Anda di halaman 1dari 55

BUKU AJAR

Oleh
I Made Sutajaya

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN M I P A
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA BALI
2006

Penerbit: Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


Denpasar Bali ISBN 979-15364-0-6

i
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Terbitan Pertama tahun 2006

JUDUL BUKU: BUKU AJAR ENDOKRINOLOGI

PENULIS : Dr. I Made Sutajaya, M.Kes.

PENERBIT : Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Jl. P.B. Sudirman Denpasar 80232

Telp/Fax 0361-226132/ 0361 – 226132

e-mail iaifibali@yahoo.com, ipgadiatmika@yahoo.com

ISBN : 979-15364-0-6

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat’Nyalah maka BUKU AJAR ENDOKRINOLOGI dapat diselesaikan sesuai rencana.
Dalam penulisan Buku Ajar ini penulis banyak mendapat masukan atau saran dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. I. B. Adnyana
Manuaba, HonFErgS.,FIPS dan Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, M.Erg selaku penelaah eksternal
yang berasal dari Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak
memberikan masukan demi kesempurnaan isi Buku Ajar ini. Di samping itu penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada Drs. Komang Maharta dan Dra. Desak Made
Citrawathi, M.Kes. selaku penelaah internal di Jurusan Pendidikan Biologi yang telah banyak
berkontribusi dalam penulisan Buku Ajar ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Dekan Fakultas Pendidikan MIPA dan Ketua Jurusan
Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja yang telah mempercayakan
kepada penulis untuk menyusun Buku Ajar ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi Buku Ajar ini, sehingga dengan
kerendahan hati penulis mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan isi Buku
Ajar ini. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Buku Ajar ini bermanfaat bagi mahasiswa
dan staf pengajar yang berkecimpung dalam bidang Anatomi Fisiologi Manusia.

Singaraja, 15 September 2006

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… v

POKOK BAHASAN
1. Pengertian endokrinologi (sistem endokrin)…………………………… 1
2. Hipotalamus ……………………………………………………………. 4
3. Hipofisis (glandula pituitaria)…………………………………………. 5
4. Glandula thyroidea (kelenjar gondok/ thyroid gland)………………… 17
5. Glandula parathyroidea (kelenjar anak gondok)……………………… 24
6. Pankreas………………………………………………………………….. 27
7. Glandula suprarenalis (kelenjar anak ginjal)…………………………. 30
8. Hormon-hormon kelamin (gonadal hormone)………………………… 34
9. Hormon-hormon lokal………………………………………………….. 40
10. Hormon yang berkaitan dengan aktivitas kerja…………………….. 41

RANGKUMAN……………………………………………………………………. 47
TUGAS DAN LATIHAN………………………………………………………….. 49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 50

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sistem Endokrin Pada Manusia………………………………….. 3


Gambar 2. Kelenjar Hipofisis……………………………….………………… 6
Gambar 3. Kelenjar Hipofisis Bagian Anterior………………………………… 7
Gambar 4. Gejala Hipersekresi Somatotropin………………………………….. 9
Gambar 5. Gejala Hiposekresi Somatotropin…………………………………… 11
Gambar 6. Kelenjar Hipofisis Bagian Posterior……………………………….. 14
Gambar 7. Mekanisme Kerja Antidiuretic Hormone (ADH) Atau Vasopresin….. 14
Gambar 8 Gejala Hiposekresi Antidiuretic Hormone (ADH) Atau Vasopresin…. 15
Gambar 9. Mekanisme Kerja Oxytocin…………………………………………. 16
Gambar 10. Kelenjar Thyroid…………………………………………………… 18
Gambar 11. Mekanisme Kerja Hormon Tiroksin yang Terjadi
pada Gejala Hipothyroidisme………………………………………. 22
Gambar 12. Mekanisme Kerja Hormon Tiroksin yang Terjadi
pada Gejala Hiperthyroidisme……………………………………… 23
Gambar 13. Kelenjar Paratiroid…………………………………………………… 25
Gambar 14. Mekanisme Kerja Parathormon yang Terjadi pada Gejala
Hipoparatiroidisme…………………………………………………… 26
Gambar 15. Mekanisme Kerja Parathormon yang Terjadi pada Gejala
Hiperparatiroidisme……………………………………………………… 27
Gambar 16 Pankreas………………………………………………………………….. 28
Gambar 17. Kelenjar Suprarenalis……………………………………………………. 32
Gambar 18. Kelenjar Suprarenalis Bagian Medulla………………………………….. 33
Gambar 19. Hiposekresi Kelenjar Suprarenalis Bagian Korteks……………………….. 34

v
ENDOKRINOLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Setelah mempelajari bahan ajar ini mahasiswa dapat memahami prinsip umum
endokrinologi (sistem endokrin) pada manusia dan dapat memahami mekanisme kerja hormon
dengan berbagai gejala yang ditimbulkan jika terjadi hiposekresi atau hipersekresi.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
1) Menjelaskan pengertian endokrinologi (sistem endokrin).
2) Menjelaskan tentang hipotalamus.
3) Menjelaskan tentang hipofisis (glandula pituitaria/ pituitary gland).
4) Menjelaskan tentang glandula thyroidea (kelenjar gondok/ thyroid gland).
5) Menjelaskan tentang glandula parathyroidea (kelenjar anak gondok).
6) Menjelaskan tentang pancreas.
7) Menjelaskan tentang glandula suprarenalis (kelenjar anak ginjal).
8) Menjelaskan tentang hormo-hormon kelamin (gonadal hormone).
9) Menjelaskan tentang hormon-hormon lokal.
10) Menjelaskan hubungan endokrinologi dengan aktivitas kerja

1. PENGERTIAN ENDOKRINOLOGI (SISTEM ENDOKRIN)


Salah satu ciri mahkluk hidup adalah bahwa padanya terdapat kemampuan untuk
mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan lingkungannya. Untuk mengadakan respon
terhadap suatu stimulus tertentu, maka setiap sel, jaringan, organ dan system organ mengadakan
respon dengan caranya sendiri, tetapi respon bagian-bagian tubuh tersebut harus terkoordinasi
denagn baik sehingga terjadi respon yang harmonis.
Sistem endokrin umumnya mengatur fungsi-fungsi metabolic dalam tubuh dan kecepatan
reaksi kimia di dalam sel. Dengan demikian kegiatannya lebih lambat daripada system saraf.
Sistem endokrin dalam tubuh kita terdiri atas beberapa kelenjar endokrin. Sekresinya disebut
hormon. Hormon berasal dari kata Yunani yaitu Hormaein, yang artinya menggiatkan (to
excite). Istilah hormon diusulkan oleh Starling (tahun 1905). Meskipun dalam beberapa hal
penggunaan istilah ini tidak cocok, namun istilah hormon diterima secara universal.
1
Hormon adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar tertentu (dalam hal ini
kelenjar endokrin), kemudian diangkut oleh darah menuju ke sel-sel yang lain dan setelah
sampai di sana akan menunjukkan kegiatan fisiologiknya.
Sel-sel, jaringan atau organ yang dituju oleh hormon ini disebut sasaran (target). Pada
umumnya tiap-tiap hormon mempengaruhi beberapa daerah tertentu di dalam tubuh. Jadi
pengaruhnya bersifat local. Akan tetapi ada pula beberapa hormon yang di samping mempunyai
pengaruh local, juga mempunyai pengaruh umum. Hormon thyrotropin, yang dihasilkan oleh
hipofisis bagian anterior, hanya berpengaruh pada kegiatan kelenjar gondok (thyroid) saja atau
pengaruhnya bersifat local, sedangkan hormon somatotropin (growth hormone), yang juga
dihasilkan oleh hipofisis, ternyata mempengaruhi pertumbuhan seluruh tubuh atau dikatakan
mempunyai pengaruh umum.
Berdasarkan susunan kimianya hormon dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1) Golongan amine. Hormon yang mempunyai struktur demikian yang dihasilkan oleh
sel-sel yang berasal dari jaringan saraf anak ginjal bagian medulla dan
neurohipofisis.
2) Golongan steroid. Hormon ini mempunyai inti sicle pentanoperhidropenantren.
Hormon ini dihasilkan oleh testes, ovarium, dan anak ginjal bagian korteks.
3) Golongan protein. Hormon golongan ini dihasilkan oleh adenohipofisis, tiroid,
paratiroid dan insula langerhans dalam pankreas.
Sampai saat ini telah diketahui adanya dua mekanisme umum dalam kerja hormon, yaitu:
(1) melalui pembentukan siklik AMP (Adenosin Mono Phosphat) dan (2) melalui pengaktifan
gen untuk membentuk protein dalam sel.

Pembentukan Siklik AMP


Hormon peptida misalnya mula-mula melekat pada membran sel dengan perantaraan
reseptor yang khusus. Persenyawaan hormon –reseptor ini mengaktifkan enzim adenilsiklase
yang terdapat dalam membran sel tersebut dan selanjutnya merangsang pembentukan siklik
AMP dari ATP di dalam sitoplasma.
Sebelum rusak, siklik AMP ini menimbulkan sejumlah fungsi fisiologik dalam sel
sasaran, misalnya: mengaktifkan enzim-enzim dalam sel, mengubah permeabilitas sel,

2
menyebabkan kontraksi dan pengendoran otot, menyebabkan terjadinya sisntesis protein, dan
menyebabkan sel tersebut menghasilkan sekresi.
Kekhususan receptor yang terdapat pada membran sel menentukan hormon mana yang
dapat berpengaruh terhadap sel sasaran. Pengaruh yang terjadi di dalam sel ditentukan pula oleh
sifat sel itu sendiri, misalnya sel-sel thyroid yang dirangsang oleh siklik AMP akan membuat
hormon thyroid.

Pengaktifan Gen
Hormon yang tergolong steroid dapat masuk melalui membran sel. Setelah sampai dalam
sitoplasma akan bersatu dengan protein (receptor). Persenyawaan hormon protein ini selanjutnya
diangkut ke dalam nucleus dan di sana merangsang pembuatan Asam Ribo Nukleat duta (ARN
duta = messenger RNA). ARN-duta selanjutnya merangsang pembentukan protein (enzim) yang
akan menimbulkan respon khusus sel tersebut terhadap hormon ini.

Gambar 1. Sistem Endokrin pada Manusia

3
Sekresi hormon dikendalikan dengan mekanisme umpan balik. Pada umumnya semua
kelenjar endokrin cenderung untuk menghasilkan hormon sebanyak-banyaknya dan ini harus
dicegah. Jika produksinya sudah cukup dan sudah dapat menunjukkan kegiatan fisiologiknya
pada sel-sel sasaran, maka kelenjar ini harus dihalangi agar jangan lagi mensekresikan
hormonnya. Sebaliknya jika suatu kelenjar endokrin kurang produksinya, maka pengaruh
fisiologiknya juga menurun. Kondisi yang demikian merangsang agar kelenjar tersebut
menghasilkan hormon lebih banyak.
Konsentrasi suatu zat dalam darah juga dapat memberikan umpan balik dalam
menghasilkan hormon. Misalnya jika kadar glukosa dalam darah berlebihan (hiperglikemia),
maka produksi insulin dalam insula Langerhans pancreas akan diperbanyak untuk menggiatkan
pengubahan glukosa menjadi glikogen, yang selanjutnya disimpan dalam hepar dan dalam otot.
Hormon yang telah dibentuk tidak dapat selamanya berada dalam peredaran darah,
karena akhirnya akan rusak. Hormon yang sudah rusak diuraikan dalam hepar dan residunya
dikeluarkan bersama-sama urine.

2. HIPOTALAMUS
Pada hipotalamus terdapat hormon-hormon khusus yang dapat membuat dan
mensekresikan hormon. Hormon ini dinamai hypothalamic releasing factor dan hypothalamic
inhibiting factor. Serabut-serabut neuron ini masuk ke dalam bagian median hypothalamus
(median eminence), yaitu bagian yang paling bawah. Ujung-ujung tertentu dari serabut saraf ini
menghasilkan hormon yang kemudian masuk ke dalam kapiler dan selanjutnya diangkut ke
dalam adenohipofisis. Pada sebagian besar hormon adenohipofisis, releasing faktorlah yang
sangat penting peranannya, sebab tanpa perintah hormon ini, adenohipofisis tidak dapat
mengeluarkan hormonnya. Sebaliknya pengeluaran hormon prolaktin dikendalikan oleh
inhibiting factor.
Hormon-hormon penting yang dihasilkan oleh hipotalamus adalah sebagai berikut.
1) Growth hormone releasing factor (GRF), yang merangsang pelepasan growth
hormone (somatotropin).
2) Thyrotropin releasing factor (TRF), yang merangsang pelepasan thyroid-stimulating
hormone (TSH).
3) Prolactin inhibitory factor (PIF), yang menghalangi sekresi prolaktin.
4
4) Corticotropin releasing factor (CRF) yang merangsang pelepasan corticotropin.
5) Follicle stimulating hormone releasing factor (FRF) yang merangsang pelepasan
follicle stimulating hormone (FSH).
6) Luteinizing hormone releasing factor (LRF) yang merangsang pelepasan luteinizing
hormone (LH).

3. HIPOFISIS (Glandula pituitaria = pituitary gland)


Pada permulaan perkembangan endokrinologi, orang berpendapat bahwa hipofisis
merupakan kelenjar utama yang mengatur kegiatan kelenjar-kelenjar endokrin yang lain. Karena
itu hipofisis disebut Master Gland. Dalam perkembangan terakhir diketahui bahwa pelepasan
hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis dikendalikan oleh hipotalamus.

Anatomi
Hipofisis terletak di dasar cranium, pada sella turcica yang dibentuk oleh os sphenoid.
Besarnya kurang lebih 10 x 13 x 6 mm dan beratnya 0,5 gram. Susunan anatomi hipofisis sangat
kompleks. Padanya terdapat tangkai (ifundibular stem) yang melekatkan kelenjar ini pada
hipotalamus yang ada di atasnya. Untuk memeperoleh pengertian tentang struktur hipofisis kita
harus meninjau kembali pembentukannya pada masa embrional. Hipofisis terdiri atas dua lobus
yaitu: (1) lobus anterior yang besar, yang disebut adenohipofisis, berasal dari pertumbuhan
epithelium pharynk (kantong rathke) dan (2) lobus posterior, yang disebut neurohipofisis,
berasal dari pertumbuhan ectoderm neural.
Di antara kedua lobus tersebut, masih ada lobus intermedia, yang masih jelas perannya
pada hewan. Pada manusia lobus ini praktis tidak ada lagi.

5
Gambar 2. Kelenjar Hipofisis

6
Gambar 3. Kelenjar Hipofisis Bagian Anterior

7
Adenohipofisis
Dari segi histologi adenohipofisis sekurang-kurangnya mengandung empat jenis sel yang
menunjukkan reaksi yang berbeda-beda terhadap zat warna. Sel-sel yang dimaksud adalah: sel-
sel kromofob (sukar diwarnai), sel-sel alpha (sel-sel eosinophil atau asidofil), sel-sel beta (sel-sel
basofil) dan sel-sel amfofil (menyerupai sel-sel basofil tetapi granulanya sedikit).
Adenohipofisis menghasilkan hormon “tropic” yang mengendalikan kegiatan kelenjar-
kelenjar endokrin yang lain, yang menjadi sasarannya. Hormon-hormon yang dimaksud adalah:
(1) corticotropin atau adrenocorticotropin atau adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang
dihasilkan oleh sel-sel kromofob dan fungsinya mengatur penghasilan hormon anak ginjal
bagian korteks, terutama hormon glucocorticoid dan (2) somatotropic hormone (STH) atau
somatotropin atau growth hormone (GH) atau sering disebut sebagai hormon pertumbuhan yang
dihasilkan oleh sel-sel asidofil. Hormon ini menggiatkan pertumbuhan jaringan, terutama tulang,
otot dan bagian visceral. Hormon ini sangat pentingartinya bagi pertumbuhan dan
perkembangan, karena dapat menggiatkan mitosis dan menambah besarnya sel. STH juga
mempengaruhi proses metabolisme, antara lain: menambah laju sintesis protein dalam jaringan,
mengurangi penggunaan karbohidrat dalam otot-otot streata dan meningkatkan penggunaan
cadangan lemak untuk memperoleh energi.
Adakalanya produksi hormon ini berlebihan atau berkurang. Kondisi yang demikian
menimbulkan gangguan pada pertumbuhan.

Hipersekresi Somatotropin
Hipersekresi somatotropin dapat menimbulkan gejala sebagai berikut.
a) Gigantisme (pertumbuhan raksasa). Gejala ini akan timbul jika hipersekresi
somatotropin terjadi pada orang yang masih dalam fase pertumbuhan (belum
mencapai masa remaja), karena pada saat itu epifisis tulangnya belum tertutup.
Orang yang demikian akan menjadi sangat tinggi, karena tulang-tulangnya tumbuh
lebih panjang daripada orang normal.
b) Akromegali yaitu suatu gejala yang terjadi pada orang dewasa, setelah pertumbuhan
badannya terhenti. Gejala ini dimulai dengan penebalan jaringan ikat di bibir dan
hidung. Selanjutnya os mandibulare bertambah besar dan panjang. Tulang-tulang
tangan dan kaki pun bertambah besar. Corpora vertebrae menunjukkan hipertropi dan
8
akibatnya sering terjadi kiphosis sehingga orang yang bersangkutan kelihatan
bungkuk.

Gambar 4. Gejala Hipersekresi Somatotropin

9
Hiposekresi Somatotropin
Hiposekresi somatotropin dapat menimbulkan gejala sebagai berikut.
a) Dwarfisme atau cebol. Kita mengenal dua jenis cebol yaitu: (1) primordial dwarfisme
(hanya somatotropin yang kurang, sedangkan hormon adenohipofisis yang lain
normal). Contohnya orang-orang pygmee di Afrika adalah penderita primordial
dwarfisme dan ternyata mereka dapat memperoleh keturunan yang normal dan (2)
pituitary dwarfisme yaitu orang yang bersangkutan kekurangan hormon
somatotropin, TSH, ACTH dan gonadotropin dengan segala akibatnya.
b) Penyakit Simmon atau panhipoputuitarisme. Gejala ini timbul dengan lambat laun
karena beberapa fungsi hipofisis tidak bekerja dengan baik. Si penderita mengeluh
karena lekas lelah, tidak sanggup lagi mengerjakan pekerjaan fisik biasa, tidak dapat
memusatkan perhatiannya, menjadi apatis terhadap kejadian di sekitarnya, libido
seksualnya berkurang dan jika seorang perempuan akan mengalami amenorrhoca
(tidak haid).

Thyrotropin atau Thyroid Stimulating Hormone (TSH)


Thyrotropin mempunyai beberapa pengaruh terhadap kelenjar gondok (thyroid), antara
lain: menambah jumlah dan volume sel-selnya, menggiatkan sekresinya dan menambah kegiatan
sel-sel kelenjarnya untuk “menangkap” yodium. Keadaan emosional tertentu dapat menggiatkan
sekresi TSH, misalnya jika kita berada dalam udara yang dingin.

10
Gambar 5. Gejala Hiposekresi Somatotropin

11
Gonadotropic Hormone
Dalam kelompok ini termasuk: follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH). Pada orang laki-laki terdapat interstitial cell stimulating hormone (ICSH) yang
fungsinya sesuai dengan LH. FSH merangsang proliferasi dan pemasakan sel-sel folikel dalam
ovarium dan selanjutnya merangsang produksi hormon estrogen. Pada pria FSH merangsang
perkembangan spermatozoa yang terdapat di dalam tubulus seminiferus testesnnya. Pada wanita
LH merangsang pertumbuhan corpus luteum setelah ovulasi. Corpus luteum berfungsi sebagi
kelenjar endokrin dan menghasilkan hormon progesterone. Pada pria, LH disebut sebagai
interstitial cell stimulating hormone, karena hormon ini merangsang sel-sel interstitial testes
untuk menghasilkan testosteron.

Prolaktin
Hormon ini merangsang pertumbuhan mammae (payudara) seorang wanita yang sedang
hamil, khususnya sel-sel yang akan menghasilkan air susu. Jika seorang bayi mengisap puting
susu ibunya, maka stimulus ini disampaikan ke hypothalamus, sehingga prolactin inhibitory
factor tidak lagi bekerja. Dengan demikian keluarlah air susu sang ibu. Walaupun hormon
prolaktin ada juga pada pria, namun fungsinya belum diketahui. Prolaktin baru dapat
berpengaruh jika kelenjar mammae telah dirangsang pertumbuhannya oleh hormon estrogen
atau progesterone. Dalam hal ini prolaktin mempunyai dua fungsi yaitu: (a) merangsang
pembentukan corpus luteum dan (b) merangsang laktasi (pengeluaran air susu).

Lobus intermedia
Lobus intermedia menghasilkan melanocyte stimulating hormone (MSH), yang
merangsang melanosit (sel-sel yang mengandung pigmen hitam pada kulit). Struktur kimianya
mirip dengan ACTH dan keduanya menyebabkan kulit bertambah hitam. Sekresi MSH tidak
banyak diketahui pada manusia dan jumlahnyapun sangat sedikit.

Neurohipofisis
Neurohipofisis terdiri atas infundibular, batang dan median eminence. Ifundibulum
terdiri atas serabut-serabut saraf dan sel-sel seperti glia (glial-like) yang disebut pituisit. Serabut-
serabut ini berasal dari sel-sel yang terdapat di dalam nuclei ventrikuler dan nuclei supra optic
12
yang ada pada hypothalamus. Serabut-serabut ini berjalan ke bawah di dalam
hypothalamohypophyseal tract dan ujungnya berakhir pada hipofisis lobus posterior
(neurohipofisis).
Hormonnya dibentuk dalam kedua nuclei di hypothalamus. Hormon ini kemudian
diedarkan melalui aksoplasma menuju ke neurohipofisis. Di tempat tersebut hormon ini
langsung masuk ke dalam peredaran darah atau ditahan dahulu pada ujung-ujung serabut saraf
tadi untuk dilepaskan kemudian.
Pada neurohipofisis terdapat dua hormon, yaitu: antideuretic hormone (ADH) dan
oxytocin. Kedua hormon ini tergolong polipeptida dan sudah dapat dibuat secara sintesis di
dalam laboratorium.

Antidiuretic hormone (ADH) atau Vasopresin


Hormon ini menambah permeabilitas sel-sel pada tubulus contortus secondus dan ductus
colligentes dalam ginjal, sehingga mengurangi pembentukan urine. Jika tidak ada ADH, maka
urine yang dikeluarkan banyak sekali (polyuria). Sekresi ADH diatur oleh tekanan osmotis
(osmolality) darah. Sel-sel yang terdapat pada nuclei optik berfungsi sebagai osmoreseptor,
karena sangat sensitive terhadap perubahan konsentrasi larutan di dalam plasma. Jika tekanan
osmotis naik, maka sekresi ADH bertambah dan penyerapan kembali terhadap air juga
bertambah. Dengan kata lain, cairan tubuh dengan konsentrasi tinggi merangsang osmoreseptor
dan sekresi ADH juga bertambah. Sebaliknya jika cairan tubuh konsentrasinya rendah, maka hal
ini menghalangi sekresi ADH. Penyakit diabetes insipidus yaitu suatu penyakit dengan
pengeluaran urine yang banyak, pada mulanya diduga disebabkan oleh hiposekresi
neurohipofisis, tetapi ternyata gejala polyuria ini dapat timbul karena adanya kerusakan pada
hypothalamus (nuclei supra optik). Karena itu diabetes insipidus dapat saja timbul karena ada
kerusakan pada hypothalamus, neurohipofisis atau pada serabut-serabut saraf yang
menghubungkan hypothalamus dengan neurohipofisis.

13
Gambar 6. Kelenjar Hipofisis Bagian Posterior

Gambar 7. Mekanisme Kerja Antidiuretic hormone (ADH) atau Vasopresin

14
Gambar 8. Gejala Hiposekresi Antidiuretic hormone (ADH) atau Vasopresin

Oxytocin
Hormon ini dapat merangsang kontraksi otot-otot polos pada dinding uterus pada wanita
yang hamil, sedangkan pada wanita yang tidak hamil pengaruh fisiologiknya tidak ada.
Menjelang kelahiran (partus) sekresi oxytocin biasanya meningkat. Jika dianggap perlu, ibu
yang akan melahirkan dapat diberikan tambahan oxytocin (melalui suntukan) sehingga jalannya
partus dapat diperlancar. Oxytocin disekresikan juga selama proses menyusui. Bayi yang sedang
mengisap putting susu ibunya merupakan stimulus yang dapat merangsang penambahan sekresi
oxytocin. Dalam hal ini oxytocin berfungsi untuk memijit alveolus mammae, sehingga air susu
yang tersimpan di dalamnya dapat keluar.

15
Gambar 9. Mekanisme Kerja Oxytocin

16
4. GLANDULA THYROIDEA (KELENJAR GONDOK = THYROID GLAND)

Pengertian
Glandula thyroid terdiri atas dua lobus dan terletak di depan dan di samping trachea
bagian atas. Bagian yang terletak di depan trachea disebut isthmus. Di sebelah kiri dan kanannya
terdapat dua lobus superior dan dua lobus inferior. Berat seluruh kelenjar ini kurang lebih 15 –
25 gram.
Kelenjar ini terdiri atas folikel-folikel yang tertutup dan bentuknya tidak teratur dan
masing-masing dibatasi oleh jaringan ikat (trabekule). Jaringan ikat ini sebenarnya merupakan
lapisan luar kelenjar thyroid yang menonjol ke dalam. Pada bagian pusat folikel ini terdapat
substansi koloid atau seperti jelly, yang dihasilkan oleh sel-sel epitelium pada dindingnya, yang
dinamai thyroglobulin. Pertumbuhan dan kegiatan sel-sel folikel diatur oleh TSH yang
dihasilkan oleh adenohipofisis.
Kelenjar thyroid menghasilkan dua jenis hormon yaitu: 1) thyroxin (tiap-tiap molekulnya
mengandung 4 atom yodium = T4) dan 2) triiodothyronin (tiap-tiap molekulnya mengandung 3
atom yodium = T3).
Yodida yang masuk ke dalam system pencernaan makanan diserap oleh dinding usus
halus dan selanjutnya masuk ke dalam peredaran darah. Sebagian yodida ini “ditangkap” secara
selektif oleh kelenjar thyroid dan selanjutnya bersenyawa dengan asam amino dan akhirnya
thyroid membentuk diiodothyronin, triiodothyronin dan akhirnya terbentuk thyroxin. Proses ini
berlangsung di dalam thyroglobulin. Hormon ini disimpan dahulu untuk sementara dan
kemudian disekresikan. Sekresi TSH, yang mengatur kegiatan kelenjar thyroid ini, diatur oleh
mekanisme umpan balik yang diberikan oleh kadar thyroxin dan triiodothyronin yang ada dalam
peredaran darah dengan perantaraan hypothalamus.

17
Gambar 10 Kelenjar Thyroid

18
Fungsi thyroxin
Hormon thyroxin melaksanakan berbagai fungsi dalam tubuh, antara lain adalah sebagai
berikut.
1) Mengatur kecepatan metabolisme dan oksidasi di dalam sel-sel jaringan sehingga
dengan demikian hormon ini berkaitan dengan pertahan suhu tubuh. Hormon ini
menggiatkan penyerapan glukosa dari dinding usus dan menggiatkan penggunaan
glukosa dalam sel. Pengaruh yang demikian diduga berkaitan dengan kegiatan
system enzim di dalam mitokondria.
2) Merangsang pertumbuhan dan diferensiasi jaringan pada orang yang masih muda.
3) Mempengaruhi pengubahan sumber-sumber non-karbohidrat menjadi glukosa dan
pengubahan glikogen menjadi glukosa. Dengan demikian, proses ini meningkatkan
kadar glukosa dalam darah.
4) Menambah jumlah enzim oksidatif tertentu di dalam mitokondria.
5) Mempengaruhi laju metabolisme lipid, protein, karbohidrat, air, vitamin dan mineral.
6) Menggiatkan sintesis protein.
7) Pada orang yang masih muda, hormon ini mempengaruhi perkembangan fisik dan
mental, sedangkan pada orang dewasa thyroxin merangsang proses mental.
Satu milligram thyroxin dapat meningkatkan laju metabolisme sekitar 2,5 %. Jumlah
karbohidrat, protein dan lemak yang dioksidasi bertambah. Hormon ini mengatur metabolisme
sel, terutama dengan mengendalikan kegiatan enzim-enzim oksidatif yang terdapat di dalam
mitokondria.
Dalam kasus kelenjar ini kurang giat (hypoactivity), laju metabolisme dapat menurun
sampai 50 %, sedangkan jika kelenjar ini sangat aktif (hyperactivity), maka laju metabolisme
dapat meningkat sampai 60 – 100 %. Jika hewan diberikan jaringan thyroid atau suntikan
ekstrak thyroid, maka metabolisme basalnya meningkat, berat tubuhnya berkurang, pengeluaran
nitrogen dari tubuhnya bertambah, denyut jantungnya bertambah (tachycardia) dan sarafnya
menjadi lebih peka (nervous excitability)
Ukuran kelenjar thyroid tidak sama. Hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin dan
nutrisi umum. Pada anak yang masih muda, pada wanita dan pada orang yang gizinya baik
kelenjar ini relatif lebih besar. Jika kelenjar ini dihilangkan maka akibatnya tidaklah fatal sama
sekali. Dalam hal ini jika hormonnya tidak diganti, maka timbullah perubahan perubahan-
19
perubahan yang jelas. Gangguan dalam sekresi thyroxin digolongkan menjadi dua yaitu: (1)
hipothyroidisme (sekresinya kurang) dan (2) hiperthyroidisme (sekresinya berlebih)

Pembesaran Kelenjar
Tiap-tiap pembesaran kelenjar thyroid, tanpa memandang penyebabnya, disebut struma
(goiter). Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya kegiatan kelenjar ini karena menurunnya
kadar yodium yang ada di dalamnya. Hal ini disebabkan karena si penderita minum air atau
makan bahan makanan yang tidak mengandung yodium. Struma sering ditemukan pada wanita
dewasa dan gejala ini biasanya dapat dikurangi jika orang yang bersangkutan diberikan yodium,
misalnya garam beryodium. Struma dapat pula disebabkan oleh adanya tumor atau
bertambahnya sekresi thyroxin.

Operasi Struma
Operasi struma (strumektomi) pada seseorang biasanya baru dilaksanakan jika struma ini
menimbulkan gangguan mekanis, kosmetik atau psikologis. Gangguan mekanis dapat
dibuktikan jika orang yang bersangkutan sukar menelan, sukar bernafas atau vena-vena besar di
daerah lehernya tertekan. Gangguan kosmetika, terutama pada wanita, struma menyebabkan
orang tersebut nampak kurang menarik. Gangguan psikologis lainnya yaitu ketika orang yang
menderita struma melamar pekerjaan, sering ditolak.

Hipothyroidisme (Hypothyroidism)
Pada manusia ada dua kondisi patologis yang disebabkan oleh hipotiroidisme yaitu:
kretinisme dan myxedema. Kondisi patologis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Kretinisme (Cretinism) disebabkan oleh cacat thyroid congenital (sejak lahir) atau
karena kelenjar ini mengalami atropi (menyusut) pada masa kanak-kanak. Pada si
penderita pertumbuhan tulangnya terhenti, walaupun tulang ini masih dapat menjadi
lebih tebal daripada normal. Perkembangan mentalnya pun terhenti pula. Si penderita
tidak hanya nampak cebol, tetapi proporsi bagian-bagian tubuhnya tidak normal,
misalnya kepalanya besar, perutnya menonjol, ototnya lemah dan bicaranya lamban
(slow speech).

20
2) Myxedema adalah kondisi yang timbul pada orang dewasa jika thyroidnya
mengalami atrofi atau dipotong. Gejala yang jelas tampak pada penderita adalah
lamban (baik kegiatan fisiknya maupun proses berpikirnya). Biasanya gejala ini
disertai gugup (tremor/ tangan gemetar). Kulitnya menjadi kasar dan kering karena
tidak adanya sekresi kelenjar kulit. Kulitnya nampak kekuning-kuningan. Jaringan
subkutan tumbuh berlebih-lebihan, yang pada suatu saat diganti oleh lemak.
Rambutnya kasar dan rontok, wajah dan tangannya sembab (swollen), laju
metabolismenya rendah dan si penderita menjadi apatis.
Kretinisme dan myxedema disebabkan karena kurangnya produksi hormon thyroxin pada
penderita. Mereka dapat disembuhkan dengan memberikan hormon thyroxin sintetis selama
hidupnya.

Hipertiroidisme (Hyperthyridism)
Jika kelenjar thyroid terlalu aktif, dalam arti sekresinya terlalu banyak, maka timbullah
penyakit Basedow (penyakit Grave). Gejala yang terpenting pada penderita adalah: thyroidnya
membesar, matanya melotot, denyut jantungnya cepat dan kadang-kadang tidak teratur, suhu
tubuhnya meningkat, gugup dan sukar tidur. Mungkin sekali selera makannya tinggi (selalu
ingin makan banyak-banyak), namun berat tubuhnya berkurang. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya laju metabolisme dan terganggunya pencernaan. Rambut (bulunya) kadang-
kadang tumbuh lebat. Si penderita dapat disembuhkan dengan jalan membuang sebagian
kelenjar thyroidnya (operasi).

21
Gambar 11. Mekanisme Kerja Hormon Tiroksin yang terjadi pada Gejala Hipothyroidisme

22
Gambar 12. Mekanisme Kerja Hormon iroksin yang Terjadi pada Gejala Hiperthyroidisme

23
5. GLANDULA PARATHYROIDEA (Kelenjar anak gondok = Parathyroid gland)
Pengertian
Pada manusia biasanya terdapat dua pasang (4 buah) glandula parathyroidea yang
terletak pada permukaan dorsal glandula thyroidea. Kelenjar yang berwarna kemerah-merahan
ini panjangnya kurang lebih 7 mm dan tebalnya 2-3 mm. Berat seluruh kelenjar ini sekitar 120
mg.
Glandula parathyroidea menghasilkan satu hormon penting yang dinamai parathyroid
hormone atau parathormon. Hormon yang berupa protein ini penting peranannya dalam hal
memelihara kadar kalsium yang normal di dalam darah. Hormon ini juga berfungsi untuk
mengatur metabolisme fosfor dan meningkatkan kegiatan reabsorpsi kalsium pada tubulus
renalis.
Kecuali parathormon, ada lagi hormon lain yang turut mengatur konsentrasi ion kalsium
di dalam tubuh. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar thyroid dan diberi nama calcitonin atau
thyrocalcitonin. Fungsinya terutama mencegah agar kadar kalsium dalam darah jangan terlalu
tinggi.
Parathormon mempengaruhi reabsorpsi fosfat di dalam tubulus renalis dan dengan
adanya vitamin D. Hormon ini merangsang absorsi kalsium pada dinding intestinum (usus
halus). Parathormon menunjukkan kegiatannya pada tulang dengan merangsang kegiatan
osteoclast. Jika osteoclast bekerja giat, maka hal ini berarti bahwa bagian-bagian tulang itu
digerogoti (dirongrong) sehingga akhirnya di dalam darah banyak ada kalsium.

24
Gambar 13. Kelenjar Paratiroid

Hipoparatiroidisme (Hypoparathyridism)
Jika hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ini kurang, maka orang yang bersangkutan
menderita tetani (kejang). Hipoparatiroidisme biasanya terdapat pada anak-anak yang berumur
di bawah 16 tahun. Dalam hal ini kadar kalsium dalam darah menurun dan sarafnya lebih peka.
Reaksi-reaksi neuromuskuler yang nampak pada penderita antara lain: tangan dalam keadaan
fleksi, ibu jari dalam keadaan adduksi, sedangkan jari-jari yang lain extensio (terentang).
Hipoparatiroidisme mungkin disebabkan karena kelenjar ini terpotong, misalnya pada
operasi thyroid, tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Orang yang menderita
hipoparatiroidisme yang akut harus segera ditolong dengan meningkatkan kadar kalsium dalam
darahnya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menyuntikkan kalsium intravenous (gluconas
calcinus) atau infus. Pemberian ini harus hati-hati sebab jika gegabah, denyut jantung penderita
akan terganggu.

25
Hiperparatiroidisme (Hypoparathyroidism)
Jika jumlah parathormon yang disekresikan oleh kelenjar ini terlalu banyak, maka pada
orang yang bersangkutan timbul penyakit ostitis fibrosa cystica generalisata atau penyakit
Recklinghausen. Tulang-tulangnya menjadi tipis dengan kista yang banyak. Kadang-kadang
tulangnya dapat patah secara mendadak karena rapuh. Osteoclast pada tulang bertambah
jumlahnya. Tulang-tulang yang lazim kena sasaran antara lain tulang-tulang panjang, corpora
vertebrae, tulang pelvis, tengkorak dan mandibula.
Otot-otot penderita menjadi lemah, nafsu makan kurang, merasa mual dan tulang-
tulangnya terasa nyeri. Pada penderita sering pula terdapat batu ginjal (neuphrocalcinosis). Hal
ini erat kaitannya dengan meningkatnya kadar kalsium dalam darah.
Terapi yang dapat meringankan gejala ini adalah dengan ekstirpasi (memotong) tumor
yang mungkin ada pada kelenjar itu, yang merupakan penyebab hipersekresinya. Di samping itu
si penderita harus menurangi makan zat-zat yang mengandung kalsium dan harus memperoleh
vitamin D yang cukup. Cairan natricus dapat pula diberikan pada penderita untuk menurunkan
kadar kalsium dalam darahnya.

Gambar 14. Mekanisme Kerja Parathormon yang Terjadi pada Gejala Hipoparatiroidisme

26
Gambar 15. Mekanisme Kerja Parathormon yang Terjadi pada Gejala Hiperparatiroidisme

6. PANKREAS
Pengertian
Organ ini sebenarnya merupakan kelenjar campuran, karena di samping menghasilkan
enzim-enzim pencernaan juga menghasilkan enzim-enzim pencernaan juga menghasilkan
hormon. Bagian “kepalanya” menghadap ke duodenum, sedangkan bagian “ekor”nya
membentang sampai ke limpa (lien). Getah-getah pancreas yang berfungsi dalam pencernaan
makanan disalurkan melalalui ductus pancreaticus (ductus Wirsung) yang bermuara pada
ampulla Vater di duodenum.
Di samping kelompok sel yang berfungsi menghasilkan getah-getah pencernaan
makanan, pada pancreas juga terdapat kelompok sel yang disebut pulau-pulau (insula)
Langerhans (paul langerhans adalah seorang ahli patologi bangsa Jerman, 1847 – 1888). Insula
langerhans inilah yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Sel-selnya tersebar di seluruh dan
jumlahnya ada sekitar satu persen dari seluruh berat pancreas.
27
Insula Langerhans terdiri atas tiga jenis sel sebagai berikut.
1) Sel-sel alpha menghasilkan glukagon, yaitu hormon yang kegiatannya sebagai anti-
insulin.
2) Sel-sel beta menghasilkan insulin.
3) Sel-sel delta yang fungsinya belum diketahui.
Dalam tahun 1889 dokter Von Mering dan Minkowski (keduanya dari Jerman) ingin
mempelajari lebih banyak tentang fungsi pancreas dalam pencernaan. Mereka mengadakan
eksperimen dengan membuang seluruh organ ini dari tubuh anjing dan menunggu bagaimana
akibatnya. Selama studinya ini pembantu laboratoriumnya melihat bahwa urine anjing
percobaan ini dikerumuni semut, sedangkan urine anjing yang normal tidak.
Selama bertahun-tahun para peneliti mencoba untuk mengambil ekstrak (hormon)
pancreas yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa, namun selalu gagal. Akhirnya dalam
tahun 1922 barulah Dr. Frederick banting dan Charles Best berhasil menemukan hormon
tersebut setelah mengadakan eksperimen yang tekun dengan menggunakan beberapa ekor
anjing. Hormonnya bernama insulin dan berupa protein.

Gambar 16. Pankreas

28
Fungsi Insulin
Sampai saat ini telah diketahui beberapa fungsi insulin, antara lain adalah sebagai
berikut.
1) Meniadakan faktor yang menghalangi pekerjaan enzim hexokinase dalam proses
metabolisme glukosa. Faktor ini dihasilkan oleh adenohipofisis. Seperti telah
diuraikan dalam biokimia, pada tahap pertama glukosa diubah menjadi glukosa-
glukosa fosfat oleh ATP dengan bantuan enzim hexokinase.
2) Menggiatkan pemecahan glukosa menjadi fragmen-fragmen yang mengandung tiga
atom C, membantu pembuatan asam lemak, beberapa asam amino dan energi.
3) Mengurangi kegiatan glukoneogenesis dari katabolisme protein.
4) Membantu pembuatan glikogen untuk hepar dan otot
5) Menggiatkan transpor glukosa dari sel ke sel.
6) Membantu sel-sel mengambil glukosa, asam amino dan asam lemak.

Penyakit Diabetes Mellitus


Penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis atau bocor madu karena si penderita
banyak mengeluarkan urine dan urinenya mengandung glukosa (glukosuria). Penyakit ini
disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat dalam tubuhnya. Bersamaan dengan
gangguan metabolisme karbohidrat terjadi pula gangguan pada metabolisme protein dan lemak,
serta gangguan keseimbangan elektrolit.
Gejala penyakit ini sebenarnya telah lama dikenal, antara lain; si penderita selalu lapar
dan haus, berat badannya terus menurun, cepat lelah, gatal-gatal, nafasnya berbau aseton dan
urinenya dikerubuti semut.
Penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah sebagai berikut.
1) Faktor genetis. Kurang lebih 25% dari jumlah penderita diabetes mellitus
mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit tersebut.
2) Faktor kegemukan (obesitas). Di antara penderita diabetes mellitus banyak orang
yang gemuk, terutama yang berumur 40 – 60 tahun.
3) Faktor hormonal. Di muka telah diuraikan bahwa penyakit ini erat kaitannya dengan
kerusakan pada insula Langerhans dalam pankreas. Di samping itu hipertiroidi dapat
juga menimbulkan penyakit yang laten.
29
Hal ini disebabkan karena pada hipertiroidi terjadi (1) absorpsi glukosa di usus halus
lebih cepat sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat, (2) pembuatan glukosa dari
glikogen bertambah, dan (3) oksidasi dalam jaringan bertambah giat.
Pada masa ini penyakit diabetes mellitus harus dianggap sebagai suatu penyakit
menahun (kronis) yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi dapat dikendalikan dengan baik
dengan memberikan insulin pada penderita secara terus-menerus. Penyakit ini sering mendapat
komplikasi (penyakit lain yang menyertai) misalnya: koma hiperglikemi, infeksi (biasanya pada
tungkai bawah), tuberculosis dan beberapa lagi.
Pengendalian penyakit ini pada dasarnya dilaksanakan dengan cara (1) mengatur
makanan, dalam arti mengurangi makan karbohidrat, (2) memberikan hormon insulin, dan (3)
menghindari komplikasi.

Glukosa Darah
Kadar gula darah yang normal pada orang puasa adalah 80 – 120 mg % (60 – 100 mg
%). Jika seseorang makan karbohidrat agak banyak, maka kadar gula dalam darahnya dapat
meningkat sampai 150 mg % dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi kemudian kembali normal.
Untuk memelihara kadar glukosa yang normal, pancreas harus menghasilkan insulin
yang cukup. Mekanisme penghasilan hormon ini dipengaruhi oleh kadar glukosa yang ada
dalam darah.
Jika kadar glukosa ini lebih daripada 170 mg %, maka tubulus-tubulus ginjal tidak
sanggup menyerap kembali, sehingga terjadilah glukosuria.

7. GLANDULA SUPRA RENALIS (Kelenjar Anak Ginjal = Adrenal Gland)


Pengertian
Kelenjar endokrin ini terletak di atas ginjal kiri dan kanan, masing-masing beratnya k.l 5
– 7 gram. Tiap-tiap kelenjar dibungkus oleh kapsula yang tipis. Kelenjar ini terdiri atas dua
bagian, yaitu bagian korteks (jaringan yang di sebelah luar) dan bagian medulla (yang terletak di
sebelah dalam).
Dari segi embriologi, bagian korteks berasal dari mesoderm, sedangkan bagian medulla
berasal dari pertumbuhan ectoderm neural, seperti system saraf otonom (bagian thoracolumbar).
30
Bagian Korteks
Pemeliharaan struktur, pertumbuhan dan kegiatan sekresi bagian ini dikendalikan oleh
hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang dihasilkan oleh adenohipofisis.
Bagian korteks menghasilkan hormon-hormon yang tergolong steroid, yaitu yang
mempunyai struktur cincin aromatik cyclopentano-perhydro-phenantren. Korteks supra renalis
membuat kira-kira 30 jenis kortikosteroid, tetapi yang jelas aktivitas biologiknya hanya
beberapa saja, antara lain adalah sebagai berikut.

Mineralokortikoid.
Hormon garam (mineral) ini disebut juga Aldosteron yang berfungsi pada tubulus-
tubulus ginjal untuk merangsang reabsorpsi Na +, yang selanjutnya mengikat Cl -. Dengan
demikian kadar Na+, dan Cl - dalam cairan ekstraseluler terpelihara.
Sekresi aldosteron meningkat jika: a. kadar kalium ekstraseluler meningkat, b. kadar natrium
ekstraseluler berkurang dan c. sekresi ACTH dari adenohipofisis bertambah.
Kadar kalium yang tinggi lebih banyak pengaruhnya terhadap sekresi aldosteron (untuk
menormalkan kembali kadarnya dalam darah), walau kadar natrium yang rendah cukup penting
juga.

Glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron).


Kegiatan glukokortikoid terutama yang berasal dari kortisol, memegang peranan penting
dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada metabolisme karbohidrat
hormon ini merangsang proses glukoneogenesis dalam hepar. Hepar membentuk glikogen dari
sumber-sumber non-karbohidrat dan mengurangi penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh. Pada
metabolisme protein hormon ini mengurangi penyimpanan protein dengan jalan mengurangi
anabolisme protein, mengurangi sintesis protein dan memobilisasi asam-asam amino dari
jaringan. Protein dalam hepar bertambah dan selanjutnya protein plasma dilepaskan ke dalam
darah. Hormon ini menambah permeabilitas sel-sel hepar terhadap asam-asam amino dan
mengurangi permeabilitas sel-sel otot terhadap asam-asam amino.

31
Jika diperlukan, hormon glukosteroid dapat menggiatkan “pembongkaran” cadangan
lemak (adipokinesis) atau sebaliknya dapat pula menggiatkan penyimpanan lemak sebagai
jaringan lemak (lipogenesis).
Kortikosteroid dapat pula mempengaruhi kegiatan jaringan lymphoid dan jumlah
eosinifil leukosit dalam peredaran darah. Jika seseorang diberikan hormon ini, maka ukuran
jaringan lymphoidnya berkurang dan demikian pula jumlah eosinofil yang ada dalam
peredarannya. Jika hormon ini terlalu banyak diberikan, maka ada kemungkinan bahwa
pembentukan antibody di dalam jaringan lymphoid terhenti.

Gambar 17. Kelenjar Suprarenalis

32
Gambar 18. Kelenjar Suprarenalis Bagian Kortek dan Medula

33
Gambar 19. Hiposkresi Kelenjar Suprarenalis Bagian Korteks

8. HORMON-HORMON KELAMIN (GONADAL HORMONES)


Pengertian
Dari korteks supra renalis telah dapat diperoleh beberapa hormon yang berpengaruh pada
organ-organ kelamin, misalnya: androgen, estrogen dan progesterone.
Istilah androgen digunakan untuk memberi nama kepada persenyawaan steroid yang
mempunyai kegiatan untuk menimbulkan maskulinisasi, yaitu merangsang perkembangan
tractus genitalis jantan. Androgen mencakup hormon androsteron, testosteron dan derivat-
derivatnya.
Dalam kondisi yang normal, ovarium juga membentuk androgen, sebab tanpa didahului
oleh sistesis androgen pembentukan hormon estrogen tidak mungkin berlangsung. Pada pria
60% androgen dihasilkan oleh testes, sedangkan sisanya oleh glandula supra renalis. Pada
wanita 60% androgen dihasilkan oleh glandula supra renalis, sedangkan sisanya oleh ovarium.

34
Di samping dihasilkan oleg glandula suprarenalis, estrogen juga dihasilkan oleh folicel
de Graaf dalam ovarium. Fungsinya antara lain untuk merangsang pertumbuhan glandula
mammae pad wanita.
Progesteron dibuat dalam ovarium (oleh corpus luteum) dan glandula supra renalis
bagian korteks dan plasenta. Dalam testes juga mungkin ada pregesteron sebagai zat antara
dalam biosintesis androgen. Progesteron berfungsi untuk mempersiapkan dinding uterus (rahim)
guna menerima ovum (sel telur) atau zigot yang dating dari tuba Fallopii.
Dalam glandula supra renalis progesterone merupakan pemula (precorsor) dalam
biosintesis mineralokortikoid dan glukokortikoid.
Jika bagian korteks glandula supra renalis, ovarium atau testes dihilangkan, maka
akibatnya akan memunculkan perubahan fisiologik. Jika hanya ovarium atau testes saja
dihilangkan, maka korteks supra renalis akan membesar. Jika bagian korteks ini tidak dapat
berfungsi dan kadar hormon kortisol dalam darah menurun, maka sekresi ACTH dipergiat
(sebagai mekanisme umpan balik).

Hipofungsi Bagian Korteks


Jika terjadi hipofungsi bagian korteks anak ginjal berlangsung bertahun-tahun, maka
orang yang bersangkutan akan menderita penyakit Addison (Thomas Addison adalah seorang
dokter dan guru di Inggris, 1793-1860). Penyakit Addison yang murni jarang sekali terdapat,
kira-kira ada satu kasus dalam 100.000 penduduk.
Gejala yang penting pada penyakit ini antara lain adalah sebagai berikut.
1) Tenaga berkurang.
2) Cepat lelah.
3) Berat badan menurun.
4) Tekanan darah rendah (hipotensi).
5) Jantung mengecil.
6) Rambut pada aksiler dan pada tubuh berkurang.
7) Pigmentasi bertambah (ada dugaan bahwa msh meningkat).

35
Kelainan pigmentasi dapat timbul sebagai hiperpigmentasi yang difus, terutama pada
bagian-bagian tubuh yang mendapat tekanan. Penyakit Addison adalah suatu penyakit yang
berat, jalannya progresif dan jika tidak segera diberikan pengobatan, maka akibatnya fatal.
Terapi penyakit ini antara lain dilaksanakan dengan memberikan cortison atau
hydrokortison, aldosteron atau oxycorticosteron acetate (DOCA) kepada penderita.

Hiperfungsi dan Kelainan Fungsi Bagian Korteks


Jika hormon adrenal androgen (17-ketosteroid) berlebihan, maka pada orang yang
bersangkutan terjadi gejala virilasi (adrenal virilism). Istilah virilisme diperkenalkan oleh Apert,
seorang dokter Bangsa Perancis (1910) untuk keadaan maskulinisasi pada wanita yang
disebabkan oleh oleh kelainan fungsi glandula supra renalis bagian korteks. Hal yang demikian
dapat terjadi karena hiperplasia (pertumbuhan yang berlebihan sebagai akibat pertambahan
jumlah sel) atau tumor pada kelenjar tersebut.
Jika gejala virilisme terjadi pada wanita, maka akan muncul perubahan-perubahan
sebagai berikut.
1) Penyebaran rambutnya seperti pada pria (pada tubuh dan pubic).
2) Tumbuh kumis dan janggut.
3) Suaranya jauh lebih rendah.
4) Clitorisnya membesar menyerupai bentuk penis.
5) Adanya pengendapan protein pada kulit dan khususnya pada otot, sehingga
menunjukkan sifat khas pria.
Jadi, cirri-ciri kelamin sekundernya menuju ke arah jantan/ pria. Pertumbuhan rambut
yang berlebihan disebut hirsutisme (latin: hirsutus = berambut panjang dan kasar). Jika seorang
wanita yang menderita kanker payudara diberikan pengobatan dengan menggunakan nadrogen
dosis tinggi dalam jangka waktu yang panjang, maka akibat sampingnya akan mengakibatkan
tumbuhnya kumis dan jenggot.
Jika gejala virilisme ini terjadi pada pria yang belum menginjak masa remaja (pre
pubertas), misalnya yang berumur di bawah empat tahun, maka system reproduksi dan
libidoseksualitasnya berkembang lebih cepat. Gejala ini disebut pubertas precox. Gejala ini
disertai dengan munculnya cirri-ciri kelamin sekunder seperti pada pria yang menginjak masa

36
remaja. Pubertas precox pada pria dapat juga terjadi karena adanya kelainan pada hipotalamus
atau ada tumor pada sel-sel Lydig dalam testes.
Jika penyebabnya adalah tumor pada glandula supra renalis, maka satu-satunya cara
menolong penderita adalah dengan jalan adrenektomi dan kemudian memberikan pengobatan
dengan hormon-hormon kortikoid yang relevan. Jika penyebabnya hiperplasia pada kelenjar ini,
maka usaha yang dilaksanakan adalah dengan cara menekan pengaruh ACTH, misalnya dengan
memberikan kortison, sehingga penghasilan androgennya berkurang.

Bagian Medulla
Bagian medulla terdiri atas sel-sel granuler yang besar-besar, dengan penataan seperti
jala. Bagian ini menghasilkan dua hormon, yang berbentuk amino. Hormon-hormon yang
dimaksud adalah epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin).
Epinefrin (epinephrine) mempengaruhi organ-organ tubuh yang diurus oleh system saraf
simpatis, sehingga dengan demikian, hormon ini meningkat aktivitasnya. Hormon epinefrin dan
norepinefrin termasuk kelompok zat kimia cathecolamine symphathominetic amine, karena
pengaruhnya serupa dengan system saraf simpatis. Karena catecholamine mempunyai pengaruh
glicogenolitic dan hormon ini dapat mendistribusikan karbohidrat ke dalam otak selama periode
hipoglikemia. Hormon ini dapat merangsang pelepasan asam-asam lemak dari jaringan
adiposus, yang selanjutnya digunakan oleh otot sebagai pengganti glukosa.
Pada dasarnya norepinefrin lebih efektif dalam menyempitkan pembuluh-pembuluh
darah, sedangkan epinefrin lebih jelas peranannya dalam metabolisme karbohidrat. Pengaruh
kedua hormon ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengaruhnya terhadap system kardiovaskuler. Epinefrin menyebabkan vasodilatasi
(pelebaran) arteriole pada otot-otot rangka dan vasokontriksi (penyempitan) arteriole
pada kulit, membrana mukosa dan viscera sphlanchnicus. Hormon ini dapat
menambah frekuensi dan kekuatan kontraksi otot jantung dan menambah outputnya.
Norepinefrin tidak begitu besar pengaruhnya terhadap output jantung dan hormon ini
pada umumnya mempunyai pengaruh vasokonstriksi. Kedua hormon ini
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Karena norepinefrin tidak berpengaruh
pada pekerjaan jantung, hormon ini sangat berguna untuk memperbaiki keadaan
shock yang tidak disebabkan oleh pendarahan. Pengaruh vasokonstriksi epinefrin
37
dapat dimanfaatkan dalam operasi kecil untuk mencegah penyerapan zat-zat yang
mengandung anesthesia (obat bius) local dan mengurangi kehilangan darah.
2) Pengaruhnya terhadap otot-otot visceral. Epinefrin dapat mengendorkan otot-otot
polos pada gastrium intestinum dan vesica urinaria dan menyempitkan sphincter
(klep) pada gastrium dan vesica urinaria. Karena pengaruh pengendoran pada otot-
otot polos bronkiolus, epinefrin sangat berguna untuk meringankan penderita asma
bronkiolus.
3) Pengaruh metabolik. Epinefrin menunjukkan beberapa pengaruh metabolic dalam
tubuh, antara lain: (a) merangsang kegiatan pemecahan glikogen dalam hepar
sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, (b) meningkatkan
pemecahan glikogen dalam otot, (c) menggiatkan lipolisis dalam jaringan lemak
dimana asam-asam lemak dan gliserol yang terlepas digunakan sebagai bahan bakar
dalam otot dan digunakan juga dalam glukoneogenesis (dalam hepar), dan (d)
menghalangi pelepasan insulin dari pankreas.
Jika seseorang disuntik dengan epinefrin, maka otot-otot seran lintangnya tidak cepat
lelah, frekuensi pernafasannya bertambah dan metabolisme dalam tubuhnya meningkat,
sehubungan dengan bertambahnya frekuensi pernafasan.

Hipofungsi Bagian Medulla


Sampai saat ini belum nampak ada gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh hipofungsi
kelenjar anak ginjal bagian medulla.

Hiperfungsi Bagian Medulla


Satu-satunya kelainan yang menyebabkan hiperfungsi pada bagian medulla adalah tumor
yang disebut pheochromatocytoma (PPC). Gejala klinis yang nampak antara lain adalah sebagai
berikut.
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) yang tidak dapat diturunkan.
2) Jika orang tersebut diberikan anesthesia pada waktu operasi maka ia akan menderita
shock.
3) Hipertensinya dengan tanda-tanda sama seperti hipertiroidisme.
4) Metabolisme basal meningkat.
38
5) Adanya serangan-serangan emosi yang akut.
Dalam hal ini si penderita harus menjalani operasi untuk mengangkat tumornya dan
setelah itu diberikan norepinefrin, angiosstensin II dan cortisol.

Fungsi Darurat (Emergency)


Dalam keadaan darurat, misalnya terkejut, takut atau marah, glandula supra renalis
bagian medulla melaksanakan fungsi emergencynya untuk menyiapkan orang yang
bersangkutan (misalnya berkelahi atau lari). Hormon yang dihasilkan karena pengaruh
emosional yang demikian berfungsi sebagai berikut.
1) Menyempitkan pembuluh-pembuluh darah pada kulit.
2) Melebarkan pembuluh-pembuluh darah dalam otot rangka dan otot jantung.
3) Menaikkan tekanan darah secara umum.
4) Menambah output jantung.
5) Melepaskan glukosa dari hepar.
6) Mengendorkan otot-otot polos pada tractus gastrointestinalis.
7) Mempersingkat waktu pembekuan darah.
8) Melepaskan eritrosit dari limpa (lien).
9) Menambah frekuensi dan dalamnya pernafasan.

8.1 OVARIUM (INDUNG TELUR)


Dua hormon yang dihasilkan oleh ovarium dan telah jelas diketahui fungsinya adalah
sebagai berikut.
1) Estrogen. Hormon ini terdapat dalam darah wanita, sejak menginjak masa pubertas
sampai saat menopause (berhenti haid). Kadarnya paling tinggi, menjelang ovulasi.
Hormon ini berpengaruh pada perkembangan system reproduksi wanita dan
payudaranya, serta bertanggung jawab atas timbulnya cirri-ciri kelamin sekunder
pada wanita. Selama hamil, hormon ini banyak terdapat dalam darah. Di samping
pada wanita, ternyata hormon ini terdapat juga pada pria dan pada hewan. Pada
manusia sekurang-kurangnya terdapat tiga jenis estrogen yang mempunyai peranan
penting, yaitu: beta estradiol (paling penting peranannya), estron dan estriol.

39
2) Progesteron. Hormon ini dihasilkan oleh corpus luteum yang terbentuk setelah
ovulasi. Progesteron berfungsi untuk membantu estrogen, khususnya dalam
menyiapkan uterus untuk menerima ovum atau zigot yang dating dari tuba falloppii.
Sekresi progesterone dikendalikan oleh Luteinizing Hormone (LH) yang dihasilkan
oleh adenohipofisis.

8.2 TESTIS (BUAH PELIR)


Testis (jamaknya: testes) menghasilkan hormon androgen yang berfungsi untuk
mengembangkan cirri-ciri kejantanan yang khas. Salah satu jenis androgen yang jelas
peranannya adalah hormon testosteron. Testosteron berfungsi untuk merangsang perkembangan
system reproduksi jantan dan perkembangan cirri-ciri kelamin sekunder yang khas.
Di samping oleh testis, androgen juga dihasilkan oleh kelenjar anak ginjal bagian
korteks, baik pada pria maupun pada wanita. Produk-produknya adalah 17-ketosteroid yang
terdapat dalam urine.
Penghasilan testosteron dikendalikan oleh interstitial cell-stimulating hormone (ICSH =
LH) yang dihasilkan oleh adenohipofisis.

9. HORMON-HORMON LOKAL
Dalam tubuh manusia terdapat beberapa hormon yang berpengaruh secara local. Dalam
saluran pencernaan telah diketahui adanya tiga hormon yang demikian, yaitu: gastrin,
kolesistokinin dan sekretin. Ketiganya merupakan polipeptida.
Gastrin dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang terdapat dalam dinding lambung
(gastrium). Hormon ini merangsang sekresi asam klorida (HCl) oleh sel-sel parietal dan sekeresi
enzim oleh sel-sel utama.
Kolesistokinin dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang terdapat pada dinding duodenum.
Setelah disekresikan lalu diangkut oleh darah menuju ke kantong empedu dan setelah sampai di
sana berfungsi untuk merangsang kantong empedu mengeluarkan sekresi empedunya.
Sekretin dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang terdapat dalam duodenum dan
kemudian diangkut ke pancreas untuk merangsang pengeluaran sekresinya.

40
10. HORMON YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS KERJA
Setelah mencermati berbagai fungsi hormon tampaknya perlu dikaji mengenai peranan
hormon dalam aktivitas seseorang di tempat kerja. Dalam kajian ini dibahas mengenai pengaruh
hormon terhadap proses metabolisme dalam tubuh manusia ketika seseorang melakukan
aktivitas di tempat kerja. Hormon yang sangat berkaitan dengan aktivitas seseorang di tempat
kerja adalah sebagai berikut.

Antidiuretic hormone (ADH) atau Vasopresin


Hormon ini dapat menambah permeabilitas sel-sel pada tubulus contortus secondus dan
ductus colligentes dalam ginjal, sehingga mengurangi pembentukan urine. Jika tidak ada ADH,
maka urine yang dikeluarkan banyak sekali (polyuria). Sekresi ADH diatur oleh tekanan
osmotis (osmolality) darah. Sel-sel yang terdapat pada nuclei optik berfungsi sebagai
osmoreseptor, karena sangat sensitive terhadap perubahan konsentrasi larutan di dalam plasma.
Jika tekanan osmotis naik, maka sekresi ADH bertambah dan penyerapan kembali terhadap air
juga bertambah. Dengan kata lain, cairan tubuh dengan konsentrasi tinggi merangsang
osmoreseptor dan sekresi ADH juga bertambah.
Dalam aktivitas yang berat dan terjadi pengeluaran cairan tubuh dalam jumlah yang
cukup banyak bisa berakibat fatal bagi kesehatan jika ditambah dengan hiposekresi dari hormon
ini. Dalam hal ini bisa terjadi pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan melalui urine dan
keringat. Pemberian minum secara periodik akan sangat membantu para pekerja yang memiliki
kasus seperti itu. Bila perlu bisa ditambah dengan pemberian larutan garam untuk
mengantisipasi kehilangan elektrolit dalam tubuh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pekerja yang menderita hiposekresi ADH perlu mendapat perhatian khusus agar tidak berefek
negatif terhadap kesehatan pekerja tersebut.

Somatotropin
Jika seseorang menderita hiposekresi hormon ini akan mengakibatkan: (1) cepat merasa
lelah; (2) tidak sanggup lagi mengerjakan pekerjaan fisik biasa; (3) tidak dapat memusatkan
perhatiannya; dan (4) menjadi apatis terhadap kejadian di sekitarnya. Jika hal ini terjadi pada
seorang pekerja tentu akan dapat mengurangi produktivitasnya. Akan tetapi dengan perhatian

41
khusus dan pemberian pekerjaan yang cocok untuk orang tersebut setidaknya akan dapat
membantu orang tersebut.
Jika dikaitkan dengan kelelahan yang merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai alarm tubuh yang
mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf
pusat yang dapat mempercepat impuls yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis
dan memperlambat impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh saraf parasimpatis. Dalam hal ini
peranan hormon somatotropin juga sangat penting. Menurunnnya kemampuan dan ketahanan
tubuh akan mengakibatkan menurunnnya efisiensi dan kapasitas kerja. Seandainya kondisi
seperti ini dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Grandjean
(1988) dan Sedarmayanti (1996) menyatakan bahwa kelelahan yang berlanjut dapat
menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala: (a) terjadi penurunan kestabilan fisik; (b)
kebugaran berkurang; (c) gerakan lamban dan cenderung diam; (d) malas bekerja atau
beraktivitas; dan (e) adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Di samping itu kelelahan juga
menyebabkan gangguan psikosomatik yaitu: (a) sakit kepala; (b) pusing-pusing; (c) mengantuk;
(d) jantung berdebar; (e) keluarnya keringat dingin; (f) nafsu makan berkurang atau hilang dan
(g) adanya gangguan pencernaan. (Grandjean, 1988 dan Pheasant, 1991).
Terkait dengan fakta tersebut tampaknya dalam melakukan aktivitasnya, seorang pekerja
tidak akan terlepas dari kelelahan yang amat terkait dengan mekanisme kerja hormon
somatotropin. Agar orang yang memiliki kasus seperti di atas, bisa dipertahankan untuk tetap
bisa bekerja dengan baik maka sebaiknya dilakukan cara-cara sebagai berikut.
a) Jangan ditempatkan di tempat kerja yang membutuhkan kemampuan fisik dalam
aktivitas sehari-hari.
b) Jangan diberikan pekerjaan yang memerlukan ketelitian, kecermatan, dan konsentrasi
yang tinggi.
c) Karena mereka yang menderita hiposekresi somatotropin sering berperilaku apatis
terhadap lingkungannya, maka sebaiknya privasi mereka dijaga dengan baik dan
dilakukan pendekatan secara partisipatori agar tidak terlalu menghindar dari kehidupan
sosial.
d) Pemberian nutrisi seimbang akan sangat membantu ketahanan dan kemampuan
kerjanya.
42
e) Mendesain ruang kerja yang nyaman tentu akan mengurangi energi yang terbuang
percuma untuk melawan kondisi lingkungan kerja yang tidak adekuat.

Tiroksin
Hormon tiroksin berfungsi untuk mengatur kecepatan metabolisme dan oksidasi di dalam
sel-sel jaringan sehingga dengan demikian hormon ini berkaitan dengan pertahanan suhu tubuh.
Jika dikaitkan dengan aktivitas seseorang di tempat kerja khususnya yang berkaitan dengan
upaya untuk mempertahankan suhu tubuh, ada baiknya dikaji mengenai suhu nyaman di ruang
kerja. Dengan memperhatikan suhu yang nyaman untuk beraktivitas tentu akan dapat menjaga
kinerja seseorang karena energinya tidak terbuang percuma untuk melawan suhu lingkungan.
Dalam hal ini mikroklimat di ruang kerja yang ditentukan oleh suhu udara, suhu permukaan
(suhu di atas meja, jendela, dinding, lantai dan lain-lain), kelembaban udara, gerakan udara dan
kualitas udara perlu mendapat perhatian khusus, sehingga kerja hormon tiroksin bisa
dioptimalkan dalam menjaga suhu tubuh. Suhu yang dirasakan seseorang merupakan rerata dari
suhu udara dan suhu permukaan. Untuk rasa nyaman, perbedaan suhu udara dan suhu
permukaan hendaknya sekecil mungkin, karena itu diambil patokan agar perbedaan rerata suhu
permukaan hendaknya tidak lebih dari 2 – 3o C di atas atau di bawah suhu udara. Sedangkan
perbedaan suhu antara di dalam dengan di luar ruangan, tidak lebih dari 4 o C. Jika melebihi
batas tersebut, hendaknya dibuat ruang antara untuk proses adaptasi terhadap perbedaan suhu
tersebut (Manuaba, 1998).
Suhu udara di satu ruangan, hendaknya antara 20 – 24o C pada musim dingin dan antara
23 – 26o C di musim panas (Helander, 1995). Sedangkan kelembaban relatif di satu ruangan
tidak boleh kurang dari 30% atau antara 40 – 60% di musim panas, merupakan kelembaban
relatif yang memberi suasana nyaman di ruangan tersebut. Jika suhu ruangan kurang dari 20 o C
mengakibatkan badan menggigil dan frekuensi pengeluaran urine meningkat sehingga dapat
mengganggu keseimbangan cairan dalam tubuh. Sebaliknya jika suhu ruangan terlalu panas
akan mengakibatkan (a) meningkatnya rasa lelah yang diikuti dengan hilangnya efisiensi tugas
mental dan fisik; (b) denyut jantung meningkat; (c) tekanan darah meningkat; (d) aktivitas alat
pencernaan menurun; (e) suhu inti tubuh meningkat; dan (f) produksi keringat meningkat
(Manuaba, 1998). Semua akibat tersebut sangat dipengaruhi oleh aktivitas hormon tiroksin.

43
Hormon ini menggiatkan penyerapan glukosa dari dinding usus dan menggiatkan
penggunaan glukosa dalam sel. Pengaruh yang demikian diduga berkaitan dengan kegiatan
system enzim di dalam mitokondria. Jika dikaitkan dengan aktivitas seseorang di tempat kerja,
tampaknya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya mengatur suplai nutrisi ke dalam
tubuh, sehingga pemanfaatan glukosa dalam sel yang dipengaruhi oleh hormon tiroksin dapat
berlangsung seimbang.
Hormon tiroksin pada orang yang masih muda dapat mempengaruhi perkembangan fisik
dan mental, sedangkan pada orang dewasa dapat merangsang proses mental. Fungsi ini dapat
dijadikan dasar dalam menentukan jenis pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang dengan
umur yang berbeda. Dalam hal ini pekerjaan yang memrlukan kekuatan fisik hendaknya
dibebankan kepada mereka yang relatif masih muda dan sebaliknya pekerjaannya yang
memerlukan proses mental bisa dibebankan kepada mereka yang usianya relatif lebih tua.

Parathormon
Jika jumlah parathormon yang disekresikan oleh kelenjar ini terlalu banyak, maka pada
orang yang bersangkutan timbul penyakit ostitis fibrosa cystica generalisata atau penyakit
Recklinghausen. Tulang-tulangnya menjadi tipis dengan kista yang banyak. Kadang-kadang
tulangnya dapat patah secara mendadak karena rapuh. Osteoclast pada tulang bertambah
jumlahnya. Tulang-tulang yang lazim kena sasaran antara lain tulang-tulang panjang, corpora
vertebrae, tulang pelvis, tengkorak dan mandibula. Di samping itu otot-otot penderita menjadi
lemah, nafsu makan kurang, merasa mual dan tulang-tulangnya terasa nyeri.
Jika kasus ini ditemukan pada pekerja, maka diperlukan perhatian khusus agar tidak
terjadi cedera pada orang tersebut. Misalnya menempatkan orang tersebut pada tempat kerja
yang tidak berisiko mencederai tulangnya dan perlu dihindari pekerjaan-pekerjaan fisik yang
memerlukan kekuatan otot.

Norepinefrin dan epinefrin


Pada dasarnya norepinefrin lebih efektif dalam menyempitkan pembuluh-pembuluh
darah, sedangkan epinefrin lebih jelas peranannya dalam metabolisme karbohidrat. Pengaruhnya
terhadap sistem kardiovaskular di mana epinefrin menyebabkan vasodilatasi (pelebaran)
arteriole pada otot-otot rangka dan vasokontriksi (penyempitan) arteriole pada kulit, membrana
44
mukosa dan viscera sphlanchnicus. Hormon ini dapat menambah frekuensi dan kekuatan
kontraksi otot jantung dan menambah outputnya. Fungsi ini sangat penting dalam menentukan
beban kerja seseorang, di mana orang yang terlatih tentu akan memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dalam melakukan aktivitasnya dan proses adaptasi juga sangat menentukan kinerja
seseorang. Dalam hal ini hormon efinefrin dapat digunakan sebagai indikator kemampuan kerja
jantung yang dapat digunakan sebagai batasan kemampuan manusia dengan melihat beban
kerjanya yang mengacu kepada frekuensi denyut jantung atau denyut nadi per menit.
Christensen (1991) membagi menjadi 6 kriteria beban kerja yaitu; (1) sangat ringan jika denyut
nadi per menit antara 60 – 75 dpm; (2) ringan jika denyut nadi per menit antara 75 – 100 dpm;
(3) sedang jika denyut nadi per menit antara 100 – 125 dpm; (4) berat jika denyut nadi per menit
antara 125 – 150; (5) sangat berat jika denyut nadi per menit antara 150 – 175 dpm; dan (6)
ekstrim jika denyut nadi per menit > 175 dpm.
Norepinefrin tidak begitu besar pengaruhnya terhadap output jantung dan hormon ini
pada umumnya mempunyai pengaruh vasokonstriksi. Kedua hormon ini menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Karena norepinefrin tidak berpengaruh pada pekerjaan jantung,
hormon ini sangat berguna untuk memperbaiki keadaan shock yang tidak disebabkan oleh
pendarahan. Pengaruh vasokonstriksi epinefrin dapat dimanfaatkan dalam operasi kecil untuk
mencegah penyerapan zat-zat yang mengandung anesthesia (obat bius) local dan mengurangi
kehilangan darah. Dasar pengetahuan ini sangat penting diketahui dalam penanganan terhadap
kecelakaan kerja yang menimbulkan perdarahan. Di samping itu para pekerja yang menderita
hipertensi atau hipotensi juga bisa berpedoman pada fungsi noreefinefrin terkait dengan upaya
untuk menormalkan tekanan darah tersebut atau dapat digunakan sebagai dasar di dalam
mempekerjakan seseorang yang memiliki kelainan tersebut agar terhindar dari akibat yang tidak
diinginkan.
Dilihat dari pengaruhnya terhadap otot-otot visceral, epinefrin dapat mengendorkan otot-
otot polos pada gastrium intestinum dan vesica urinaria dan menyempitkan sphincter (klep) pada
gastrium dan vesica urinaria. Karena pengaruh pengendoran pada otot-otot polos bronkiolus,
epinefrin sangat berguna untuk meringankan penderita asma bronkiolus. Itu berarti dengan
mengetahui fungsi efineprin dapat diprediksi pengaruhnya terhadap pekerja seandainya mereka
mengalami hiposekresi atau hipersekresi.

45
46
RANGKUMAN
Sistem endokrin umumnya mengatur fungsi-fungsi metabolic dalam tubuh dan kecepatan
reaksi kimia di dalam sel. Dengan demikian kegiatannya lebih lambat daripada system saraf.
Sistem endokrin dalam tubuh kita terdiri atas beberapa kelenjar endokrin. Sekresi hormon
dikendalikan dengan mekanisme umpan balik. Pada umumnya semua kelenjar endokrin
cenderung untuk menghasilkan hormon sebanyak-banyaknya dan ini harus dicegah. Jika
produksinya sudah cukup dan sudah dapat menunjukkan kegiatan fisiologiknya pada sel-sel
sasaran, maka kelenjar ini harus dihalangi agar jangan lagi mensekresikan hormonnya.
Sebaliknya jika suatu kelenjar endokrin kurang produksinya, maka pengaruh fisiologiknya juga
menurun. Kondisi yang demikian merangsang agar kelenjar tersebut menghasilkan hormon lebih
banyak.
Pada permulaan perkembangan endokrinologi, orang berpendapat bahwa hipofisis
merupakan kelenjar utama yang mengatur kegiatan kelenjar-kelenjar endokrin yang lain. Karena
itu hipofisis disebut Master Gland. Dalam perkembangan terakhir diketahui bahwa pelepasan
hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis dikendalikan oleh hipotalamus.
Kelenjar thyroid menghasilkan dua jenis hormon yaitu: (1) thyroxin (tiap-tiap
molekulnya mengandung 4 atom yodium = T4) dan (2) triiodothyronin (tiap-tiap molekulnya
mengandung 3 atom yodium = T3). Glandula parathyroidea menghasilkan satu hormon penting
yang dinamai parathyroid hormone atau parathormon. Hormon yang berupa protein ini penting
peranannya dalam hal memelihara kadar kalsium yang normal di dalam darah. Hormon ini juga
berfungsi untuk mengatur metabolisme fosfor dan meningkatkan kegiatan reabsorpsi kalsium
pada tubulus renalis. Pankreas sebenarnya merupakan kelenjar campuran, karena di samping
menghasilkan enzim-enzim pencernaan juga menghasilkan enzim-enzim pencernaan juga
menghasilkan hormon. Bagian “kepalanya” menghadap ke duodenum, sedangkan bagian
“ekor”nya membentang sampai ke limpa (lien). Getah-getah pancreas yang berfungsi dalam
pencernaan makanan disalurkan melalalui ductus pancreaticus (ductus Wirsung) yang bermuara
pada ampulla Vater di duodenum. Kelenjar anak ginjal atau adrenal gland ini terletak di atas
ginjal kiri dan kanan, masing-masing beratnya k.l 5 – 7 gram. Tiap-tiap kelenjar dibungkus oleh
kapsula yang tipis. Kelenjar ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian korteks (jaringan yang di
sebelah luar) dan bagian medulla (yang terletak di sebelah dalam). Dari segi embriologi, bagian
korteks berasal dari mesoderm, sedangkan bagian medulla berasal dari pertumbuhan ectoderm
47
neural, seperti system saraf otonom (bagian thoracolumbar). Dari korteks supra renalis telah
dapat diperoleh beberapa hormon yang berpengaruh pada organ-organ kelamin, misalnya:
androgen, estrogen dan progesterone. Istilah androgen digunakan untuk memberi nama kepada
persenyawaan steroid yang mempunyai kegiatan untuk menimbulkan maskulinisasi, yaitu
merangsang perkembangan tractus genitalis jantan. Androgen mencakup hormon androsteron,
testosteron dan derivat-derivatnya. Dalam tubuh manusia terdapat beberapa hormon yang
berpengaruh secara local. Dalam saluran pencernaan telah diketahui adanya tiga hormon yang
demikian, yaitu: gastrin, kolesistokinin dan sekretin. Ketiganya merupakan polipeptida.
Setelah mencermati berbagai fungsi hormon tampaknya perlu dikaji mengenai peranan
hormon dalam aktivitas seseorang di tempat kerja. Pengaruh hormon terhadap proses
metabolisme dalam tubuh manusia ketika seseorang melakukan aktivitas di tempat kerja sangat
penting untuk diketahui dan dapat digunakan sebagai dasar dalam penempatan seseorang pada
suatu pekerjaan yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis tubuhnya, sehingga efek negatif
yang mungkin terjadi akan dapat diminimalkan atau dihindari sejak dini.

48
TUGAS DAN LATIHAN
1. Jelaskan pengertian sistem endokrin !
2. Jelaskan struktur kimiawi hormon !
3. Jelaskan mekanisme kerja hormon !
4. Jelaskan proses pengendalian sekresi hormon !
5. Kelainan apa yang muncul jika terjadi hipotiroidisme ?
6. Jelaskan tentang diabetes mellitus !
7. Jelaskan tentang mekanisme kerja hormon yang dihasilkan oleh ovarium (indung telur) !
8. Jelaskan tentang mekanisme kerja hormon-hormon lokal !
9. Jelaskan hubungan antara endokrinologi dengan aktivitas kerja !

49
DAFTAR PUSTAKA

Ann. B. Mcnaught & Robin Callander. 1975. Illustrated Physiology. New York: Churchill
Livingstone.
Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work. Dalam: Parmeggiani, L. editor. Encyclopaedia of
Occupational Health and Safety, 3rd (revised) Ed. Genewa: ILO. p. 1698-1700.
Ganong, W.F. (terjemahan: Adji Dharma). 1990. Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta: EGC
(Penerbit Buku Kedokteran).
Ganong, W.F. 2001. Review of Medical Physiology. 20th Edition. New York: Lange Medical
Books/ McGraw-Hill Medical Publishing Division.
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task to the Man. London: Taylor & Francis.
Guyton & Hall (terjemahan: Irawati Setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, dan Alex Santoso).
1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC (Penerbit Buku Kedokteran).
Manuaba, A. 1998. Pengaturan Suhu Tubuh dan “Water Intake”. (Bunga Rampai Vol. II)
Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana.
Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London: Macmillan Academic Profesional
Ltd.
Sedarmayanti. 1996. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Suatu Tinjauan Aspek Ergonomi atau
Kaitan antara Manusia dengan Lingkungan Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju.
Tjandra, I.A.M, 1988. Hormon. Singaraja: Bioma.

50

Anda mungkin juga menyukai