Anda di halaman 1dari 2

AN NIDA HIDAYATUNNAZHIFA

11191110000043
SOSIOLOGI 2B
Resume Bab II – bagian A

Era Reformasi : Demokrasi dan Ujian Kebangsaan


Setelah gerakan reformasi muncul dan mengakhiri kekuasaan panjang Orde Baru ,
Pancasila tidak lagi menjadi jargon pembangunan. Reformasi telah melahirkan era baru bagi
bangsa Indonesia dimana negara dan pemerintah tidak lagi menjadi smber utama dalam
memaknai nilai-nilai Pancasila. Lahirnya era reformasi seolah menjadi tonggak pemisah
antara masa lalu yang serba Pancasila dan masa sekarang yang tanpa Pancasila. Bisa
dikatakan bahwa pemerintah Orde Baru telah memanipulasi Pancasila dari fungsinya sebagai
pedoman hidup bersama semua komponen bangsa yang dibelokkan menjadi sebatas alat
politik kekuasaan. Praktik Orde Baru yang sarat dengan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)
telah menjadi senjata yang menikam tuannya sendiri. Di tengah gagap gempita gerakan
reformasi, Pancasila telah menjadi korban salah sasaran. Dikarenakan Pancasila yang identik
dengan pemerintahan Orde Baru, selama era reformasi, Pancasila tak lagi terdengar dalam
pidato kenegaraan pemerintahan dan wacana politik nasional. Pancasila terasing dari bumi
kelahirannya yang tengah dimabok reformasi.

Datangnya era reformasi, tentu jug memicu timbulnya berbagai macam koflik.
Konflik-konflik tersebut diantarnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), lepasnya Timor-Timur
dan Gerakan Papua Merdek yang mengancam pisah dari NKRI. Selain itu, konflik bernuansa
primordial juga bermunculan baik etnik maupun agama. Konflik antar-etnis muncul di
Kalimantan Barat, disusul dengan konflik berdarah bernuansa agama di Ambon dan sejumlah
daerah.

Tak hanya konflik-konflik yang bermunculan, impian-impian politik masa lalu juga
muncul kembali seiring datang nya demokratisasi dan reformasi. Khususnya di Ibu Kota
Negara, gerakan radikal Islam muncul bak jamur di musim penghujan. Gerakan-gerakan ini
memunculkan wacana pemberlakuan syariat Islam hingga wacana penggantian Ideologi
Negara Pancasila dengan dasar agama. Hal serupa oleh kalangan lain dengan mewacanakan
pemberlakuan ajaran di suatu kawasan bahkan ancaman pemisahan dari NKRI. Indonesia
yang sedang berjalan dengan demokrasi berhadapan dengan ancaman gerakan primordial
yang serius.

Namun, berkat euphoria demokrasi, Indonesia menjadi masyarakat yang terbuka dan
kritis. Demokrasi telah menjadikan segala hal dimasa lalu menjadi layak dipertanyakan dan
bahkan digugat. Akan tetapi, demokrasi juga memberikan dampak peran Negara yang kian
melemah. Ditambah masyarakat yang mengalami kehilangan arah karena belum akrab
dengan sistem demokrasi, membuat terciptanya kondisi kegamangan masyarakat Indonesia.
Terjadinya kesalahpahaman masyarakat terhadap demokrasi yang masih banyak dipahami
sebagai ekspresi kebebasan tanpa dibarengi tanggung jawab dan penghormatan hak asasi
orang lain.

Keawaman masyarakat atas demokrasi ini menjadi kendala serius bagi Indonesia yang
tengah mewujudkan demokrasi yang sebenarnya. Transmisi demokrasi Indonesia masih
diwarnai tindakan anarkis, baik antara warga Negara dengan Negara maupun diantara
sesame warga Negara. Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia paska Orde Baru tengah
menghadapi ujian yang tidak ringan.

Dibalik ujian kebangsaan diatas, sejumlah langkah perbaikan menuju tata kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis sudah menunjukkan tanda-tanda yang
menggembirakan. Sistem politik dengan pemilu yang semakin terbuka dengan kontestan
banyak partai politik dan pembatasan jabatan presiden menjadi indicator demokrasi Indonesia
yang penting. Keterbukaan politik, kebebasan pers dan berserikat serta berkumpul dan
kebebasan beragama yang semakin semarak di era reformasi semakin menambah kualitas
demokrasi Indonesia. Namun, hingga saat ini Indonesia masih belum bebas dari ancaman-
ancaman gerakan radikalisasi agama dengan agenda pemberlakuan syariat Islam, korupsi dan
politik uang dan semangat primordial yang membonceng wacana demokrasi dan kebijakan
desentralisasi (otonomi daerah).

Alih-alih mewujudkan kesejahteraan ,demokrasi masih belum menampakkan janjinya


untuk menyejahterakan rakyat. Sebaliknya, demokrasi masih sebatas kosmetik politik yang
bersifat prosedual dengan transaksi politik uang yang dilakukan elite politik pusat maupun
local sebagai mesin penggeraknya. Tujuan desentralisasi pun dibelokkan untuk pencapaian
kekuasaan sesaat . pemekaran daerah yang membonceng pelaksanaa otonomi daerah dan
wacana desentralisasi masih banyak didasarkan pada ambisi politik tokoh lokal dari pada
semangat membangun daerah dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang bersih.

Integrasi bangsa dan jati diri Indonesia yang majemuk pun terancam karena
bertambahnya transaksi politik berdasarkan uang dan pemberlakuan peraturan daerah yang
bernuansa agama. Berbarengan dengan gejala ini, kegamangan pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam menangani kasus-kasus yang bernuansa pelanggaran HAM dan lain-
lain semakin melebar. Sehingga dapat dikategorikan sebagai ancaman potensial bagi masa
depan demokrasi Indonesia. Bahkan beragam realitas yang tidak sejalan dengan cita-cita
reformasi ini tidak hanya menjadi ancaman bagi demokrasi semata, tetapi juga menjadi
ancaman serius terhadap eksistensi empat consensus atau pilar wawasan kebangsaan
Indonesia; Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Anda mungkin juga menyukai