Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH K3 PERTAMBANGAN

KEPMEN NO 555 TAHUN 1995

DISUSUN OLEH

DIANA

( 3022018468 )

PROGRAM STUDI TEKNIK NEGRI KETAPANG

JURUSAN POLITEKNIK NEGRI KETAPANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sheingga karena karunia-
nya kami dapat menyelesaikan makalah “ KEPMEN No 555 Tahun 1995 ”

Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalh ini masih jauhdri kata kesempurnaan,Oleh


karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan dengan
sebaik baiknya.
LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup manusia dan


mengurangi sumber kecelakaan, cedera dan stress akibat dari pekerjaan. Namun
demikian, kemajuan teknologi juga membawa sumber-sumber stress kerja dan
cidera baru. Kompleknya teknologi modern, perubahan bentuk kerja, organisasi
kerja dan sistem produksi menempatkan suatu tuntutan yang tinggi pada daya
kerja. Sebagai akibatnya, tingkat dan bentuk potensi bahaya di tempat kerja yang
harus dihadapi pekerja juga akan berubah. Hal ini terjadi karena SDM yang ada
tidak bisa mengimbangi peralatan dan atau metode kerja yang digunakan. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka implementasi peningkatan kinerja K3 dan
ergonomi adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin agar setiap pengembangan dan penggunaan teknologi dapat diterima
dan menguntungkan semua pihak yang melakukan transfer teknologi itu sendiri
(Tarwaka, 2008).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam


setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun sektor modern.
Khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan kepada
kebiasaan lain, perubahan-perubahan ini pada umumnya menimbulkan beberapa
permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa
berbagai akibat buruk bahkan fatal (Silalahi dan Silalahi, 1995). Peraturan tentang
Keselamatan dan Kesehatan kerja Pertambangan umum sudah ada sejak tahun
1930 dengan nama Mijn Politie Reglement (MPR) yang merupakan peraturan
yang dibuat pada masa pemerintahan Hindia – Belanda. Disusul dengan PPRI No.
19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan 13 keselamatan kerja di
bidang pertambangan yang dilakukan oleh Menteri Pertambangan. Setelah
mempelajari pertimbangan ilmu teknologi modern mengenai pemakaian peralatan
pertambangan dan dalam rangka memperlancar usaha–usaha aktifitas
pembangunan, maka pada tahun 1995 telah disempurnakan dengan terbitnya
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555/K/26/M.PE/1995 tanggal
22 mei 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum
(Direktorat Pertambangan dan Energi, 1995).
PEMBAHASAN

Pasal 1
Pengertian

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Tempat Usaha Pertambangan adalah setiap tempat pekerjaan yang
bertujuan atau berhubungan langsung dengan penyelidikan umum,
eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi atau eksploitasi,
pengolahan atau pemurnian, pengangkutan, penjualan, bahan galian
golongan a, b dan c termasuk sarana dan prasarana penunjang yang ada di
atas atau di bawah tanah, baik yang berada dalam satu wilayah atau pada
tempat yang terpisah.
2. Perusahaan Pertambangan adalah orang atau badan usaha yang diberi
wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan berdasarkan Kuasa
Pertambangan atau Perjanjian Karya.
3. Tambang Bawah Tanah adalah suatu sistem penambangan untuk
mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di bawah tanah.
4. Pekerja Tambang adalah setiap orang yang langsung bekerja pada kegiatan
usaha pertambangan.
5. Kecelakaan Tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja
tambang atau orang yang mendapat izin masu pada kegiatan usaha
pertambangan.

Pasal 2
Ruang Lingkup

1. Keputusan Menteri ini berlaku untuk seluruh kegiatan usaha pertambangan


Karya atau pada tempat lain yang telah ditetapkan sebagai proyek oleh
Direktur Jenderal atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sesuai dengan
kewenangannya.
2. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat memberikan pengecualian
terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri ini
atas dasar permintaan pengusaha atau Kepala Teknik Tambang.

Bagian Kedua Larangan Memasuki Wilayah


Kegiatan Usaha Pertambangan
Pasal 3

1. Dilarang memasuki atau berada pada suatu lokasi kegiatan usaha


pertambangan kecuali mereka yang bekerja atau mendapat izin.
2. Bagi mereka yang mendapat izin untuk memasuki suatu wilayah kegiatan
usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai
oleh Kepala Teknik Tambang atau petugas yang ditunjuk yang memahami
situasi dan kondisi daerah yang akan dikunjungi.
3. Jalan yang ditetapkan oleh Kepala Teknik Tambang sebagai jalan khusus
yang dipergunakan kegiatan usaha pertambangan dan apabila diberikan
hak kepada umum untuk mempergunakannya maka keselamatan
penggunaan hak tersebut menjadi tanggung jawabnya.

Bagian Ketiga Pengusaha Pertambangan


Pasal 4 Kewajiban

1. Pengusaha baru dapat memulai kegiatan usaha pertambangan setelah


memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang
2. Pengusaha dalam waktu 2 minggu setelah salah satu dari setiap kegiatan di
bawah ini harus mengirimkan laporan tertulis kepada Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang, yaitu :
a) memulai kegiatan eksplorasi, pembukaan tambang, dan
terowongan baru mendatar atau terowongan pada lapisan batubara
tambang bawah tanah.
b) memulai pembuatan sumuran baru atau jalan keluar untuk setiap
tambang bawah tanah.
c) menghentikan kegiatan atau meninggalkan setiap tambang
permukaan atau setiap terowongan mendatar atau terowongan pada
lapisan, sumuran atau jalan keluar dari tambang bawah tanah yang
dihitung 12 bulan dari tanggal kegiatan terakhir, kecuali telah
ditinggalkan sebelumnya.
3. Pengusaha harus menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat
pelindung diri, fasilitas, dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya
peraturan ini.
4. Pengusaha harus menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri yang
diperlukan sesuai dengan jenis, sifat dan bahaya pada pekerjaan yang
dilakukannya dan bagi setiap orang yang memasuki tempat usaha
pertambangan.
5. Berdasarkan pertimbangan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang,
pengusaha harus menyediakan akomodasi yang patut pada atau dekat
usaha pertambangan untuk Pelaksana Inspeksi Tambang selama
melakukan tugasnya.
6. Pengusaha harus memberikan bantuan sepenuhnya kepada Pelaksana
Inspeksi Tambang dalam melaksanakan tugasnya.
7. Pengusaha harus menghentikan pekerjaan usaha pertambangan, apabila
Kepala Teknik Tambang atau petugas yang ditunjuk tidak berada pada
pekerjaan usaha tersebut.

Pasal 11
pengawasan Operasional

1. Kepala Teknik Tambang dalam melakukan tugas dan fungsinya dibidang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pekerjaan di tambang, permesinan
dan perlistrikan serta peralatannya dibantu oleh petugas yang bertanggung
jawab atas unit organisasi perusahaan yang bersangkutan.
2. Dalam hal pengusaha belum mengangkat petugas-petugas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) Kepala Teknik Tambang dapat menunjuk atau
mengangkat petugas dimaksud.
3. Petugas-petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dalam
melaksanakan tugasnya disebut sebagai pengawas operasional atau
pengawas teknis dan bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang.

Pasal 12
Kewajiban Pengawas Operasional

Pengawas operasional wajib :


1. bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang untuk keselamatan
semua pekerjaan tambang yang menjadi bawahannya;
2. melaksanakan inspeksi, pemeriksaan, dan pengujian;
3. bertanggung jawab atas keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan dari
semua orang yang ditugaskan kepadanya dan
4. membuat dan menandatangani laporang-laporan pemeriksaan, inspeksi
dan pengujian.

Pasal 23
Bagian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Pada setiap kegiatan usaha pertambangan berdasarkan pertimbangan jumlah


pekerja serta sifat atau luasnya pekerjaan, Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
dapat mewajibkan pengusaha untuk membentuk unit organisasi yang menangani
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berada dibawah pengawasan Kepala
Teknik Tambang.
Pasal 24
Tugas Bagian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tanggung jawab sebagai


berikut :
1. mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau
kejadian yang berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan,
penyebab kecelakaan, menganalisis kecelakaan, dan pencegahan
kecelakaan.
2. mengumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan-kegiatan yang
memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberi
saran kepada Kepala Teknik Tambang penambangan, dan penggunaan
alat-alat deteksi serta alat-alat pelindung diri.
3. memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan
mengadakan pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah, diskusi-diskusi,
pemutaran film, publikasi dan lain sebagainya
4. apabila diperlukan, membentuk dan melatih anggota-anggota Tim
Penyelamat Tambang
5. menyusun statistik kecelakaan dan melakukan evaluasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Pasal 25
Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk melengkapi tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dalam


pelaksanaannya dapat membentuk kelompok kerja (komite) pada setiap jenjang
struktural yang mempunyai tugas :
a. secara teratur melakukan pemeriksaan bersama-sama mengenai setiap
aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta masalah-masalah yang ada
kaitannya yang telah ditemukan di tambang dan mengusulkan tindakan-
tindakan untuk mengatasi maslaah tersebut dan
b. mengatur inspeksi terpadu seperlunya ke tempat-tempat kerja di tambang
dalam melaksanakan fungsinya.

Pasal 26
Persyaratan

1. Pekerja tambang harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan sifat


pekerjaan yang akan diberikan kepadanya dan harus sehat jasmani maupun
rohani
2. Dilarang bagi pekerja tambang wanita bekerja pada tambang bawah tanah
kecuali yang bertugas dalam pekerjaan kesehatan atau melaksanakan tugas
belajar, penelitian dan mendapatkan rekomendasi dari Kepala Teknik
Tambang.
3. Dilarang menugaskan pekerja tambang bekerja seorang diri pada tempat
terpencil atau dimana ada bahaya yang tidak diduga (kecuali tersedia alat
komunikasi yang langsung dengan pekerja lain yang berdekatan).
4. Dilarang mempekerjakan pekerjaan tambang dalam keadaan sakit atau
karena sesuatu sebab tidak mampu bekerja secara normal.
5. Apabila dari hasil penyelidikan Pelaksana Inspeksi Tambang, Kepala
Teknik Tambang atau Kepala Bagian Tambang bawah tanah ternyata
ditemukan pekerja tambang melanggar Keputusan Menteri ini dengan
sengaja, maka pekerja tambang tersebut dapat dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 27
Pemeriksaan Kesehatan

1. Para pekerja tambang berhak untuk mendapatkan pemeriksaan


kesehatannya yang menjadi kewajiban perusahaan.
2. Pekerja tambang harus diperiksa kesehatannya (pemeriksaan menyeluruh)
secara berkala oleh dokter yang berwenang.
3. Pekerja tambang bawah tanah harus diperiksa kesehatannya sekurang-
kurangnya dua kali setahun.
4. Pekerja tambang yang bekerja ditempat yang dapat membahayakan paru-
paru, harus dilakukan pemeriksaan kesehatan secara khusus.
5. Berdasarkan ketentuan yang berlaku Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
dapat menetapkan kekerapan pemeriksaan kesehatan pekerja tambang
yang menangani bahan berbahaya oleh dokter yang berwenang.

Pasal 33
Tindakan Mencegah Bahaya
Setiap pekerja tambang wajib untuk :
a. memperhatikan dan menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya serta
orang-orang lain yang mungkin terkena dampak dari perbuatannya atau
ketidakhadiran ditempat kerjanya.
b. melaksanakan instruksi-instruksi yang diberikan demi keselamatan dan
kesehatannya serta orang lain.
c. menggunakan alat-alat keselamatan dan pelindung diri dengan benar.
d. segera melaporkan ke atasannya langsung tentang keadaan yang menurut
pertimbangannya akan dapat menimbulkan bahaya dan yang tidak
diatasinya sendiri.
e. melaporkan setiap kecelakaan atau cidera yang ditimbulkan oleh pekerjaan
atau yang ada hubungannya dengan pekerjaan.
KESIMPULAN
Penanggulangan dan pengurangan kecelakaan kerja adalah ddengan adanya
program pendidikan dan peraturan perusahaan yang dibuat yaitu seperti diatur
dalam Undang Undang No 1 Tahun 1995 tentang keselamatan kerja .
Dengan adanya program pendidikan dan peltihan yang dilakukan secra rutin
dalam waktu 1 tahun sekali dengan bekerja sama dengan diklat ( pendididkan dan
pelatihan ) sehingga dapat membantu dalam proses memnimimalisir tingkat
kecelakaan pada saat bekerja.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat dijadikan masukan dan
pertimbangan sebgai berikut
Pendidikan dan pelatihan sebaiknya dilakukan tidak hanya sekali dlam 1 tahun
tetapi dilakukan denan jangka wkatu 1 tahun 2 kali guna untuk meminimalisir
angaka kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Bennett Silalahi dan Rumondang Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo
Departemen Kesehatan RI, 2003. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi Jasa
Boga.Jakarta
Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, 2004. Keputusan Menteri
Petambangan dan Energi Nomor: 555.K/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Jakarta
Suardi, Rudi, 2005. Sistem Manajemen Kesehatan & Keselamatan
Kerja.Jakarta: Penerbit PPM.

Anda mungkin juga menyukai