Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembabgan teknologi alat angkut yg semakin cepat membuat jarak antara Negara seolah-
olah semakin dekat karena waktu tempuh yang semakin singkat,sehingga mobilitas orang dan barang
semakin cepat melebihi penyakit inkubasi menular.Kondisi tersebut berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit secra global.Anaman global yang kita hadapi yaitu penyakit yang ada dinegara lain
dan berpotensi masuk di Indonesia (New Emerging Infectious Deseases) antara lain Hanta fever, Ebola,
HFM, Paraginomiasis pulmonalis, SARS, Avian Influenza.

Penyakit yang masih merupakan masalah, kemudian berkembang (emerging deseases) yaitu
munculnya strain mikroba baru se bagai akibat resistensi antibiotika,serta perilaku masyarakat yang
tidak mendukung pola hidup sehat.Penyakit tersebut diantaranya HIV/AIDS,penyakit menular seksual
lainnya Dengue Haemoragic Fever,Japanese B,Enchepalitis ,Chikungunya,Cholera,Thipoid dan
Sallmonellosis,Malaria,Filarial dan influenza penyakit yang di anggap bukan masalah lagi,saat ini
muncul atau berpotensi untuk muncul kembali (Re-Emerging Desease) diantaranya : Pes,TBC,Struk-
Typus.

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat,
sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan
yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adriyani, 2005).

Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-tempat
umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas lainnya.
Menurut Chandra (2006), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya
penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi lingkungan
tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko penyebaran penyakit
serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan menerapkan
sanitasi lingkungan yang baik.

Pelabuhan merupakan salah satu tempat umum yang perlu dijaga sanitasinya, seperti halnya
Pelabuhan Penyebrangan Merak. Pasalnya, pelabuhan itu menjadi semacam indikator berbagai
bidang, terutama sosial dan ekonomi (Rosyadi, 2002).

Pelabuhan memiliki berbagai kegiatan yang sangat penting. Salah satu hal utama dalam bidang
sosial, pelabuhan bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk memperoleh akses jalur transportasi dari
satu pulau ke pulau yang lainnya maupun dari satu negara ke negara yang lain. Dapat dimungkinkan
dari kegiatan tersebut, lingkungan pelabuhan akan tercemar dengan mudah baik karena aktifitas
manusia maupun karena faktor alam atau dari lingkungan itu sendiri. Kondisi lingkungan yang telah
tercemar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan terutama kepada masyarakat yang sering
mengakses pelabuhan. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus maka akan terjadi permasalahan
kesehatan yang cukup serius dimana wilayah pelabuhan yang merupakan titik awal kegiatan sosial
lintas pulau dan negara akan dapat memperluas penyebaran penyakit dari lingkungan pelabuhan itu,
baik dari satu pulau ke pulau, dari satu negara ke negara yang lain maupun dari wilayah pelabuhan ke
daerah daratan di pulau tersebut.

Sebagai contohnya, Kepala PT ASDP Merak Teja Suparna mengungkapkan, di pelabuhan Merak
akan diterapkan Sistem Pelabuhan Internasional guna menghilangkan citra kumuh dan semrawut di
kebanyakan pelabuhan yang ada. Untuk mencapai ke arah itu telah diterapkan sejumlah perubahan,
antara lain penerapan sistem tiket elektronik (e-ticketing) yang saat ini sudah berjalan, pembagian
zona di Pelabuhan Merak, serta penjadwalan ulang trip kapal (http://www.banten.go.id).

Berdasarkan pengakuan tersebut, dimungkinkan manajemen sanitasi yang akan diterapkan di


Pelabuhan Merak dan pelabuhan lainnya di wilayah Banten juga akan dibenahi. Standar sanitasi
tempat-tempat umum untuk wilayah pelabuhan dengan standar internasional harusnya lebih baik dari
manajemen sanitasi pelabuhan pada umumnya guna mengantisipasi permasalahan kesehatan
lingkungan di pelabuhan.

Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan (FKIK) merupakan
salah satu bagian dari sistem pendidikan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang memiliki visi
“Menjadi program sarjana yang menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan di bidang kesehatan masyarakat, serta mampu bersaing dalam pasar kerja global”.
Sehubungan dengan visi tersebut magang merupakan salah satu program Jurusan Kesehatan
Masyarakat FKIK Unsoed. Magang merupakan kegiatan belajar di lapangan yang wajib diikuti oleh
mahasiswa pada semester VI sebagai sarana latihan kerja, sebagai upaya pemahaman, penghayatan
dan latihan keterampilan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan profesional
dan sikap sesuai dengan bidang kerjanya yaitu Keseatan Lingkungan.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana manajemen sanitasi
pelabuhan yang ada di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banten. Oleh karena itu judul yang diambil
oleh penulis adalah “Tinjauan Penerapan Manajemen Sanitasi Pelabuhan Sebagai Upaya Peningkatan
Kualitas Kesehatan Lingkungan Di Wilayah Kerja Kantor Kesahatan Pelabuhan Banten”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalahnya yakni manajemen dan usaha
sanitasi lingkungan apa saja yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banten untuk
mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan di wilayah pelabuhan yang ada di Banten?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan latihan kerja di tempat magang untuk meningkatkan


pengetahuan, dan membentuk sikap serta keterampilan kerja terutama dibidang Kesehatan
Lingkungan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui manajemen sanitasi untuk pelabuhan wilayah kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Banten.

b. Untuk mengetahui program-program kerja sanitasi pelabuhan di Kantor Kesehatan Pelabuhan


(KKP) Banten.

c. Untuk mengetahui permasalahan sanitasi lingkungan yang terdapat di pelabuhan yang ada di
wlayah Banten.

d. Untuk mengetahui upaya penerapan sanitasi pelabuhan dalam meminimalkan dan mencegah
timbulnya permasalahan kesehatan atau penyakit yang dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Banten.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi Magang

a. Memperoleh masukan untuk evaluasi program sanitasi lingkungan dalam upaya pencegahan dan
penyebaran penyakit di wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banten.

b. Menciptakan sarana kerja sama antara tempat magang dan perserta magang dalam rangka
meningkatkan pengetahuan khususnya dalam hal sanitasi tempat-tempat umum untuk wilayah
pelabuhan.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

a. Memperoleh informasi tentang kondisi nyata dunia kerja yang berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

b. Memperoleh umpan balik dari institusi tempat magang dalam rangka pengembangan kurikulum
agar lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

c. Terjalinnya kerja sama dengan institusi magang sehingga dapat mendukung dalam mengamalkan
Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman nyata yang terkait dengan aplikasi ilmu kesehatan masyarakat
khususnya sanitasi tempat-tempat umum.

b. Memperoleh gambaran umum situasi kerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banten.

c. Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat terutama dibidang Kesehatan


Lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Sanitasi Pelabuhan

Manajemen menurut Stoner dalam Handoko (1984) mengandung pengertian bahwa


manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan pengguanaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya perencanaan baik perencanaan
dalam keadaan normal atau keadaan darurat maka semua itu harus ada perencanaan untuk
mengatasinya.

Penerapan manajemen pada usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) pada umumnya
dibutuhkan pendekatan terhadap aspek sosial. Untuk melakukan pendekatan aspek sosial diperlukan
penguasaan pengetahuan antara lain tentang kebiasaan hidup, adat istiadat, kebudayaan, keadaan
ekonomi, kepercayaan, komunikasi dan motivasi (Depkes RI, 1996). Menurut Suparlan (1988) dalam
Adriyani (2005) pendekatan aspek sosial membutuhkan berbagai pertimbangan terhadap berbagai
macam faktor dari kehidupan masyarakat, diantaranya faktor:

1. Pengertian

Pengertian karyawan serta masyarakat tentang pentingnya serta manfaat suatu usaha
kesehatan masyarakat sangat diperlukan sebab tanpa adanya pengertian ini segala sesuatunya akan
berjalan tanpa arah. Pengertian merupakan dasar pokok guna memperoleh kesadaran dan pengetahuan
untuk bertindak secara aktif.

2. Pendekatan

Pendekatan yang baik perlu dilakukan terutama terhadap Pimpinan maupun karyawan
perusahaan Tempat-Tempat Umum (TTU), biasanya dilakukan dengan memberikan beberapa bentuk
motivasi. Titik pangkal suksesnya usaha STTU banyak bergantung dari cara pendekatan ini, ada 2 macam
pendekatan terhadap pimpinan dan karyawan yang dapat ditempuh yaitu:

a. Pendekatan formal

Pendekatan formal yaitu suatu pendekatan terhadap pimpinan secara resmi.

b. Pendekatan informal

Pendekatan informal yaitu suatu pendekatan terhadap karyawan bawahan dimana pekerja berada
dan dilakukan di tempat kerjanya.
Selain pendekatan di atas menurut Buku Pedoman Sanitasi Tempat-Tempat Umum (1996),
pendekatan yang biasa digunakan pada aspek ini adalah pendekatan edukatif yang ditujukan kepada
masyarakat umum dan masyarakat pengunjung TTU khususnya perlu diberi pengertian dan kesadaran
tentang usaha STTU. Dengan adanya pengertian dari pengunjung bahwa TTU yang tidak memenuhi
persyaratan dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan dan menyebarkan penyakit, maka
pengunjung/masyarakat akan berusaha untuk senantiasa memelihara STTU.

3. Kesadaran

Faktor kesadaran terutama karyawan pelabuhan dibutuhkan sekali guna pelaksanaan program,
tanpa kesadaran makan pelaksanaan program STTU akan mengalami hambatan dan kesulitan, karena
tidak diketahui dan disadari akan pentingnya serta manfaatnya baik bagi perusahaan maupun bagi
pribadi karyawan yang bersangkutan. Faktor kesadaran diperoleh sebagai hasil pendekatan edukatif
melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

4. Partisipasi

Faktor partisipasi dari karyawan Pelabuhan secara total sangat dibutuhkan dalam rangka
memelihara, membina dan mengembangkan usaha Sanitasi. Partisipasi penuh dari karyawan dapat
diperoleh dan ditingkatkan dengan cara memberikan pengertian serta motivasi tentang pentingnya
Hygiene dan STTU dipandang dari segi kesehatan maupun dari segi bisnis operasional.

5. Kerja sama

Usaha kesehatan masyarakat khususnya usaha Hygiene dan STTU dibutuhkan adanya kerjasama
dalam tim. Tanpa kerja sama yang baik maka usaha ini tidak akan berjalan dengan baik.

6. Keuangan

Dimana terdapat suatu usaha terutama dalam usaha Hygiene dan STTU khususnya yang
berhubungan dengan masalah perbaikan dan penyempurnaan tentu membawa konsekuensi biaya,
tanpa ditunjang biaya yang memadai ini maka kegiatan ini tidak akan berjalan semestinya. Kegiatan ini
sangat membutuhkan adanya anggaran khusus terutama guna pelaksanaan pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan sanitasi di lingkungan pelabuhan hendaknya menjadi komitmen bagi seluruh
pekerja di pelabuhan. Tentu saja hal ini diikuti dengan manajemen pemeliharaan sanitasi yang baik
antara lain berupa kecukupan personil kebersihan, alokasi dana yang mencukupi dari pihak pengelola
pelabuhan.
B. Sanitasi Tempat-Tempat Umum

1. Pengertian

Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang
berlangsung di TTU terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu
penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat dicegah (Adriyani, 2005).

STTU merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena TTU merupakan
tempat menyebarnya segala macam penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya makanan,
minuman, udara dan air. Dengan demikian STTU harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti
melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2000).

2. Persyaratan Sanitasi di Pelabuhan

Persyaratan sanitasi standar yang harus dimiliki oleh sebuah pelabuhan antara lain:

a. Bagian luar

1) Tempat parkir

Harus bersih, tidak ada sampah berserakan, dan tidak ada genangan air.

2) Tempat sampah

Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup dan kedap air serta dalam
jumlah yang cukup.

3) Pencahayaan

Penerangan harus cukup dan tidak menyilaukan mata, terutama pada pintu masuk dan keluar
tempat parkir.

b. Bagian dalam

1) Ruang tunggu

a) Ruangan harus bersih.

b) Tempat duduk harus bersih dan bebas dari kutu busuk.

c) Pencahayaan harus cukup dan tidak menyilaukan mata (minimal 10 fc) sehingga dapat

digunakan untuk membaca.

d) Penghawaan harus cukup, minimal 10% dari luas lantai.

e) Lantai tidak licin, kedap air, dan mudah dibersihkan.


f) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air, dan dalam jumlah
yang cukup.

2) Pembuangan kotoran manusia

a) Tersedia jamban yang memenuhi syarat (tipe leher angsa) minimal 1 jamban untuk 100
pengunjung, atau minimal 2 buah jamban.

b) Tersedia peturasan (urinoir) yang baik, minimal 1 peturasan untuk 200 orang pengunjung dan
tersedia pasokan air yang mencukupi.

c) Harus ada tanda yang jelas untuk membedakan antara jamban pria dengan jamban wanita.

d) Jamban dan peturasan harus dalam keadaan bersih dan tidak berbau.

3) Pembuangan sampah

a) Harus tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air, dan dalam
jumlah yang cukup.

b) Pengangkutan sampah dilakukan setiap hari sehingga tidak ada sampah yang menumpuk.

4) Pembuangan air limbah

Air limbah dan air hujan dialirkan melalui saluran tertutup dan dibuang ke septic tank atau ke
saluran air kotor perkotaan.

5)pengendalian vector

6) Jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar

tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan

atau badan usaha.

Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan atau minuman lengkap dengan
atau tanpa peralatan dan petugasnya, untuk keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis atau tidak tertulis. Keperluan tertentu ini meliputi:

a.Pesta, resepsi, atau perayaan


b.Perjamuan

c.Rapat atau pertemuan

d.Makan karyawan pada instansi Pemerintah atau Badan Usaha Pemerintah, perusahaan
swasta maupun perusahaan perseorangan

e.Makan untuk pelanggan perseorangan

f.Perlombaan atau pertandingan; atau

g.Acara-acara lain yang sejenis.

Ada pun Jasaboga berdasarkan luas jangkauan yang dilayani, dikelompokkan atas:

a. Jasaboga golongan A;

b. Jasaboga golongan B; dan

c. Jasaboga golongan C.

(1) Jasaboga golongan A merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan

masyarakat umum,

(2) Jasaboga golongan B merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan

masyarakat dalam kondisi tertentu, meliputi:

a. asrama haji, asrama transito atau asrama lainnya;

b. industri, pabrik, pengeboran lepas pantai;

c. angkutan umum dalam negeri selain pesawat udara; dan

d. fasilitas pelayanan kesehatan.

(3) Jasaboga golongan C merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan

masyarakat di dalam alat angkut umum internasional dan pesawat

udara.

7) Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya
kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan
peralatan agar aman dikonsumsi.

8) Tempat cuci tangan


Harus tersedia tempat cuci tangan yang baik, minimal satu, dilengkapi dengan sabun dan kain
serbet.

c. Lain-lain

1) Tersedia alat perlengkapan untuk P3K.

2) Terdapat alat pemadam kebakaran.

3) Bar atau restoran atau rumah makan yang ada ahrus memenuhi syarat higiene dan sanitasi
makanan dan minuman (Chandra, 2006).

3. Tata Laksana Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Pengawasan atau pemeriksaan STTU dilakukan untuk mewujudkan lingkungan TTU yang bersih
guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan
lainnya (Chandra, 2006).

Kegiatan yang dilakukan pada Pengawasan STTU adalah:

a. Kegiatan pemeriksaan yaitu kegiatan melihat dan menyaksikan secara langsung di tempat serta
menilai tentang keadaan atau tindakan yang dilakukan serta memberikan petunjuk atau saran-saran
perbaikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap faktor lingkungan dan perlengkapan/peralatan dari TTU
dari segi persyaratan dan kebersihannya, misalnya: lingkungan pekarangan, bangunan, persediaan
air bersih, cara pembuangan sampah dan air kotor, perlengkapan WC dan urinoir, dan sebagainya.
Dalam kegiatan ini pemeriksa juga memberikan bimbingan dan petunjuk kepada pemilik/pengelola
dan pengguna yang melakukan kegiatan pada TTU, meliputi cara-cara pencegahan penyakit,
kebersihan, kebiasaan dan cara kerja yang baik dan lain sebagainya.

b. Kegiatan pengawasan yaitu pengamatan secara terus menerus perkembangan kegiatan di TTU dan
tindakan serta usaha tindak lanjut dari hasil pemeriksaan.

Ruang lingkup kegiatan Pengawasan Sanitasi TTU dapat digolongkan menjadi:

1) Pendataan TTU yang dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun. Pada kegiatan pendataan dilakukan
pencatatan, antara lain: jenis/macam dan jumlah TTU, nama dari setiap jenis TTU, nomor izin usaha,
nama pemilik, nama penaggungjawab sanitasi (bila ada), dan jumlah karyawan Selain kegiatan
pendataan dapat pula dilakukan identifikasi masalah higiene dan sanitasi TTU yang diperiksa (problem
identification). Kegiatan ini dilaksanakan melalui orientasi keadaan sanitasi secara garis besar, untuk
mencari permasalahan umum STTU yang dilihat atau diperiksa yang menyangkut masalah umum
sanitasi yang ada sehingga tahap ini merupakan survei pendahuluan (preliminary survey). Dalam
pelaksanaan observasi dapat dilakukan melalui:

a) Wawancara dengan pimpinan atau dengan petugas TTU.


b) Mengadakan peninjauan lapangan, peninjauan lapangan dimulai dari bagian luar (external area)
kemudian pada bagian dalam (internal area).

Peninjauan ini dilakukan di seluruh area TTU dan menitik beratkan perhatiannya kepada lokasi
umum (public area). Dengan demikian maka urutan kegiatan dalam tahap ini, datang ke lokasi,
meninjau dan melihat keadaan umum sanitasi, mengetahui secara garis besar dan secara umum
keadaan sanitasi senyatanya, sensus masalah umum yang didapatkan, dicatat untuk dibuat sheet
sanitasi (formulir), yang akan dipakai dalam melakukan pemeriksaan selanjutnya.

2) Pemeriksaan TTU, dengan tujuan untuk melihat dan menilai keadaan sanitasi, memberikan saran-
saran perbaikan, dan menilai perbaikan yang telah diadakan. Dalam tahapan pemeriksaan perlu
dilakukan:

a) Persiapan pemeriksaan, dengan melakukan:

1) Mengadakan peninjauan lokasi, kemudian melihat dan mencatat keadaan semua fasilitas sanitasi
yang tersedia.

2) Mencari dan menentukan fasilitas yang mempunyai nilai sanitasi (facility of sanitary importance),
yaitu fasilitas yang dapat dinilai dari 2 segi, yaitu segi kebersihannya (cleanlines) dan segi
persyaratannya (sanitary code).

3) Membuat formulir (sheet) sanitasi untuk pemeriksaan.

Penyusunan formulir pemeriksaan, langkahnya adalah sebagai berikut:

(a) Pengumpulan data, tentang item sanitasi yang dipengaruhi oleh besar kecilnya TTU, titik berat
kegiatannya, metode kerja yang dilakukan, modernisasi fasilitasnya, sifat dan kebiasaan
masyarakat pengguna.

(b) Menyusun formulir pemeriksaan sanitasi, dengan memperhatikan jenis tempat dan usaha yang
diperiksa, unit-unit teritorialnya, termasuk juga sub unitnya, jangka waktu dan jumlah
pemeriksaannya, adanya kolom untuk penilaian Kebersihan (disingkat K) dan kolom Persyaratan
(disingkat P), jumlah item yang diperiksa, tanggal pemeriksaan dan Pemeriksa. Dalam pengisian
formulir pemeriksaan ini akan didapatkan tanda (-) dan tanda (+), tanda-tanda ini diartikan
sebagai berikut:

(-) Baik untuk K maupun P = berarti tidak ada masalah.

(+) Baik untuk K maupun P = berarti ada masalah, yang berarti juga hal/fasilitas/keadaan itu perlu
diadakan perbaikan.

b) Pelaksanaan pemeriksaan, dengan melakukan:

1) Evaluasi atau penilaian, yaitu menilai sesuatu dengan menggunakan alat ukur atau standard
ukuran tertentu sesuai dengan yang telah ditentukan atau dipersyaratkan.
Maksud dan tujuan penilaian:

(a) Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan.

(b) Mengetahui kemajuan dan kemunduran suatu usaha selama periode waktu tertentu.

(c) Mengetahui apakan hasil usaha yang diperoleh lebih efektif dan efisien.

 Obyek penilaiannya adalah:

(a) Kebersihan (cleanlines), mempunyai sifat relatif subyektif tergantung dari kepekaan masing-
masing penilai.

(b) Persyaratan (codes), mempunyai sifat obyektif karena mendasarkan pada persyaratan atau
standard yang berlaku, kepekaannya tergantung daruipada kepekaan alat pengukurnya.

 Sistim penilaian:

(a) Membandingkan antara kenyataan dengan suatu standart yang berlaku.

(b) Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur dengan suatu standart
tertentu.

 Hasil Penilaian:

Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil penilaiannya maka dapat
ditabulasikan dan dihitung.

1. Berapa jumlah item yang diperiksa.

2. Berapa jumlah K (-) yang didapat.

3. Berapa jumlah P (-) yang didapat.

Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi TTU dengan menggunakan rumus:

Keadaan sanitasi = { % K ( -) + % P (-) } : 2

Atau dengan: Nilai rata-rata (NR) = {[Jumlah K (-) + Jumlah P (-) ] : [2x jumlah item]} x 100%

2) Saran perbaikan (order for improvement = OFI )

Berdasarkan penilaian ditemukan permasalahan yang kemudian diberikan saran perbaikannya.


Saran perbaikan dapat dilakukan melalui 2 jalan:

(a) Langsung, dengan jalan lisan pada pengelola setempat dan memberikan sekaligus alasannya
mengapa harus diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.

(b) Tidak langsung, dengan jalan memberikan saran secara tertulis yang berupa OFI.
Dengan cara:

1. Meninggalkan catatan saran pada saat memeriksa.

2. Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelahnya dilakukan pemeriksaan (Adriyani,
2005)

Anda mungkin juga menyukai