PENDAHULUAN
I. IDENTITAS
Nama : Ny.YT
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 70 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Rinegetan
Agama : kristen
Tanggal Masuk RS : 7 juli 2020
II. ANAMNESA
Vital Sign :
- Tekanan darah : 110/70
- Suhu : 36,3º C
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
A. KEPALA
PULMO
Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-),retraksi intercostae melebar
(-).
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Wheezing (-), Ronkhi basah basal (-/-),
ronkhi basah kasar (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra 2 cm ke medial, thrill
(-), kuat angkat (-)
Perkusi : Batas kiri atas ICS II LSB
Batas kanan atas ICS II RSB
Batas kiri bawah ICS V LMC (S)
Batas kanan bawah ICS V RSB
Auskultasi : S1S2 single, mur-mur (-), gallop (-)
C. ABDOMEN
2. Radiologi
Foto Thorax Hasil : normal
IV. DIAGNOSIS
1.Hematemesis Melena e.c gastritis erosif akut + anemia berat e.c GIT bleeding
VI. TERAPI
Terapi Farmakologis:
Infus NACL 0,9% 20 tpm
Injeksi omeprazole 2x1
Sucralfat syr 3x2 sendok makan
Injeksi asam traknesamat 3x500mg
Injeksi ceftriaxone 2x1gr
Transfusi PRC sampai HB > 10 gr/%
Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel parietal
meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau vagal lambung,
menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor 3 kolinergik-muskarinik
menghasilkan peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat aktivasi pompa proton.
Gastrin mengaktivasi reseptor gastrin sehingga mengningkatkan Ca2+ sitoplasma
dalam sel parietal. sel-sel Enterochromaffin-like (ECF) memainkan peranan
sentral, gastrin dan aferen vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL,
yang mana histamin akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini
dianggap paling penting untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa reseptor
pada permukaan sel parietal menghambat produksi asam. Reseptor tersebut
meliputi reseptor somatostatin, prostaglandin seri E, dan faktor pertumbuhan
epidermal.6
Lapisan pre-epitel :
Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung.
Cairan yang mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar
lambung melewati lapisan permukaan mukosa dan memasuki
lumen lambung secara langsung tanpa kontak langsung dengan sel-
sel epitel permukaan lambung.
Sekresi bikarbonat : sel-sel epitel permukaan lambung mensekresi
bikarbonat ke zona batas adhesi mukus, membuat PH
mikrolingkungan netral pada perbatasan dengan sel epitel..
Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membrane sel dan meningkatkan viskositas mucus.
Lapisan epitel :
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana terjadi migrasi
sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.
Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel.
Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat
ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk
mendorong asam keluar jaringan.
Prostaglandin merangsang produksi mukus dan bikarbonat, yang
mana akan menghambat sekresi asam sel parietal. Disamping itu,
aksi vasodilatasi dari prostaglandin E dan I akan meningkatkan
aliran darah mukosa. Obat-obat yang menghambat sintesis
prostaglandin, misalnya NSAID akan menurunkan sitoproteksi dan
memicu perlukaan mukosa lambung dan ulserasi.
Faktor pertumbuhan : Beberapa faktor pertumbuhan memegang
peran seperti : EGF, FGF, TGFα dalam membantu proses
pemulihan.
Lapisan sub-epitel :
Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel.
Ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.
Gambar 2. Komponen pertahanan dan pembaikan mukosa gastrduodenal7
V. GEJALA KLINIS
VI. DIAGNOSIS
VIII. PENATALAKSANAAN
H2-reseptor antagonis
IX. KOMPLIKASI4,11,12
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa
komplikasi yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus
peptikum adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus
ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa
lambung ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau
omentum hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi
jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan
parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan
NSAID yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di
ginjal, pada kulit, maupun sistem syaraf.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus.
PGI1 yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi
yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi
fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan penting dalam
pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis
yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi penting
untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila NSAID diberikan, akan
terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal bahkan
dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita
diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan β-blocker
dan ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing).
Selain itu, penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang
disertai proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar
dalam sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian
menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan
terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2).
TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan
bantuan enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat enzim
siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512)
sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya
TXA2, maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit
tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan
aspirin atau NSAID lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase
trombosit yang irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel (oleh NSAID
lainnya). Proses ini menetap selama trombosit masih terpapar NSAID dalam
konsentrasi yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa NSAID dapat
meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang
lebih 5 mmHg. NSAID paling kuat mengantagonis efek antihipertensi β-blocker
dan ACE-inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau
diuretik efeknya paling lemah. NSAID yang paling kuat menimbulkan efek
meningkatkan tekanan darah ialah piroksikam.
NSAID juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform
yang ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas,
erupsi-erupsi vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir
semua NSAID dapat menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif
dengan aspirin. Menurut studi oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun
1984, NSAID yang paling sedikit menimbulkan gangguan kulit adalah
piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium meklofenamat, dan benaxoprofen.
Pada sistem syaraf pusat, NSAID dapat menyebabkan gangguan seperti,
depresi, konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi,
kejang, dan sinkope. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen
atau ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan
personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga
paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas berupa
rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkiale, hipotensi
hingga syok.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis di dapatkan pasien perempuan 70thn keluhan muntah darah
sebanyak 5x sejak 1 hari yang lalu, mual sebelum muntah (+), pasien juga
mengeluhkan BAB hitam sebanyak 1x sejak 1 hari yang lalu, nyeri ulu hati juga
dirasakan pasien, nyeri kepala (+), demam (-), sesak (-), BAK dalam batas
normal. Pasien riwayat sering minum obat NSAID untuk mengobati nyeri pada
kaki akibat gout artritis. Riwayat penyakit dahulu gout artritis sejak 10 thn lalu.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan conjungtiva anemis kanan dan kiri, nyeri tekan
ulu hati. Pemeriksaan penunjang laboratorium di dapatkan HB: 3,5 gr%, Leukosit:
13.600/mm3, Pcv: 9 %. Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara
gambaran endoskopi dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai
gejala, seperti ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering
muntah memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan
keluhan tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan
ulcerating. Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien
dengan komplikasi mematikan.
DAFTAR PUSTAKA
6. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson
LM (editors). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6
Vol.1. Jakarta: Penerbit ECG. 2002. p.417-35.
10. Almatsier S (editor). Diet penyakit lambung. In: Penuntun diet edisi baru.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. p.108-16.
11. Tjay TH, Rahardja K. Analgetika antiradang dan obat-obat rema. In: Obat-
obat penting; khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta:
Elex Media Komputindo. 2007. p.321-47.
12. Anonim. Obat anti inflamasi nonsteroid part 1. FKUNSRI [online]. 2008
[cited January 28 2011]. Available from:
http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-nonsteroid-
part-1