Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan
jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu
keadaan gula darah tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010).
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2008).

Diabetes insipidus adalah kelainan tubuh untuk menyimpan air karena kekurangan
hormone antidiuretic (ADH, Vasopresin) yang disekresikan ole ginjal, atau karena
ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh
polidipsi dan poliuri. (Nettina M. Sandra, 2011).

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi
sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin, 2000). Diabetes insipidus merupakan
kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin
yang merupakan hormon antidiuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus
yang sangat tinggi (polydipsia) dan pengeluaran urine yang encer dengan jumlah
yang besar (poliuria). (Suzanne C, 2001).

2. Klasifikasi
a. Diabetes Melitus
Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda; penyakit ini dibedakan
berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya. Klasifikasi diabetes
yang utama adalah:
1) Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes
mellitusi [IDDM]).
2) Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent
diabetes mellitus [NIDDM])
3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
4) Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus [GDM])

3. Anatomi dan Fisiologi

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah
umbilikal, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh
kelenjar limpa, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan
umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan
depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung
tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan
dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa
mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah
pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan
polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.
2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam
amino.
3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan
gliserol gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau
langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli
pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh karena itu hormon insulin
yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk
dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang
dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon.
1) Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh
ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino
yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa
darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan
konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3
glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati
dengan bentuk glikogen.
b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah
normal.
c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap
hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan
glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap
hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
(1) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
(2) Mengurangi konsentrasi gula darah
(3) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin.
Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam
darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan
terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan
pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan
sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas
mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat
memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap
hypoglikemia.

4. Etiologi
a. Diabetes Melitus
1) Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi
faktor genetic, imunologi, dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi
virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a) Faktor-faktor Genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi tipe I itu
sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisiatau kecendrungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditemukan
pada individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawan atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima
persen pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Resiko
terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko
tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang
memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan
populasi umum).
b) Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respons otoimun. Respons ini merupakan proses abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Otoantibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan
bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes
tipe I.
c) Faktor-faktor Lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel
beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
Interaksi antara faktor-faktor genetic, imunologi dan lingkungan dalam
2) Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :
(a) Usia (resisten insulin cendrung meningkat pada usis di atas 65 tahun.)
(b) Obesitas
(c) Riwayat keluarga
(d) Kelompok etnik (Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk
asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika.

b. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus secara umum dapat disebabkan oleh karena beberapa faktor
dari dalam maupun luar tubuh, yaitu :
1) Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit
hormon antidiuretik
2) Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran
darah
3) Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
4) Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
5) Tumor
6) Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak

Sedangkan Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal


yaitu :
1) Penyakit ginjal kronik Seperti penyakit ginjal polikistik, medullary cystic
disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
2) Gangguan elektrolit
3) Obat - obatan Seperti Amfoterisin B, Litium, Demoksiklin, Asetoheksamid,
Tolazamid,Glikurid, Loop Diuretic , Methoxyflurane, Propoksifen. Penyakit
sickle cell , kehamilan, multiple mieloma, serta gangguan diet.

5. Patofisiologi
a. Diabetes Melitus
1) Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika ). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa
haus (polidipdia).
Defisiensi insulin juga menggangu metabolism protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru
dari asam-asam amino serta substansi lam-asam amino serta substansi lain),
namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yabg mengakibatkan peningkatan produksi
berat badan ), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yabg mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani dapat menimbulkan penurunan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit
yang sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan
komponen penting.
2) Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khsus permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya isulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolism glukosa didalam sel. Resistensi diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi gula terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecah lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah aku lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlansung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif. Gejala yang dialami pasien bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria, polydipsia, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien, penyakit diabetes tipe II yang dideritanya
ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada pasien yang menjalani
pemeriksaan laboratorium rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes
jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati periferm kelainan
vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Penangan diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena
resistensi insulin berkaitan dnegan obesitas. Latihan merupakan unsur yang
penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral
dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah. Jika pneggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak dapat
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin
dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk smenetara
waktu selama periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau
pembedahan.

b. Diabetes Insipidus
Vasopresin dibuat oleh sel-sel hipotalamus (terletak di otak) dan disimpan dan
disekresi oleh bagian lain dari otak yang disebut kelenjar hipofisis posterior.
Hormon antidiuretik kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dimana hal itu
menyebabkan tubulus ginjal menyerap air. Air yang tidak dapat diserap kembali
dilewatkan keluar dari tubuh dalam bentuk urin. Penurunan sekresi vasopresin
menyebabkan sedikit air diserap kembali dan lebih banyak urin yang akan
dibentuk. Ketika vasopresin hadir pada tingkat normal, lebih banyak air diserap
kembali dan urin kurang terbentuk. Ada dua jenis diabetes insipidus. Sedangkan
gejala dari kedua gangguan yang serupa, penyebab berbeda. Klasifikasi tersebut
antara lain diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes insipidus sentral terjadi apabila terdapat gangguan pada proses sintesis,
transpor dan sekresi dari AVP. Sekresi AVP dari pituitary posterior utamanya
tergantung pada informasi tonisitas yang disampaikan oleh sel osmoreseptor pada
hypothalamus anterior. AVP dan protein pembawanya, neurophysin II, disintesis
sebagai precursor oleh neuron magnoselular pada nuclei supraoptik dan
paraventrikular dari hypothalamus . Precursor tersebut kemudian dikemas dalam
bentuk neurosecretory granule dan ditranspor melalui serabut saraf (axonally)
menuju pituitary posterior. Saat menuju neurohypophysis precursor tersebut
kemudian diproses menjadi hormone aktif. AVP kemudian disimpan pada
pituitary posterior dalam bentuk vesikel, dan akan disekresikan secara
eksositosis apabila terdapat peningkatan dari osmolalitas serum. Gangguan pada
proses sintesis, transpor dan sekresi dari AVP dapat disebabkan oleh:
1) Kerusakan pada hypothalamo-neurophyseal region karena adanya trauma
kepala, operasi atau kanker metastasis. Kanker yang sering adalah
craniopharyngioma, kanker payudara dan kanker paru-paru yang
bermetastasis menuju pituitary.
2) Karena adanya mutasi pada neurophysin II coding region dari gen AVP, yaitu
ekson 2 dimana thymin disubstitusi oleh guanine pada nucleotide ke-1884
menyebabkan perubahan molekul asam amino dari glycine menjadi valine
pada molekul AVP. Yang rentan untuk menginduksi kematian dari sel
magnoselular.
3) Idiopatik Pada Nephrogenic diabetes insipidus (NDI) terjadi hiperstimulasi
dari pituitary posterior akibat peningkatan osmolalitas plasma dalam
memproduksi AVP, namun ginjal tidak dapat memproduksi urine yang pekat
sebagai respons dari sekresi AVP. Pengikatan AVP pada reseptornya pada
membran basolateral dari sel collecting duct yang menyebabkan peningkatan
dari aktivitas adenylatecyclase dan mengkatalisasi pembentukan cAMP dari
adenosine triphosphate (ATP). cAMP kemudian akan mengaktivasi
serinthreoninkinase , protein kinase A. Vesikelsitoplasmik yang membawa
protein kanal air (aquaporin-2 / AQP-2) kemudian bermigrasi dan mengalami
fusi dengan membran apical sehingga akan meningkatkan permeabilitas air
pada sel-sel collecting duct.

6. Tanda dan Gejala


a. Diabetes Melitus
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita
mengeluh banyak kencing.
2) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
3) Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.

4) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

b. Diabetes Insipidus
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin dalam 24 jam sangat banyak
dan dapat mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah ,
berkisar antara 1001-1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Selain  poliuria
dan polidipsia , biasanya tidak terdapat gejala – gejala lain kecuali jika ada
penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme
neurohypophyseal renal reflex.Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala
biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang
berlebihan (polidipsi) dan  pengeluaran sejumlah besar air kemih yang encer
(poliuri). Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan
kejang-kejang. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa
mengalami dehidrasi. Jika terlambat terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi
kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi
yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Dehidrasi yang
sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik dan menyebabkan
penurunan berat badan. Pada anak-anak, kelelahan dan anorexia biasanya
mendominasi.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diabetes Melitus
1) Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive
daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi
tertentu (misalnya, untuk pasien yang hanya menjalankan operadi lambung).
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan karbohudrat
sederhana.
Beberapa faktor mempengaruhi tes toleransi glukosa oral, yang mencakup
metode analisis, sumber spesimen (darah utuh, plasma atau serum, darah
kapiler atau vena), diet, tingkat aktivitas, lama tirah baring, adanya penyakit
kronis, pengobatan dan jumlah glukosa yang dikonsumsi. Diet, tingkat
aktivitas dan penggunaan obat pada lansia merupakan masalah khusus yang
harus diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil tes.
2) Pertimbangan Gerontologi
Kenaikan kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan usia dan terjadi
pada laki-laki maupun wanita di seluruh dunia. Kenaikan glukosa darah
timbul pada decade usia kelima dan frekuensinya meningkat bersamaan
dengan pertambahan usia. Penyebab perubahan yang berhubungan dengan
usia pada metabolism karbohidrat masih belum terpecahkan. Tampaknya
penyerapan yang lambat dari traktus gastrointerstinal bukan faktor
penyebabnya. Kemungkinan faktor penyebab lainnya adalah diet yang buruk,
kurangnya aktivitas fisik, penurunan lean body mass dimana karbohidrat yang
dikonsumsi dapat disimpan, perubahan sekresi insulin dan resistensi insulin.

b. Diabetes Insipidus
1) Fluid deprivation menurut martin Goldberg
sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis
atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma
untuk diukur osmolalitasnya. Pasien diminta buang air kecil sesering
mungkin  paling sedikit setiap jam. Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis
lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar
atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan
dalam  botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es. Pengujian
dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana
yang terjadi lebih dahulu.
2) Hickey Hare atau Carter-Robbins test Cairan NaCl hipertonis diberikan
intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya
pembuatan ADH.
a) Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit  
b) .Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb.
c) Urin ditampung selama 15 menit. Penilaian : kalau normal dieresis akan
menurun secara mencolok. Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

3) Uji haus Dilihat berapa lama penderita bisa bertahan tanpa minum. Biasanya
tidak lama anak akan menjadi gelisah, banyak kencing dan terjadi dehidrasi.
Berat  jenis urin tetap rendah, sedangkan pada compulsive water drinker berat
jenis urin akan naik.

4) Masukan air Diukur jumlah minum kalau diberi kesempatan bebas.


5) Uji nikotin Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsung dirangsang
oleh nikotin. Obat yang dipakai adalah nikotin salisilat secara intravena. Efek
sampingnya adalah mual dan muntah.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

6) Uji Vasopresin Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat


memberikan respons terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
a) Untuk intravena diberikan pitresin dalam air 5 ml unit/menit dalam infus
lambat selama 1 jam.  
b) Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak
5 U.

7) Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes
insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini
penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu
pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat praktek dokter.
Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan
diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun
atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari
5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon antidiuretik.

8. Penatalaksanaan
a. Diabetes Melitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia
dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanan diabetes :
1) Diet
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi (jika diperlukan)
5) Pendidikan

Penanganan disepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena


terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya
karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan riset. Karena itu,
penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi
rencana penanganan oleh professional di samping penyesuaian teapi oleh pasien
setiap hari.

b. Diabetes Insipidus
Pengobatan diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang
ditimbulkannya. Pada pasien diabetes insipidus sentral parsial dengan rasa haus
tidak diperlukan terapi apa-apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak
mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada
pusat rasa haus, diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah
terjadinya dehidrasi. Ini juga berlaku bagi penderita diabetes insipidus sentral
parsial yang masih belum menunjukkan gejala klinis, tetapi pada suatu saat
kehilangan kesadaran atau tidak dapat berkomunikasi. Pada diabetes insipidus
sentral yang komplit biasanya diperlukan terapi hormon  pengganti (hormonal
replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressine) merupakan obat
pilihan utama untuk diabetes insipidus sentral. Selain terapi hormon pengganti
dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan
air dengan cara :
1) Mengurangi jumlah air ke tubulus distal dan collecting duct
2) Memacu penglepasan ADH endogen
3) Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

Obat-obatan yang biasa dipakai adalah antara lain:


1) Diuretik tiazid
Obat ini dapat dipakai pada diabetes insipidus baik sentral maupun
nefrogenik. Obat ini menyebabkan suatu antineuresis sementara, deplesi ECF
ringan dan penurunan GFR. Terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan air pada
nefron proksimal sehingga menyebabkan berkurangnya air yang masuk ke
tubulus distal dan collecting duct. Tetapi penurunan EAVB (effective arterial
blood volume) dapat menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik.
2) Klorpropamid
Obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes inipidus sentral komplit atau
diabetes insipidus nefrogenik. Hal ini disebabkan karena obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal
dan mungkin pula dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis. Efek
samping yang harus diperhatikan adalah timbulnya hipoglikemia. Obat ini
dapat dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai efek maksimal.
3) Klofibrat Klofibrat
Juga meningkatkan pelepasan ADH endogen. Klofibrat harus diberikan 4 kali
sehari, akan tetapi tidak menimbulkan hipoglikemia. Efek samping lain adalah
gangguan saluran cerna, miositis, gangguan fungsi hati. Dapat dikombinasi
dengan tiazid dan klorpropamid untuk dapat memperoleh efek maksimal dan
mengurangi efek samping pada diabetes insipidus sentral  parsial.
4) Karbamazepin
Suatu anti konvulsan yang terutama efektif dalam pengobatan tic douloureux,
mempunyai efek seperti klofibrat tetapi hanya mempunyai sedikit kegunaan
dan tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.

9. Komplikasi
a. Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan


komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh
darah kaki, saraf, dan lain-lain.
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda),
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi
dan gangren dengan risiko amputasi.

Beberapa komplikasi dari DM :

1) Akut
a) Hipoglikemia dan hiperglikemia
b) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar , penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler , penyakit pembuluh darah kapiler).
c) Penyakit mikrovaskuler : mengenai pembuluh darah kecil , neetinopati ,
nefropati.
d) Neuropati saraf sensorik ( berpengaruh pada eksrimitas) saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal kardiovaskuler.
2) Komplikasi menahun DM :
a) Neuropati diabetic
b) Retinopatik diabetic
c) Nefropati diabetik
d) Proteinuria
e) Kelainan koronel
f) Ulkus

b. Diabetes Insipidus
1) Retardasi mental Diabetes insipidus nefrogenik primer disertai dengan
retardasi mental. Retardasi tersebut lebih mungkin merupakan akibat dari
episode dehidrasi hipertonik  berulang daripada akibat penyakitnya sendiri.

2) Gagal tumbuh Biasanya, kegagalan pertumbuhan diduga diakibatkan oleh


masukkan kalori yang tidak cukup karena masukan cairan yang berlebihan,
tetapi sekarang tampaknya kegagalan pertumbuhan tersebut bersifat intrinsic
karena keadaan homozigot.

Anda mungkin juga menyukai