Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi
Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi
Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi
DEFINISI KONFLIK
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki
persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi
secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini
menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah
interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KONFLIK
1. PANDANGAN TRADISIONAL
Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini
sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun
1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi
yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta
ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan
mereka.
Ini merupakan pandangan sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya
perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini
untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
3. PANDANGAN INTERAKSIONIS
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah
kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis,
serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak
bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori
konflik, yaitu:
· Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
meningkatkan kinerjanya.
· Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:
· Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
· Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
· Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.
PROSES KONFLIK
Proses Konflik (conflict process) dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas
lima tahapan: potensi pertentang atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.
TAHAP I: POTENSI PERTENTANGAN ATAU KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan
peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke
konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Secara sederhana,
kondisi-kondisi tersebut (yang juga bisa dipandang sebagai sebab atau sumber konflik)
dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variable-
variabel pribadi.
KOMUNIKASI
Hambatan dalam komunikasi bisa disebabkan oleh fakor visual, auditorial, sentuhan, bau,
dan sikap. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata dapat menimbulkan
makna yang berbeda, jargon, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan
pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potential
pendahulu yang menimbulkan konflik. Bukti memperlihatkan bahwa kesulitan semantic
muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam pelatihan, persepsi selektif, dan informasi
yang tidak memadai mengenai orang lain. penelitian lebih jauh telah memperlihatkan
temuan yang mengejutkan. Potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau
terlalu banyak komunikasi. Terlalu banyak dan juga terlalu sedikit komunikasi dapat
menjadi dasar bagi timbulnya konflik.
Lebih jauh, saluran yang dipilih untuk komunikasi bisa mempengaruhi tingkat potensi
pertentangan. Proses penyaringan atau filterisasi yang terjadi ketika informasi
disampaikan diantara para anggota dan penyimpangan komunikasi atau distorsi dari
saluran-saluran formal atau yang dibangun sebelumnya juga membuka keran peluang
munculnya konflik.
· STRUKTUR
Istilah struktur digunakan untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar
spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan
semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik. Masa kerja dan konflik diketahui berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung
paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran
karyawan tinggi. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat di mana
letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik. Ambiguitas
yurusdiksional semacam ini meningkatkan potensi pertikaian antarkelompok untuk
memperebutkan kendali atas sumber daya dan wilayah teritorial. Kelompok-kelompok
dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara kelompok-
kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ketika kelompok-kelompok
dalam sebuah organisasi mengejar tujuan yang beragam, yang sebagian saling
bertentangan, peluang terjadinya konflik pun akan meningkat.
Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat meningkatkan potensi konflik, tetapi
bukti pendukungnya tidak terlalu kuat. Terlalu mengandalkan partisipasi juga dapat
merangsang konflik. Penelitian cenderung menemukan bahwa partisipasi dan konflik
sangat berkorelasi, tentu karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan.
Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota
dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada
kelompok lain (berlawanan dengan dua kelompok yang saling mandiri) atau jika saling
ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan
kelompok lain, daya konflik pun akan terangsang.
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Sebagaimana telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, diisyaratkan adanya
persepsi. Karena itu, salah satu pihak atau lebih haris menyadari adanya kondisi kondisi
anteseden atau pendahulu. Namun, karena suatu konflik yang dispersepsi (perceived),
tidak berarti bahwa konflim itu dipersonalisasi.
Konflik dispersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi
kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik.
Ingatlah akan 2 hal yaitu:
Dalam Tahap II ini disinilah isu isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses
inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa dan akan menentukan jalan panjang
menuju akhir penyelesaian konflik.
Bahwa emosi memainkan peranan utama dalam membangun persepsi
TAHAP III : MAKSUD
Maksud (intentions) mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran
mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata mata karena salah satu dari pihak salah dalam
memahami maksud lain. Selain itu, biasanya perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
BEKERJA SAMA (COLLABORATING)
ketika pihak yang berkonflik berkeinginan untuk bersama sama memperjuangkan
kepentingan kedua belah pihak, dan mengupayakan hasil yang sama sama menguntungkan
serta pencarian kesimpulan yang menyertakan wawasan yang valid dari kedua belah pihak.
MENGHINDAR (AVAIDING)
Hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik. Contoh dari perilaku
menghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari
orang lain yang tidak bersepakat dengan diri sendiri.
AKOMODATIF (ACCOMODATING)
Kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya
diatas kepentingannya sendiri. Contoh dari akomodatif (accommodating) adalah kesediaan
untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri sehingga tujuan pihak lain dapat tercapai,
mendukung pendapat orang lain meskipun diri sendiri sebenarnya enggan, serta
memaafkan seseorang atas suatu pelanggaran dan membuka pintu bagi pelanggaran
selanjutnya.
KOMPROMIS (COMPROMISING)
Suatu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu
atau lain hal. Ketika masing-masing pihak yang berkonflik berusaha mengalah dalam satu
atau lain hal, terjadilah tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Ciri khas dari
maksud kompromis adalah bahwa masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau
mengalah. Contohnya yaitu kesediaan dalam menerima kenaikan gaji 2 dollar per jam dan
bukannya 3 dollar, untuk menerima kesepakatan parsial dengan sudut pandang tertentu,
dan untuk mengaku turut bertanggung jawab atas sebuah pelanggaran.
Dari maksud-maksud yang diuraikan diatas, dapat memberikan panduan umum bagi para
pihak yang berada dalam situasi konflik dimana panduan tersebut menentukan tujuan dari
masing-masing pihak. Akan tetapi, maksud orang tidak selalu sama. Selama konflik itu
masih berjalan, maksud itu bisa saja berubah karena rekonseptualisasi atau reaksi
emosional terhadap perilaku pihak lain. Jadi lebih tepat memandang memandang kelima
maksud penanganan konflik itu relatif pasti daripada memandangnya sebagai sekumpulan
pilihan untuk menyesuaikan dengan situasi yang semestinya. Artinya ketika berhadapan
dengan konflik, sebagian orang ingin menanganinya apa pun bayarannya, sebagian ingin
mencari solusi yang optimal, sebagian ingin “cuci tangan”, sebagian lainnya ingin
membantu, dan sebagian lainnya ingin “berbagi perbedaan”.
TAHAP IV: PERILAKU
Ketika berpikir tentang situasi konflik, maka sebagian besar orang akan cenderung
memusatkan perhatian mereka pada Tahap IV yaitu perilaku. Tahap perilaku ini meliputi
pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik
ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-
masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Sebagai akibat dari salah perhitungan atau ketrampilan operasional yang rendah, perilaku
yang tampak terkadang menyimpang dari maksud semula.
Jika suatu konflik bersifat disfungsional, apa yang dapat dilakukan oleh para pihak untuk
meredakannya? Atau, sebaliknya, pilihan apa yang tersedia jika konflik terlalu rendah dan
perlu dieskalasi? Hal ini akan menuntun pada teknik-teknik manajemen konflik (conflict
management). Manajemen konflik merupakan pemanfaatan dari teknik-teknik resolusi dan
dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
TAHAP V: AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat
atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional dalam arti konflik tersebut menghasilkan
perbaikan kinerja kelompok atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru
menghambat kinerja kelompok.
· AKIBAT FUNGSIONAL
Konflik bersifat konstruktif ketika hal itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang
kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan diantara anggota kelompok,
meyediakan media atasu sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan
ketegangan serta mendorong evaluasi diri dan perubahan. Konflik menutup kemungkinan
kelompok menjadi pasif dan sekedar menjadi “lembaga stempel” terhadap berbagai
keputusan yang didasarkan asumsi yg lembah dan pertimbangan yang kurang memadai
terhadap alternatif yang relevan atau kelemahan kelemahan lain. Konflik dapat mendorong
dikemukakannya ide-ide baru, peninjauan ulang tujuan dan kegiatan kelompok, serta
meningkatan kemampuan kelompok menanggapi perubahan. Perbandingan enam
keputusan yang dibuat oleh empat presiden Amerika menemukan bahwa konflik
menurunkan peluang pemikiran kelompok menguasai keputusan kebijakan. Artinya
kebijakan menjadi lebih baik. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa konflik terkait
positif dengan produktivitas dimana rata-rata perbaikan keputusan diantara kelompok-
kelompok dengan tingkat konflik tinggi 73% lebih besar daripada perbaikan dari kelompok
dengan tingkat konflik rendah.
Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antar anggota kelompok dan
organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan
memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
· AKIBAT DISFUNGSIONAL
Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan
ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok.
Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya
komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh
dominasi perselisihan antar anggota bahkan bisa sampaik menghentikan kelompok yang
sedang berjalan.
Beberapa contoh pendekatan yang digunakan oleh organisasi untuk mendorong anggota-
anggota mereka menantang sistem dan mengembangkan ide-ide baru nan segar:
Hewlett- Packard
Memberi penghargaan kepada dissenters (orang yang memiliki pendapat berbeda) dengan
cara mengakui keberadaan dan kontribusi mereka dan kepada orang – orang yang
mempertahankan ide-ide mereka meskipun ide – ide tersebut sudah berulang kali ditolak
oleh management.
Herman Miller Inc
Memiliki system formal dimana karyawan dapat mengevaluasi dan mengkritik atasan
mereka
IBM
Memiliki system formal yang mendorong perbedaan. Para karyawan berhak menilai dan
mengkritik atasan mereka tanpa perlu takut kena hukuman. Jika perbedaan tidak dapat
terselesaikan, system tersebut memberi peluang kepada pihak ketiga untuk memberikan
nasehat atau saran.
Royal Dutch Shell Group, General Electric, Anheuser- Busch
Memunculkan Devil’s Advocates (lawan tanding yang tidak selalu mengiyakan apa yang
diyakini bersama) di dalam proses pengambilan keputusan mereka.
NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang
atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Terdapat 2 (dua) pendekatan umum terhadap negosiasi:
TAWAR MENAWAR DISTRIBUTIF (DISTRIBUTIVE BARGAINING)
Ciri yang paling jelas ditunjukan bahwa strategi ini berjalan dibawah zero-sum. Itu artinya,
perolehan apapun yang saya dapatkan adalah dengan mengurbankan Anda, dan sebaliknya.
Jadi hakikat tawar-menawar distributif adalah menegosiasikan siapa mendapat bagian apa
dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie). Dengan kue itu, yang kami
maksudkan adalah bahwa tiap-tiap pihak yang saling menawar meyakini hanya ada
sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan zero-sum
dalam arti bahwa setiap 1 dollar di saku salah satu pihak adalah 1 dollar yang keluar dari
saku lawan tawar mereka. Ketika para pihak meyakini kuenya tetap maka cenderungan
melakukan penawaran distributif. Contoh yang bisa diambil adalah negosiasi buruh –
manajemen mengenai upah.
Negosiasi dalam sebuah organisasi biasanya berupa dinamika asal saya senang. Beberapa
cara untuk mencapai hasil yang lebih integrative:
Tawar-Menawar dalam Tim
Semakin banyak orang yang duduk di meja perundingan semakin banyak ide yang muncul
Mengajukan lebih banyak persoalan,
Semakin banyak persoalan yang diajukan dalam negosiasi terselesaikan, semakin besar
peluang untuk mencoba mencari solusi yang saling menguntungkan dalam berbagai
persoalan lain yang mengandung perbedaan preferensi.
Perlu disadari bahwa kompromi bisa menjadi musuh terburuk dalam menegosiasikan
kesepakatan yang saling menguntungkan. Ini dikarenakan kompromi (mengalah)
menurunkan tekanan untuk melakukan negosiasi secara integrative. Jika salah satu pihak
mudah mengalah, tidak ada yang menjadi kreatif dalam usaha mencapai penyelesaian.
PROSES NEGOSIASI
Dalam pembahasan ini menyebutkan negosiasi tersusun atas lima tahap, yaitu :
1. Persiapan dan Perencanaan
2. Penentuan Aturan Dasar
3. Klarifikasi dan Justifikasi
4. Tawar Menawar dan Pemecahan Masalah
5. Penutupan dan Implementasi
2. Studi kedua mengamati taktik negosiasi verbal dan non verbal antara orang Amerika
Utara, Jepang dan Brasil selama sesi perundingan berdurasi 30 menit.
a. Orang Brasil rata-rata mengatakan ‘tidak” 83 kali dibandingkan Jepang 5 kali dan
Amerika Utara 9 kali.
b. Jepang menampilkan sikap diam selama lebih dari 10 detik selama lebih dari 5
periode, Amerika Utara 3,5 kali, dan Brasil tidak sama sekali.
c. Jepang dan Amerika Utara mengintrupsi lawan mereka dengan frekuensi yang sama,
tetapi Brasil mengintrupsi lawan mereka 2,5 sampai 3 kali lebih banyak.
d. Jepang dan Amerika Utara tidak mempunyai kontak fisik dengan lawan mereka
selama negosiasi kecuali berjabat tangan, tapi orang Brasil saling menyentuh hampir 5 kali
setiap setengah jam.