam negeri minimal 51% dari total modal perusahan
patungan (joint venture company) tersebut. Namun prosentase kepemilikan ini bisa lebih besar
atau lebih kecil, tergantung pada bidang usaha yang akan dimasuki oleh perusahaan joint
venture tersebut mengingat Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Daftar Negatif Investasi
(Negative Investment List) yang di dalamnya disebutkan prosentase maksimal modal asing yang
boleh masuk pada bidang usaha tertentu.
Untuk detail bidang usaha, Saudara dapat melihat pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun
2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
3. Ada sejumlah bidang usaha yang tertutup untuk perusahaan joint venture[3],
sehingga calon
investor harus melihat Daftar Negatif Investasi yang terbaru.
4. Perusahaan joint venture PMA wajib mengajukan izin prinsip dan izin usaha tetap (IUT) ke Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
5. Perusahaan joint venture PMA secara berkala menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman
Modal (LKPM) ke BKPM.
Selanjutnya, mengenai perusahaan dalam negeri sendiri, kami menafsirkan yang Saudara maksud
adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Oleh karena itu, kami berpegangan pada Pasal 5
ayat (1) UU 25/2007 yang menyatakan bahwa:
“PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak
berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Dengan melihat pada aturan di atas, kami mengasumsikan bahwa perusahaan dalam negeri yang
Saudara maksudkan adalah PMDN yang termanifestasi dalam bentuk suatu badan usaha, baik badan
usaha berbadan hukum maupun badan usaha tidak berbadan hukum, yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia dan permodalan badan usahanya berasal dari modal yang dimiliki oleh negara
Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau tidak berbadan hukum.[4]
Dengan demikian, PMDN merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara
Indonesia yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia dan saham beserta hak-
hak yang melekat pada saham tersebut (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas) dimiliki oleh perseorangan warga negara Indonesia, BUMN, BUMD, pemerintah daerah atau
pemerintah Republik Indonesia. Mengingat joint venture pada dasarnya merupakan upaya patungan
modal, maka dimungkinkan bagi dua perusahaan dalam negeri untuk membentuk suatu joint venture
company.
Kantor Cabang Perusahaan
Selanjutnya mengenai cabang perusahaan, dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan (“Permendag
37/2007”) disebutkan:
“Kantor cabang perusahaan adalah perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari
perusahaan induknya yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat berdiri
sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya.”
Untuk membuat kantor cabang, berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi:
1. Ada kantor pusatnya yang dibuktikan dengan adanya:
a. akta notaris dan SK Kemenhukham yang menjelaskan pendirian perusahaan yang akan
menjadi kantor pusat.
b. fotocopy seluruh pengurus perusahaan kantor pusat yang namanya tercantum dalam akta
pendirian perusahaan kantor pusat.
c. SIUP dan TDP dari perusahaan kantor pusat.
2. Bentuk badan usaha kantor cabang sama dengan kantor pusatnya.
3. Pembuatan akta pendirian kantor cabang dan penerbitan SK Kemenhukham yang dalam
prosesnya membutuhkan adanya dokumen:
a. surat kuasa dari salah satu pengurus kantor pusat dalam hal pendirian kantor cabang.
b. salinan surat pengangkatan/penunjukan personal yang menjadi kepala cabang nantinya
beserta fotocopi identitas/KTP dan foto kepala cabang.
c. susunan bakal pengurus kantor cabang.
4. Pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) kantor cabang yang dalam prosesnya
membutuhkan adanya dokumen:
a. denah lokasi/kantor dari kantor cabang.
b. bukti pelunasan PBB tempat kantor cabang.
5. Pembuatan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) kantor cabang.
6. Pembuatan izin lain yang terkait, misalnya persetujuan prinsip untuk perusahaan asing.
7. Pemenuhan syarat minimum modal untuk kantor cabang tertentu, misalnya kantor cabang pialang
berjangka.
Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.