Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

BUNGA AMILIA SUARI

KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Rumah sakit merupakan tempat
kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin
kompleks peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit
mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi
juga pengunjung rumah sakit.
Dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas
maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap
para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di
RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah
pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
B.   Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah apa saja potensi bahaya yang ada di RS dan bagaimana pengendalian
serta pencegahan kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

C.   Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di RS dan
bagaimana pengendalian serta pencegahan kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Dalam bekerja, Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka
jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain
yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B.   Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan
kesehatan. Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi:

No Bahaya Lokasi Pekerjaan yang paling


Potensial Beresiko
1 Fisik: IPSRS,laundry, dapur,CSSD, Karyawan yang bekerja
Bising gedung genset boiler, IPAL di lokasi tersebut

Getaran Ruang mesinmesin dan Perawat, cleaning service


peralatan yang dll.
menghasilkan getaran
(ruang gigi dll)
Debu Genset, bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi gigi,
laboratorium gigi, gudang rekam petugas IPS dan rekam
medis, incenerator. medis.
Panas CSSD, dapur, laundry, Pekerja dapur, pekerja
incinerator, boiler. laundry, petugas sanitasi dan
IPRS.
Radiasi XRay,OK yang menggunakan c- Ahli radiologi, radiotherapist
arm, ruang fisioterapi, unit gigi. Dan radiographer,ahli fisioterapi
dan petugas rontgen gigi
2 Kimia: Semua area Petugas kebersihan, perawat
disinfektan

Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat,


pembuangan limbah, Petugas pengumpul sampah.
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat.
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat,
mayat, gudang farmasi. petugas laboratorium dan
farmasi.
Methyl: Ruang pemeriksaan gigi. Petugas/dokter gigi, dokter
Methacrylate, Hg bedah, perawat..
(amalgam)
Solvents Laboratorium, bengkel Teknisi, petugas
kerja, semua area di RS laboratorium, petugas pembersih.

Gasgasanestesi Ruang operasi gigi, OK, Dokter gigi, perawat, dokter


ruang pemulihan (RR). bedah, dokter/perawat
anestesi.
3 Biologik: IGD, kamar operasi, ruang Dokter, dokter gigi, perawat,
AIDS, Hepatitis pemeriksaan gigi, laboratorium, petugas laboratorium, petugas
B dan Non A laundry. sanitasi dan laundry.
Non B
Cytomegalovirus Ruang kebidanan , ruang Perawat, dokter yang bekerja
anak. di bagian ibu dan anak.

Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat.

Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas


Ruang isolasi. laboratorium, fisioterapis.
4 Ergonomik: Area pasien dan tempat Petugas yang menangani
Pekerjaan yang penyimpanan barang pasien dan barang.
dilakukan secara (gudang).
manual
Postur yang Semua area Semua Karyawan
salah dalam
melakukan pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
Berulang pembersih, fisioterapis, sopir,
operator computer, yang
berhubungan dengan pekerjaan juru
tulis.
5 Psikososial: Semua area Semua karyawan
Sering kontak dengan
pasien, kerja bergilir,
kerja berlebih,
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara
lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Hasil laporan National Safety
Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar
dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain.

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat,
87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100
perawat per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di
RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
petugas di RS sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin
meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3
RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik
bagi pengelola maupun karyawan RS.

C.   Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan


mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan atau fungsi manajemen tersebut dibagi menjadi :

A. Planning (perencanaan)

B. Organizing (organisasi)

C. Actuating (pelaksanaan)

D. Controlling (pengawasan)

a)    Planning/ (Perencanaan)


Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien –
perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaimana cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. Hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian,
juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu
usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b)   Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini
baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang
tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja rumah sakit /


instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.

5. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.

c)    Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas,


mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang sinkron, sehingga semua
aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja
yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah
sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan
dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi
penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas
semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

d)   Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan


terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat
menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain:

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan
yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari
risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.

4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

Bahaya potensial yang saya bahas disini adalah masalah ergonomi. Ergonomi adalah
penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuian
bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum agar bermanfaat demi efisiensi dan
kesejahteraan. Dalam penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu : tempat
kerja,posisi kerja dan proses kerja.
a. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri. Posisi duduk dimana kaki tidak terbebani
dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana
posisi tulang belakang vertical dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua
kaki.
b. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja
dan sesuai dengan ukuran antropometrinya.
c. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja
d. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni dengan
kepala,bahu,tangan,punggung. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera
tulang punggung,jaringan otot, dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.

Dari yang saya pernah temui di lapangan, masih banyak beberapa perawat maupun dokter
yang melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan ergonominya. Contohnya dalam melakukan
pemasangan infus ataupun dalam melakukan penjahitan luka. Perawat atau dokter masih
melakukannya dalam posisi berdiri sehingga postur tubuh jadi membungkuk. Disarankan
perawat ataupun dokter untuk menggunakan kursi dalam melakukan tindakan seperti
pemasangan infuse ataupun penjahitan luka. Pihak RS juga sebaiknya menyediakan kursi yang
tingginya dapat dinaikkan atau diturunkan agar perawat ataupun dokter dapat menyesuaikan
tinggi tempat tidur sejajar dengan bagian bawah siku lengan atasnya saat memberikan pelayanan
dengan durasi lebih dari dua menit dan berulang-ulang. Membungkuk merupakan posisi
pekerjaan perawat yang tidak mungkin dihindari terutama saat memberikan pelayanan kepada
pasien yang sedang berbaring di tempat tidur. Postur membungkuk adalah postur yang sangat
berisiko, karena saat fleksi terjadi ketegangan otot (strain). Proses berikutnya dapat merusak
lapisan diskus intervertebral dan bila keadaan terus berlanjut dan/atau mendapat beban yang
berat seperti mengangkat dan memindahkan pasien, maka kerusakan diskus intervertebralis dapat
berlanjut menjadi kerusakan pada tulang vertebra yaitu iritasi vertebra bahkan dapat terjadi
fraktur vertebra.
Maka di sinilah pentingnya mengidentifikasi dan menilai risiko ergonomik agar dapat
dilakukan pengendalian risiko sedini mungkin sebelum terjadi penyakit yang menetap, karena
penanganan kasus yang sudah lanjut untuk kembali seperti semula sangatlah sulit. Disini selain
peran pekerja rumah sakit, peran dari pihak manajemen RS juga sangat menentukan. Pihak RS
harus selalu memberikan sosialisasi bagi semua pekerja yang ada di RS agar selalu menerapkan
sistem K3 yang baik. Pihak RS juga harus mencanangkan dan menjalankan upaya pengendalian
bahaya. Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi setelah
identifikasi bahaya potensial di RS untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Dampak
kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK).
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan
yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya
radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan.
Implementasi tugas, dan fungsi pokok K3 RS masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak
dapat mencapai standart-standart yang harusnya terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah
sakit. Salah satunya adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya
dari kecelakaan kerja dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan
mengenai K3 di Rumah Sakit harus lebih ditingkatkan lagi.

B.   Saran
1. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di rumah
sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta
tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat meminimalkan
tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
2. Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3 RS yang ada yaitu dengan cara melakukan
pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang kerjanya
terkait dengan K3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
3. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku.
4. Rumah Sakit secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai apakah
kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem K3RS yang
selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian
dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(K3) di Rumah Sakit. Viewed 24 october 2011
<http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/KMK%20432-IV%20K3%20RS.pdf>
2. Kepmenkes RI, 2007. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit.Jakarta :Menkes.
Kepmenkes RI, 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta:
Menkes
3. Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.
4. Sunaryo W. Ergonomi dan K3. Bandung: Rosdakarya; 2014.

Anda mungkin juga menyukai