Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF

A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialahpenyakit demam
akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat inicenderung polanya berubah ke
orang dewasa.Gejala yang ditimbulkan denganmanifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapatmenimbulkan kematian.(Depkes, 2006).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat,
2006).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiah 2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi


a. Pembuluh Darah
1) Struktur
Dinding arteri terdiri atas tiga lapis, yaitu :
a) Tunika adventisia, lapisan terluar yang terdiri atas jaringan
ikat yang fibrus
b) Tunika media, lapisan tengah yang berotot dan elastik
c) Tunika intima, lapisan dalam yang endotelial
2) Jenis – Jenis
a) Arteri dan Arteriol
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang membawa darah
keluar dari jantung, selalu membawa darah segar berisi O2, kecuali arteri
pulmoner yang membawa darah ’kotor’ yang memerlukan oksigenasi.
Arteri yang besar disebut Aorta yang diameternya ± 25 mm (1
inchi) dan memiliki banyak sekali cabang. Arteri dan arteriol berukuran 4 mm
(0,16 inchi) saat mencapai jaringan.
Arteri dan arteriol memperoleh perdarahan dari sebuah sistem
pembuluh yang khusus, yang dikenal sebagai vasa vasorum; keduanya juga
disarafi oleh serabut – serabut saraf yang ramping yang melingkari dinding
pembuluh darah.
b) Vena dan Venula

Vena dan venula membawa darah ke arah jantung dan selalu


membawa darah yang miskin akan oksigen, kecuali vena pulmoner.
Struktur dinding vena yang tipis dan sedikit ototnya memungkinkan
dinding vena mengalami distensi lebih besar dibanding arteri.
Sistem saraf simpatis yang mempersarafi otot vena dapat merangsang
vena untuk berkontriksi sehingga menurunkan volume vena dan menaikkan
volume darah dalam sirkulasi umum.

c) Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu arteriol
berakhir dan venula mulai (Pearce, 1997 : 145). Kapiler membentuk jalinan
pembuluh darah bercabang – cabang di dalam sebagian besar jaringan tubuh.
Dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun adventisia dan
tersusun hanya oleh satu lapis sel endotel. Diameter kapiler ± 5 – 10 µm.
Struktur dinding kapiler yang tipis ini memungkinkan transpor nutrisi yang
cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa metabolisme.
d) Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat cairan
tersebut ke sirkulasi vena.
3) Sirkulasi Darah

Sirkulasi darah dalam tubuh ada dua, yaitu :


a) Sirkulasi Sistemik
Darah dari ventrikel kiri (jantung) → aorta → arteri → arteriola → kapiler →
venula → vena cava inferior dan superior → atrium kanan (jantung)
b) Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel kanan (jantung) → arteri pulmonalis → paru – paru
kanan dan kiri → vena pulmonalis → atrium kiri (jantung)

4) Kebutuhan Sirkulasi Jaringan


Presentasi aliran darah yang diterima oleh organ atau jaringan tertentu
ditentukan oleh kecepatan metabolisme jaringan, ketersediaan oksigen, dan fungsi
jaringan. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme, pembuluh darah
akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran O2 dan nutrisi ke jaringan. Apabila
pembuluh darah gagal berdilatasi, maka akan terjadi ischemic jaringan.
5) Aliran Darah
Aliran darah terjadi disebabkan karena perbedaan tekanan darah antara
sistem arteri (± 100 mmHg) dan vena (± 4 mmHg) dan cairan selalu mengalir dari
daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
6) Tahanan Hemodinamika
Faktor terpenting pada sistem vaskuler yang menentukan tahanan adalah
jari – jari pembuluh darah. Peningkatan hematokrit yang sangat tinggi dapat
meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan aliran darah kapiler.
b. Darah
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk
cairan. Darah diproduksi di sumsum tulang dan nodus limfa. Cairan darah tersusun
atas komponen – komponen, yaitu :
1) Serum Darah / Plasma
Serum atau plasma darah terdiri atas :
a) Air (91,0 %)
b) Protein (8,0 %) : Albumin, Globulin, Protrombin, dan
Fibrinogen
c) Mineral (0,9 %) : NaCl, Na2CO2, garam dan kalsium, P,
Mg, Fe
d) Bahan organik : glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin,
kolesterol, asam amino
e) Gas : O2 dan CO2
f) Hormon – hormon
g) Enzim
h) Antigen

2) Sel Darah
Sel darah dibagi menjadi :
a) Sel darah merah (Eritrosit)
Bentuk eritrosit adalah cakram bikonkaf, cekung pada kedua sisinya
sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Diameternya ± 8 µm.
Volume eritrosit sekitar 90 m3 dan membrannya sangat tipis sehingga
O2 dan CO2 dapat dengan mudah berdifusi. Eritrosit tersusun terutama oleh
hemoglobin, yaitu protein yang kaya akan zat besi (Pearce, 1997 : 134)
sehingga memungkinkan dapat menjalankan fungsi utamanya sebagai
transport O2 antara paru dan jaringan.
Rata – rata panjang hidup eritrosit ± 115 hari. Sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limfa dan hati.
Bila terjadi perdarahan, maka eritrosit dan Hb hilang. Pada perdarahan
sedang, eritrosit diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Namun,
apabila kadar Hb turun sampai 40 % atau di bawahnya, maka perlu transfusi
darah. Nilai normal eritrosit adalah 4.500.000 – 5.500.000 / mm3.
b) Sel darah putih (Leukosit)
Nilai normal leukosit adalah 5.000 – 10.000 / mm 3. Leukosit berfungsi untuk
melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing. Leukosit dibagi
dalam dua kategori, yaitu :
1. Granulosit (60 %)
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya.
Diameternya 2 – 3 kali dari eritrosit. Granulosit dibagi dalam tiga sub
grup, yaitu :
 Eosinofil: granula berwarna merah terang dalam
sitoplasmanya
 Basofil : granula berwarna biru
 Netrofil : granula berwarna ungu pucat
Eosinofil dan Basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai
material biologis kuat, seperti histamin, serotonin, dan heparin.

2. Leukosit Mononuklear (Agranulosit) (40 %)


Agranulosit merupakan leukosit dengan inti satu lobus dan
sitoplasmanya bebas granula. Agranulosit terdiri atas :
1. Limfosit
Dalam darah orang dewasa terdapat 30 % limfosit. Limfosit diproduksi
oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa, dan kelenjar timus
dari sel prekursor yang berasal sebagai sel stem sumsum. Limfosit
berfungsi untuk menghasilkan substansi yang membantu penyerangan
benda asing. Limfosit dapat dikelompokan menjadi :
a. Limfosit T yang berfungsi untuk membunuh sel secara langsung
atau menghasilkan berbagai limfokin, yaitu suatu substansi yang
memperkuat aktivitas sel fagositik.
b. Limfosit B yang berfungsi untuk menghasilkan antibodi.
2. Monosit
Dalamdarah orang dewasa terdapat 5 % monosit. Monosit diproduksi
oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi histiosit jaringan,
termasuk sel Kupfer di hati, makrofag peritoneal, makrofag alveolar,
dan komponen lain sistem retikuloendotelial.
3. Butir pembeku (Trombosit)
Nilai normal trombosit adalah 150.000 – 450.000 / mm3. Trombosit
merupakan partikel kecil dengan diameter 2 – 4 µm yang terdapat
dalam sirkulasi plasma darah. Trombosit dibentuk oleh fragmentasi sel
raksasa sumsum tulang (megakariosit) dan produksi trombosit diatur
oleh tromboprotein.
Trombosit berperan dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi
cedera vaskuler, maka trombosit menggumpal pada tempat cedera
tersebut. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel
darah lainnya menyebabkan trombosit menmpel satu sama lain dan
membentuk tambalan / sumbatan. Substansi lain dilepaskan dari
trombosit untuk mengaktifasi faktor pembekuan dalam plasma darah.
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah
ditransformasi menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan
darah (Smeltzer & Bare, 2001 : 930). Bekuan darah tersusun terutama
oleh sel – sel darah yang terperangkap dalam jaring – jaring fibrin.
Faktor pembekuan darah terdiri dari :
a) Faktor I : Fibrinogen
b) Faktor II : Protrombin
c) Faktor III : Tromboplastin jaringan
d) Faktor IV : Kalsium
e) Faktor V : Labil
f) Faktor VII : Faktor stabil
g) Faktor VIII : Faktor antihemofilik
h) Faktor IX : Faktor Christmas
i) Faktor X : Faktor Stuart – Power
j) Faktor XI : (anteseden) Plasma tromboplastin
k) Faktor XII : Faktor Hageman
3. Etiologi
1) Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4 x 106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip
terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1,
2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus
Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis
protein sel pejamu.Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :

a. Menginfeksi lebih banyak sel,


b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor
2) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2006; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan
daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina
lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu
pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 2006 ; 37).
3) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2006; 38).

4. Klasifikasi DHF
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis terbagi menjadi : ( WHO)
a) Derajat I : demam, mual, muntah, anorexia, tanpa perdarahan spontan, uji
torniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah, tekanan
darah lemah dan rendah, gelisah, sianotis di sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda dini renjatan).
d) Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur

5. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2006).
Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.Orang ini
bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue.Jika orang digigit nyamuk Aedes Aegypti maka virus
dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.Sebagian besar virus
itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai
puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk dituarkan/dipindahkan kepada orang
lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama
dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Irawan, 2007).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang
tinggi.

Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty,
pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler.Hal ini berakibat berkurangnya volume plama,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama
perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Soedarto, (2008) tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut:
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). Demam tinggi
mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian menuju suhu normal atau lebih rendah
disertai nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa lemah serta
nyeri perut.
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (purpura) perdarahan.
c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur darah
(Melena), dan lain-lainnya.
d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari demam biasanya hati
sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan
kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
e. Renjatan Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.
f. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
g. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan
nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
i. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
j. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.

7. Komplikasi
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:
a. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran
cerna, hematemesis, dan melena.
b. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi
atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
c. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.
Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
d. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura
dan adanya dipsnea.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji torniquet
yang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masi dalam batas
normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum, dan pH darah meningkat sedangkan reserve
alkali merendah.
b. Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke–5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
d. Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu:
2. Uji serologi memakai serum ganda
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang
dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali.
Termasuk dalam uji ini ialah pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT),
dan uji dengue blot.
3. Uji serologi memakai serum tunggal
Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue.
Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi
antidengue tanpa memandang kelas antibodinya; uji Ig M antidengue yang
mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M.
e. Isolasi Virus
Bahan pemeriksaan adalah darah pasien, jaringan – jaringan, baik dari pasien hidup
(melalui biopsi) dan pasien meninggal (autopsi).

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Lakukan tirah baring atau istirahat baring
2. Pemberian diet makanan lunak
3. Berikan minum banyak (2 – 2,5 liter / hari) dapat berupa : susu, teh manis, sirup, dan
beri penderita oralit.
4. Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF
5. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan karena
mengandung Na+ 130 mEq / L, K+ 4 mEq / L, korektor basa 28 mEq / L, Cl- 109
mEq / L, dan Ca2+ 3 mEq / L.
Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, dan pernapasan);
jika kondisi pasien memburuk, maka observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik. Sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau
dipiron (kolaborasi dengan dokter). Dan juga pemberian kompres dingin atau hangat.
8. Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan
dokter).
10. Monitor tanda – tanda dini renjatan, meliputi : keadaan umum, perubahan tanda –
tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Apabila timbul kejang, dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
12. Transfusi darah bila penderita mengalami perdarahan yang membahayakan.
Tindakan perawatan invasif :
1. Pemasangan infus untuk pemberian cairan melalui intravena.
2. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kimia atau hematologi darah.
3. Pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah dengan
menambahkan heparin ke dalam darah yang akan diperiksa.
Pemasangan Nasogastric Tube (NGT) untuk mengeluarkan cairan lambung pada
perdarahansaluran pencernaan atas.

10. Pencegahan
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah. Pencegahan dilakukan dengan menghindari
gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan
malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DHF nya (Hidayat, 2007).
Menurut Chritianti Efendi,(2007) ada Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah
penyakit DHF melalui metode pengontrolan atau pengendalian faktornya antara lain:
a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat.
Perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah.
b. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan
bakteri (Bt.H-14).
c. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain.

Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam, kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke – 3 dan ke –
7, dan anak semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.

f. Pola Kebiasaan
a. 11 pola pengkajian Gordon:
 Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan
dan praktek pencegahan penyakit, keamanan/proteksi, tumbuh kembang,
riwayat sakit yang lalu, perubahan status kesehatan dalam kurun waktu
tertentu
 Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi
makanan dan cairan, tipe intake makan dan minum sehari, penggunaan
suplemen, vitamin makanan. Masalah nafsu makan, mual, rasa panas
diperut, lapar dan haus berlebihan.

 Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai pola BAB,
BAK frekwensi karakter BAB terakhir, frekwensi BAK.
 Aktivitas – Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan
energy, tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan dirumah, atau
tempat sakit.
 Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan durasi periode
istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur,
masalah yang dirasakan saat tidur.
 Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan dan
nyeri, fungsi kognitif, status pendengaran, penglihatan, masalah dengan
pengecap dan pembau, sensasi perabaan, baal, kesemutan
 Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan peran social,
kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran
 Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap kepuasan atau
ketidakpuasan dengan seks, orientasi seksual
 Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi atau
koping terhadap stress
 Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan kepercayaan
berhubungan dengan pilihan membuat keputusan kepercayaan spiritual.

g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik
anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vita
dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan : ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.

1) Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.

2) Kepala dan leher


Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epsitaksis) pada grade II, III, IV.
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing dan terjadi
perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).

3) Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi + yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
5) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.

h. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
2) Trombositopenia (≤ 100.000 / ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig D Dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2 < 35 – 40 mmHg dan HCO3
rendah SGOT / SGPT mungkin meningkat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit
(veremia).
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga paru
(effusi pleura).
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan
dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
e. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan
trombositopenia.
f. Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan mekanisme patologis (proses
penyakit).
g. Potensial terjadi syok hipovolemik sehubungan dengan perdarahan hebat.
h. Kecemasan ringan-sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang memburuk.

3. Interverensi

a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit


(veremia).

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Hipertermia NOC: NIC :


Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering mungkin
- penyakit/ trauma  Monitor warna dan suhu kulit
- peningkatan Setelah dilakukan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
metabolisme tindakan keperawatan  Monitor penurunan tingkat kesadaran
- aktivitas yang selama………..pasien  Monitor WBC, Hb, dan Hct
berlebih menunjukkan :  Monitor intake dan output
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas  Berikan anti piretik:
normal dengan kreiteria  Kelola Antibiotik:
DO/DS: hasil: ………………………..
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C  Selimuti pasien
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam  Berikan cairan intravena
 serangan atau konvulsi rentang normal  Kompres pasien pada lipat paha dan
(kejang)  Tidak ada perubahan aksila
 kulit kemerahan warna kulit dan tidak  Tingkatkan sirkulasi udara
 pertambahan RR ada pusing, merasa  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

 takikardi nyaman  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

 Kulit teraba panas/  Catat adanya fluktuasi tekanan darah

hangat  Monitor hidrasi seperti turgor kulit,


kelembaban membran mukosa)
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
ekonomi. selama….nutrisi kurang catatan makanan harian.
DS: teratasi dengan indikator:  Monitor adanya penurunan BB dan gula
- Nyeri abdomen  Albumin serum darah
- Muntah  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
- Rasa penuh tiba-tiba  Hemoglobin tidak selama jam makan
setelah makan  Total iron binding  Monitor turgor kulit
DO: capacity  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
- Diare  Jumlah limfosit protein, Hb dan kadar Ht
- Rontok rambut yang  Monitor mual dan muntah
berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan
- Kurang nafsu makan kekeringan jaringan konjungtiva
- Bising usus berlebih  Monitor intake nuntrisi
- Konjungtiva pucat  Informasikan pada klien dan keluarga
- Denyut nadi lemah tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan
- Kehilangan volume  Hydration output yang akurat
cairan secara aktif  Nutritional Status :  Monitor status hidrasi ( kelembaban
- Kegagalan mekanisme Food and Fluid Intake membran mukosa, nadi adekuat,
pengaturan Setelah dilakukan tekanan darah ortostatik ), jika
tindakan keperawatan diperlukan
DS : selama….. defisit volume  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
- Haus cairan teratasi dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
DO: kriteria hasil: osmolalitas urin, albumin, total
- Penurunan turgor  Mempertahankan protein )
kulit/lidah urine output sesuai  Monitor vital sign setiap 15menit – 1
- Membran mukosa/kulit dengan usia dan BB, jam
kering BJ urine normal,  Kolaborasi pemberian cairan IV
- Peningkatan denyut nadi,  Tekanan darah, nadi,  Monitor status nutrisi
penurunan tekanan darah, suhu tubuh dalam  Berikan cairan oral
penurunan batas normal  Berikan penggantian nasogatrik
volume/tekanan nadi  Tidak ada tanda tanda sesuai output (50 – 100cc/jam)
- Pengisian vena menurun dehidrasi, Elastisitas  Dorong keluarga untuk membantu
- Perubahan status mental turgor kulit baik, pasien makan
- Konsentrasi urine membran mukosa  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
meningkat lembab, tidak ada rasa berlebih muncul meburuk
- Temperatur tubuh haus yang berlebihan
 Atur kemungkinan tranfusi
meningkat  Orientasi terhadap
 Persiapan untuk tranfusi
- Kehilangan berat badan waktu dan tempat baik
 Pasang kateter jika perlu
secara tiba-tiba  Jumlah dan irama
 Monitor intake dan urin output setiap
- Penurunan urine output pernapasan dalam
8 jam
- HMT meningkat batas normal
- Kelemahan  Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
 pH urin dalam batas
normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, menentukan intervensi
menyeringai) mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Fokus menyempit nyeri berkurang dengan hangat/ dingin
(penurunan persepsi menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri nyeri: ……...
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan) frekuensi dan tanda penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, nyeri) berkurang dan antisipasi
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
menemui orang lain nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan/atau aktivitas, berkurang pemberian analgesik pertama kali
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam
- Respon autonom (seperti rentang normal
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami
tekanan darah, perubahan gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Anda mungkin juga menyukai