Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MATERIALITAS DAN

RISIKO AUDIT

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

1. ADE ARDIAN ROSMA

2. AFRIHAH ALHAQ

3. DESSY RAHMAWATI

4. AHLA NURUL IMAROH

5. NUR AFIFAH

6. ANDRIANI SAPUTRI

7. ANNISA SAFIA SHANI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG

KATA PENGANTAR
         Pertam-tama, Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi yang berjudul Etika Dan
Keamanan Dalam Sistem Informasi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami juga tak luput dari berbagai hambatan
dan masalah, namun berkat usaha dan bantuan dari berbagai pihak serta sarana yang
mendukung, tak gentarnya usaha kita dalam merampungkan makalah ini akhirnya
terselesaikanlah tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Sistem Informasi Akuntansi, atas bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan
serta pembelajaran dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari teman-teman, dosen, dan para pembaca sekalian. Akhir kata, kami mengucapkan
terima kasih.

Semarang, 25 November 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Materialitas mendasari penerapan standar-standar auditing yang berlaku
umum, terutama standar pekerjaan lapangan dan pelaporan. Oleh karena itu,
materialitas memiliki dampak yang mendalam pada audit laporan keuangan.
SAS 47, Audit Risk and Materiality in Conducting an Audit (AU 312.08),
menyatakan agar auditor mempertimbangkan materialitas dalam (1)
merencanakan audit dan (2) mengevaluasi apakah laporan keuangan secara
keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. ISA yang menjad acuan dalam materi ini ialah ISA 320.
Alinea 8 dari ISA 320 menyatakan bahwa: “Tujuan auditor adalah menerapkan
secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan
audit”.

Membuat keputusan mengenai risiko audit merupakan salah satu langkah


kunci yang terlibat dalam melaksanakan audit. Konsep risiko audit adalah
penting sebagai dasar untuk mengekspresikan konsep keyakinan yang memadai.
Ingat kembali bahwa auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen
risiko audit ; risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi untuk
mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit dan
juga keputusan mengenai penetapan staf audit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah tinjauan umum dari materialitas itu?
2. Apa saja tahap-tahap dari materialitas dalam proses audit?
3. Bagaimana konsep materialitas pada dua tingkat dalam merencanakan
suatu audit?
4. Apa saja konsep materialitas dalam audit laporan keuangan?
5. Apakah yang dimaksud dengan risiko audit?
6. Apa saja komponen dari risiko audit ?
7. Bagaimana cara penilaian risiko audit tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN UMUM MATERIALITAS
FASB (Financial accounting standards board) mendefinisikan materialitas
(materiality) sebagai: “Besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi
akuntansi yang diluar keadaan di sekitarnya, memungkinkan bahwa
pertimbangan seseorang yang bergantung pada informasi tersebut akan berubah
atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.”

Materialitas menguukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan


keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas mengakui
bahwa hal–hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk pembuat
keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut. Contoh keputusan
ekonomis : menanam modal dalam entitas itu, bertransaksi bisnis dengannya
meminjamkan uang kepadanya , dan lain – lain.

Bab ini membahas penggunaan meteriality dalam auditing secara umum.


Ketika salah saji (terpisah atau tergabung) cukup signifikan untuk mengubah
atau mempengaruhi keputusan seseorang yang memahami entitas tersebut
(informed person), salah saji yang material telah terjadi. Di bawah ambang batas
(threshold) tersebut , salah saji tersebut umumnya tidak dianggap material. Jika
ambang batas ini dilampaui , laporan keuangan akan disalahsajikan secara
material. Ambang batas ini disebut “materialitas untuk laporan keuangan secara
menyeluruh”.

Materialitas digunakan untuk membuat dan mengaudit laporan keuangan,


materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (materialitas yang
menyeluruh) sering kali dijelaskan, misalnya dalam kerangka pelaporan
keuangan

Dampak terhadap pengambilan Salah saji, termasuk kealpaan (omission),


keputusan ekonomis dianggap material jika secara terpisah
atau tergabung, yang secara wajar dapat
mempengaruhi keputusan ekonomis
pemakai yang mendasarkan
keputusannya pada laporan keuangan
tersebut
Situasi yang ada Pertimbangan (judgements) mengenai
materialitas dibuat dengan
mamperhatikan situasi yang ada
(surrounding circumstances), dan
mempengaruhi oleh ukuran atau sifat
salah saji atau keduanya (ukuran dan sifat
salah saji)
Kebutuhan pemakai laporan secara Judgements mengenai hal yang material
umum bagi pemakai laporan keuangan di
dasarkan pada kebutuhan akan informasi
umum dari pemakai laporan sebagai satu
kelompok. Dampaknya salah saji pada
masing – masing pemakai, yang
kebutuhannya bisa sangat bervariasi,
tidak ikut diperhitungkan

Auditor menentukan materialitas berdasarkan persepsinya mengenai


kebutuhan pemakai (laporan). Dalam menerapkan kearifan profesionalnya
(profesional judgement), layak bagi auditor mengasumsikan pemakai laporan
keuangan:

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis,


dan akuntansi, dan punya keinginan untuk mempelajari informasi dalam
laporan keuangan dengan cukup cermat
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas (dan mengabaikan yang tidak material)
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi,
judgement, dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari (seperti
potensi resesi ekonomi, potensi bangkrut, potensi nasabah besar tidak bisa
membayar, dan lain – lain)
4. Membuat keputusan ekonomis ekonomis yang wajar (reasonable economic
decisions) atas dasar informasi dalam laporan keuangan.

B. TAHAP-TAHAP MATERIALITAS DALAM PROSES


AUDIT

Tahap Auditor melaksanakan


Risk assessment  Menentukan dua macam materialitas, yakni
(penilaian risiko) materialitas untuk laporan keuangan secara
menyeluruh dan performance materiality
(materialitas pelaksanaan)
 Merencanakan prosedur penilaian risiko apa yang
harus dilaksanakan
 Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang
material.
Risk response  Menentukan sifat (nature), waktu (timing), dan
(menanggapi risiko) luasnya (extent) prosedur audit slanjutnya (further
audit procedures).
 Merevisi angka materialitas karena adanya
perubahan situasi (change in circumstances)
selama audit berlangsung.
Reporting (pelaporan)  Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh
entitas itu.
 Merumuskan pendapat auditor.

C. KONSEP MATERIALITAS PADA DUA TINGKAT

Istilah “overall” dan “specific” yang digunakan dalam gambar 8-2 dan
dalam pembahasan yang lain digunakan semata-mata untuk pembahasan dalam
buku ini, dan bukan merupakan istilah yang digunakan ISA. Dalam pembahasan
ini “overall” materiality adalah materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan. Sedangkan “specific” materiality adalah materialitas untuk jenis
transaksi, saldo akun atau pengungkapan (disclosures) tertentu.

Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada


dua tingkat berikut:
 Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran
meluas sampai laporan keuangan secara keseluruhan.
 Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam
memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.

1. Materialitas pada tingkat laporan keuangan

Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah


salah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup
pentinguntuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam membuat suatu pertimbangan pendahuluan mengenai
materialitas, auditor mula-mula menentukan tingkat agreat
(keseluruhan) materialitas untuk setiap laporan. Sebagai contoh,
diperkirakan bahwakekliruan berjumlah $100.000 untuk laporan laba-
rugi dan $200.000 untuk neraca akan materialitas. Dalam kasus ini tidak
tepat bagi auditor untuk menggunakan materialitas neraca dalam
merencanakan audit karena jika salah saji dalam neraca yang berjumlah
hingga $200.000 juga mempengaruhi laporan laba-rugi, laporan labar-
rugi akan mengandung salah saji yang material. Untuk tujuan
perencanaan, auditor harus menggunakaan tingkat agregat terkecil dari
salah saji yang dipertimbangkan sebagai material untuk setiap laporan
keuangan. Peraturab keputusan ini tepat karena (1) laporan keuangan
saling berkaitan dan (2) banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih
dari satu laporan keuangan.

2. Materialitas pada tingkat saldo akun

Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah saji


minimum yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap
mengandung salah saji material. Salah saji hingga tingkat tersebut
dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir (torerable misstatement).
Dalam membuat pertimbangan mengenai materialitas pada tingkat
saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara
materialitas pada tingkat saldo akun dan materialitas pada tingkat
laporan keuangan. Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor untuk
merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang mungkin tidak
material secara individual, tetapi apabila diagregasi dengan salah saji
pada saldo akun lainnya, mngkin akan material terhadap laporan
keuangan secara keseluruhan.

D. KONSEP MATERIALITAS

Empat Konsep Materialitas


“Overall” materiality Overall materiality didasarkan atas apa
yang layaknya diharapkan berdampak
terhadap keputusan yang dibuat pengguna
laporan keuangan. Jika auditor memperoleh
informasi yang menyebaban ia menentukan
angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula, angka materialitas
semuala seharusnya direvisi
“Overall” performance materiality Performance materiality ditetapkan lebih
rendah dari overall materiality.
Performance materiality memungkinkan
auditor menanggapi penilaian resiko
tertentu (tanpa mengubah overall
materiality), dan menurunkan ke tingkat
rendah yang tepat (appropriately low level)
probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi
dan salah saji yang tidak terdeteksi secara
agregat (aggregate of uncorrected and
undetected misstatements) melampui
overall materiality. Performance
materiality perlu diuba berdasarkan temuan
audit
“Specific” materiality Specific materiality untuk jenis transaksi,
saldo akun atau disclosure tertentu dimana
jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari
overall materiality
“Specific” performance materiality Specific performance materiality
ditetapkan lebih rendah dari specific
materiality. Hal ini memungkin auditor
menanggapi penilaian resiko tertentu, dan
memperhitungkan kemungkinan adanya
salah saji yang tidak terdeteksi dan salah
saji yang tidak material, yang secara
agregat dapat berjumlah materiality.

E. RISIKO AUDIT

Materialitas seperti dibahas di atas, berkaitan erat dengan risiko audit (audit
risk). Keduanya menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses audit.
Resiko audit adalah kemungkinan auditor memberikan pendapat yang keliru
(inappropriate audit opinion) atas laporan keuangan yang mengandung asalah
saji yang material.

Komponen Risiko Audit


RMM (risiko salah saji yang material) RMM adalah resiko dimana laporan
keuangan disalah sajikan secara material
sebelum audit dimulai. Risiko-risiko ini
diperhitungkan atau menjadi pertimbangan
di tingkat laporan keuangan (financial
statement level) dan pada tingkat asersi
(assertion level). Pada rtingkat laporan
keuangan tinjauannya adalah menyeluruh,
menyangkut resiko yang pervasif (dengan
dampak bermacam-macam asersi). RMM
pada tingkat asersi berkaitan dengan jenis
transaksi (classes of transaction), saldo
akun (account balances), dan
pengungkapan (disclosure). RMM
merupakan kombinasi dari risiko bawaan
atau inherent risk (IR) dan resiko
pengendalian atau control risk (CR), atau
dirumuskan sebagai IRxCR= RMM.
Detection Risk Detection Risk adalah risiko dimana
auditor gagal mendeteksi suatu salah saji
dalam asersi yang bisa berdampak
material. Detection risk (DR) ditangani
melalui:
 Perencanaan audit dengan baik
(sound audit planning)
 Pelaksanaan prosedur audit yang
tepat sebagai tanggapan terhadap
RMM yang diidentifikasi
 Pembagian tugas yang tepat di
antara anggota tim audit
 Supervisi dan review atas
pekerjaan audit
Detection risk tidak pernah dapat
diturunkan sampai ke angka nol, karena
adanya kendala bawaan (inherent
limitations) dalam prosedur audit, masih
diperlukannya professional judgments
(yang dibuat oleh manusis, yang secara
alamiah bisa berbuat salah), dan sifat dari
bukti yang diperiksa.

Risiko audit atau audit risk (AR) dapat dirumuskan sebagai berikut :

AR = RMM X DR
Materialitas dan risiko audit rik terus diperhatikan sepanjang audit, dengan:

 Mengidentifikasi dan menilai RMM


 Menetukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit lanjutan
 Menetukan revisi atas materialitas (overall materiality maupun performance
materiality) dengan informasi baru yang diperoleh selama audit. Ini berarti,
informasi baru itu membuat auditormenetapkan angka materialitas yang
berbeda dari apa yang ditetapkan nya pada awal audit
 Mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected
misstatements), terhadap laporan keuangan dan merumuskan pendapat
auditor

Menggunakan analogi sederhana dari cabang atletik loncat tinggi,


materialitas ekuivalen dengan tingginya tongkat yang harus dilampui atlet.
Risiko audit ekuivalen dengan tingkat kesulitan yang inheren pada ketinggian
tertentu (RMM), digabungkan dengan risiko tambahan berupa kesalahan strategi
loncatan atau kesalahan dalam meloncat (detection risk).

F. PROSEDUR PENILAIAN RISIKO

Ada tiga prosedur penilaian risiko yang terdiri atas:


a. Prosedur menanyakan kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of
management and others);
b. Pengamatan dan inspeksi (observation and inspection); and
c. Prosedur analytical (analytical procedures).

Ketiga prosedur penilaian risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit.


Dalam banyak situasi, hasil dari prosedur akan membawa pada prosedur lain.
Contoh, dalam wawancara dengan manajer penjualan, terungkap adanya kontrak
penjual yang tidak biasa. Wawancara ini (prosedur inquiry) diikuti dengan
prsedur inpeksi atas kontrak penjualan dan dilanjutkan dengan analisis
(analytical procedure) mengennai dampaknya terhadap margin penjualan. Atau,
temuan dari pelaksanaan analytical procedures atas angka-angka dalam draf
laporan laba rugi mungki memicu pertanyaan bagi manajemen. Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu dan membawa auditor ke prosedur inspeksi atas
dokumen tertentu atau prsedur pengamatan atas kegiatan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai