H.A. Yunus
Universitas Majalengka
ABSTRAK
_____________________
1
Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Agama Islam Universitas Majalengka
29
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
30
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
31
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
32
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
c. Pendidik
Essensi pendidikan dalam ajaran
Di Indonesia, menurut Undang-
Islam dipahami sebagai sebuah proses
Undang No. 14 tahun 2004 tentang Guru
transformasi dan internalisasi nilai-nilai
dan Dosen, pada Pasal 1 ayat 1
ajaran Islam terhadap peserta didik, melalui
dikemukakan bahwa “Guru adalah pendidik
pengembangan potensi sesuai fitrahnya agar
profesional dengan tugas utama mendidik,
memperoleh keseimbangan hidup dalam
mengajar, membimbing, mengarahkan,
semua aspeknya, terutama keseimbangan
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
antara dunia dan akhirat. Dengan demikian
didik pada pendidikan anak usia dini jalur
fungsi pendidikan Islam pada hakikatnya
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
adalah proses pewarisan nilai-nilai Islami
pendidikan menengah”. Dalam UU No. 20
untuk menggembangkan potensi manusia,
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
dan sekaligus proses produksi nilai-nilai
Nasional “Pendidik adalah tenaga
budaya Islam baru sebagai hasil interaksi
kependidikan yang berkualifikasi sebagai
potensi dengan lingkungan dan konteks
guru, dosen, konselor, pamong belajar,
zamannya sesuai ruang lingkup filsafat
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
pendidikan Islam di atas mengandung
dan sebutan lain yang sesuai dengan
indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
sebagai sebuah disiplin ilmu (Nata, 1996).
menyelenggarakan pendidikan”.
Dalam hal pendidikan secara umum, Menurut pandangan filsafat
kurikulum sebagai inti pendidikan tidak progresivisme guru adalah penasihat,
saja dimaknai sebagai seperangkat pembimbing, pengarah dan bukan sebagai
rangkaian mata pelajaran yang ditawarkan orang pemegang otoritas penuh yang dapat
sebagai jiwa dalam sebuah program berbuat apa saja (otoriter) terhadap
pendidikan di sekolah, tetapi kurikulum muridnya. Guru disebut sebagai
pun mengandung makna yang lebih luas. pembimbing karena mempunyai ilmu
Oleh karena itu, para pakar memaknai pengetahuan dan pengalaman yang banyak
kurikulum dengan titik berat yang berbeda. di bidang pendidikan, memahami karakter
Hirts dan Petters menekankan pada aspek peserta didik yang secara otomatis
fungsional, dalam hal ini kurikulum (semestinya) guru mampu menjadi
diposisikan sebagai rambu-rambu yang penasihat manakala peserta didik
menjadi acuan dalam proses pembelajaran. mengalami jalan buntu dalam memecahkan
Selain itu, kurikulum dijadikan acuan juga persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu
oleh pengelola lembaga pendidikan, karena peran utama pendidik adalah membantu
sarana dan prasarana serta pendukung peserta didik bagaimana mereka harus
lainnya harus disiapkan agar benar-benar belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga
sesuai dengan tuntutan kurikulum. Makna peserta didik akan berkembang menjadi
lain dari kurikulum dikemukakan oleh orang dewasa yang mandiri dalam
Musgave yang lebih menekankan pada lingkungannya yang akan selalu berubah.
ruang lingkup pengalaman belajar yang
meliputi pengalaman di luar maupun di Secara teoretis, John Dewey
dalam sekolah. Pendapat Musgave ini mengemukakan bahwa guru harus
sejalan dengan pendapat Stephen yang mengetahui ke arah mana anak akan
menyatakan bahwa kurikulum mencakup berkembang, karena anak hidup dalam
semua materi pelajaran, aktivitas dan lingkungan yang senantiasa terjadi proses
pengalaman peserta didik, dimana ia berada interaksi dalam sebuah situasi yang silih
dalam pengawasan lembaga pendidikan, berganti dan berkelanjutan.
baik yang terjadi di luar maupun di dalam Dalam penerapannya, prinsip
kelas. keberlanjutan mengandung arti bahwa masa
depan harus selalu diperhitungkan di setiap
33
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
34
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
35
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
36
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
37
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
38
Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470
dalam menentukan langkah dan tujuannya. ---------------, 2003. Metodologi Studi Islam,
d) Lingkungan merupakan hal penting yang Jakarta: Raja Grafindo Persada.
tidak dapat dipisahkan dengan proses Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat
pendidikan sebagai penunjang keberhasilan. Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
e) Metode yang digunakan dalam proses Group As’adi.
pendidikan harus diutamakan dibanding
materi ajar, karena metode menunjang Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-
proses. Ghazali Dimensi Ontologi dan
Aksiologi. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Pendidikan esensialisme merupakan
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak
suatu aliran yang kurang setuju terhadap
dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:
praktek pendidikan progressivisme, dengan
Amzah.
alasan bahwa pergerakan progresivisme
dianggap akan merusak standar intelektual Al-Abrasyi, Muhammad, Athiyah. 1974.
dan moral kaum muda dengan Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.
diberikannya kebebasan. Bagi aliran terj. Bustami Abdul Ghani dan Bohar
essensial, metode yang digunakan adalah Bahri. Jakarta: Bulan Bintang.
metode tradisional yang menekankan pada Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
inisiatif guru. Dalam hal ini, guru harus Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
orang terdidik dan menguasai ilmu Jakarta: PT. Rineka Cipta.
pengetahuan. Selain itu, seluruh aktifitas
Barnabid, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan,
kelas harus berada di bawah kendali dan
Sistem dan Metode, Yogyakarta:
penguasaan guru. Secara kelembagaan,
Andi Offset
esensialis menginginkan agar sekolah
berfungsi sebagai subjek proses pewarisan ----------------. 1994. Filsafat Pendidikan,
budaya dan sejarah yang mengandung nilai- Sistem dan Metode. Yogyakarta.
nilai luhur dari para filosof sebagai ahli Djumransyah. 2004. Filsafat Pendidikaan,
pengetahuan dimana nilai -nilai Malang: Bayu Media.
kebudayaan itu masih tetap terjaga dan
diterapkan dalam tata kehidupan sehari- Edward, P. dan Yusnadi. 2015. Filsafat
hari. Nilai-nilai moral yang berakar pada Pendidikan, Medan: UNIMED Press.
budaya masyarakat dijadikan dasar bagi Muis, I.S. (2004). Pendidikan Partisiptif
pembentukan mental para peserta didik. Menimbang Konsep Fitrah dan
Di Indonesia, para pengambil Progesivisme Jhon Dewey,
kebijakan bidang pendidikan perlu Yogyakarta: Safaria Insania Press.
meningkatkan intensitasnya dalam
mengkaji aliran-aliran filsafat tersebut guna Pidarta, M. 2000. Landasan Kepedidikan,
diambil manfaatnya demi kemajuan Jakarta : Rineka Cipta.
pendidikan secara menyeluruh. Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu
Mewaspadai kelemahan disertai dengan Mengurai Ontologi, Epistimologi
mempertimbangkan keunggulan dari aliran dan Aksiologi Pengetahuan,
progresivisme dan esensialisme merupakan Bandung: Remaja Rosdakarya.
tindakan bijak.
DAFTAR PUSTAKA
39