Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan
kualitas hidup. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan

luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit
lainnya, sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah,

tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Salah satu


kesehatan mulut adalah kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi hal yang penting,

khususnya bagi perkembangan anak. Seiring dengan pertumbuhan balita maka


kebutuhan gizi akan semakin bertambah diantaranya adalah pemberian vitamin,

susu formula dan makanan pendamping ASI. Susu formula yang diberikan dengan
menggunakan botol/ Dot sering menjadi penyebab munculnya caries gigi atau gigi

berlubang, caries gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut
yang sering kita jumpai di masyarakat saat ini, penyakit ini dapat terjadi pada

semua usia, baik balita, anak- anak, remaja, maupun orang dewasa (Arisman, 2010)
Karies gigi adalah salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk karena

ada sisa makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan
pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah.

(Sinaga, 2013)
Menurut data survei World Health Organization tercatat bahwa di seluruh

dunia 60–90% anak mengalami karies gigi. Prevelensi tertinggi karies gigi pada
anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa, indeks agak rendah dari Mediterania

Timur dan wilayah barat pasifik, sementara prevalensi terendah adalah Asia
tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral health, indeks karies gigi global di

antara anak usia 12 tahun dan rata-rata 1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang
mengalami kerusakan gigi lebih dari satu gigi (WHO, 2003). Di Indonesia, hasil
2

Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, antara lain: prevalensi penduduk yang

mempunyai masalah gigimulut adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan


seluruh gigi aslinya adalah 1,6%, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan

penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan


dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010).

Penderita karies gigi di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan


penderita terbesar adalah golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).

Semakin meningkatnya angka karies gigi saat ini dipengaruhi oleh salah
satunya adalah faktor perilaku masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak

menyadari pentingnya merawat kesehatan mulut dan gigi. Ketidaktahuan


masyarakat tersebut yang mengakibatkan penurunan produktivitas karena

pengaruh sakit yang dirasakan. Hal ini karena menurunnya jaringan pendukung
gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi sumber infeksi yang dapat mengakibatkan

beberapa penyakit sistemik. (Nurhidayat dkk., 2012). Dampak yang ditimbulkan


akibat karies gigi secara ekonomi adalah semakin lemahnya produktivitas

masyarakat. Jika yang mengalami anak-anak maka akan menghambat


perkembangan anak sehingga akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, yang

secara jangka panjang akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat (Asse,
2010).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Playgroup


Islam Terpadu Ukhuwah Banjarmasin (Kalimantan selatan). Dengan responden

sejumlah 80 0rang anak dimana 40 anak merupakan anak yang menkonsumsi susu
dengan botol dan 40 anak mengkonsumsi susu tanpa menggunakan botol. Peneliti

menemukan bahwa indeks karies anak yang mengkonsumsi susu botol lebih tinggi
dibanding tanpa botol. Penelitian menunjukkan bahwa indeks karies pada anak

yang mengkonsumsi susu botol sebesar 5,3 termasuk kategori tinggi, sedangkan
indeks karies mengkonsumsi susu tanpa botol sebesar 3,4 termasuk dalam kategori

sedang.
3

Usaha pencegahan karies pada anak harus dilakukan sedini mungkin yaitu

ketika gigi susu mulai tumbuh. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan
menghilangkan plak secara periodik, mengurangi paparan asam pada gigi,

mengatur pola makan (mengurangi konsumsi makanan yang banyakmengandung


gula), menyikat gigi dengan teratur (setelah makan dan sebelum tidur), merubah

kebiasaan minum susu dari botol ke minum susu dari gelas,(Sutrisno & Umi, 2013).

B. Rumusan Masalah
Hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian susu formula terhadap angka

karies pada anak TK di Samarinda.

C. Pertanyaan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian

susu formula terhadap angka karies pada anak TK di Samarinda.

D. Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara penggunaan botol dot dalam pemberian susu formula

terhadap angka karies pada anak TK di Samarinda.

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian susu


formula dengan angka karies pada anak TK di Samarinda

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pengunaan botol dot dalam pemberian susu

formula pada anak TK di Samarinda.


b. Mengetahui gambaran kejadian karies gigi pada anak TK di Samarinda.
4

c. Mengetahui hubungan antara penggunaan botol dot dalam pemberian

susu formula dengan kejadian karies pada anak TK di Samarinda.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan atau informasi kepada


masyarakat terutama ibu tentang hubungan antara pola pemberian susu

formula dengan kesehatan gigi pada balita, agar dapat mengoptimalkan


kesehatan gigi balita

2. Bagi Profesi keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang

keperawatan khususnya keperawatan anak dan keperawatan komunitas tentang


hubungan antara pola pemberian susu formula dengan kesehatan gigi pada

balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses belajar
mengajar yang berhubungan dengan kesehatan gigi pada anak TK

4. Peneliti
Penelitian ini menjadi sumber data dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Konsep Dasar Penggunaan Botol dot (Botol susu)

a. Perawatan Botol Susu dengan mencuci botol dan putting botol setelah
digunakan dan membilas botol sampai bersih dari susu formula segera

setelah digunakan dengan menggunakan sikat botol dan sikat dengan


sabun dan air panas.

b. Cara Penggunaan Botol Susu


1) Usahakan untuk memberi secara perlahan jumlah susu yang diberikan

kepada bayi. Tetapi perlu diingat untuk membiarkan bayi


memutuskan sendini jumlah formula yang diinginkan.

2) Orang tua yang memberi bayinya susu formula menggunakan botol


dapat mengetahui dengan pasti jumlah susu yang di konsumsi, di

tempat umum pemberian susu formula lebih nyaman untuk wanita


yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya karena efektif dan

efisien serta pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk


ikut berperan aktif memberi makan bayi dan mengambil tanggung

jawab yang sama dalam pemberian susu.


3) Kadang-kadang bayi akan berhenti mengisap di tengah-tengah

menyusu. Jangan mengganggap anak tidak berselera untuk menyusu.


Bayi mungkin hanya beristinahat. Orang tua harus bersabar, dan jika

bayi merasa sudah siap, ia akan meneruskan menyusu kembali.


(Paula, 2010).

c. Caries berlatar belakang botol. Perlubangan gigi ( caries) terlalu dini


kerap dirujuk sebagai baby bottle tooth decay karena dibiarkan terlalu

lama mengisap botol yang berisi karbohidrat yang yang mudah terjadi
6

(susu formula). Ketika anak telah disapih dan dibiarkan akrap bahkan

ketiduran sambil menggisap susu dari botol (Arisman, 2010)


d. Kategori menggunaan botol susu yang menyebabkan caries meliputi

1) Pemberian yang dilakukan sepanjang hari (sepanjang malam dan


siang) dimana gula dari sisa minuman dan bakteri akan menempel

pada waktu tertentu dan berubah menjadi asam laktat yang


menurunkan pH mulut menjadi kritis (sekitar pH 5,5)

2) Pemberian botol yang dibiarkan anak minum susu sambil tertidur


yang juga dikenal dengan (BBC) Baby Bottle Caries dan banyak lain

istilahnya caries semacam ini hanya terjadi pada anak kecil dan
prasekolah yakni pada gigi desiduan saja dengan waktu paparan

yang lama seperti ketika tidur siang dan malam (Syaifuddin, 2008).

e. Cara pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang terbiasa

menggunakan botol
1) Jangan pernah meletakkan botol minuman pada tempat tidur anak

2) Berikan botol hanya pada makan saja, jangan gunakan botol minum

sebagai dot

3) Ajari anak meminum dengan cangkir atau gelas

4) Gunakan air yang bersih dan sikat gigi ukuran anak untuk pembersihan
setiap hari.

5) Hentikan penggunaan botol pada usia 12-14 tahun.

6) Ketika anak menginjak usia 2 tahun, orang tua harus menyikat gigi satu

atau dua kali selesai makan dan sebelum tidur (syaifuddin, 2008).
2. Konsep Dasar Pemberian Susu Formula

a. Pengertian Susu Formula


Susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati didalamnya,tidak ada

sel yang hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi,
serta tidak mengandung enzim maupun hormon yang mengandung faktor
7

pertumbuhan. juga berpendapat bahwa susu formula adalah cairan atau

bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi dan anak-anak
yang berfungsi sebagai pengganti ASI (Raspy, 2007).

b. Jenis Susu Formula

Susu formula mengandung gizi utama yang diperlukan bayi. Karena dalam
formula ditambahkan vitamin, pemberian suplemen vitamin tidak

diperlukan. Jika menggunakan susu bubuk atau bentuk cairan konsentrat,


bayi akan memperoleh zat fluorida yang dibutuhkannya dan sumber air

yang digunakan. (Jika sumber air tidak mengandung fluorida, suplemen


mungkin diperlukan).

c. Kandungan susu formula


Susu formula mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan

vitamin. Namun, tidak ada susu formula yang sama dengan ASI. Sejumlah
susu yang terdiri dan campuran susu kental dan susu bubuk telah

diproduksi dengan jenis dan nama khusus yang dibuat komposisinya


mendekati susu ibu/ASI dan kebanyakan dokter menyarankan untuk

mengunakan susu itu. Karena sudah mengandung protein, tidak perlu lagi
menambahkan gula dan ada aturan penyajian nya (Prasetyono, 2009).

d. Kelebihan susu formula


1)Bagi bayi yang menyusu susu formula, ibu bukan satu-satunya sumber

makanan yang terus menerus.


2)Pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk ikut beperan aktif

memberi makan bayi dan mengambil tanggung jawab yang sama


memberi susu di malam hari, sehingga ibu yang baru melahirkan

mendapat tambahan waktu istirahat untuk tidur.


3)Orang tua yang memberi bayinya susu formula dapat mengetahui

dengan pasti jumlah susu yang dikonsumsi bayi.


4) Di tempat umum, pemberian susu botol lebih nyaman untuk wanita
8

yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya.

5)Karena susu formula dicerna lebih lama daripada ASI, waktu pernberian
makan dapat diberi jarak (Paula, 2010).

e. Kekurangan susu formula


Jika penyiapan tidak memenuhi syarat kebersihan (mis., peralatan yang

digunakari tidak bersih dan air pencampur tidak dimasak dengan


sempuma), memberikan susu formula melalui botol hampir identik dengan

menanam bibit penyakit ke dalam tubuh bayi (sumber infeksi).


f. Faktor yang mempengaruhi ibu memberikan susu formula dengan botol.

1) Pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang asi esklusif.


2) Ibu menderita suatu penyakit sehingga tidak menyusui dan beralih
menggunakan susu formula menggunakan dot.

3) Promosi susu formula dan botol susu yang menarik dan mempunyai
pengaruh terhadap praktik pemberian ASI (Arini, 2012).

4) Pekerjaan. Seseorang yang bekerja akan cenderung mendapatkan


informasi lebih di bandingkan seseorang yang tidak bekerja, karena

seseorang yang bekerja akan berkomunikasi satu sama lain dan efek
komunikasi masa atau media masa dianggap sebagai sistem informasi

(Yahya, 2011).

3. Konsep Dasar Karies Gigi

a. Pengertian karies gigi

Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik pada suatu

karbohidrat yang dapat diragikan menjadi masa yang asam yang


menyebabkan demineralisasi pada email.Tanda-tanda karies adalah adanya

demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan


bahan organiknya.Yang dapat menyebabkan terjadi invasi bakteri dan
9

kematian pulpa bahkan penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang

dapat menyebabkan nyeri.


b. Mekanisme karies

Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh empat faktor utama yang


berperan dalam proses terjadinya karies yaitu, host, mikroorganisme,

substrat, dan waktu.


Keempat faktor tersebut akan bekerjasama dan saling mendukung satu

sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat misalnya


sukrosa kemudian hasil dari fermentasi tersebut menghasilkan asam,

sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1-3 menit sampai
pH 4,5-5.0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam

waktu 30-60 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus-
menerus maka akan menyebabkan demineralisasi email gigi. Kondisi asam

seperti ini sangat disukai oleh bakteri streptococcus mutans dan


lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam

proses terjadinya karies gigi.


Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya

karies gigi sedangkang lactobacillus sp, berperan dalam pada proses


perkembangan dan kelanjutan karies gigi dengan tanda pertamakali

terjadinya karies yaitu terlihat white spot pada permukaan email kemudian
proses ini akan berjalan secaran perlahan-lahan sehingga lesi kecil tersebut

berkembang, dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut


pada dentin disertai kematian odontoblast, dan apabila karies telah mencai

dentin dan tidak dilkukan pencegahan atau pengobatan proses karies


berlanjut ke pulpa.5

c. Faktor – faktor yang mempercepat terjadinya karies


1) Plak
10

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produknya

yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak
dapat terjadi secara kebetulan melaikan terbentuk melalui serangkaian

tahapan, jika email yang bersih terpapar dirongga mulut maka akan di
tutupi oleh lapisan organik amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini

terutama terdiri dari atas glokoprotein yang diendapkan dalam saliva


dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi.Sifatnya sangat lengket

dan mampu membantu melekatkan bakteri–bakteri tertentu pada


permukaan gigi.Bakteri yang mul-mula menghuni pelikel terutama yang

berbentuk kokus yang paling banyak adalah streptococcus.Organisme


tersebut tumbuh berkembangbiak dan mengeluarkan gel ekstra – sel

yang lengket dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri yang


lain.Streptococcus mutans dan laktobacilus merupakan kuman yang

kariogenik karena mampu segera memfermentasi dari karbohidrat


menjadi masa asam menempel pada permukaan gigi yang

menyebabkan demineralisasi email jika tidak dibersihkan.


2) Karbohidrat

Karbohidrat yang menempel pada permukaan gigi membutuhkan waktu


berubah menjadi masa asam yang mengakibatkan demineralisasi email.

Karbohidrat ini substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa
polisakarida ekstra sel.Walaupun demikian tidak semua karbohidrat

sama derajat kariogeniknya.Karbohidrat yang kompleks misalnya pati


relatif tidak berbahaya karena tidak di cerna secara sempurna di dalam

mulut, sedangkang karbohidrat dengan berat molekul yang rendah


seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan

metabolisme.Dengan demikian makanan dan minuman yang


mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level

yang dapat menyebabkan demineralisasi email.Plak akan tetap bersifat


11

asam selama beberapa waktu.Untuk kembali ke pH normal sekitar 7 di

butuhkan waktu 30 – 60 menit.Oleh karena itu konsumsi gula yang


sering dan berulang – ulang akan tetap menahan pH plak di bawah

normal dan menyebabkan demineralisasi email


3) Permukaan Gigi

Plak yang mengandung bakteri merupakan awal terbentuknya karies


oleh karena itu gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin

terkena karies seperti pada gigi molar1terdapat fit dan fissure.


4) Waktu

Waktu sangat berpengaruh terhadap terjadinya karies,substrat yang


menempel pada permukaan gigi apabila tidak dibersihka akan

difermentasi oleh bakteri menjadi masa asam dalam waktu


tertentu.Karies gigi merupakan penyakit kronis , kerusakan berjalan

dalam periode bulan atau tahun.rata – rata kecepatan karies gigi tetap
yang di amati di klinik adalah kurang lebih 6 bulan .kecepatan kerusakan

gigi anak – anak (gigi sulung) lebih tinggi sedangkan kecepatan


kerusakan gigi penderita xerostomia.

5) Keturunan
Dari 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat

bahwa anak–anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang
cukup baik.Disamping itu dari 46 pasang orang tua dengan presentase

karies yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang
baik,5 pasang dengan presentase karies sedang selebihnya 40 pasang

lagi dengan presentase karies yang tinggi.Tapi dengan teknik


pencegahan karies yang demikian maju pada akhir–akhir ini, sebenarnya

faktor keturunan dalam proses terjadinya karies tersebut telah dapat di


kurangi.
12

6) Jenis Kelamin

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Milham-Turkehem (1996)


pada gigi M1 laki–laki dan perempuan di peroleh kesimpulan bahwa

presentase karies gigi pada wanita lebih tinggi di banding dengan laki –
laki.

7) Umur
Umur digunakan dalam salah satu faktor predisposisi terjadinya karies

yang terdiri dalam 3 pase umur :


a) Pase I gigi bercampur ,disini molar 1 paling sering terkena karies

karna gigi ini gigi yang paling pertama tumbuh


b) Pase II pubertas ( remaja )umur antara 14-20 tahun yaitu masa

pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan


pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang

terjaga. Inilah yang menyebabkan presentase karies lebih tinggi


pada pase ini.

c) Pase III antara 40-50 tahun pada umur ini sudah terjadi retraksi atau
menurunya gusi dan papilla sehingga, sisa–sisa makanan sering

lebih sukar dibersihkan,sehingga yang pada akhirnya menjadi salah


satu penyebab terjadinya karies

8) Saliva
Pengaruh saliva terhadap gigi sudah lama diketehui terutama dengan

mempengaruhi kekerasan email. Saliva ini dikeluarkan oleh kelenjar


parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis, selama 24

jam saliva dikeluarkan ketiga kelenjar tersbut diatas sebanyak 1000-


2500 ml.Kelenjar submandibularis mengeluarkan 40% dan kelenjar

parotis 26%. Pada malam hari pengeluaran saliva lebih sedikit, secara
mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan

yang dikunyah.
13

Dalam saliva terdapat enzim-enzim yang bersifat bakteriostatis yang

dapat membuat beberapa bakteri mulut menjadi tidak berbahaya, oleh


karena itu seseorang yang hiposalivasi atau terkena xerostomia akan

lebih rentan terkena karies.

B. Kerangka Konsep

Faktor penyebab penggunaan botol


susu : Minum susu memakai botol susu
Mudah
Membuat anak tenang
Orang tua tetap dapat beraktifitas
Kontak gigi dengan sukrosa yang lama

Faktor penyebab karies gigi anak Bakteri plak memfermentasi sukrosa


balita :
Waktu pemberian botol susu
Riwayat karies ibu Menghasilkan asam
Status sosial ekonomi
Tingkat pendidikan orang tua
Lama pemberian ASI PH menurun
Tingkat saliva rendah pada malam
hari
Kebiasaan makan
Demineralisasi struktur gigi
Kebersihan mulut

Karies Gigi

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


14

Pada kerangka konsep ini akan menghubungkan antara pemakaian botol susu
untuk konsumsi susu formula dengan kejadian karies gigi anak balita, adapun yang

menjadi variabel bebas adalah pemakaian botol susu untuk konsumsi susu formula
dan variabel terikat adalah kejadian karies gigi anak. Selain disebabkan oleh minum

susu formula dengan botol susu, kejadian karies gigi anak juga bisa disebabkan
oleh berbagai faktor seperti waktu pemberian, botol susu, riwayat karies ibu,

status sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, lama pemberian ASI, tingkat
saliva rendah pada malam hari, kebiasaan makan, kebersihan mulut.

C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala


1 Variabel memberikan susu formula 1. diberikan Nominal

independen dengan menggunakan (sepanjang hari


Penggunaan botol/ dot siang dan malam,
dot dalam pengambilan data dengan sambil tertidur
pemberian menggunakan wawancara siang dan malam)
susu formula 2. tidak diberikan

(Syaifuddin, 2008)
2 Variabel Penyakit yang terjadi pada 1. Terjadi Caries Nominal

dependen : jaringan keras gigi email (gigi tidak utuh,


terjadinya dan dentin dan diawali warna hitam atau
caries gigi dengan demineralisasi coklat kehitaman)
pada anak TK komponen anorganik gigi 2. Tidak terjadi
dan kemudian diiukuti caries (Susanto,
dengan hancurnya matrik 2007)
organik gigi
Dengan menggunakan
15

lembar observasi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross

sectional. Penelitian ini termasuk penelitian observasional karena penelitian hanya


16

mengamati tanpa memberikan suatu perlakuan. Berdasarkan jenisnya penelitian ini

termasuk deskriptif analitik yaitu menggambarkan bagaimana hubungan variabel-


variabel yang diteliti, juga menjelaskan karakteristik dari sampel yang diteliti.

Sedangkan berdasarkan waktunya, penelitian ini bersifat cross sectional karena


peneliti melakukan pengamatan dan pengukuran variabel pada satu waktu

tertentu.

B. Waktu dan tempat


Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih selama satu bulan, yaitu bulan oktober

2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang memberikan


keuntungan pada kecepatan pengumpulan data. Hal ini dimanfaatkan peneliti agar

dapat berfokus melaksanakannya dalam waktu yang seefisien mungkin.

C. Populasi Penelitian

1. Populasi Target

Populasi target menurut Polit dan Hungler(1999) bersifat umum dan biasanya
pada penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik demografis ( meliputi jenis

kelamin dan usia) dalam penelitian ini adalah anak-anak di salah satu TK di
Samarinda.

2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan

biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya (Nursalam, 2017).


Dalam penelitian ini yang merupakan populasi terjangkau adalah anak-anak di

salah satu TK di Samarinda yang menderita Karies.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi
17

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah subjek yang mengonsumsi susu

formula menggunakan botol susu, subjek bersifat kooperatif, dan subjek berada
di tempat penelitian saat pengambilan data.

2. kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anggota populasi tidak diizinkan

orang tua untuk dijadikan subjek penelitian.

E. Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel menggunakan tehnik non probability sampling yaitu

dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
penelitian (tujuan/masalah dalam penelitian) atau dikenal dengan tehnik purposive

sampling.

F. Cara Kerja Penelitian


1. Pemeriksaan klinis gigi

a. Penelitian di lakukan di salah satu TK di Samarinda


b. Populasi yang di teliti adalah anak-anak di salah satu TK di Samarinda

c. Mencatat identitas sampel ( nama,umur,dan jenis kelamin ).


d. Pemeriksaan karies gigi pemeriksaan di lakukan dengan mendudukan anak

di kursi menghadap pemeriksa. Pemeriksaan di lakukan di tempat yang


terang dengan pencahayaan matahari secara tidak langsung / senter dan

menggunakan alat – alat diagnostik.


e. Pemeriksaan gigi klinis dengan melihat

1) Berapa gigi yang terkena karies


2) Dalamnya kavitas karies

2. Pembagian kuisioner
18

Setelah pemeriksaan gigi dilakukan, maka peneliti membagikan kuesioner

kepada ibu sang anak. Kuesioner berisi pertanyaan – pertanyaan yang


berhubungan dengan cara anaknya minum susu.

G. Analisa Data

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan digunakan


ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dianalisis.

Sebelum analisa data, dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah distribusi
data normal atau tidak normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan metode

deskriptif dan analitik.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan


suatu instrument. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi,

sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu
variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi

secara signifikan dengan skor totalnya (Arikunto, 2011

2. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah salah satu cara untuk mengetahui tingkat kehandalan suatu
instrument yang diperoleh dengan cara uji coba berdasarkan data instrument

tersebut (Arikunto, 2011).

H. Alur Penelitian

Proposal

Hipotesis

H0 Tidak ada hubungan pemberian susu menggunakan dengan angka karies pada anak TK

Ha Terdapat hubungan antara pemberian susu formula dengan angka karies pada anak TK
19

Populasi

anak-anak di salah satu TK di Samarinda

Sampel

adalah anak-anak di salah satu TK di Samarinda

yang menderita Karies.

Instrument

Mengurus Ijin

Ketua STIKES Wiyata Husada Samarinda

Pengumpulan Data
Variabel Dependen Variabel Independen
Analisa Data
caries gigi pada anak Penggunaan dot dalam
TK pemberian susu formula

Pembahasan

I. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada institusi


Prodi S1 Keperawatan Stikes Wiyata Husada Samarinda untuk mendapatkan
20

persetujuan. Setelah itu baru peneliti melakukan penelitian pada responden

dengan menekankan masalah etika yang meliputi antara lain :


1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk Peneliti


mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.

Di samping itu peneliti juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk


memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. Sebagai ungkapan

peneliti menghormati harkat dan martabat subyek penelitian, peneliti


seyogyanya mempersiapkan (informed concent).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian ( respect for privacy


and confidentiality).
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk

tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasiaan identitas subyek. Peneliti seyogyanya cukup menggunakan coding


sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/ keterbukaan (respect for justice an inclusiveness).


Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan penelitian perlu


dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua


subyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.


4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan ( balancing harms

and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian pada khususnya. Peneliti


21

hendaknya meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek. Oleh sebab

itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak


mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian subyek penelitian.

Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap penelitian


yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya:

a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,


kejujuran, kebebasan dan tanggung jawab.

b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,


martabat dan peradaban manusia, serta terhindar dari segala sesuatu yang

menimbulkan kerugian atau membahayakan subyek penelitian atau


masyarakat pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai