Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. W. DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT


PARU OBSTRUKSI KRONIK DENGAN KEBUTUHAN
OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA RSUD
dr.DORIS SLYVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :

NAMA : YUNI ELIA KARTIKA


NIM : 2018.C.10a.0993

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

LEMBAR PENGESAHAN

1
Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:
Nama : Yuni Elia Kartika
NIM : 2018.C.10a.0993
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.W.
Dengan Diagnosa Medis Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Dengan Kebutuhan Oksigenisasi di Ruang Gardenia Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Nia Pristina., S. Kep., Ners Erika Sihombing, S.Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

2
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. W Diagnosa Medis
Penyakit Paru Obtruksi Kronik Dengan Kebutuhan Oksigenisasi di Ruang
Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini
disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta a., S.Kep., Ners yang telah mengkoordinir memberikan
informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya,23 Juni 2020

Penyusun

3
SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Efusi Pleura............................................................................5
2.1.1 Definisi Efusi Pleura.......................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................................5
2.1.3 Etiologi…………………………………………………..…………………………8
2.1.4 Klasifikasi......................................................................................................9
2.1.5 Patofisiologi....................................................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................12
2.1.7 Komplikasi....................................................................................................12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................13
2.1.9 Penatalaksanaan Medis.......................................................................................13
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)............................................14
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................................20
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................................20
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................23
2.3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................................24
2.3.4 Implementasi Keperawatan................................................................................26
2.3.5 Evaluasi Keperawatan.........................................................................................26
BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................28
3.1 Pengkajian......................................................................................................28
3.2 Diagnosa.....................................................................................................40
3.3 Intervensi....................................................................................................41
3.4 Implementasi..............................................................................................44
3.5 Evaluasi......................................................................................................44
BAB 4PENUTUP..................................................................................................47
4.1Kesimpulan.......................................................................................................47
4.2Saran..................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48

BAB 1

4
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PPOK/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara.
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2018, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400
juta jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di
Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Jumlah
penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat,
asap rokok dan polusi udara. PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan
dengan interaksi genetik dengan lingkungan.
Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan
di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor
resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat
terjadi dalam rentang lebih dari 2030 tahunan. (Smeltzer dan Bare. 2017).
Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani (Smeltzer
dan Bare, 2016). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian.
Karena semakin banyaknya penderita PPOK di indonesia salah satunya di
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya maka dalam hal ini penulis mengambil
kasus kelolaan selama 3 hari dengan asuhan keperawatan gangguan sistem
pernapasan khususnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada Tn.W yang
di ambil di ruang Gardenia Rumah Sakit Umum Daerah Palangka Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah : Bagaimana

5
pemberian asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruksi
Kronik Dengan Kebutuhan Oksigenisasi di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.
W dengan diagnosa medis Penyakit paru obtruksi kronik diruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Tn.W dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obtruksi Kronik dan kebutuhan dasar
manusia tentang Oksigenisasi.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan
diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu
melakukan perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obtruksi Kronik.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan pada pasien dengan diagnosa medis Penyakit Paru
Obstruksi Kronik.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan
mendukung serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan
yang diberikan.
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga

6
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis penyakit paru obtruksi kronik secara benar dan bisa melakukan
keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang penyakit paru obtruksi kronik dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obtruksi Kronik melalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
PPOK(penyakit paru obstruksi kronik) adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK/COPD (Cronic obstruction pulmonary disease) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
Penyakit paru obtruksi kronik  merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
Jadi, Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit
Paru Obtruksi Kronik  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang yang
berlangsung lama dan bertahap,yang terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema
atau kedua-duanya .

2.1.2 Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas
ini termasuk :

1.   Asap rokok 
1) Perokok aktif 
2) Perokok pasif 
2.   Polusi udara

8
1) Polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
2) Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3.    Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4.    Infeksi saluran nafas bawah berulang
2.1.3. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam
paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada

9
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar,
2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2003).

10
WOC PPOK
Bronkitis kronis,DM Perokok

PPOK

BREATHING BLOOD BRAIN BLADDER BOWEL BONE

Obstruksi jalan nafas oleh Penumpukan cairan Penyempitan saluran Produksi urin menurun Batuk Batuk berdarah

sekret dan tumor paru dalam perikardium pernafasan (oliguria, anuri)


Anoreksia Anoreksia
Ketidakcukupan
Perubahan Peningkatan Obstruksi jalan nafas Penurunan kapasitas
Iritasi jalan pengisian sistem
membrane produksi arteri
napas alveolous sputum kandung kemih Penurunan suplai o2
Tenggorakan sakit Nafsu makan menurun
Aliran darah kejaringan
Obstruksi jalan sistemik ↓ MK: Gangguan Eliminasi
Napas pendek Dispanea nafas Nyeri
Urin Kurangnya asupan
Kelemahan
MK : Gangguan
makanan
MK : Pola MK : Perfusi Jaringan MK: Nyeri akut
Batuk tidak
napas tidak efektif MK: Defisit Nutrisi MK: Intoleransi
Gangguan
efektif Aktivtas
pertukaran gas
Sesak

MK : Bersihan
Jalan Napas Tidak
Efektif

11
2.1.4. KLASIFIKASI
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017 yaitu:
1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko, spirometri : normal.

2. Derajat I (PPOK ringan)


Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1, spirometri : FEV1/FVC <
70%, FEV1 ≥ 80%.

3. Derajat II (PPOK sedang)


Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri:
FEV1 < 70%; 50% < FEV1 < 80%.

4. Derajat III (PPOK berat)

Gejala klinis: sesak napas derajat sesak 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering
terjadi, spirometri: FEV1 < 70%; 30% < FEV1 < 50%.

5. Derajat IV (PPOK sangat berat)

Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri: FEV1/FVC
< 70%; FEV1 < 30%.

Table 2.1 skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas Berat 0


Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1
1 tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 2
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa 3
menit
Sesak bila mandi atau berpakaian 4

2.1.5. MANIFESTASI KLINIK

24
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1)      Batuk bertambah berat
2)      Produksi sputum bertambah
3)      Sputum berubah warna
4)      Sesak nafas bertambah berat
5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7)      Penurunan kesadaran

2.1.6. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory

25
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
1.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.  Pemeriksaan radiologi
a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2)  Corak paru yang bertambah
b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2)  Corakan paru yang bertambah.
3)  Pemeriksaan faal paru

26
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio
R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
2.1.7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

27
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode

28
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV
secara perlahan.
3.   Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
3) Fisioterapi
4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5.   Mukolitik dan ekspektoran
6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
2.2 Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenisasi)
2.2.1 Konsep Oksigenasi
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali
bernapas. (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah

29
karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel. (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigenisasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O 2). Kebutuhan
fisiologis oksigenisasi merupakan kebutuha dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupny, dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. (Brunner & Suddarth 2014).
Jadi, kesimpulannya Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia
yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankanhidup dan aktivitas berbagai berbagai orgn atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0.5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga diperlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktivitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan CO2 (hasil pembakaran
sel). Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernapasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan
transpor oksigen yang adekuat ke dalam darah sambil menurunkan upaya
bernapas dan mengurangi stress pada miokardium.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
1) Sistem pernafasan atas
Sistem pernafasan atas terdiri atas mulut, hidung, faring, dan laring.
1) hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, himudifikasi
dan pengahangantan.
2) faring merupsksn seluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan.
3) faring terdiri atasa nosafaring dan orafaring yang kaya akan jaringan
lifoid yang berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman
photogen yang masuk bersama udara. Laring merupakan struktur yang
merupai tulang rawan yang bisa disebut jakun.selain berperan sebagai

30
penghasil suara laring juga berfungsi untuk menjaga kepatenan dan
melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2). Sistem pernafasan bawah
Sistem pernfasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi
dengan bronkus, brenkiolus, alvealus, jaringan kapiler paru dan pleura.
1. Trakea merupakan pipa mambran yang dikosongkan oleh cincinkartilago
yang mehubungkan laring dan bronkus utama kanan kiri
2. Paru-paru ada daua buah terletak disebelah kanan kiri.masing-masing
paru terdiri atas beberapa(paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus)dan
dipasok oleh satu bronkus.jaringan-jaringan paru sendiri terdiri
serangakaiam jalam nafas yang bercabang cabang, yaitu alveoulus,
pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru
dilapisi oleh dua lapis pelindung yang disebut pleura. pleura prental
membatasi torlak dan permukaan diagfragm, sedangkan pleura visceral
membatasi permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi
selama bernafas.
3). Berdasarkan tempatnya proses pernafasan dibagi dua yaitu:
1) Pernapasan eksternal
Pernafasan ekternal (pernapasan plumoner) mengacu kepada keseluruhan
pertukaran O2dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum
peroses ini berlangsung dalam tiga langkah yakni:
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernafas,udara bergatian masuk keluar melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas anatar lingkungan ekternal dan
alvelous.proses ventilasi ini dipanaruhi oleh beberapa factor yaitu jalan
nafas yang bersih, system syraf pusat dan system penapasan yang utuh,
rongga torax yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan
baik,serta komplins paru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveoral
Setelah oksigen masuk alveoral,proses-proses pernapasan berikutnya
adalah disfungsi oksigen dari alvelous ke pembuluh darah pulmoner.

31
c. Transfor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ketiga proses pernapasan adalah tranfor gas-gas pernapasan. Pada
proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida
diangkutdari jaringan kembali menuju paru.
2) Pernapasan Internal
Pernapasan internal (pernpasan jaringan)mengaju pada proses
metabolisme intara sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang
menggunakan oksigendan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi
melekul nutrient. Pada proses ini darah banyak mengandung oksigen dibawa
keseluruh tubuh sehingga mencapai kapiler sistemetik. Selanjutnya terjadi
pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemetik dan sel jaringan.

2.2.3 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menbabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi meenurut NANDA (2013), yaitu hiperventelasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri ,cemas, penurunan energy/kelelahan,
kerusakan neurumoscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif/
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis keselahan otot pernafasan
dan adanya perubahan mambrane kapiler-alveoli.
2.2.3.1 Faktor fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
2. Menurunnya kosentrasi O2 yang diispiransi seperti pada obstruksi
saluran pernapasan bagian atas.
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka dan
lain lain.
5. Kondisi yang mempengaruhi pegerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas,muskulur sekeletal yang abnorma.
2.2.3.2 Faktor prilaku
1. Nutrisi, misalnya kurang gizi yang buruk menjadi anemia sehinnga
daya ikat oksigen berkurang.

32
2. Execise, akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Merokok ,menyebabkan vesokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
4. Alkohol dan obat obatan akan menyebabkan intake nutrisi/Fe
mengakibatkan penurunan hemaglobin,alkohol dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan
5. Kecemsan dapat mengakibatkan metabolisme meningkat.
2.2.4 Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
1) Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
2) Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
dan paru CO2, dikapiler dengan alveoli.
3) Tranportasi Gas
Tranportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2jaringan tubuh ke kapiler.

2.2.5 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersulur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan napas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari aveoli ke jaringan) yang ventilasi, difusi, maka
kerusakan pada transportasi seperti perubahn volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontaktilitis miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas.
(Brunner & Suddarth 2014)

2.2.6 Manifestasi Klinis

33
Tanda dan gejala pasien yang membutuhkan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi adalah :
1) Suara nafas tidak normal.
2) Perubahan jumlah pernafasan.
3) Batuk disertai dahak
4) Penggunaan otot tambahan pernafasan.
5) Dipsnea.
6) Penurunan haluran urin.
7) Penurunan ekspansi paru.

2.2.7 Komplikasi
1) Penurunan kesadaran.
2) Hipoksia.
3) Cemas dan gelisah.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
ganguan oksigenasi yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigen.
c. Oksimetri
Untuk mengatur saturasi oksigen kapiler.
d. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
e. Bronkoskopi.
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel suputum/benda
asing yang menghambat jalan napas.
f. Endoskopi

34
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui metabolisme radiopulmonal, misal : kerja jantung dan
kontraksi paru.
h. CT-Scan Untuk meninfikasi adanya massa abnormal

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


2.2.9.1 Bersihan Jalan Napas Tidk Efektif
1) Pembersihan jalan naapas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan napas buatan
2.2.9.2 Pola Napas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
2.2.9.3 Gangguan pertukaran gas
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

2.3.Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1. Pengkajian
1. Identitas
Data ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, orang yang dekat
dengan klien.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasaka pada pasien penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) biasanya adanya sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh
pasien dan mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke

35
Rumah Sakit Umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana
perubahannyaserta data yang didapat saat pengkajian.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang
ada di dalam keluarga.
6. Pola fungi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut
Gordon :
6.1 Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan
terhadap pemeliharaan kesehatan.
6.2 Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas
karena adanya dispnea yang dialami.
6.3 Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) salah satunya adalah gangguan pertukaran gas, karena pasien terlalu
sering menghirup udara yang tidah bersih sehingga mengakibatkan dyspnea.
6.4 Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) akan mempengaruhi asupan
nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa
otot.
6.5 Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK.
6.6 Pola hubungan dengan orang lain

36
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi
hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
6.7 Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi(Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
6.8 Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
6.9 Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya,
termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
6.10 Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya
7. Pemeriksaan fisik
7.1 B1 (Breathing):
Inspeksi: pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu nafas (stroknokleidomastoid).
Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat pasien mempunyai bentuk dada barrel
chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir
yang dirapatkan, dan nafas abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dyspnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari- hari
seperti makan dan mandi.Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen
disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
Palpasi: pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun
Perkusi: pada perkusi, didapatkan suara abnormal sampai hipersonor sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
Auskultasi: sering didapatkan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruksi pada bronkhiolus.

37
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernafas(asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, misalnya Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
 Dada: gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema);
bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”).  Pasien dengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.

38
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7.2 B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak ppok pada status kardiovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
7.3 B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji.Disamping itu, perlu
pemeriksaan GCS, untuk menentukn tingkat kesadaran pasien apakan kompos
mentis, somnolen atau koma.
7.4 B4 (Bledder)
Pengukuran Output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok
7.4 B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut dapat merangsang serangan PPOK.Pengkajian tentang status
nutrisi pasien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya.Pada pasien sesak nafas sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi.Hal ini karena terjadi dipsnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang di alami pasien.
7.6 B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan PPOK.Pada integumen perlu dikaji adanya
permukaan yang kaar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis.Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan
kusam.Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien yang
meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami pasien.Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi
pola tidur dan istirahat pasien.Perlu dikaji tentang aktivitas keseharian pasien
seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya.Aktivitas juga dapat mejadi faktor
pencetus PPOK.
2.2.2. DIAGNOSA

39
Diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :

1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.( D.0001 hal 18)
2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.(D.0005 hal 26)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-
kapiler(halaman 22, D.0003)
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar informasi
tentang factor pemberat/merokok. ( D.0009 hal 37)
5. Nyeri akut berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor
paru (D.0077 hal 172)
6. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih ( D.0040 hal 96).
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun (halaman 56,
D.0019).
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen.
(halaman 128, D.0056).
2.2.3 INTERVENSI
Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan
perencanaan perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui.
Diagnosa 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal  
Intervensi : Manajemen jalan napas ( I.01011 Hal : 187)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
keperawatan kebersihan jalan napas
efektif.
Kriteria hasil : 1. Keluhan klien sesak napas
berkurang, ringan, tidak nyeri saat
melakukan pernapasan
2. Tak tampak sesak napas dan nyeri
saat melakukan pernapasan

40
3. Bentuk dada simetris
4. Gerakan dada saat bernapas simetris
5. Tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
6. Pola napas normal

Intervensi : Observasi
1. Monitor pola napas(frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan( mis.
Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tild dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
1. Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

41
Diagnosa 2.  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,
mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas
Intervensi : Manajemen jalan napas ( I.01011 Hal : 187)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
keperawatan kebersihan jalan napas
efektif.
Kriteria hasil : 1. Keluhan klien sesak napas
berkurang, ringan, tidak nyeri
saat melakukan pernapasan
2. Tak tampak sesak napas dan
nyeri saat melakukan
pernapasan
3. Bentuk dada simetris
4. Gerakan dada saat bernapas
simetris
5. Tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
6. Pola napas normal

Intervensi : Observasi
1. Monitor pola napas(frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas
tambahan( mis. Gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tild dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal

42
8. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
1.Kolaborasipemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Diagnosa 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membrane alveolus-kapiler.
Intervensi : Manajemen jalan napas ( I.01011 Hal : 187)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada pasien gangguan
pertukaran gas diharapkan masalah
klien dapat teratasi.
Kriteria hasil : 1. Dipsnue menurun
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. Pusing menurun
4. Penglihatan kabur menurun
5. Diaforesis menurun
6. Gelisah menurun
7. Napas cuping hidung menurun
8. PCO2 membaik
9. PO2 membaik
10. Takikardi membaik
11. Ph arteri membaik
12. Sianosis membaik
13. Pola napas membaik

43
14. Warna kulit membaik
Intervensi : Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
Terapeutik
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X - ray toraks
11. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan

Diagnosa 4 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang


terpapar informasi tentang factor pemberat/merokok
Intervensi : Pencegahan syok ( I.02068 Hal:285)
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat
Kriteria hasil : 1. Tekanan sytole dan diastole dalam
rentang normal

2. Tidak ada sianosis

44
3. Tidak ada sesak

4. Konjugtiva tidak anemis


Intervensi : Observasi
1. Monitor status kardiopulmonal
( frekuensi dan kekuatann nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukkan
dan pengeluaran, turgor kulit, CRT)
4. Monitor tingkat kesadaran dan pupil
5. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
3. Pasang jalur IV, Jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai
produksiburine, jika perlu
5. Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala syok
3. Anjurkan melapor jika
mennemukan/merasakan tanda
gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
5. Anjurkan menghindaribalergen

45
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinfalamsi,
jika perlu

Diagnosa 5 Nyeri akut berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas oleh


sekret dan tumor paru.
Intervensi : Manajemen nyeri (I. 08238 Hal : 201)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
keperawatan rasa nyeridapat
berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil : 1. Menyatakan nyeri berkurang atau
terkontrol.
2. Pasien tampak rileks
Intervensi : 1. Observasi
1. lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan

46
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian analgetik, jika
perlu

Diagnosa 6 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan


kapasitas kandung kemih kemih.

47
Intervensi : Manajemen eliminasi urun( L.041034)
Tujuan : Eliminasi Urin Membaik
Kriteria hasil : 1. kapasitas kandung kemih membaik
Intervensi : Observasi
1. Identifkasi tanda dan gejala retensi
atau inkontinensia urine
2. Identifikasi faktor yang
menyebabkan retensi atau
inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urine (mis.
frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
Terapeutik
1. Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urine
tengah (midstream)  atau kultur

Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan
dan haluaran urine
3. Anjurkan mengambil specimen
urine midstream
4. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


suposituria uretra jika perlu

Diagnosa 7 Risiko Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan


menurun.

48
Intervensi : Manajemen nutrisi (I. 03119 Hal : 200)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : 1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda
malnutrisi.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi : 1. Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

49
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

Diagnosa 8 intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


suplai oksigen.
Intervensi : Manajemen nutrisi (I. 03119 Hal : 200)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
meningkatnya toleransi aktivitas pasien.
Kriteria hasil : 1. Frekuensi pernapasan saat beraktivitas dalam batas
normal
2. Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi : 5. Observasi
1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan).
2. Tingkatkan aktivitas secara bertahap dengan periode
istirahat diantara dua aktivitas misalnya duduk dulu
sebelum tidur dan berjalan setelah tidur.
Edukasi
1. Anjurkan pasien untuk istirahat 1 jam setelah makan
(misalnya berbaring atau duduk).
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian oksigen setelah beraktivitas
bila terjadi peningkatan status pernapasan

2.3.4 Implementasi
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi

50
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAPIER dalam
melaksanakan evaluasi proses keperawatan. Format SOAPIER adalah sebagai
berikut:
1. S = Subjective data (Data Subjektif)
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri
oleh klien yang terkait dengan keluhan perasaan tidak nyaman.
2. O = Objective data (Data Objektif)
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis
keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan.
3. A = Assessment (Pengkajian)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
4. P = Planning (Perencanaan)
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan datang dari intervensi
tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
5. I = Intervention (Intervensi)
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
6. E = Evaluation (Evaluasi) .

51
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Yuni Elia Kartika


Nim : 2018.C.10a.0993
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : 22-27 juni 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 22 juni 2020
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien Tn. W ,usia 67 tahun ,jenis kelamin laki-laki,Suku/Bangsa
,Dayak,Indonesia, agama Hindu,pekerjaan sebagai kuli bangunan,
Pendidikan terakhir SMA, Status Perkawinan Kawin, alamat Jl. Bukit
Pararawen I,Palangka Raya, masuk rumah sakit tanggal 14 juni 2020,
dengan diagnosa medis PPOK(Penyakit Paru Obtruksi Kronik)
3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengeluh sesak napas
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasakan keluhan sesak napas pada bulan Mei 2020 saat sesak
napas tiba-tiba timbul, pasien hanya beristirahat di rumah saja dan
membeli obat yang dijual bebas. Pada tanggal 25 Mei pasien di rawat di
puskesmas Menteng karena mendadak mengeluh sesak napas dan semakin
lama semakin berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Pada tanggal 22 juni 2020 Karena keluhan sesak napas
dirasakan semakin berat,batuk-batuk namun dahak tidak bias keluar
pasien dibawa keluarga ke RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya,
disarankan rawat inap untuk dilakukan pemasangan selang IVFD asering
20 tpm. Pasien masuk Ruang Gardenia pada pukul 11.00 Wib..

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi )


Keluarga klien mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi
tiroid bulan januari 2020 lalu, klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah

52
meminum obat DM 4 bulan lalu dan meminum obat-obatan rutin
(Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG).
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan bahwa keluarganya ibunya memiliki riwayat penyakit
yang sama seperti yang klien.

GENOGRAM KELUARGA

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan

: Klien
3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien
tampak cemas, klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas,
suara pernafasan klien wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi
+, batuk +, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
3.1.3.1 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien
berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien cukup rapi,
klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara

53
perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah
sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 15 juni 2020 pukul 08:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 36,8 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 88 x/menit
dan pernapasan/ RR = 27 x/menit, tekanan darah TD = 140/ 90 mmhg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien memiliki kebiasaan merokok, klien
mengalami batuk, ada sputum, tidak sianosis, terdapat nyeri, sesak nafas,
type pernapasanan klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan
perut,meninggikan bahu dan melebarkan hidung. suara pernafasan klien
wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi +.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : 1. Pola napas tidak efektif
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki, klien
tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing
finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada
pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 3
detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis
klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara
jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : klien mengatakan “ nyeri pada dada saat batuk”
Masalah keperawatan : Nyeri .
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)

54
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, klien merasakan nyeri dada, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak
aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria
dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Keluhan lainnya : Nyeri P : timbul saat batuk, Q : seperti ditusuk-tusuk, R : di
bagian dada, S : skala nyeri 7 (1-10), T : berlangsung selama 1-
2 menit
Masalah keperawatatan : Nyeri akut

55
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
BAB 2x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem
tidak konstipasi, tidak kembung, kembung, bising usus klien terdengar
normal 15 x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di
bagian muka dan tangan kanan, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak
ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji
kekuatan otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan ektermitas bawah = 5
(normal). Terdapat peradangan dan perlukakaan di bagian muka dan tangan
kanan, kaki kiri dan kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta tulang
belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut

56
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosmetik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit coklat tua, turgor
kurang, tekstur kasar, tidak ada tampak terdapat lesi,tekstur rambut halus,
tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.11 Sistem Penginderaan
3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis,
kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak
terdapat adanya nyeri.
3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, terdapat memar dan
mobilitas leher klien terbatas.
3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan “ saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah”
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme

57
TB : 167 Cm
BB Sekarang : 44 Kg
BB Sebelum sakit : 46 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 44
(167)²
= 44
(1,67) ²
= 16 ( kurus)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekeunsi/hari 2 x / hari 3 x/ hari
Porsi 2 sedang 3 sedang
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi,lauk Nasi,lauk
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 cc 1500 cc
Kebiasaan Makan Pagi,siang,sore Pagi,siang,sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Masalah Keperawatan : Defisit nutrisi
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur :
Klien mengatakan sulit untuk berbaring/beristirahat, ruangan terasa panas,
ekpresi wajah klien tampak meringis, tidur sebelum sakit : siang 45 menit
dan malam 6 - 7 jam, tidur sesudah sakit : tidak ada tidur siang, malam 5
jam.
Keluhan lainnya : Saat tidur klien mengeluh batuk
Masalah Keperawatan :
3.1.4.4 Kognitif :
Klien mengatakan “Ia tidak nyaman dan tidak senang dengan keadaan
yang di alami dan ingin cepat beraktivitas seperti biasanya”
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)

58
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang laki-laki,
klien orang yang ramah, klien adalah seorang kepala keluarga
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari :
Sebelum sakit klien melakukan aktivitasnya dengan bekerja namun sesudah
sakit klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat batuk dan nyeri
dibagian dada klien dan didampingi oleh istrinya.
Masalah keperawatan : Tidak ada
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan :
3.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan
kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. W
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang di anut.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL.
3.1.5.1Kemampuan berkomunikasi :
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari :
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan Keluarga :

59
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn.T selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang terdekatnya adalah anaknya
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biayanya digunakan klien untuk beristirahat dan bercerita
dengan keluarganya
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalani ibadah,setelah sakit klien tidak bisa
beribadah.
3.1.6 DATA PENUNJANG (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang 22 juni 2020
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas
paru kanan + Ca tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
1. Hematologi
Hemoglobin : 11,7 g/dL
Hematokrit : 37 %
Eritrosit : 54 juta/mL
Leukosit : 9160 /mL
Trombosit : 363 000 /mL
MCV : 68 /L
MCH : 22 pg
MCHC : 32 g/Dl

2. Kimia klinis
Ureum : 29 mg/dL
Kreatinin : 1.1 mg/dL

60
GDS : 184 mg/dL
Natrium : 142 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Klorida : 97 mmol/L
3. Analisa darah
PH : 7,362
PCO2 : 26,5 mmHg
PO2 : 137,7 mmHg
HCO3- : 15,2 mmol/L
BE : -8,6 mmol/L
Saturasi O2 : 99,1 %

4. Hasil Rontgen AP thoraks


1. Atelektaksis lobus atas paru kanan
2. Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis
tumor di paru
3. PPOK eksaserbasi akut
3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari, tanggal : Selasa, 23 juni 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1. Bricasma 2x 40 mg IV Bricasma merupakan
obat yang digunakan
untuk meringankan
gejala-gejala asma dengn
cepat pada saat serangan
berlangsung dan mampu
mengobati penyakit paru
obtruktif kronik(PPOK)
2. Metly 3x 62,5 gram IV Meltly prednisolon adal
prednisolon obat yang memiliki
fungsi untuk
menguranggi gejala
peradangan atau

61
meredakan reaksi
alergi.dan juga memiliki
kegunaan untuk
mengatasi masalah
kesehatan lain
seperti,penyakit
kulit,ginjal,usus,paru-
paru.
3. Lasal 3x 1(hari) Oral Lasal ekspektoran syrup
ekspektoran diindikasikan untuk
syrup perawatan
batuk,asma,gangguan
paru-paru,penyakit
pernafasan,kemacetan
dada.

4 Cefriaxon 2x40 mg IV Ceftriaxone adalah obat


antibiotic sefalosporin
yang digunakan untuk
mengobati infeksi
bakteri,bekerja dengan
cara membunuh bekteri
dan mencegah
perttumbuhan.
5 Amlodipin 1x 5 mg Oral Amlodipin adalah obat
darah tinggi atau
hipertensi.
6 Inhalasi 2x Diuapkan Inhalasi pilmicont adalah
pilmicont (0.25)Sehari menggunakan alat obat untuk meredakan
nebulirzer,kemudian sesak nafas atau mengis.
dihurup.

62
Palangka Raya,22 juni 2020
Mahasiswa,

( Yuni Elia Kartika)


NIM : 2018.C.10a.0993

ANALISIS DATA

3.1.1 Analisa Data


Data Fokus Kemungkinan Masalah
penyebab

DS : Obstruksi jalan nafas Pola napas tidak

63
1. Klien mengatakan oleh sekret dan tumor efektif
nafas terasa berat paru
2. Klien mengatakan
dada terasa sesak
3. Klien mengatakan
nafas terasa capek
DO:
1. Keluarga mengatakan
saat klien ke kamar
mandi klien tampak
ngos-ngosan
2. Klien tampak sulit
saat bernafas
3. Suara pernafasan
klien wheezing
4. Pernafasan klien
dalam dan cepat
5. Ronchi (+)
6. TTV klien:
TD :140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,8oC
4. Hasil Rontgen AP
thoraks
5. Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan saluran
pernafasan (sisa 1cm)
dengan
susp,metastasis tumor
di paru, PPOK

64
eksaserbasi akut

DS: Peningkatan produksi Bersihan jalan


Klien mengatakan sekret nafas tidak efektif
batuk-batuk namun
dahak tidak bisa
keluar
DO:
1. Suara pernapasan
klien ronchi
2. Batuk (+)
3. TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C

DS: Obstruksi jalan nafas Nyeri Akut


1. Klien mengatakan oleh sekret dan tumor
tenggorokan terasa paru
sakit
2. Klien mengatakan
sakit saat bernafas
dan batuk
3. Klien mengatakan
sakit di bagian dada
saja
DO:
1. Skala nyeri 5
2. Klien memegangi
dada saat bernafas
3. TTV
TD 140/90 mmHg

65
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
4. Hasil Rontgen AP
thoraks :
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan saluran
pernafasan (sisa
1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut

DS: Napsu makan Defisit nutrisi


menurun
1. Keluarga klien
mengatakan porsi
makan klien habis
setengah porsi
2. Keluarga
mengatakan tidak
ada mual dan
muntah
3. Keluarga klien
mengatakan BB
menurun 2 kilo sejak
sakit
DO:
1. BB sebelum sakit =
47 kg
2. BB sesudah sakit =
44 kg

66
3. IMT = 16
4. TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C

PRIORITAS MASALAH

1. Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh


sekret dan tumor paru ditandai dengan Klien mengatakan nafas terasa berat
dada terasa sesak, nafas terasa capek,Suara pernafasan klien
wheezing,Pernafasan klien dalam dan cepat,Ronchi (+),TTV klien: TD :
140/90 mmHg, RR 27 x/menit,N 88 x/menit,S 36,8oC.Hasil Rontgen AP
thoraks Atelektaksis lobus atas paru kanan, Penyempitan saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru, PPOK eksaserbasi akut.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret ditandai dengan Klien mengatakan batuk-batuk namun dahak
tidak bisa keluar,Suara pernapasan klien ronchi,Batuk (+),TTV TD 140/90
mmHg,RR 27 x/menit,N 88 x/menit,S 36,80C.
3. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan
tumor paru ditandai dengan Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit
saat bernafas dan batuk,sakit di bagian dada saja,Skala nyeri 5.(1-10) TTV:
TD 140/90 mmHg,RR 27 x/menit,N 88 x/menit,S 36,80C. Hasil Rontgen AP
thoraks : Atelektaksis lobus atas paru kanan, Penyempitan saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru, PPOK eksaserbasi akut.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun : Dispnea
ditandai dengan Keluarga klien mengatakan porsi makan klien habis setengah
porsi Keluarga mengatakan tidak ada mual dan muntah, Keluarga klien
mengatakan BB menurun 2 kilo sejak sakit,BB sebelum sakit = 46 kg BB

67
sesudah sakit = 44 kg, TTV : TD 140/90 mmHg,RR 27 x/menit,N 88 x/menit,
S 36,80C.

68
RENCANA KEPERAWATAN

3.2 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui tingkat kedalaman napas dan
nafas berhubungan keperawatan selama 1x7 1. Memonitor pola napas(frekuensi, frekuensi napas pasien
dengan obstruksi jalan jam masalah keperawatan kedalaman, usaha napas) 2. Untuk mengetahui ada kelainan pada saluran
nafas oleh sekret dan kebersihan jalan napas 2. Memonitor bunyi napas pernapasan atau suara napas tambahan
tumor paru efektif tambahan( mis. Gurgling, mengi, 3. Agar pasien merasa lebih rileks
KH : wheezing, ronkhi kering) 4. Posisi semi-fowler dapat mengurangi sesak
1. Keluhan klien sesak 3. MEmonitor sputum (jumlah, warna, napas
napas berkurang,
aroma) 5. Untuk membantu mengeluarkan sekresi
ringan, tidak nyeri saat
melakukan pernapasan Terapeutik 6. Untuk mengurangi sesak napas
2. Tak tampak sesak 1. Mempertahankan kepatenan jalan 7. Pemberian terapi obat bricasma 2amp,
napas dan nyeri saat
melakukan pernapasan napas dengan head-tild dan chin-lift ceftriaxon 1x2gr, amlodipin 1x5mg.
3. Bentuk dada simetris 2. MemberIkan posisikan semi fowler Untuk mengurangi masalah kesehatan klien
4. Gerakan dada saat
3. Memberikan minum hangat
bernapas simetris
5. Tidak menggunakan 4. Melakukan fisioterapi dada, jika

69
otot bantu pernapasan perlu
6. Pola napas normal
5. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
6. Berikan oksigen, jika perlu
5. Edukasi
1. Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2. Mengajarkan teknik batuk efektif
6. Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2amp, ceftriaxon 1x2gr, amlodipin
1x5mg

Setelah dilakukan tindakan

70
2. Bersihan jalan nafas keperawatan selama 1x 7
tidak efektif jam masalah keperawatan Observasi 1. Mengetahui tingkat kedalaman napas dan
berhubungan dengan bersihan jalan nafas sedikit 1. MEmonitor pola napas(frekuensi, frekuensi napas pasien
peningkatan produksi teratasi. kedalaman, usaha napas) 2. Untuk mengetahui ada kelainan pada saluran
sekret KH : 2. Memonitor bunyi napas pernapasan atau suara napas tambahan
1. Klien mengatakan tambahan( mis. Gurgling, mengi, 3. Agar pasien merasa lebih rileks
sudah dapat wheezing, ronkhi kering) 4. Posisi semi-fowler dapat mengurangi sesak
mengeluarkan dahak 3. MEmonitor sputum (jumlah, warna, napas
2. Klien mengatakan aroma) 5. Untuk membantu mengeluarkan sekresi
batuk berkurang Terapeutik 6. Untuk mengurangi sesak napas
3. Batuk efektif dan 7. Mempertahankan kepatenan jalan 7. Pemberian terapi obat nebulizer (pulmicont
mengeluarkan sekret napas dengan head-tild dan chin-lift 1cc) untuk meredakan sesak napas
4. TTV 8. Posisikan semi fowler 8. Pemberian terapi obat lasal ekspektoran syrup
TD : 120/80 -140/90 9. Memberikan minum hangat 3x1 untuk untuk mengurangi sesak pada dada
mmHg 10. Melakukan fisioterapi dada, jika
N : 60-100 x/menit perlu
RR :18-22 x/menit 11. memberikan oksigen
S : 36,5 -37,5oC 7. Edukasi.
1. Mengajarkan teknik batuk efektif

71
8. Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
1cc)
2. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat lasal
ekspektoran syrup 3x1

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan 1x7 jam
diharapkan masalah nyeri

72
3. Nyeri akut akut pada klien dapat 1. Selalu memantau perkembangan nyeri
berhubungan dengan teratasi, dengan kriteria 2. Mencari tahu faktor memperberat dan
obstruksi jalan nafas hasil : Observasi memperingan nyeri agar mempercepat proses
oleh sekret dan tumor 1. Menyatakan nyeri 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, kesembuhan.
paru berkurang atau terkontrol. durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 3. Memberikan kondisi lingkungan yang nyaman
2. Pasien tampak rileks 2. Mengidentifikasi factor yang untuk membantu meredakan nyeri.
6. TTV Normal : memperberat dan memperingan nyeri. 4. Salah satu cara mengurangi nyeri.
TD : 120/80 mmHg 3. Kontrol lingkungan yang memperberat 5. Agar klien dapat melakukan secara mandiri
N : 88x/menit rasa nyeri. ketika nyeri kambuh.
S : 36,50C Terapeutik 6. Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian
RR : 20x/menit 1. Memberikan teknik nonfarmakologis terapi obat metyl prednisolon 3x62,5 gr untuk
2. Mengajarkan teknik nonfarmakologis mengurangi masalah kesehatan klien.
untuk mengurangi rasa nyeri
Koloborasi
1. Kaloborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,5 gr
Tujuan : Setelah diberikan
tindakan keperawatan 1x7

73
4. Defisit nutrisi jam diharapkan  kebutuhan 1. Selalu memantau status nutrisi klien
berhubungan dengan nutrisi adekuat. 2. Mencari tahu alergi
nafsu makan Kriteria hasil : 6. Observasi 3. Untuk mengetahui asupan nutrisi
menurun : Dispnea 1. Menunjukkan berat 1. Mengidentifikasi status nutrisi 4. Untuk mengetahui IMT klien
ditandai dengan badan meningkat 2. Mengidentifikasi alergi dan 5. Untuk memenuhi hygiene
Keluarga klien mencapai tujuan intoleransi makanan. 6. Maningkatkan napsu makan
mengatakan porsi dengan nilai 3. Memonitor asupan makanan 7. Mengatur posisi nyaman klien agar lebih
makan klien habis laboratoriurn normal 4. Memonitor berat badan mudah ketika menelan
setengah porsi dan bebas tanda 7. Terapeutik 8. Klien Tahu diet yang telah diprogramkan
Keluarga mengatakan malnutrisi. 1. Melakukan oral hygiene sebelum
tidak ada mual dan 2. Melakukan perubahan makan
muntah, Keluarga pola hidup untuk 2. Sajikan makanan secara menarik
klien mengatakan BB meningkatkan dan dan suhu yang sesuai
menurun 2 kilo sejak mempertahankan berat8. Edukasi
sakit,BB sebelum sakit badan yang tepat. 3. Menganjurkan posisi duduk, jika
= 46 kg BB sesudah mampu
sakit = 44 kg. 4. Mengajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

74
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
perlu

3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi Keperawatan

75
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. W.


Ruang Rawat : Gardenia no. 1

Hari/Tanggal Tanda Tangan Dan Nama


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Perawat
Senin/ 22 Juni 2020 S :- Pasien mengatakan “sesak
1. Memonitor pola napasa berkurang” Yuni Elia Kartika
Pukul : 08.00 WIB
napas(frekuensi, O:
DX 1
kedalaman, usaha napas)
- Pola napas normal
2. Memonitor bunyi napas
- TTV : TD110/70, Nadi :
tambahan( mis. Gurgling, 75x/menit, RR :
mengi, wheezing, ronkhi 20x/menit, Suhu : 37ºC
- Pasien maampu
kering)
mengeluarkan dahak
3. Memonitor sputum - Sudah diberi posisi
(jumlah, warna, aroma) semifowler.

76
4. Mempertahankan - Terpsang O2 Nasal
kepatenan jalan napas kanaul 4Lpm
- Sudah diberi terapi obat
dengan head-tild dan chin-
bricasma 2amp,
lift ceftriaxon 1x2gr,
5. Posisikan semi fowler amlodipin 1x5mg

6. Memberikan minum hangat A : Masalah teratasi


7. Melakukan fisioterapi dada, sebagian
jika perlu
P : lanjutkan intervensi
8. Mengeluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
McGill
9. Memberikan oksigen
10. Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi.
11. Mengajarkan teknik batuk
efektif
12. Memberikan terapi obat
bricasma 2amp, ceftriaxon

77
1x2gr, amlodipin 1x5mg
sesuai hasil koloborsi.

Senin, 22 Juni 2020 1. Memonitor pola S : Pasien mengatakan “sesak


DX 2 napas(frekuensi, napas berkurang” Yuni Elia Kartika
kedalaman, usaha napas) O:
2. Memonitor bunyi napas
- Pola napas normal
tambahan( mis. Gurgling,
- TTV :
mengi, wheezing, ronkhi TD : 110/70,
kering) Nadi :75x/menit,
RR : 20x/menit,
3. Memonitor sputum
Suhu : 37ºC
(jumlah, warna, aroma - Pasien tampak rilek
4. Pertahankan kepatenan - Terpasang O2 Nasal
kanaul 4Lpm
jalan napas dengan head-
- Pasien bisa
tild dan chin-lift mempraktikan teknik
5. Posisikan semi fowler batuk efektif
6. Memberikan minum hangat - Pasien diberi nebulizer
(pulmicont 1cc)
7. Melakukan fisioterapi dada
- Sudah diberikan terapi
8. Memberikan oksigen, jika obat lasal ekspektoran

78
perlu
syrup 3x1
9. Mengajarkan teknik batuk
efektif A : Masalah teratasi

10. Melakukan tindakan P : Lanjutkan intervensi


pemberian nebulizer
(pulmicont 1cc) sesuai
hasil yang telah
dikoloborasi
11. Melakukan tindakan
pemberian terapi obat lasal
ekspektoran syrup 3x1
sesuai hasil yang telah
dikoloborasi.

Senin 22 Juni 2020 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Pasien mengatakan “nyerinya


DX3 karakteristik, durasi, sudah berkurang”
frekuensi, kualitas, O:
intensitas nyeri.
-Pasien tidak tampak kesakitan
2. Mengidentifikasi factor Yuni Elia Kartika

79
yang memperberat dan -Skala nyeri 2 dari (1-10)
memperingan nyeri. -Sudah di ajarkan teknik terapi
nonfarmakologi
3. Mengontrol lingkungan
menguranggi nyeri
yang memperberat rasa -Sudah diberi terapi obat metyl
nyeri. prednisolon 3x62,5 gr.
- TTV :
4. Memberikan teknik
TD110/70,
nonfarmakologis Nadi :75x/menit,
5. Mengajarkan teknik RR : 20x/menit,
Suhu : 36ºC
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri A : Masalah teratasi sebagian
6. Melakukan tindakan P : Lanjutkan intervensi
pemberian terapi
pemberian obat metyl
prednisolon 3x62,5 gr
sesuai hasil yang telah di
koloborasi.
Senin 22 Juni 2020 1. Mengidentifikasi status S : pasien mengatakan
DX4 nutrisi “Makanannya enak”
2. Mengidentifikasi alergi O:

80
dan intoleransi makanan. - Pasien tampak
3. Memonitor asupan menghabisi porsi
makannya
makanan
- BB pasien dalam rentang
4. Memonitor berat badan tidak norman
5. Melakukan oral hygiene Yuni Elia Kartika
sebelum makan, jika A : Masalah teratasi
perlu sebagian
6. Menyajikan makanan
P : lanjutkan intervensi
secara menarik dan suhu
yang sesuai
7. Menganjurkan posisi
duduk, jika mampu
8. Mengajarkan diet yang
diprogramkan

CATATAN PERKEMBANGGAN
Nama : Tn. W.

81
Ruang Rawat : Gardenia no.1
Hari/Tanggal Tanda Tangan Dan Nama
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Perawat
Selasa/ 23 Juni 2020 S : - Pasien mengatakan “sesak
1. Memonitor pola napasa berkurang” Yuni Elia Kartika
Pukul 08.00 WIB
napas(frekuensi, - pasien mengatakan batuk
DX 1
kedalaman, usaha napas) sudah mulai berkurang
2. Memonitor bunyi napas
O:
tambahan( mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi - Pola napas normal
- TTV : TD110/70, Nadi :
kering)
75x/menit, RR :
3. Memonitor sputum 20x/menit, Suhu : 37ºC
(jumlah, warna, aroma) - Pasien tanpak tidak sesak
napas
4. Mertahankan kepatenan - Sudah diberi posisi
semiflower
jalan napas dengan head-
- Pasien dan keluarga
tild dan chin-lift dapat mempraktikan
5. Posisikan semi fowler teknik batuk efektif
- Terpsang O2 Nasal
6. Memberikan minum

82
hangat kanaul 4Lpm
7. Melakukan fisioterapi - Sudah diberikan terapi
obat bricasma 2amp,
dada, jika perlu
ceftriaxon 1x2gr,
8. Mengeluarkan sumbatan amlodipin 1x5mg
benda padat dengan forsep
A : Masalah teratasi
McGill
P : lanjutk intervensi
9. Memberikan oksigen
10. Mengajarkan teknik batuk
efektif
11. Memberikan terapi obat
bricasma 2amp, ceftriaxon
1x2gr, amlodipin 1x5mg
sesuai hasil koloborsi.

Selasa, 23 Juni 2020 1. Memonitor pola S : Pasien mengatakan “sesak


Pukul 09.00 WIB napas(frekuensi, napas berkurang” Yuni Elia Kartika
DX 2 kedalaman, usaha napas) O:
2. Memonitor bunyi napas
- Pola napas normal
tambahan( mis. Gurgling,

83
mengi, wheezing, ronkhi - TTV :
kering) TD : 110/70,
Nadi :75x/menit,
3. Memonitor sputum
RR : 20x/menit,
(jumlah, warna, aroma Suhu : 37ºC
- Pasien tampak rilek
4. Mempertahankan - Terpasang O2 Nasal
kanaul 4Lpm
kepatenan jalan napas
- Sudah diberi posisi
dengan head-tild dan chin- semifowler
lift - Pasien dan keluarga bisa
5. Posisikan semi fowler mempraktikan teknik
batuk efektif
6. Memberikan minum
- Sudah diberi pemberian
hangat nebulizer (pulmicont
7. Melakukan fisioterapi 1cc)

dada A : Masalah teratasi


8. Memberikan oksigen, jika
P : Intervensi dihentikan
perlu
9. Mengajarkan teknik batuk
efektif
10. Melakukan tindakan

84
pemberian nebulizer
(pulmicont 1cc) sesuai
hasil yang telah
dikoloborasi
11. Melakukan tindakan
pemberian terapi obat lasal
ekspektoran syrup 3x1
sesuai hasil yang telah
dikoloborasi.
Selasa 23 Juni 2020 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Pasien mengatakan “nyerinya
karakteristik, durasi, sudah berkurang”
Pukul 10.00 WIB frekuensi, kualitas, O:
DX3 intensitas nyeri.
-Pasien tidak tampak kesakitan
2. Mengidentifikasi factor Yuni Elia Kartika
-Skala nyeri 2 dari (1-10)
yang memperberat dan -Sudah diajarkan teknik
memperingan nyeri. nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Mengontrol lingkungan
-Sudah di beri terapi
yang memperberat rasa pemberian obat metyl
nyeri. prednisolon 3x62,5 gr

85
4. Memberikan teknik - TTV :
nonfarmakologis TD110/70,
Nadi :75x/menit,
5. Mengajarkan teknik
RR : 20x/menit,
nonfarmakologis untuk Suhu : 36ºC
mengurangi rasa nyeri
A : Masalah teratasi sebagian
6. Melakukan tindakan
P : Lanjutkan intervensi
pemberian terapi pemberian
obat metyl prednisolon
3x62,5 gr sesuai hasil yang
telah di koloborasi.
Selasa 23 Juni 2020 1. Mengidentifikasi status S : pasien mengatakan
Pukul 11.00 WIB nutrisi “Makanannya enak”
DX4 2. Mengidentifikasi alergi
O:
dan intoleransi makanan.
- Pasien tampak
3. Memonitor asupan
menghabisi porsi
makanan makannya
4. Memonitor berat badan - BB pasien dalam rentang
tidak norman
5. Melakukan oral hygiene Yuni Elia Kartika
- Posisi ketika makan
sebelum makan, jika perlu duduk

86
6. Menyajikan makanan
secara menarik dan suhu A : Masalah teratasi
yang sesuai sebagian
7. Menganjurkan posisi
P : lanjutkan intervensi
duduk, jika mampu
8. Mengajarkan diet yang
diprogramkan

Hari/Tanggal Tanda Tangan Dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Rabu, 24 Juni 2020 S : - Pasien mengatakan “tidak
1. Memonitor pola merasa sesak napas lagi” Yuni Elia Kartika
Pukul 08.00 WIB
napas(frekuensi, kedalaman,
DX 1 - pasien mengatakan
usaha napas)
sudah tidak batuk
2. Memonitor bunyi napas
O:
tambahan( mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi

87
kering) - Pola napas normal
3. Memonitor sputum (jumlah, - TTV : TD110/70,
Nadi :75x/menit, RR :
warna, aroma)
20x/menit, Suhu : 37ºC
4. Mempertahankan kepatenan - Pasien tampak tidak
jalan napas dengan head-tild sesak napas
- Sudah diberi posisi
dan chin-lift
semiflower
5. Posisikan semi fowler - Pasien dan keluarga
6. Memberikan minum hangat dapat mempraktikan
teknik batuk efektif
7. Melakukan fisioterapi dada,
- Terpsang O2 Nasal
jika perlu kanaul 4Lpm
8. Mengeluarkan sumbatan - Sudah diberikan terapi
benda padat dengan forsep obat bricasma 2amp,
ceftriaxon 1x2gr,
McGill amlodipin 1x5mg
9. Memberikan oksigen
A : Masalah teratasi
10. Mengajarkan teknik batuk
efektif P : Hentikan intervensi

11. Melakukan terapi obat


bricasma 2amp, ceftriaxon
1x2gr, amlodipin 1x5mg

88
sesuai hasil koloborsi.

Rabu, 24 Juni 2020 1. Memonitor pola S : Pasien mengatakan “Sudah


Pukul 09.00 WIB napas(frekuensi, kedalaman, tidak merasakan sesak Yuni Elia Kartika
DX 2 usaha napas) napas lagi”
2. Memonitor bunyi
napas O :
tambahan( mis. Gurgling,
- Pola napas normal
mengi, wheezing, ronkhi
- TTV :
kering) TD : 110/70,
3. Memonitor sputum (jumlah, Nadi :75x/menit,
RR : 20x/menit,
warna, aroma
Suhu : 37ºC
4. Mempertahankan kepatenan - Pasien tampak rilek
jalan napas dengan head-tild - Terpasang O2 Nasal
kanaul 4Lpm
dan chin-lift
- Sudah diberi posisi
5. Posisikan semi fowler semifowler
6. Memberikan minum hangat - Pasien dan keluarga
7. Melakukan fisioterapi dada bisa mempraktikan
teknik batuk efektif
8. Memberikan oksigen, jika
- Sudah diberi pemberian
perlu nebulizer (pulmicont

89
9. Mengajarkan teknik batuk 1cc)
efektif A : Masalah teratasi
10. Melakukan tindakan
P : Intervensi dihentikan
pemberian nebulizer
(pulmicont 1cc) sesuai hasil
yang telah dikoloborasi
11. Melakukan tindakan
pemberian terapi obat lasal
ekspektoran syrup 3x1
sesuai hasil yang telah
dikoloborasi.

Rabu, 24 Juni 2020 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Pasien mengatakan “sudah


Pukul 10.00 WIB karakteristik, durasi, frekuensi, tidak merasakan nyeri lagi”
DX3 kualitas, intensitas nyeri. O:
2. Mengidentifikasi factor yang
-Pasien tidak tampak

90
memperberat dan kesakitan Yuni Elia Kartika
memperingan nyeri. -Skala nyeri 0 dari (1-10)
-Sudah diajarkan teknik
3. Mengontrol lingkungan yang
nonfarmakologis untuk
memperberat rasa nyeri. mengurangi rasa nyeri
4. Memberikan teknik -Sudah di beri terapi
pemberian obat metyl
nonfarmakologis
prednisolon 3x62,5 gr
5. Mengajarkan teknik - TTV :
nonfarmakologis untuk TD110/70,
Nadi :75x/menit,
mengurangi rasa nyeri
RR : 20x/menit,
6. Melakukan tindakan Suhu : 36ºC
pemberian terapi pemberian
A : Masalah teratasi
obat metyl prednisolon 3x62,5
gr sesuai hasil yang telah di P : Hentikan intervensi

koloborasi.
Rabu, 24 Juni 2020 1. Mengidentifikasi status nutrisi S : pasien mengatakan
Pukul 11.00 WIB 2. Mengidentifikasi alergi dan “Makanannya enak”
DX4 intoleransi makanan. O:
3. Memonitor asupan makanan
- Pasien tampak
4. Memonitor berat badan
menghabisi porsi

91
5. Melakukan oral hygiene makannya
sebelum makan, jika perlu - BB pasien bertambah
- IMT pasien normal
6. Menyajikan makanan secara Yuni Elia Kartika
- Posisi ketika makan
menarik dan suhu yang sesuai duduk
7. Menganjurkan posisi duduk,
jika mampu A : Masalah teratasi
8. Mengajarkan diet yang
P : Hentikan intervensi
diprogramkan

92
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obtruksi Kronik  merupakan obstruksi saluran pernafasan
yang yang berlangsung lama dan bertahap,yang terjadi bersamaan bronkitis
kronik, emfisema atau kedua-duanya .Secara keseluruhan penyebab terjadinya
PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup  oleh seorang individu
selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk : Asap rokok ,Polusi udara,Polusi di
tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun), Infeksi saluran nafas bawah
berulang.
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. W dengan PPOK, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Melakukan pengkajian pada Tn. W terkait dengan PPOK. Dalam
melakukan pengkajian pada Tn. W, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. W karena Tn. W kesulitan berbicara. Maka
dari itu, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga
pada anggota keluarga Tn. W
Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. W. Dari hasil pengkajian
yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 4 diagnosa yaitu Perubahan
pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret. Nyeri Akut : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret
dan tumor paru. Defisit Nutrisi berhubungan dengan napsu makan menurun.
Melakukan perencanaan terhadap Tn. W. Perencanaan yang dibuat
disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga intervensi yang dilakukan dapat
terlaksana dengan baik terkait dukungan dan kerjasama dari Tn. W dalam
mengatasi penyakit yang dideritanya. Saat penulis melakukan kontrak waktu
untuk pemberian asuhan keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya, klien dan
keluarga klien juga kooperatif.
Melakukan tindakan keperawatan pada Tn. W terkait penyakit PPOK yang
dialami Tn. W saat dilakukan tindakan keperawatan, Tn. W sangat kooperatif saat
dilakukan injeksi, fisioterapi dada, diajarkan tekhnik mengeluarkan sekret dengan

93
batuk efektif dan pasien juga memperhatikan saran yang diberikan oleh penulis
antara lain minum air hangat matang untuk memudahkan keluarnya sekret.
Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. W. Evaluasi setelah
memberikan tindakan keperawatan selama 7 hari, untuk diagnosa pertama sampai
ketiga belum teratasi sedangkan diagnosa keempat sedikit teratasi.
Melakukan dokumentasi keperawatan pada keluarga Tn. WSetelah
melakukan tindakan keperawatan, penulis mendokumentasikan tindakan tersebut
dalam catatan yang penulis buat.
4.2 Saran
1. RSUD Dr. Sylvanus Palangka Raya
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat
meningkatkan dan mempertahankan standar asuhan keperawatan
sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat terjaga.
2. Institusi Pendidikan
Penulis berharap Institusi Pendidikan dapat menyediakan sumber buku
dengan tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang
penting dalam pembuatan seminar kecil dan dapat meningkatkan
kualitas pendidikan teruatama dengan pembuatan asuhan keperawatan
dalam praktek maupun teori.
3. Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu
pelayanan, lebih ramah lagi tehadap pasien dan dapat memberikan
asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

94
95
REFERENSI

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis

NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP.

IKIP.

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan

Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan

Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Buku Kedokteran.

Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.

Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for

The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive

Pulmonary Disease. Barcelona: Medical Communications Resources.

Available from: http://www.goldcopd.org

Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi

Kronis Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam

Medis Pasien Rawat Inap Di RSUD SRAGEN. Sragen : Jurnal

Keperawatan.

96
Lyndon,Saputra,(2010), Buku Kapita Selekta Kedokteran Klinik, BinaRupa

Aksara Publiser. Tangerang

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku

Kedokteran.

Nazir. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta :

Salemba Medika.

Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

Salemba Medika.

Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi

2. Jakarta: EGC, 410-460.

97

Anda mungkin juga menyukai