Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Just In Time
(JIT)

Kuliah : IX

1
Manajemen persediaan tradisional
Pada umumnya perusahaan mengunakan cara tradisional dalam
mengelola persediaan, yaitu dengan cara memiliki persediaan
minimal untuk mendukung kelancaran proses produksi.

Perusahaan juga memerhitungkan biaya persediaan yang paling


ekonomis yaitu dikenal dengan istilah Economic Order Quantity
(EOQ).

Perusahaan manufaktur memerhitungkan tiga macam


persediaan :
Persediaan bahan baku, Persediaan barang dalam proses, dan
persediaan barang jadi.

2
Ketiga jenis persediaan itu dihitung tingkat
perputarannya (turn over), sbb.:

1. Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover)


(bahan baku yg digunakan dibagi rata-rata persediaan bahan
baku)
2. Perputaran Barang Dalam Proses (Work in Process Turnover)
(Harga pokok produksi dibagi rata-rata persediaan barang
dalam proses)
3. Perputaran Barang Jadi (Finished Goods Turnover)
(Harga pokok penjualan dibagi rata-rata persediaan barang
jadi), atau (Hasil penjualan dibagi rata-rata persediaan barang
jadi).

3
Dalam perusahaan dagang juga harus dihitung perputaran
barang dagangan, yaitu:

1. Harga pokok penjualan dibagi rata-rata persediaan barang


dagangan, atau
2. Penjualan bersih dibagi rata-rata persediaan barang
dagangan

Besar kecilnya nilai persediaan bahan baku dipengaruhi oleh:


1. Estimasi & perencanaan volume penjualan
2. Estimasi & perencanaan volume produksi
3. Estimasi & perencanaan kebutuhan bahan baku yg digunakan
dalam proses produksi
4. Biaya order pembelian
5. Biaya penyimpanan
6. Harga bahan baku 4
Dalam mengelola bahan baku dibutuhkan dua unsur biaya variabel utama yaitu
biaya pesanan (procurement cost atau set up cost) dan biaya penyimpanan
(storage cost atau carrying cost).

Termasuk biaya pesanan:


1. Biaya proses pemesanan bahan baku
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan bahan baku yg dipesan
4. Biaya untuk memroses pembayaran bahan baku yg dibeli

Termasuk biaya penyimpanan (penggudangan):


1. Biaya untuk mengelola bahan baku (biaya menimbang & menghitung)
2. Biaya sewa gudang
3. Biaya pemeliharaan & penyelamatan bahan baku
4. Biaya asuransi
5. Biaya pajak
6. Biaya modal
5
Manajemen harus menghitung biaya yang paling ekonomis pada setiap jumlah
barang yang dibeli (dipesan).
Biaya tersebut adalah saling berhubungan antara harga bahan baku, biaya
penyimpanan yg umumnya dihitung berdasar persentase tertentu dari nilai
persediaan rata-rata, jumlah bahan baku yg dibutuhkan dalam satu periode
misalnya dalam satu tahun, dan biaya pesanan.
Teknik perhitungan ini disebut Economic Order Quantity (EOQ) dengan rumus:

2XRXS R = Requirement of raw material, atau jumlah bahan


baku yg dibutuhkan selama satu periode, misalnya
EOQ = 1.200 unit
PXI S = Set up cost, atau biaya pesanan setiap kali
pemesanan Rp 15
P = Price, atau harga bahan baku per satuan, misalnya
Rp 1 per unit
I = Inventory, atau biaya penyimpanan persediaan yg
umumnya dinyatakan dalam persentase dari nilai
rata-rata persediaan, 40%.

6
Dengan diketahui angka 300 unit setiap pesanan,
berarti dalam satu tahun dilakukan 4 kali pesanan;
biaya persediaannya adalah yang paling ekonomis.
Rinciannya sbb.:

2 X 1.200 X 15 36.000
EOQ = = = 90.000 = 300 unit
0,40 X 1 0,40

7
Tabel 1
Perhitungan Biaya Persediaan yang Paling Ekonomis
Frekuensi Pemesanan 3X 4X 6X
Jumlah Bahan Baku yg dipesan 400 unit 300 unit 200 unit
Nilai Persediaan Rata-rata *Rp 200 Rp150 Rp 100

Biaya Pesanan **Rp 45 Rp 60 Rp 90


Biaya Penyimpanan ***Rp 80 Rp 60 Rp 40
Jumlah Biaya Persediaan Rp 125 Rp120 Rp130

Keterangan Tabel 1:
*Rp200 = (400 X Rp1)/2
**Rp45 = 3 kali pesan @ Rp15 per sekali pesan
***Rp80 = 40% X Rp200 nilai persediaan rata-rata
8
Jika biaya penyimpanan dinyatakan dalam Rupiah per unit (misal
Rp0,1) maka EOQ dapat dihitung sbb.:

2 X 1.200 X 5 36.000
= = 600 unit
0,1 0,1
Dalam pengelolaan persediaan bahan baku, perusahaan harus
mempunyai persediaan besi (Safety stock) yaitu suatu jumlah
persediaan bahan baku yg selalu harus ada dalam gudang untuk
menjaga kemungkinan terlambatnya bahan baku yang dipesan.
Di samping itu perusahaan juga harus memerhitungkan
penggunaan bahan baku selama waktu menunggu datangnya
bahan baku (lead time).

Saling berhubungan safety stock dengan lead time dapat dihitung


titik pemesanan kembali (re-order point) sbb.:
9
Re-order point (ROP)
= (6 x 50) + 40% (6 X 50) = 420 unit

Sfety stock juga dapat ditentukan berdasar kebutuhan


bahan baku dalam beberapa minggu, misalnya dalam 5
minggu, maka:

Re-order point (ROP)


= (6 X 50) + (5 X 50) = 550 unit

Yang berhak menentukan besarnya safety stocK dan lead


time adalah manajer pabrik.

10
PERSEDIAAN MODEL JUST IN TIME (JIT)
Pengelolaan persediaan Industri manufaktur:
1. Model Just In Time (JIT) /Tepat Pada Waktunya (TPW)
2. Model Tradisional

Model JIT:
adalah model yg menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sejati; mereka
dididik, dibina, dan diperlakukan sebagai bagian dari perusahaan yang dipasok
bahan bakunya.
(pemasok profesional : kualitas barang bagus dan tepat waktu)

Model Tradisional:
Adalah model yg menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena
perhitungan untung-rugi diterapkan pada mereka, dan hal ini dapat mengganggu
proses produksi.
(pemasok memberi kepuasan atas harga dan kualitas barang yg dipasoknya).
11
Pengertian JIT (TPW):
Adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol, artinya
perusahaan tidak menanggung biaya persediaan. Bahan baku yg tepat
datang pada saat dibutuhkan. Pemasoknya adalah pemasok yg setia dan
profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan
baku.

Model JIT (TPW) juga diterapkan pada barang jadi (finished goods),
dimana perusahaan hanya memroduksi sesuai dengan pesanan
(permintaan) sehingga ia tidak mempunyai persediaan barang jadi.
Dampaknya adalah penghematan biaya perediaan barang jadi.

JIT (TPW) adalah bertujuan mengubah budaya perusahaan. Peningkatan


kualitas di seluruh perusahaan atau Company-wide Quality
Improvement (CQI), yaitu usaha menjadi organisasi terbaik dari atas ke
bawah.
Setiap orang adalah pakar bagi pekerjaannya sendiri dengan
mengendalikan berpikir kolektif dan kreatif.
12
Prinsip dasar JIT (TPW):
Adalah bahwa perusahaan tidak memiliki persediaan besi (safety
stock). Dengan tidak memiliki safety stock, perusahaan dapat
menghemat biaya persediaan.

JIT (TPW) hanya bisa dilaksanakan jika sumber daya manusia dan
peralatan pabrik dirawat dengan baik. Artinya buruh harus loyal
dan memiliki kesadaran tinggi untuk bekerja selama hidupnya.

Kesadaran buruh yg demikian itu bisa terjadi apabila manajemen


puncak dan pemilik perusahaan memanusiakan buruh yaitu
memberi imbalan layak dan meningkatkan kemampuannya.
Perawatan yg baik atas buruh dan peralatan pabrik merupakan
teknik untuk menghapuskan kesalahan dalam pekerjaan.

13
Tabel2 :
Perbedaan Sistem JIT dan Tradisional

Just InTime Tradisional


Persediaan tidak signifikan Persediaan signifikan
Jumlah pemasok kecil Jumlah pemasok banyak
Kontrak jk. panjang dgn pemasok. Kontrak jk. pendek dgn pemasok.
Pemasok adalah partner yg dibina Pemasok adalah pihak yg dieksploitir
Tenaga kerja multi-akhli Tenaga kerja terspesialisasi
Jasa terdesentralisasi Jasa tersentralisasi
Keterlibatan pegawai tinggi, loyalitas Keterlibatan pegawai rendah, kerja
tinggi, kerja sepanjang masa mencari upah, tidak ada loyalitas, sering
pindah kerja
Gaya manajemen partisipatif Gaya manajemen otoriter
Pengendalian mutu total Pengendalian mutu terbatas

14
Peningkatan Kualitas
Dalam pelaksanaan JIT dituntut semua pihak yg terlibat dalam
suatu perusahaan (stakeholders) memiliki komitmen tinggi untuk
mengembangkan organisasi.
Komitmen tersebut harus didasarkan pada motivasi partisipasi
aktif, motivasi peningkatan kualitas dan motivasi pengendalian
kegiatan, agar seluruh kegiatan dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.

Motivasi semua pihak hanya bisa terjadi bila mereka berpikir


kritis-dialektik, artinya setiap akibat harus dicari sebabnya, dan
setiap obyek dicari saling hubungannya dengan obyek yg lainnya.

15
Teori Ishikawa Tulang Ikan:
Setiap kegagalan pasti ada sebabnya, dan penyebab itu dapat
ditelusuri dari empat aspek:
1. Tenaga Manusia (kurang latihan, kurang pendidikan, terlalu
banyak tenaga kerja yg dipekerjakan, tidak dimotivasi, tidak
dibimbing dan diarahkan, tidak dihargai prestasinya dan tidak
dihargai perasaannya)
2. Metode Kerja (tanpa kontrol: pemasok, bahan, peralatan,
output, dan pelanggan, tidak ada petunjuk pelaksana kerja)
3. Mesin atau peralatan (kurang perawatan, ketinggalan
teknologi)
4. Material atau bahan baku (salah: spesifikasi, penanganan).

Dilanjutkan minggu berikutnya : Perancangan bisnis


16

Anda mungkin juga menyukai