Anda di halaman 1dari 3

Lebaran Terakhir

Surya Mall terasa padat ,begitu banyak orang yang menginginkan memakai baju baru saat
lebaran.Tetapi ada seorang lelaki paruh baya,Husin namanya dia hanyalah seorang kusir delman yang
hanya bisa membaur dengan orang- orang yang bersemangat untuk membeli baju baju pada saat
lebaran karena lelaki berumur 50 tahun itu hanya bisa menahan hasratnya untuk membeli baju baru
untuk anak dan istrinya.

Laki laki itu terus bersemangat berkerja. Walaupun dalam hatinya mempunyai nazar untuk
membelikan baju baru untuk anak dan istrinya.ia hanya bisa membayangkan pohon pisang yang terdapat
di halaman rumahnya matang hari ini.Maklum saja hari ini malam ke-27 bulan ramadhan ini dia ingin
mengirimkan takjil untuk ke masjid,setibanya pulang kerja ia kaget karena ibunya datang untuk
berlebaran di kampung dengan membawa oleh-oleh berupa pisang yang berlimpah.

“Assalamu’alaikum … ” ucapnya pada saat memasuki rumah. Ia menyongsong ke dapur menyalami ibu
dan istrinya.
“Ibu, kapan tiba? Naik apa ibu kesini?” tanyanya. .
“ Tadi ibu naek bus sampe terminal terus langsung naek angkot.” jawab ibunya.
“ibu kenapa gak nelpon ke Husin untuk jemput ibu? ’’tanyanya
“Ya tadinya ibu mau nelpon ke kamu untuk jemput ibu tapi kenapa gak dijawab,terus ibu juga kebetulan
hanya bisa nepon kamu sekali karena batere hp ibu keburu habis,ya walaupun agak lama nunggu
angkotnya yang penting ibu bisa selamat sampe sini.”jawab ibunya dengan bijak
Husin menoleh ke ibu dengan muka bersalah. “maafnya bu tadi hp Husin juga habis karena lupa di
charge’’
“bukannya motor kamu udah dijual buat nguliahin si Danu yang sekarang mau kuliah di jurusan
kedokteran?’’tanya ibu kepada anaknya
“Iya bu,tetapi biaya kuliah semua udah terpenuhi lewat beasiswa sampe lulus.Husin hanya membiayai
Danu untuk kebutuhan sehari-hari aja walaupun hanya bisa menjual motor tua pemberian ayahanda
dulu’’jawab Husin
Si ibu hanya geleng-geleng kepala sambil mengelus dada dan beristighfar.perasaannya senang berampur
sedih karena cucunya bisa kuliah sampe lulus akan tetapi anaknya yang agak kerepotan dalam urusan
ekonomi.
Betapa mirisnya hati Husin memikirkan anak sulungnya itu. Danu adalah anak yang pintar dan
memiliki potensi besar, ia tidak mungkin menyurutkan semangat anaknya untuk meneruskan impiannya.
Untunglah pamannya mau membantu memberikan tempat tinggal yang di Bandung. Herman hanya
mampu membantu kehidupan sehari-hari Danu. Itu pun ia harus menjual motor, perhiasan dan tabungan
keluarga. Mereka sadar,walaupun sudah ada beasiswa,biaya pendidikan di kedokteran tidak murah
disertai biaya kehidupan sehari-hari di kota yang tinggi .

Gema takbir idul fitri menggema di setiap sudut bumi. Menyusup ke dalam relung jiwa insan
yang merindukan kemenangan tiba. Ria yang masih kecil sangat bersemangat memasukkan kue-kue
lebaran ke dalam stoples bersama kakak dan neneknya. Husin dan istrinya ada dalam kamar,
membicarakan sesuatu.

“… Kita nggak punya apa-apa bang. Tahun ini kita nggak bisa ngasih THR ke keponakan-keponakan
kita” tutur Nur sambil memelas.
Husin menggenggam tangan istrinya dengan lembut. “Sabar nur,yang penting kita masih bisa merayakan
hari raya ini bersama-sama kondisi yang sehat walafiat.
“Bang, maafkan saya. Jika saja usaha kita dulu tidak bangkrut, kita tidak perlu sampai meminta tolong
sama bang Anton untuk nitipin si Danu“

Hushh.”kamu kan tau bahwa bang Anton tuh hanya tinggal berdua saja dengan istrinya dan masih belum
mempunyai anak.Sudahlah tidak apa jika Danu tinggal disana dianggap oleh bang Anton sebagai anaknya
lagipula Kita seharusnya bersyukur Nur, di tengah kesulitan kita Allah masih ngebantu kita. Bisa nggak
kamu bayangin, Danu udah diterima di Kedokteran dengan perjuangannya yang gigih akhirnya nggak
percuma kita keluarkan uang begitu banyak untuk menyekolahkan Danu.’’
“Nur tak kuasa menahan rasa sedihnya’’
“jika kamu mengetahui bahwa anak itu jika kita rawat secara sungguh-sungguh walaupun kita miskin kita
bisa menjadikan anak kita menjadi berguna dunia dan akhirat.Perjuangan kita tidak akan sia-sia jika kita
dapat menjadikan anak itu investor masa tua kita dan menjadi penolong kita di Akhirat nanti ” jelas
Husin dengan rasa cinta yang begitu besar untuk mengokohkan keyakinan kepada istrinya itu. Bahwa
mereka bisa melalui semua rintangan itu.
“Saya bahagia memiliki kamu, mas … Maafkan saya kemarin-kemarin belum bisa menerima dengan
keadaan ini.” sesal Nur.
Idul fitri tahun ini mereka lalui dalam kesederhanaan namun sangat berharga. Bagi Danu itu merupakan
momen yang paling membahagiakan sebelum ia berangkat ke Bandung.

Waktu meninggalkan kampung tercinta tiba.Kampung dimana Danu belajar dan medapat
pengalaman begitu banyak dan akhirnya Danu diantar bapaknya dengan bus sepanjang perjalanan bapak
banyak memberi nasihat.
“perbanyak hafalanmu Nak. Jangan hanya menjadikan hafalanmu sebagai beasiswa untuk dapat biaya
kedokteran itu,perjuanganmu jangan sampai berhenti untuk terus menghafal dan menghafal… Ingat itu,”
pesan bapak.
Danu mengangguk. “Insya Allah, pak.”
“Bapak ingin, meskipun kamu berusaha meraih duniamu, tapi jangan lupakan akhiratmu. Bapak ingin di
akhirat nanti, anak-anak bapak dan juga jadi penolong kami ke surgaNya …”
Akhirnya mereka sampai di Bandung disambut Anton dan istrinya dengan senang. Tak lama, Husin ingin
segera berpamitan pulang.
“Kok buru-buru kenapa sih Sin? Baru juga kemarin. Ayolah kita jalan-jalan mumpung di Bandung.”
tawar Anton di saat minum kopi bersama di beranda depan.
“Nggak lah mas. Saya punya pekerjaan di kampung. Nur pasti menunggu saya.”
“kenapa waktu itu nggak ajak sekalian istrimu dan si Ria kemarin,kalian kan sudah lama nggak main ke
sini”
Husin tetap ingin untuk cepat pulang, meskipun Danu sendiri sangat sedih berpisah dari bapaknya.
Namun tak urung jua hari itu dia segera berpamitan. Diulang-ulangnya pesan untuk Danu sebelum pergi.
Sampai berjam-jam kemudian, belum ada kabar dari kampung kabar sampenya pak husin.

Sepuluh tahun kemudian …


Sama seperti tahun tahun sebelumnya, mereka sekeluarga selalu ada kegiatan untuk mendoakan bapaknya
yang entah hilang atau wafat.Danu sebagai pemimpin,Ria, ibu,dan istri Danu.
Sepuluh tahun memang sudah berlalu. Mereka sudah beranjak dewasa. Namun kabar bapaknya tidak
terdengar lagi hanya sebuah kenangan , perjuangannya dan kasih sayang tak akan lekang oleh waktu.
Impiannya sederhana, ia hanya ingin anak-anaknya menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat dan
seluruh keluarganya menjadi penghuni surga jika waktu itu tiba.

Anda mungkin juga menyukai