DHF
A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialahpenyakit demam
akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat inicenderung polanya berubah ke
orang dewasa.Gejala yang ditimbulkan denganmanifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapatmenimbulkan kematian.(Depkes, 2006).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat,
2006).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiah 2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
c) Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu arteriol
berakhir dan venula mulai (Pearce, 1997 : 145). Kapiler membentuk jalinan
pembuluh darah bercabang – cabang di dalam sebagian besar jaringan tubuh.
Dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun adventisia dan
tersusun hanya oleh satu lapis sel endotel. Diameter kapiler ± 5 – 10 µm.
Struktur dinding kapiler yang tipis ini memungkinkan transpor nutrisi yang
cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa metabolisme.
d) Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat cairan
tersebut ke sirkulasi vena.
3) Sirkulasi Darah
2) Sel Darah
Sel darah dibagi menjadi :
a) Sel darah merah (Eritrosit)
Bentuk eritrosit adalah cakram bikonkaf, cekung pada kedua sisinya
sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Diameternya ± 8 µm.
Volume eritrosit sekitar 90 m3 dan membrannya sangat tipis sehingga
O2 dan CO2 dapat dengan mudah berdifusi. Eritrosit tersusun terutama oleh
hemoglobin, yaitu protein yang kaya akan zat besi (Pearce, 1997 : 134)
sehingga memungkinkan dapat menjalankan fungsi utamanya sebagai
transport O2 antara paru dan jaringan.
Rata – rata panjang hidup eritrosit ± 115 hari. Sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limfa dan hati.
Bila terjadi perdarahan, maka eritrosit dan Hb hilang. Pada perdarahan
sedang, eritrosit diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Namun,
apabila kadar Hb turun sampai 40 % atau di bawahnya, maka perlu transfusi
darah. Nilai normal eritrosit adalah 4.500.000 – 5.500.000 / mm3.
b) Sel darah putih (Leukosit)
Nilai normal leukosit adalah 5.000 – 10.000 / mm 3. Leukosit berfungsi untuk
melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing. Leukosit dibagi
dalam dua kategori, yaitu :
1. Granulosit (60 %)
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya.
Diameternya 2 – 3 kali dari eritrosit. Granulosit dibagi dalam tiga sub
grup, yaitu :
Eosinofil: granula berwarna merah terang dalam
sitoplasmanya
Basofil : granula berwarna biru
Netrofil : granula berwarna ungu pucat
Eosinofil dan Basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai
material biologis kuat, seperti histamin, serotonin, dan heparin.
4. Klasifikasi DHF
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis terbagi menjadi : ( WHO)
a) Derajat I : demam, mual, muntah, anorexia, tanpa perdarahan spontan, uji
torniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah, tekanan
darah lemah dan rendah, gelisah, sianotis di sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda dini renjatan).
d) Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur
5. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2006).
Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.Orang ini
bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue.Jika orang digigit nyamuk Aedes Aegypti maka virus
dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.Sebagian besar virus
itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai
puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk dituarkan/dipindahkan kepada orang
lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama
dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Irawan, 2007).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang
tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty,
pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler.Hal ini berakibat berkurangnya volume plama,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama
perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Soedarto, (2008) tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut:
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). Demam tinggi
mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian menuju suhu normal atau lebih rendah
disertai nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa lemah serta
nyeri perut.
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (purpura) perdarahan.
c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur darah
(Melena), dan lain-lainnya.
d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari demam biasanya hati
sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan
kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
e. Renjatan Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.
f. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
g. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan
nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
i. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
j. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:
a. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran
cerna, hematemesis, dan melena.
b. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi
atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
c. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.
Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
d. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura
dan adanya dipsnea.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji torniquet
yang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masi dalam batas
normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum, dan pH darah meningkat sedangkan reserve
alkali merendah.
b. Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke–5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
d. Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu:
2. Uji serologi memakai serum ganda
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang
dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali.
Termasuk dalam uji ini ialah pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT),
dan uji dengue blot.
3. Uji serologi memakai serum tunggal
Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue.
Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi
antidengue tanpa memandang kelas antibodinya; uji Ig M antidengue yang
mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M.
e. Isolasi Virus
Bahan pemeriksaan adalah darah pasien, jaringan – jaringan, baik dari pasien hidup
(melalui biopsi) dan pasien meninggal (autopsi).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Lakukan tirah baring atau istirahat baring
2. Pemberian diet makanan lunak
3. Berikan minum banyak (2 – 2,5 liter / hari) dapat berupa : susu, teh manis, sirup, dan
beri penderita oralit.
4. Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF
5. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan karena
mengandung Na+ 130 mEq / L, K+ 4 mEq / L, korektor basa 28 mEq / L, Cl- 109
mEq / L, dan Ca2+ 3 mEq / L.
Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, dan pernapasan);
jika kondisi pasien memburuk, maka observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik. Sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau
dipiron (kolaborasi dengan dokter). Dan juga pemberian kompres dingin atau hangat.
8. Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan
dokter).
10. Monitor tanda – tanda dini renjatan, meliputi : keadaan umum, perubahan tanda –
tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Apabila timbul kejang, dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
12. Transfusi darah bila penderita mengalami perdarahan yang membahayakan.
Tindakan perawatan invasif :
1. Pemasangan infus untuk pemberian cairan melalui intravena.
2. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kimia atau hematologi darah.
3. Pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah dengan
menambahkan heparin ke dalam darah yang akan diperiksa.
Pemasangan Nasogastric Tube (NGT) untuk mengeluarkan cairan lambung pada
perdarahansaluran pencernaan atas.
10. Pencegahan
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah. Pencegahan dilakukan dengan menghindari
gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan
malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DHF nya (Hidayat, 2007).
Menurut Chritianti Efendi,(2007) ada Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah
penyakit DHF melalui metode pengontrolan atau pengendalian faktornya antara lain:
a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat.
Perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah.
b. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan
bakteri (Bt.H-14).
c. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain.
b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.
f. Pola Kebiasaan
a. 11 pola pengkajian Gordon:
Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan
dan praktek pencegahan penyakit, keamanan/proteksi, tumbuh kembang,
riwayat sakit yang lalu, perubahan status kesehatan dalam kurun waktu
tertentu
Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi
makanan dan cairan, tipe intake makan dan minum sehari, penggunaan
suplemen, vitamin makanan. Masalah nafsu makan, mual, rasa panas
diperut, lapar dan haus berlebihan.
Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai pola BAB,
BAK frekwensi karakter BAB terakhir, frekwensi BAK.
Aktivitas – Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan
energy, tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan dirumah, atau
tempat sakit.
Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan durasi periode
istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur,
masalah yang dirasakan saat tidur.
Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan dan
nyeri, fungsi kognitif, status pendengaran, penglihatan, masalah dengan
pengecap dan pembau, sensasi perabaan, baal, kesemutan
Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan peran social,
kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran
Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap kepuasan atau
ketidakpuasan dengan seks, orientasi seksual
Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi atau
koping terhadap stress
Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan kepercayaan
berhubungan dengan pilihan membuat keputusan kepercayaan spiritual.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik
anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vita
dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan : ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.
1) Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.
3) Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi + yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
5) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
h. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
2) Trombositopenia (≤ 100.000 / ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig D Dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2 < 35 – 40 mmHg dan HCO3
rendah SGOT / SGPT mungkin meningkat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit
(veremia).
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga paru
(effusi pleura).
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan
dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
e. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan
trombositopenia.
f. Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan mekanisme patologis (proses
penyakit).
g. Potensial terjadi syok hipovolemik sehubungan dengan perdarahan hebat.
h. Kecemasan ringan-sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang memburuk.
3. Interverensi