PENDAHULUAN
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan mencakup peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) serta mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu,
keluarga dan kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif). Dewasa
ini, penyakit batu saluran kemih menjadi salah satu kasus yang membutuhkan perhatian perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan karena prevalensinya di
Indonesia yang terus meningkat (Nurlina, 2008). Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu
yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Nurlina, 2008). Batu
saluran kemih yang muncul dapat disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor
ekstrinsik yang paling mempengaruhi adalah faktor gaya dan pola hidup masyarakat terutama
mayarakat kota. Pola hidup masyarakat kota cenderung statis dan praktis. Pola hidup dikatakan
statis karena masyarakat kota cenderung kurang aktivitas/gerak dan mobilitas dibantu dengan
mesin seperti kendaraan bermotor dan eskalator. Pola hidup dikatakan praktis karena masyarakat
kota memiliki tuntutan untuk bekerja efisien dalam kehidupan sehari-hari sehingga
membutuhkan hal-hal yang praktis, termasuk didalamnya kepraktisan untuk mengakses makanan
dan minuman cepat saji (fastfood). Pada orang yang dalam pekerjaannya kurang gerakan fisik,
kurang olahraga, dan menderita stres lama sering mengalami batu saluran kemih (Muslim, 2007).
Faktor pola minum yang memicu timbulnya batu saluran kemih antara lain kurang meminum air
putih, banyak mengkonsumsi jus tomat, anggur, apel, vitamin C dan soft drink, sementara
banyak mengkonsumsi teh, kopi, susu dan jus jeruk mengurangi kemungkinan terbentuknya batu
saluan kemih. Makanan yang mempengaruhi kemungkinan terbentuknya batu saluran kemih
antara lain terlau banyak protein hewan, lemak, kurang sayur, kurang buah, dan tingginya
konsumsi fastfood/junkfood. Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-obatan tertentu juga
dapat memicu terbentuknya batu saluran kemih. Sering menahan BAK dan kegemukan juga
dapat menaikkan kemungkinan terkena batu saluran kemih (Muslim, 2007). Gaya hidup
masyarakat kota seperti disebutkan dalam paragraf ini mempengaruhi terbentuknya batu saluran
kemih.
3.1 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaiman konsep teori Batu Saluran Kemih
PEMBAHASAN
2.1.1 Defenisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung
kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis,dan
intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2003). Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis. Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak
zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi
(Muslim, 2007). Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari
sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal
kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian
bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu
uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli
ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner
dan Suddarth, 2003).
2.1.2 Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit (Sja’bani, 2006).
Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena
batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007). Ukuran batu
bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5
sentimeter atau lebih. Batuyang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis
a. Faktor Endogen .
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu: Faktor genetik, familial, pada
hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan saluran kemih
antara lain:
a. Infeksi Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali. Asuhan
keperawatan ..., Nova Indrawati, FIK UI, 2013
b. Stasis dan Obstruksi Urine Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan
akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
c. Jenis Kelamin Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan
3:1
d. Ras Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e. Keturunan Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
f. Air Minum Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari
minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat.
g. Pekerjaan Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat
akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
i. Makanan Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium
klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu
karena mempengaruhi saturasi urine.
2.1.3 Patofisiologi
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis
maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara
tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah
dalam (Brunner dan Suddarth, 2003). Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut
menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi
sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran
kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang
terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung
lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal. Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu
menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri
mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah
maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar. Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan
gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien
sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa
menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung
kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth (2003)). Umumnya klien akan mengeluarkan
batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari
1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan
saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih adalah
(American Urological Association, 2005) :
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder) Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta
menunjukan adanya batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
7. Foto Rontgen Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang
ureter.
9. Pielogram retrograd Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur
kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik.
Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih
dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya
batu kandung kemih pada klien.
2.1.6 Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter yang
besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk
mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk terapi
konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya
kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).
C. Eliminasi
● Diare
2.1.7 PENGKAJIAN
2.1.7.1 Informasi Umum
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : TNI
Klien memiliki riwayat Asma sejak masih SD dan memiliki riwayat malaria. Klien
pernah dirawat karena malaria pada tahun 2006. Klien mengatakan sebelumnya
tidak memiliki riwayat sakit ginjal atau infeksi saluran kemih. Tahun 2012 kemih
berdarah sakala nyeri 5 dari qo. Keluarga juga tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit ginjal atau batu saluran kemih.
2.1.7.4 Aktivitas/Istirahat
• Gejala ( Subyektif )
Klien bekerja sebagai TNI dengan pangkat Kapten. Klien mengatakan sedikit
bergerak dan akhir-akhir ini lebih sering duduk di meja di dalam ruangan ber-
AC. Aktivitas/hobi yang disukai adalah membaca dan menonton tv. Klien
mengatakan keterbatasan karena nyeri di pinggang saat melakukan aktivitas.
Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu dalam beraktivitas. Lama
istirahat klien 6-8 jam/malam dan tidak pernah tidur siang. Klien mengatakan
terkadang mengalami insomnia karena nyeri yang dirasakan atau karena
rangsangan ingin pipis. Terkadang muncul rasa ingin pipis namun tidak pernah
tuntas dan menetes di akhir.“ Setelah dilakukan URS Litotripsi klien juga
merasakan sedikit nyeri sakit area genital (testis).
• Tanda ( Obyektif )
2.1.7.5 Sirkulasi
• Gejala ( Subyektif )
• Gejala ( Subyektif )
Saat ini klien mengatakan tidak merasakan stres yang berarti. Kondisi yang
dialami sekarang dilalui dengan banyak berdoa dan berdzikir. Klien tidak
memikirkan masalah finansial karena ditanggung oleh dinas. Klien sudah
menikah dan beragama Islam. Gaya hidup menengah keatas. Klien
mengatakan yang dicemaskan saat ini adalah masalah operasi dan apa saja
penyebab batu ginjal yang dialami
• Tanda ( Obyektif )
2.1.7.7 Eliminasi
• Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan buang air besar hampir setiap pagi, tidak ada gangguan.
BAB terakhir kemarin pagi, konsistensi l embek warna kuning tua. Tidak
ada perdarahan. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hemoroid dan
konstipasi. Penggunaan laksatif harian tidak pernah. Pola BAK klien sekitar
4-6 x/hari. Karakter urin: kuning jernih, namun pernah berdarah sekali lalu
tidak muncul lagi. Sebelum tindakan URS Litotripsi klien mengatakan ada
sensari nyeri seperti terbakar saat BAK. BAK menetes di akhir sering tidak
tuntas. Sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit kandung kemih atau
ginjal. Tidak ada penggunaan diuretik.
• Tanda ( Obyektif )
• Gejala ( Subyektif )
• Tanda ( Obyektif )
Berat badan klien 68 kg dan tinggi badan 166 cm. IMT 24,67 dalam batas
normal. Postur tubuh tegap berisi. Turgor kulit baik dan elastis. Penampilan
lidah pink. Membran mukosa pink utuh. Kondisi gigi dan gusi utuh dan
baik, tidak ada perdarahan gusi. Bising usus: aktif pada keempat kuadran.
2.1.7.9 Higiene
• Gejala ( Subyektif )
• Tanda ( Obyektif )
2.1.7.10 Neurosensori
• Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan tidak merasa pusing dan tidak merasa kebas pada
ekstremitas.Penglihatan baik, pendengaran baik, indera pembau baik.
• Tanda ( Obyektif )
Tidak ada perdaraha pada hidung, indera bembau tidak bermasalah, status
mental sadar, terorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Afek bicara jelas
dan koheren. Reaksi pupil mata positif, tidak menggunakan kacamata. Tidak
menggunakan alat pendengaran. Kekuatan genggaman sama antara kiri dan
kanan dan sensitif terhadap sentuhan.
2.1.7.11 Nyeri
• Gejala ( Subyektif )
Sebelum URS Litotripsi klien merasakan nyeri pada pinggang kanan dan
nyeri saat ingin dan sedang berkemih. Nyeri seperti terbakar, skala 5 dan
hilang saat beristirahat. Muncul saat ingin berkemih. Setelah operasi nyeri
muncul di alat genitalia (testis), namun bila menarik napas nyeri dapat
hilang.
• Tanda ( Obyektif)
Sebelum URS Litotripsi: Nyeri di area pinggang dan testis, nyeri menyebar,
skala 5 dari 10, nyei hilang saat beritirahat dan muncul saat ingin berkemih.
Klien tampak menjaga area yang sakit, berhati-hati saat tidur dan bangun
tidur, berhati-hati saat menoleh dan beraktivitas serta ekspresi wajah terlihat
kesakitan dan menjaga area yang sakit. Respon emosi masih terkendali dan
sabar.
2.1.7.11 Pernapasan
• Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan tidak ada keluhan batuk, sesak napas, dan riwayat TB
ataupun bronkitis dan pneumonia. Tidak ada alat bantu pernapasan.
• Tanda ( Obyektif)
2.1.7.12 Keamanan
• Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi. Tidak ada riwayat fraktur
dan dislokasi. Tidak ada masalah penglihatan dan pendengaran.
• Tanda ( Obyektif )
Suhu: 36º C. Integritas kulit baik dan tidak ada jaringan parut di ekstremitas
kulit. Kekuatan sama pada semua ekstremitas. Tonus otot baik, rentang
gerak maksimal.
2.1.7.13 Interaksi Sosial
• Gejala ( Subyektif )
Klien sudah menikah kurang lebih 6 tahun, memiliki satu anak. Perilaku
koping klien dengan membicarakan masalah pada istri.
• Tanda ( Obyektif )
• Gejala ( Subyektif )
Bahasa yang dominan digunakan yaitu Bahasa Indonesia. Klien melek huruf
dengan pendidikan terakhir strata satu. Klien mengatakan tidak tahu apa saja
yang bisa dimakan dan minum untuk mencegah batu ginjal. Klien
menanyakan teknik dan situasi dari prosedur pembedahan atau operasi yang
akan dialami.
Sejak akhir tahun 2011 klien mengalami nyeri saat BAK, pinggang dan
testis terasa sakit. Akhirnya klien berobat ke RS. Klien berobat jalan dimana
diberikan obat untuk menghancurkan batu ginjal, tetapi tidak berhasil.
Direncanakan akan dilakukan pengobatan namun peralatan di tempat tinggal
klien terbatas sehingga mendatangi RSPAD Gatot Soebroto dan selanjutnya
direncanakan operasi.
2.8 Data Penunjang
Data Subyetik
• Klien mengatakan nyeri pada pinggang kanan sejak akhir tahun 2011
• Klien mengatakan berkemih sering namun tidak tuntas dan menetes diakhir
• Klien mengatakan jarang minum air putih, gemar minum teh dan minuman bersoda
• Klien mengatakan tahun 2012 pernah berkemih dan berdarah, saat itu skala nyeri 5
dari 10.
• Klien mengatakan tidak tahu apa saja yang bisa dilakukan agar tidak terkena batu
ginjal
Data Obyetik
• Klien terlihat kesakitan, ekspresi menahan nyeri, setelah operasi masih merasakan
nyeri disekitar genitalia
• Kecemasan skala ringan karena masih terorientasi dengan waktu, tempat, dan orang.
• Hasil pemeriksaan BNO IVP dan USG Abdomen: Batu ureter distal dextra
• Anestesi spinal
2.10.1. Nyeri
2.10.3. Ansietas
2.10.4. Defisiensi pengetahuan terkait kondisi dan pengobatan batu saluran kemih
Intervensi Keperawatan:
Kriteria Hasil: Nyeri saat berkemih berkurang, berkemih tidak menetes, pola
berkemih kembali normal Intervensi Keperawatan:
Kriteria Hasil: tidak ada keluhan pusing, tidak ada cedera fisik
Intervensi Keperawatan:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah diberikan kepada klien dengan batu saluran
kemih, dapat ditarik beberapa kesempulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengkajian didapati bahwa penyebab dari pembentukan batu saluran kemih
yang dialami klien adalah adanya faktor resiko ekstrinsik yaitu rendahnya konsumsi air
putih, pekerjaan yang monoton, dan tingginya konsumsi protein hewani.
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri, gangguan eliminasi urine, ansietas,
defisiensi pengetahuan, resiko cedera, dan resiko perdarahan.
3. Implementasi yang menjadi fokus utama dalam rangka prevensi kekambuhan ulang batu
saluran kemih adalah edukasi psien terkait peningkatan intake cairan dan perubahan pola
diit.
4. Peningkatan intake cairan dan perubahan pola diit adalah salah satu metoda yang terbukti
melalui beragam penelitian dapat meningkatkan volume urine sehingga mengurangi resiko
pembentukan batu saluran kemih.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan secara kontinyu dan pasien pulang setelah melalui 3 hari
perawatan dengan fungsi eliminasi sudah kembali normal.
3.2 Saran
a. Meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan batu saluran kemih.
DAFTAR PUSTAKA
Soepriatno,AT dan Muslim, Rifki. 1999. Pola Penderita Batu Saluran KeMIH di RSUP
Dr.Kariadi Tahun 1996-1998 Naskah lengkap MABI XII . Jakarta.
Sja’bani. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nurlina. 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki. (Studi kasus di
RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan Agung Semarang. Skripsi.
Kelompok 4
Fitria Rettob
Vitto F Olla
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
penyertaanNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh damai dan
sukacita. Adpaun judul dari makalah ini adalah “ BATU SALURAN KEMIH ”.
Lewat kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah yang
telah memberikan tugas makalah ini kepada kami. Kami juga menyampaikan terima kasih
kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari akan kelemahan dan keterbatasan yang kami miliki. Untuk itu berbagai
masukan berupa saran dan pendapat dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
Akhir kata Tuhan Yesus Kristus menyertai kita dalam tugas dan tanggung jawab kita
masing-masing.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Cover ………………………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………...ii
2.6 Penatalaksanaan………………………………………………………………………... 6
DAFTAR PUSTAKA