DISUSUN OLEH :
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di RS dan
bagaimana pengendalian serta pencegahan kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan
kesehatan. Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi:
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat,
87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100
perawat per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di
RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
petugas di RS sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin
meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3
RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik
bagi pengelola maupun karyawan RS.
A. Planning (perencanaan)
B. Organizing (organisasi)
C. Actuating (pelaksanaan)
D. Controlling (pengawasan)
c. Mengapa mengerjakan
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian,
juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu
usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini
baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang
tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.
5. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain:
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan
yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari
risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
Bahaya potensial yang saya bahas disini adalah masalah ergonomi. Ergonomi adalah
penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuian
bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum agar bermanfaat demi efisiensi dan
kesejahteraan. Dalam penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu : tempat
kerja,posisi kerja dan proses kerja.
a. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri. Posisi duduk dimana kaki tidak terbebani
dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana
posisi tulang belakang vertical dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua
kaki.
b. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja
dan sesuai dengan ukuran antropometrinya.
c. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja
d. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni dengan
kepala,bahu,tangan,punggung. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera
tulang punggung,jaringan otot, dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Dari yang saya pernah temui di lapangan, masih banyak beberapa perawat maupun dokter
yang melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan ergonominya. Contohnya dalam melakukan
pemasangan infus ataupun dalam melakukan penjahitan luka. Perawat atau dokter masih
melakukannya dalam posisi berdiri sehingga postur tubuh jadi membungkuk. Disarankan
perawat ataupun dokter untuk menggunakan kursi dalam melakukan tindakan seperti
pemasangan infuse ataupun penjahitan luka. Pihak RS juga sebaiknya menyediakan kursi yang
tingginya dapat dinaikkan atau diturunkan agar perawat ataupun dokter dapat menyesuaikan
tinggi tempat tidur sejajar dengan bagian bawah siku lengan atasnya saat memberikan pelayanan
dengan durasi lebih dari dua menit dan berulang-ulang. Membungkuk merupakan posisi
pekerjaan perawat yang tidak mungkin dihindari terutama saat memberikan pelayanan kepada
pasien yang sedang berbaring di tempat tidur. Postur membungkuk adalah postur yang sangat
berisiko, karena saat fleksi terjadi ketegangan otot (strain). Proses berikutnya dapat merusak
lapisan diskus intervertebral dan bila keadaan terus berlanjut dan/atau mendapat beban yang
berat seperti mengangkat dan memindahkan pasien, maka kerusakan diskus intervertebralis dapat
berlanjut menjadi kerusakan pada tulang vertebra yaitu iritasi vertebra bahkan dapat terjadi
fraktur vertebra.
Maka di sinilah pentingnya mengidentifikasi dan menilai risiko ergonomik agar dapat
dilakukan pengendalian risiko sedini mungkin sebelum terjadi penyakit yang menetap, karena
penanganan kasus yang sudah lanjut untuk kembali seperti semula sangatlah sulit. Disini selain
peran pekerja rumah sakit, peran dari pihak manajemen RS juga sangat menentukan. Pihak RS
harus selalu memberikan sosialisasi bagi semua pekerja yang ada di RS agar selalu menerapkan
sistem K3 yang baik. Pihak RS juga harus mencanangkan dan menjalankan upaya pengendalian
bahaya. Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi setelah
identifikasi bahaya potensial di RS untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Dampak
kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK).
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan
yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya
radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan.
Implementasi tugas, dan fungsi pokok K3 RS masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak
dapat mencapai standart-standart yang harusnya terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah
sakit. Salah satunya adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya
dari kecelakaan kerja dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan
mengenai K3 di Rumah Sakit harus lebih ditingkatkan lagi.
B. Saran
1. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di rumah
sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta
tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat meminimalkan
tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
2. Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3 RS yang ada yaitu dengan cara melakukan
pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang kerjanya
terkait dengan K3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
3. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku.
4. Rumah Sakit secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai apakah
kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem K3RS yang
selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian
dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA