UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU
GLAUKOMA SEKUNDER
Disusun oleh :
PALU
2020
1
GLAUKOMA SEKUNDER
A. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel (Ilyas, 2004). Glaukoma
adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan intraokuli,
penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus.5,6
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama
tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan
atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam bola mata
(intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap saat mengalir
dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar. Bila dalam
pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan tekanan bola
mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan lapang pandang
mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya tekanan tersebut mengenai
saraf mata. 7
B. Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah
katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis Afrika
dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4:1.
Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih sering
dijumpai glaukoma sudut tertutup 3.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup),
miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma
dalam keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah
migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya
(darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi
primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.4
2
Hal yang memperberat resiko glaukoma 5:
• Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
• Makin tua makin berat, makin bertambah resiko
• Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih
• Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering
• Kerja las, risiko 4 kali lebih sering
• Miopia, risiko 2 kali lebih sering
• Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.
D. Etiopatogenesis
Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena
trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah
(katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.
Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang
akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :
1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris
2. Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun kanal
Schlemm.
3. Peningkatan tekanan vena episklera.
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut
humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik
posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena
penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan
terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf mata. Perlu diketahui,
saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Di otak, bayangan
tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu benda (vision).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata atau
menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh serabut saraf
rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan menimbulkan kebutaan
total.Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
3
pandang sentral. Pada penderita glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan serabut
saraf mata sehingga menyebabkan blind spot.6
Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik 7:
1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian tekanan
intraokuler.
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.
4
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe
yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris
perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular
meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang
sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.
Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO
berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik
secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD
berupa pembentukan sinekia anterior perifer.
Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pernah
mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia
anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari
TIO.
4. Glaukoma absolut
5
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik
mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dengan rasa sakit.
mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai dengan
intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
intraokuler.8
Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik
6
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik,
Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik
atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke belakang.
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6
hambatan pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata
depansehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan.
penutupan sudut bilik mata depan dan perlengketan di sudut tersebut yang kedua-
Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada badan
siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan
7
Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein lensa
dan makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik.
Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan iridosiklitis, hai ini
Pengobatan
Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor akuos)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan diiris dan
badan siliaris, maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,
untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih
seimbang, maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20 mmHg. Jika
8
banyak sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut KOA, sehingga aliran
juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa.
Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat pada lensa,
disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari KOP, tidak dapat melalui pupil untuk
masuk ke KOA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut KOA sempit dan
pupil bentuknya tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang dan fibrin, yang
kemudian mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah oklusi pupil sehingga akan
Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder yang dapat terjadi pada
stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi peradangan uvea
juga ikut keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat gangguan permeabilitas
stadium lanjut adanya seklusio pupil, oklusi pupil, sinekhia perifer dapat
menimbulkan gangguan aliran keluar dari humor akuos sehingga tekanan intraokuler
9
Gambar 2. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior
Pada tahap awal glaukoma sekunder akibat uveitis anterior, banyak berhubungan
dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar. Hambatan aliran
humor akuos berhubungan dengan menumpuknya sel-sel inflamasi dan serat fibrin
ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P) dapat muncul dan sudut
iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut tertutup oleh sinekhia perifer.
Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih banyak dengan medikamentosa.
Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit ini, pada banyak kasus, dapat terjadi
glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau efek
sekunder blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena pada
awalnya terjadi sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak terdeteksi
yang menyebabkan sinekhia perifer dan menjadi glaukoma sudut tertutup kronik
10
Gambar 3. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior
Gambar menunjukkan keadaan sudut tertutup (A) dengan presentase lebih dari
50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari sinekhia
perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada dipupil (P).
Anatomi dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas pada pemeriksaan
gonioskopi disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan adanya iris bombe
sehingga iris terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada kamera okuli posterior
sehingga menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut sudah terbuka maka kita
dapat mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokular, pengontrolan ini sulit dilakukan jika kondisi sudah berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup lama dan telah ada jaringan fibrotik permanen pada
trabekulum, pada keadaan ini glaukoma sekunder yang terjadi dapat berlangsung
permanen selamanya. Pada kasus yang lain, setelah periode panjang pada uveitis yang
tidak diterapi atau dikontrol, sudut perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer,
pada keadaan ini, tentu saja glaukoma juga dapat berlangsung permanen pula.10
11
I. Glaukoma sekunder akibat trauma
Pada cedera mata dapt terjadi pendarahan ke dalam bilik mata depan (hifema)
ataupun hal lain yang menutupi cairan mata keluar sehingga tekana intraokuler
sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pad atrauma tumpul mata yang
merusak sudut (resesi sudut).Selain itu limbusa atau kornea yang robek juga bisa
Glaukoma sekunder juga sering terjadi pasca pembedahan mata, hal ini sering
disebabkan oleh pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau sklera sehingga
menutup COA yang dapat menimbulkan glaukoma. Selain itu gagalnya pertumbuhan
COA posca operasi karena adanya kebocoran pada luka operasi juga bisa
Pada retinoblastoma mempunyai gejala mata merah, mata merah ini sering
sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus.
Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler
atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi
12
berobat. Pada funduskopi, tampak bercak yang berwarna kuning mengkilat
dapat menonjol ke dalam badan kaca. Di permukaannya ada neovaskularisasi
dan perdarahan, dapat disertai dengan ablation retina.
2. Stadium glaukoma
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meningkat
(glaukoma sekunder) yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta
keruh, pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.
3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan
eksoftalmus kemudian dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga
orbita disertai nekrosis di atasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi ke
belakang sepanjang N. II dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke
kelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian
menyebar ke seluruh tubuh.
terjadinya glaukoma, Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk menggunakan steroid
M. Penatalaksanaan
1. Midriatika
Penggunaan midriatika pada pupil untuk mencegah blok pupil dan untuk
2. Topikal kortikosteroid
13
Bentuk kedua dari terapi adalah penggunaan topikal kortikosteroid.
intraokuler pada 20%-30% individu. Jika hal ini terjadi dapat diganti
kuat.
Pada pasien yang tidak berespon pada midriatika dan topikal kortikosteroid
prednisolone oral dengan dosis awal 120 mg sehari dan memonitor reaksi
uvea anterior. Dimaksudkan jika dengan dosis 120 mg per hari dan sekresi
menurunkan dosis).
5. Cytotoxic
Pada pasien dengan glaukoma sekunder yang menjadi uveitis kronis dimana
yang baik dengan terkontrolnya glaukoma dan proses peradangan pada uvea
anterior .
6. Hipotensif agen
a. Simpatomimetik
14
- Mengurangi produksi humor akuos
b. Beta – blocker
15
7. Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian
pembakarn laser (lebar 50 mikrometer) pada jalinan trabekula, untuk
memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif,
namun tekanan intraokular secara perlahan kembali meningkat. Di
Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan untuk melakukan
pembedahan drainase dini. 10,11
8. Pembedahan
16
Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35-40 mmHg
dengan nervus optikus normal, maka diikuti 1-2 bulan untuk
memantau keadaan papil nervus optikus, lapang pandang,
peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini masih dalam batas normal
sementara uveitis masih aktif dan ophtalmologis yakin masih ada
kemungkinan terapi berhasil maka terapi medikamentosa dapat
diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus sudah menunjukkan
tanda-tanda kerusakan dan defek lapang pandang sudah sangat
spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah terjadi
sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah
muncul, diperlukan trabekulektomi, seklusio pupil dapat diatasi
dengan iridektomi perifer (dengan laser). Iridektomi perifer dan
pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika terjadi sinekhia posterior
yang ektensif antara iris dan lensa. dilakukan secara dini sebagai
terapi glaukoma. 10
Pathway Trabeculotomy
L. Komplikasi
Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma
yaitu gloukoma absolut.
M. Prognosis
Diagnosis yang lebih awal dan penanganan dini pada glaukoma dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19