Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi

sumber: PERILAKU ORGANISASI – STEPHEN P. ROBBINS & TIMOTHY A. JUDGE

DEFINISI KONFLIK
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki
persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi
secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini
menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah
interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KONFLIK
1.             PANDANGAN TRADISIONAL
Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini
sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun
1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi
yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta
ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan
mereka.
Ini merupakan pandangan sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya
perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini
untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.

2.      PANDANGAN HUBUNGAN MANUSIA


Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok
dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong
kita untuk menerima keberadaan konflik.pandangan hubungan manusia ini mendominasi
teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.

3.      PANDANGAN INTERAKSIONIS
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah
kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis,
serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak
bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori
konflik, yaitu:
·         Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
meningkatkan kinerjanya.
·         Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:
·         Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
·         Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
·         Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.

PROSES KONFLIK
Proses Konflik (conflict process) dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas
lima tahapan: potensi pertentang atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.

TAHAP I: POTENSI PERTENTANGAN ATAU KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan
peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke
konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Secara sederhana,
kondisi-kondisi tersebut (yang juga bisa dipandang sebagai sebab atau sumber konflik)
dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variable-
variabel pribadi.

KOMUNIKASI
Hambatan dalam komunikasi bisa disebabkan oleh fakor visual, auditorial, sentuhan, bau,
dan sikap. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata dapat menimbulkan
makna yang berbeda, jargon, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan
pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potential
pendahulu yang menimbulkan konflik. Bukti memperlihatkan bahwa kesulitan semantic
muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam pelatihan, persepsi selektif, dan informasi
yang tidak memadai mengenai orang lain. penelitian lebih jauh telah memperlihatkan
temuan yang mengejutkan. Potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau
terlalu banyak komunikasi. Terlalu banyak dan juga terlalu sedikit komunikasi dapat
menjadi dasar bagi timbulnya konflik.
Lebih jauh, saluran yang dipilih untuk komunikasi bisa mempengaruhi tingkat potensi
pertentangan. Proses penyaringan atau filterisasi yang terjadi ketika informasi
disampaikan diantara para anggota dan penyimpangan komunikasi atau distorsi dari
saluran-saluran formal atau yang dibangun sebelumnya juga membuka keran peluang
munculnya konflik.

·         STRUKTUR
Istilah struktur digunakan untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar
spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan
semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik. Masa kerja dan konflik diketahui berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung
paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran
karyawan tinggi. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat di mana
letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik. Ambiguitas
yurusdiksional semacam ini meningkatkan potensi pertikaian antarkelompok untuk
memperebutkan kendali atas sumber daya dan wilayah teritorial. Kelompok-kelompok
dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara kelompok-
kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ketika kelompok-kelompok
dalam sebuah organisasi mengejar tujuan yang beragam, yang sebagian saling
bertentangan, peluang terjadinya konflik pun akan meningkat.
Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat meningkatkan potensi konflik, tetapi
bukti pendukungnya tidak terlalu kuat. Terlalu mengandalkan partisipasi juga dapat
merangsang konflik. Penelitian cenderung menemukan bahwa partisipasi dan konflik
sangat berkorelasi, tentu karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan.
Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota
dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada
kelompok lain (berlawanan dengan dua kelompok yang saling mandiri) atau jika saling
ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan
kelompok lain, daya konflik pun akan terangsang.

·         VARIABEL - VARIABEL PRIBADI


Variabel variable pribadi adalah variable variable yang meliputi kepribadian, emosi, dan
nilai nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu,misalnya, individu yang
sangat otoriter dan dogmatis memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi dapat juga
menyebabkan konflik. Misalnya, seorang karyawan yang dating kerja dengan marah karena
perjalanan paginya tidak mengenakkan dam mungkin membawa amarah itu ke dalam
rapat dalam perusahaannya. Amarah itu dapat menjengkelkan kolega koleganya. Yang
kemudian menyebabkan ketegangan dalam rapat. Nilai yang berbeda beda yang dianut tiap
tiap anggota dapat menjelaskan munculny konflik. Perbedaan nilai, misalnya, merupakan
penjelasan terbaik menyangkut beragam isu seperti prasangka, ketidaksepakatan atas
kontribusi seorang terhadap kelompok dan imbalan yang layak diterima seseorang. Patut
juga diperhatikan bahwa kultur dapat menjadi sumber nilai yang bertentangan. Sebagai
contoh, penelitian menunjukkan bahwa orang jepang dan amerika serikat memandang
konflik secara berbeda. Dibandingkan dengan para negosiator jepang, orng amerika lebih
mungkin untuk melihat tawaran dari mitra lawan mereka tidak layak dan lalu menolak
tawaran mereka tersebut.

TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Sebagaimana telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, diisyaratkan adanya
persepsi. Karena itu, salah satu pihak atau lebih haris menyadari adanya kondisi kondisi
anteseden atau pendahulu. Namun, karena suatu konflik yang dispersepsi (perceived),
tidak berarti bahwa konflim itu dipersonalisasi.

Konflik dispersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi
kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik.
Ingatlah akan 2 hal yaitu:
Dalam Tahap II ini disinilah isu isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses
inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa dan akan menentukan jalan panjang
menuju akhir penyelesaian konflik.
Bahwa emosi memainkan peranan utama dalam membangun persepsi

TAHAP III : MAKSUD
Maksud (intentions) mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran
mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata mata karena salah satu dari pihak salah dalam
memahami maksud lain. Selain itu, biasanya perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.

5 Maksud penanganan konflik :


BERSAING (COMPETING)
Ketika seseorang brusaha memperjuangkan kepentingan sendiri, tanpa mempedulikan
dampaknya atas pihak lain yang berkonflik.

BEKERJA SAMA (COLLABORATING)
ketika pihak yang berkonflik berkeinginan untuk bersama sama memperjuangkan
kepentingan kedua belah pihak, dan mengupayakan hasil yang sama sama menguntungkan
serta pencarian kesimpulan yang menyertakan wawasan yang valid dari kedua belah pihak.
MENGHINDAR (AVAIDING)
Hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik. Contoh dari perilaku
menghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari
orang lain yang tidak bersepakat dengan diri sendiri.

AKOMODATIF (ACCOMODATING)
Kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya
diatas kepentingannya sendiri. Contoh dari akomodatif (accommodating) adalah kesediaan
untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri sehingga tujuan pihak lain dapat tercapai,
mendukung pendapat orang lain meskipun diri sendiri sebenarnya enggan, serta
memaafkan seseorang atas suatu pelanggaran dan membuka pintu bagi pelanggaran
selanjutnya.

KOMPROMIS (COMPROMISING)  
Suatu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu
atau lain hal. Ketika masing-masing pihak yang berkonflik berusaha mengalah dalam satu
atau lain hal, terjadilah tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Ciri khas dari
maksud kompromis adalah bahwa masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau
mengalah. Contohnya yaitu kesediaan dalam menerima kenaikan gaji 2 dollar per jam  dan
bukannya 3 dollar, untuk menerima kesepakatan parsial dengan sudut pandang tertentu,
dan untuk mengaku turut bertanggung jawab atas sebuah pelanggaran.

Dari maksud-maksud yang diuraikan diatas, dapat memberikan panduan umum bagi para
pihak yang berada dalam situasi konflik dimana panduan tersebut menentukan tujuan dari
masing-masing pihak. Akan tetapi, maksud orang tidak selalu sama. Selama konflik itu
masih berjalan, maksud itu bisa saja berubah karena rekonseptualisasi atau reaksi
emosional terhadap perilaku pihak lain. Jadi lebih tepat memandang memandang kelima
maksud penanganan konflik itu relatif pasti daripada memandangnya sebagai sekumpulan
pilihan untuk menyesuaikan dengan situasi yang semestinya. Artinya ketika berhadapan
dengan konflik, sebagian orang ingin menanganinya apa pun bayarannya, sebagian ingin
mencari solusi yang optimal, sebagian ingin “cuci tangan”, sebagian lainnya ingin
membantu, dan sebagian lainnya ingin “berbagi perbedaan”.    
TAHAP IV: PERILAKU
Ketika berpikir tentang situasi konflik, maka sebagian besar orang akan cenderung
memusatkan perhatian mereka pada Tahap IV yaitu perilaku. Tahap perilaku ini meliputi
pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik
ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-
masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Sebagai akibat dari salah perhitungan atau ketrampilan operasional yang rendah, perilaku
yang tampak terkadang menyimpang dari maksud semula.

Jika suatu konflik bersifat disfungsional, apa yang dapat dilakukan oleh para pihak untuk
meredakannya? Atau, sebaliknya, pilihan apa yang tersedia jika konflik terlalu rendah dan
perlu dieskalasi? Hal ini akan menuntun pada teknik-teknik manajemen konflik (conflict
management). Manajemen konflik merupakan pemanfaatan dari teknik-teknik resolusi dan
dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

Kontinum Intensitas Konflik


Konflik Destruktif -        Upaya terang-terangan untuk menghancuran pihak lain
-        Serangan fisik secara agresif
-        Ancaman dan  ultimatum
-        Serangan verbal secara kasar
-        Terang-terangan mempertanyakan atau menentang orang
lain
-        Ketidaksepakatan atau kesalahpahaman kecil
Tidak Ada Konflik -       

Teknik-Teknik Penyelesaian Konflik


Pemecahan Masalah Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk
mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui
diskusi terbuka.
Tujuan Superordinat Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa
kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik.
Ekspansi Sumber Daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber daya-
katakan uang, promosi, kesempatan ruang kantor-ekspansi
sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling
menguntungkan.
Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik.
Memperhalus Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan
bersama diantara pihak-pihak yang berkonflik.
Berkompromi Masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu
yang bernilai.
Perintah Otoritatif Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk
menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan
keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat.
Mengubah Variabel Menggunakan teknik-teknik perubahan perilaku seperti
Manusia pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan
perilaku yang menyebabkan konflik.
Mengubah Variabel Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksi
Struktural dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang
pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi, dan
sebagainya.
Teknik-Teknik Stimulasi Konflik
Komunikasi Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya
mengancam untuk menaikkan tingkat konflik.
Memasukkan Orang Luar Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar
belakang, nilai-nilai, sikap, atau ,,,, manajerialnya berbeda dari
anggota-anggota yang ada sekarang.
Restrukturisasi Organisasi Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan
dan ketentuan, meningkatkan kesalingtergantungan, dan
membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk
menggoyang status quo.
Membuat Kambing Hitam Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja mendebat
posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok.

TAHAP V: AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat
atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional dalam arti konflik tersebut menghasilkan
perbaikan kinerja kelompok atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru
menghambat kinerja kelompok.

·         AKIBAT FUNGSIONAL
Konflik bersifat konstruktif ketika hal itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang
kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan diantara anggota kelompok,
meyediakan media atasu sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan
ketegangan serta mendorong evaluasi diri dan perubahan. Konflik menutup kemungkinan
kelompok menjadi pasif dan sekedar menjadi “lembaga stempel” terhadap berbagai
keputusan yang didasarkan asumsi yg lembah dan pertimbangan yang kurang memadai
terhadap alternatif yang relevan atau kelemahan kelemahan lain. Konflik dapat mendorong
dikemukakannya ide-ide baru, peninjauan ulang tujuan dan kegiatan kelompok, serta
meningkatan kemampuan kelompok menanggapi perubahan. Perbandingan enam
keputusan yang dibuat oleh empat presiden Amerika menemukan bahwa konflik
menurunkan peluang pemikiran kelompok menguasai keputusan kebijakan. Artinya
kebijakan menjadi lebih baik. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa konflik terkait
positif dengan produktivitas dimana rata-rata perbaikan keputusan diantara kelompok-
kelompok dengan tingkat konflik tinggi 73% lebih besar daripada perbaikan dari kelompok
dengan tingkat konflik rendah.
Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antar anggota kelompok dan
organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan
memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
·         AKIBAT DISFUNGSIONAL
Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan
ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok.
Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya
komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh
dominasi perselisihan antar anggota bahkan bisa sampaik menghentikan kelompok yang
sedang berjalan.

MENCIPTAKAN KONFLIK FUNGSIONAL


Dalam situasi persaingan global dewasa ini organisai yang tidak mendorong dan tidak
mendukung pebedaan bisa terancam kelangsungan hidupnya. Yang menjadi pertanyaan
bagi para manager adalah apa yang harus dilakukan untuk memunculkan dan memelihara
konflik agar funsional. Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah
dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum
mereka yang suka menghindari konflik. Selanjutnya yang menjadi tantangan bagi para
manajer adalah apakan mereka mau mendengar sesuatu tidak ingin mereka dengar.
Mereka harus belajar menerima sesuatu tanpa menciptakan konfrontasi.

Beberapa contoh pendekatan yang digunakan oleh organisasi untuk mendorong anggota-
anggota mereka menantang sistem dan mengembangkan ide-ide baru nan segar:
Hewlett- Packard
Memberi penghargaan kepada dissenters (orang yang memiliki pendapat berbeda) dengan
cara mengakui keberadaan dan kontribusi mereka dan kepada orang – orang yang
mempertahankan ide-ide mereka meskipun ide – ide tersebut sudah berulang kali ditolak
oleh management.
Herman Miller Inc
Memiliki system formal dimana karyawan dapat mengevaluasi dan mengkritik atasan
mereka
IBM
Memiliki system formal yang mendorong perbedaan. Para karyawan berhak menilai dan
mengkritik atasan mereka tanpa perlu takut kena hukuman.  Jika perbedaan tidak dapat
terselesaikan, system tersebut memberi peluang kepada pihak ketiga untuk memberikan
nasehat atau saran.
Royal Dutch Shell Group, General Electric, Anheuser- Busch
Memunculkan Devil’s Advocates (lawan tanding yang tidak selalu mengiyakan apa yang
diyakini bersama) di dalam proses pengambilan keputusan mereka.

NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang
atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Terdapat 2 (dua) pendekatan umum terhadap negosiasi:
TAWAR MENAWAR DISTRIBUTIF (DISTRIBUTIVE BARGAINING)
Ciri yang paling jelas ditunjukan bahwa strategi ini berjalan dibawah zero-sum. Itu artinya,
perolehan apapun yang saya dapatkan adalah dengan mengurbankan Anda, dan sebaliknya.
Jadi hakikat tawar-menawar distributif adalah menegosiasikan siapa mendapat bagian apa
dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie). Dengan kue itu, yang kami
maksudkan adalah bahwa tiap-tiap pihak yang saling menawar meyakini hanya ada
sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan zero-sum
dalam arti bahwa setiap 1 dollar di saku salah satu pihak adalah 1 dollar yang keluar dari
saku lawan tawar mereka. Ketika para pihak meyakini kuenya tetap maka cenderungan
melakukan penawaran distributif. Contoh yang bisa diambil adalah negosiasi buruh –
manajemen mengenai upah. 

TAWAR MENAWAR INTEGRATIF (INTEGRATIVE BARGAINING)


Berkebalikan dengan tawar-menawar distributive, tawar-menawar integrative dilakukan
atas dasar asumsi bahwa ada satu penyelesaian atau lebih, yang dapat menciptakan “win–
win solution” atau saling menguntungkan.
Dalam lingkungan intraorganisasi, tawar-menawar integrative lebih dipilih daripada
negosiasi distributive. Hal ini terjadi karena negosiasi integrative menjaga hubungan
jangka panjang. Tawar-Menawar integrative mengikat para perunding sekaligus
memungkinkan mereka untuk meninggalkan meja perundingan dengan perasaan
kemenangan.
Tawar-Menawar integratif jarang terlihat dalam sebuah organisasi karena terletak pada
syarat-syarat yang dibutuhkan agar negosiasi semacam ini berjalan. Syarat-syarat tersebut
meliputi :
1.      Pihak-pihak yang terbuka pada informasi
2.      Jujur dengan kepentingan mereka
3.      Kepekaan kedua pihak terhadap kebutuhan pihak lain
4.      Kemampuan untuk saling percaya,
5.      Kesediaan kedua pihak menjaga fleksibilitas

Negosiasi dalam sebuah organisasi biasanya berupa dinamika asal saya senang. Beberapa
cara untuk mencapai hasil yang lebih integrative:
Tawar-Menawar dalam Tim
Semakin banyak orang yang duduk di meja perundingan semakin banyak ide yang muncul
Mengajukan lebih banyak persoalan,
Semakin banyak persoalan yang diajukan dalam negosiasi terselesaikan, semakin besar
peluang untuk mencoba mencari solusi yang saling menguntungkan dalam berbagai
persoalan lain yang mengandung perbedaan preferensi.

Perlu disadari bahwa kompromi bisa menjadi musuh terburuk dalam menegosiasikan
kesepakatan yang saling menguntungkan. Ini dikarenakan kompromi (mengalah)
menurunkan tekanan untuk melakukan negosiasi secara integrative. Jika salah satu pihak
mudah mengalah, tidak ada yang menjadi kreatif dalam usaha mencapai penyelesaian.

Tabel Perbandingan Tawar-Menawar Distributif dengan


Tawar-Menawar Integratif
Karakteristik Tawar-Menawar Distributif Tawar-Menawar Integratif
Tawar Menawar
Tujuan Mendapatkan potongan kue Memperbesar kue sehingga
sebanyak mungkin kedua belah pihak puas.
Motivasi Menang – Kalah Menang – Menang
Fokus Posisi (saya tidak dapat Kepentingan (dapatkah anda
memberi lebih banyak jelaskan mengapa isu ini begitu
daripada ini) penting bagi anda?)
Kepentingan Berlawanan Selaras
Tingkat Berbagi Rendah (berbagi informasi Tinggi (berbagi informasi akan
Informasi hanya akan memungkinkan memungkinkan masing-
pihak lain mengambil masing   pihak untuk
keuntungan kita) menemukan cara yang akan
memuaskan kepentingan
kedua belah pihak)
Lama hubungan Jangka Pendek Jangka Panjang

PROSES NEGOSIASI
Dalam pembahasan ini menyebutkan negosiasi tersusun atas lima tahap, yaitu :
1.      Persiapan dan Perencanaan
2.      Penentuan Aturan Dasar
3.      Klarifikasi dan Justifikasi
4.      Tawar Menawar dan Pemecahan Masalah
5.      Penutupan dan Implementasi

PERSIAPAN DAN PERENCANAAN


Berisi tentang pertanyaan – pertanyaan awal yang akan muncul dalam suatu tahap
negosiasi diantaranya : apa hakikat, dan sejarahnya sehingga harus melakukan negosiasi,
serta siapa yang akan terlibat dan bagaimana persepsi mereka tentang konflik tersebut.
Dan apakah tujuan dan keinginan dalam negosiasi tersebut. Sebagai negosiator yang baik
kita harus bisa memprediksi Alternatif Terbaik untuk Kesepakatan Negosiasi (Best
Alternative To a Negoiated Agrement) yang di sebut juga dengan nama BATNA, yaitu
alternatif terbaik bagi sebuah kesepakatan negosiasi, nilai terndah yang dpat di terimah
bagi seorang individu untuk sebuah kesepakatan negosiasi.

PENENTUAN ATURAN DASAR


Setelah pertanyaan pada bagian pertama terselesaikan maka muncul lagi pertanyaan
selanjutnya yaitu : siapa yang melakukan, dimana akan di lakukan, kendala apa yang akan
muncul, batasan persoalan, dan prosedur yang akan di tempu jika terjadi kebuntuan
negosiasi. Dalam fase ini, para pihak akan juga bertukar proposal atau tuntutan awal
mereka.

KLARIFIKASI DAN JUSTIFIKASI


Inilah titik dimana kemungkinan perlu memberikan segala dokumen kepada pihak lain
yang kiranya dapat membantu posisi kita dalam tahapan negosiasi tersebut ketika posisi
awal saling di pertukarkan, dan kedua belah pihak akan memaparkan, menguatkan,
mengkalrifikasi, memperthankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
TAWAR MENAWAR DAN PENYELESAIAN MASALAH
Hakikat proses negosiasi terletak pada tindakan memberi dan menerima yang
sesungguhnya dalam rangka mencari suatu kesepakatan. Di sinilah konsensi tidak di
ragukan lagi perlu di buat oleh kedua belah pihak.

PENUTUPAN DAN IMPLEMENTASI


Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah di buat
serta menyusun prosedur yang di perlukan untuk implementasi dan pengawasan
pelaksanaan. Dalam setiap kesepakatan negosiasi mensyaratkan tentang hal – hal spesifik
dalam hal kontrak formal, tapi dalam kebanyakan kasus proses kesepakatan hanya di
tandai dengan sekedar berjabat tangan.

ISU - ISU DALAM NEGOSIASI


Peran Suasana Hati Dan Sifat Kepribadian Dalam Negosiasi
Suasana hati penting dalam negosiasi. Para perunding yang suasana hatinya positif
memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka yang suasana hatinya biasa-biasa saja.
Hasil penelitian terhadap hubungan kepribadian-negosiasi menunjukkan bahwa sifat-sifat
kepribadian tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap proses hasil
negosiasi. Ego yang besar juga dapat mempengaruhi negosiasi. Individu-individu yang
berpikir untuk menyelamatkan mukanya sendiri memiliki kemungkinan yang lebih kecil
untuk mencapai kesepakatan daripada mereka yang kurang peduli untuk sukses. Jadi,
orang yang mampu melepas ego mereka sendiri mampu menegosiasikan kesepakatan
secara lebih baik bagi mereka dan bagi pihak lain, baik situasi tawar menawarnya
distributif dan integratif.
Perbedaan Gender dalam Negosiasi
Stereotip populer yang dianut banyak orang mengatakan bahwa kaum perempuan lebih
kooperatif dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-laki. Namun laki-laki
ditemukan mampu menegosiasikan hasil yang lebih baik daripada perempuan, meskipun
perbedaanya relatif kecil. Keyakinan bahwa perempuan lebih menyenangkan daripada
laki-laki dalam negosiasi barangkali karena persoalan gender yang membingungkan dan
lebih rendahnya posisi yang dipegang kaum perempuan di kebanyakan organisasi besar.
Sedangkan dalam situasi dimana perempuan dan laki-laki memiliki basis kekuasaan yang
sama, rasanya tidak akan ada perbedaan yang signifikan dalam gaya negosiasi mereka.

Konteks kultur dalam negosiasi


Secara signifikan mempengaruhi jumlah dan jenis persiapan untuk tawar menawar,
penekanan relative pada tugas dibanding hubungan antar personal, taktik yang digunakan,
dan bahkan dimana negosiasi itu dilaksanakan. Sebagai ilustrasi mari kita perhatikan dua
studi yang membandingkan pengaruh kultur terhadap negosiasi bisnis bisnis :
1.      Studi pertama membandingkan orang Amerika Utara, Arab dan Rusia dalam factor
gaya bernegosiasi, cara menghadapi argument lawan, pendekatan untuk menghasilkan
konsensi dan negosiasi dengan waktu yang ditentukan.
a.      Amerika Utara : mencoba membujuk dengan mengandalkan fakta dan logika,
menangkis argument dengan fakta dan logika, membuat konsensi diawal negosiasi untuk
membangun hubungan dan biasanya membalas konsensi lawan, dan tenggat waktu sangat
penting.
b.      Arab : membujuk lawan dengan emosi, menangkis argument lawan dengan perasaan
subjektif, membuat konsensi sepanjang proses tawar menawar dan hampir selalu
membalas konsensi lawan, dan memperlakukan tenggat waktu dengan santai.
c.       Rusia : mendasarkan argument mereka pada standar yang tegas, membuat sedikit,
bila ada, konsensi. Konsensi apapun yang ditawrkan lawan dipandang sebagai suatu
kelemahan dan hamper tak pernah dibalas. Cenderung mengabaikan tenggat waktu.

2.      Studi kedua mengamati taktik negosiasi verbal dan non verbal antara orang Amerika
Utara, Jepang dan Brasil selama sesi perundingan berdurasi 30 menit.
a.      Orang Brasil rata-rata mengatakan ‘tidak” 83 kali dibandingkan Jepang 5 kali dan
Amerika Utara 9 kali.
b.      Jepang menampilkan sikap diam selama lebih dari 10 detik selama lebih dari 5
periode, Amerika Utara 3,5 kali, dan Brasil tidak sama sekali.
c.       Jepang dan Amerika Utara mengintrupsi lawan mereka dengan frekuensi yang sama,
tetapi Brasil mengintrupsi lawan mereka 2,5 sampai 3 kali lebih banyak.
d.      Jepang dan Amerika Utara tidak mempunyai kontak fisik dengan lawan mereka
selama negosiasi kecuali berjabat tangan, tapi orang Brasil saling menyentuh hampir 5 kali
setiap setengah jam.

NEGOSIASI PIHAK KETIGA


Ada 4 peran pokok pihak ketiga yaitu :
1.      Mediator
Pihak ketiga yang bersikap netral yang memfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan
penalaran dan persuasi, menyodorkan alternative dan semacamnya. Mediator banyak
digunakan dalam negosiasi buruh-manajemen dan dalam sengketa perdata.
2.      Arbitrator
Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan.  Arbitrase bisa
bersifat sukarela (diminta) atau wajib (dipaksakan kepada para pihak berdasarkan
undang-undang atau kontrak yang berlaku).  Kelebihannya dibanding mediasi adalah
menghasilkan penyelesaian.
3.      Konsiliator
Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara
perunding dan lawannya.
4.      Konsultan
Pihak ketiga yang terlatih dan tidak berpihak yang berupaya memfasilitasi pemecahan
masalah melalui komunikasi, analisis, dengan dibantu pengetahuan mereka mengenai
manajemen konflik.

Anda mungkin juga menyukai