Anda di halaman 1dari 4

Tatalaksana Hemoptisis

Sebelum melakukan tatalaksana hemoptisis, pertama-tama harus dievaluasi apakah


hemoptisis itu benar hemoptisis atau pseudohemoptisis (perdarahan dari saluran cerna).1

Tujuan utama tatalaksana hemoptisis adalah menjaga keamanan dari saluran nafas. Darah
dalam jumlah banyak di bronkial dapat mengganggu fungsi paru dalam pertukaran gas. Saturasi
oksigen sebaiknya dipantau pada pasien dengan hemoptisis. pemasangan jalur intravena. Pasien
sebaiknya tidak diberikan obat supresi batuk karena dapat menyebabkan retensi darah di paru.1

Petugas medis yang menangani pasien dengan hemoptisis sebaiknya memakai alat
pelindung diri yang lengkap, untuk menghindari transimisi penyakit. Petugas medis sebaiknya
memakai pelindung tangan panjang, goggles, masker, dan sarung tangan. Pasien juga sebaiknya
ditaruh di ruang isolasi untuk mencegah transmisi penyakit melalui udara, karena semua pasien
dengan hemoptisis sebaiknya dicurigai sebagai tuberkulosis. Jika sudah diketahui sumber
perdarahan pasien (paru kiri/kanan), pasien sebaiknya diposisikan dengan cara dimiringkan
dengan paru yang mengalami perdarahan berada di sisi bawah, agar paru yang sehat tidak
terendam oleh darah.1

Obat antifibrinolitik ini sering digunakan untuk pasien dengan perdarahan mukosa
atau pasien dengan gangguan pembekuan darah. Penelitian oleh Wong dkk melaporkan
bahwa asam traneksamat ini efektif pada pasien dengan hemoptisis akibat cystic fibrosis
yang gagal dengan embolisasi arteri bronkial. Graff melaporkan sebuah kasus dimana
seorang pasien dengan hemoptisis berulang akibat cystic fibrosis yang sudah menjalani 12
kali embolisasi namun masih terus mengalami hemoptisis. Pasien kemudian diberikan asam
traneksamat oral selama 13 bulan dan dilaporkan tidak mengalami hemoptisis berulang.

Asam traneksamat selain diberikan melalui intravena dan oral, dapat juga diberikan
secara topikal, seperti pemberian secara intra pleural pada pasien dengan mesotelioma
maligna dengan hemotoraks. Pemberian asam traneksamat topikal pada bronkus juga pernah
dilaporkan oleh Solomonov dkk. Pasien dengan hemoptisis sedang menjalani bronkoskopi
untuk dilakukan biopsi dan injeksi adrenalin pada perdarahan. Setelah gagal dengan lavage
saline dingin dan adrenalin, pasien diberikan asam traneksamat topikal (500-1000 mg).
Perdarahan kemudian berhenti beberapa detik setelah pemberian asam traneksamat. Pasien
rawat jalan beberapa hari kemudian tanpa mengalami hemoptisis berulang.

Sedangkan pada tatalaksana hemoptisis non-masif, untuk membedakan apakah


perdarahan dari saluran nafas atau saluran cerna (pseudohemoptisis), maka dapat dilakukan
pemeriksaan menggunakan kertas likmus. Bila lakmus berubah menjadi merah (acidic)
maka perdarahan berasal dari saluran cerna. Jika kertas lakmus menjadi biru, maka darah
kemungkinan dari saluran nafas.

Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :2
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan
mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian
pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang
menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan
menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks
batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan
renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
Terapi konservatif.2
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). Kepala lebih
rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. Batuk secara perlahan – lahan untuk
mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi. Dada
dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita. Pemberian obat – obat
penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium. Antibiotika untuk
mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi serta Pemberian oksigen. Kemudian stelah pasien stabil di siapkan untuk di rujuk ke
Rumah Sakit terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Reza Nugraha Yulisar.2016. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Hemoptisis. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis.
2. World Health Organization.Treatment of Tuberculosis Guideline. 2010 : Geneva,
Switzerland

Anda mungkin juga menyukai