Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

A CONCEPTUAL FRAMEWORK

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Teori Akuntansi

Disusun Oleh : 
Syahwa Uswatun Nikmah (120110150005)
Lailatur Rahmi (120110150008)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS UNIVERSITAS
PADJAJARAN BANDUNG

2017
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat, dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul ” A Conceptual
Framework” dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Tugas makalah ini
disusun
 berdasarkan dari sumber buku.
Penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Memed Sueb S.E., MS., Ak. selaku dosen pengampu mata kuliah Teori
Akuntansi.

2. Rekan-rekan yang telah membantu terselesainya tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas


makalah ini, untuk itu kritik dan saran sangat kami perlukan demi perbaikan kedepannya.
Terakhir, kami berharap semoga penyusunan tugas mandiri ini akan dapat memberikan
manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, 12 September 2017


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.  ................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 33

BAB I............................................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5

1.3 Tujuan Pembahasan ................................................................................................................... 5

BAB II ................................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 6

2.1 Peran Conceptual Framework  .................................................................................................... 6

2.2 Tujuan Conceptual Framework. . ................................................................................................. 8

2.3 Mengembangkan Conceptual Framework  .................................................................................9

2.3.1 Principles-Based and Rule-Based Standard Setting ..........................................................9

2.3.2 Information for Decision Making and The Decision-Theory Approach .........................11

2.3.3 International Developments: The IASB and FASB Conceptual Framework. .................12

2.3.4 Entity vs Proprietorship Perspective ................................................................................13

2.3.5 Primary User Group .......................................................................................................... 13


2.3.6 Decision Usefulness and Stewardship .............................................................................14

2.3.7 Qualitative Characteristics ................................................................................................ 14

2.4 Kritik terhadap Proyek Conceptual Framework  .................................................................. 14

2.4.1 Ontological and Epistemological Assumptions ...............................................................1 5

2.4.2 Circularity of Reasoning .................................................................................................. 15

2.4.3 An Unscientific Disipline. ................................................................................................ 1 6

2.4.4 Positive Research .............................................................................................................. 16


2.4.5 The Conceptual Framework as A Policy Document .........................................................16

2.4.6 Professional Values and Self-Preservation ......................................................................17

2.5 Conceptual Framework untuk Standar Auditing ....................................................................18

BAB III ............................................................................................................................................. 20

 ........................................................... .................................................................. ........... 20


PENUTUP
3.1Simpulan .................................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerangka kerja konseptual memberikan adaptasi sistematik dalam standar akuntansi
 bagi lingkungan bisnis yang terus berubah. FASB menggunakan kerangka kerja konseptual
untuk membekali perkembangan standar akuntansi yang baru secara terorganisasi dan
konsisten. Disamping itu, mempelajari kerangka kerja konseptual FASB akan memudahkan
seseorang untuk mengerti dan mengantisipasi standar masa depan.

Kerangka kerja konseptual menyebutkan tujuan dari pelaporan keuangan dan


karakteristik dari informasi akuntansi yang baik, mendefinisikan dengan tepat istilah-istilah
yang biasa digunakan seperti asset dan pendapatan serta menyediakan petunjuk untuk
 pengakuan, pengukuran, dan pelaporan keuangan yang tepat. Dengan adanya Standard

Akuntansi Keuangan (SAK) yang baru, memberikan petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan


 pelaporan keuangan yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga diperlukan adanya publikasi
kepada seluruh pelaku akuntansi di Indonesia agar menyesuaikan dengan peraturan baru
yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


1.   Bagaimana peran Conceptual Framework?
2.  Apa tujuan Conceptual Framework?
3.   Bagaimana mengembangkan Conceptual Framework?
4.   Bagaimana kritik terhadap proyek Conceptual Framework?
5.  Bagaimana Conceptual Framework untuk standard auditing?

1.3 Tujuan Pembahasan


1.   Mengetahui dan memahami peran Conceptual Framework?
2.  Mengetahui tujuan Conceptual Framework?
3.  Mengetahui dan memahami cara mengembangkan Conceptual Framework?
4.  Mengetahui dan memahami kritik terhadap proyek Conceptual Framework?
5.  Mengetahui dan memahami Conceptual Framework untuk standard auditing?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Conceptual Framework


Pada tahun 1989, proses perkembangan conceptual framework mengalami hambatan
dari berbagai faktor, seperti kesulitan dalam pembentukan  fundamental issues  yang
 berkaitan dengan measurement  dan adanya intervensi politik. Namun pada tahun 2002,
terdapat kemajuan yang pesat di dalam proses perkembangan conceptual framework
dikarenakan adanya  IASB/FASB Convergence Program. Sehingga pada tahun 2004, IASB
dan FASB mulai untuk membentuk sebuah conceptual framework yang lengkap dan
konsisten.

Conceptual Framework of Accounting  bertujuan untuk membuat sebuah teori


akuntansi yang lengkap, konsisten, dan terstruktur. Berikut ini adalah struktur dari

Conceptual Framework yang diilustrasikan dalam gambar dibawah ini :


Conceptual Framework itu sendiri didefinisikan oleh FASB sebagai berikut :

“Sistem yang koheren dari tujuan yang saling berkaitan & fundamental yang diharapkan
dapat menyebabkan standar yang konsisten dan yang mengatur dasar, fungsi dan batas-batas
akuntansi keuangan dan pelaporan”.  Namun tidak semua akuntan memiliki pendapat yang
sama terhadap kehadiran conceptual framework ini. Beberapa akuntan berpendapat bahwa
membuat  general theory  melalui sebuah conceptual framework  tidak diperlukan. Mereka
 beralasan bahwa mereka dapat tetap bertahan didalam pelaksanaan profesi akuntan tanpa
sebuah teori.

Pernyataan tersebut memang benar, namun muncul beberapa masalah terkait praktik
didalam akuntansi karena tidak adanya general theory of accounting yang terstruktur.  Salah

satunya adalah, praktik akuntansi dinilai sangat  permissivedan tidak konsisten. Tiap-tiap
entitas diperbolehkan untuk memilih metode akuntansinya sendiri.

Oleh karena itu, conceptual framework memiliki beberapa manfaat dan peran penting,
yaitu :
1.   Financial reporting requirements  dapat lebih konsisten dan logis. Misalnya, kini
seluruh entitas diharuskan menggunakan fair value dalam penilaian aset-nya.
2.   Adanya regulations  yang memaksa pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk
membuat laporan yang sesuai dengan framework .
3.   Pihak-pihak yang menyusun  financial report dapat lebih bertanggung jawab, karena
seluruh  requirements  dalam membuat  financial report  telah tertera jelas didalam
 framework. 
4.   Meminimalisir resiko dari over-regulation. 
5.   Baik  preparers  maupun auditors  dapat lebih memahami  financial reporting
requirementsyang mereka buat atau periksa.
6.   Pengaturan financial reporting requirementsdapat lebih economical,  karena tiap
issues yang muncul tidak perlu diperdebatkan kembali dari berbagai sudut pandang.
2.2 Tujuan Conceptual Framework
Tujuan dari conceptual framework  adalah untuk memberikan pedoman dalam
 penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum.IASB dan FASB menjelaskan
tujuan utama  financial reporting  adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang
 berguna kepada users, baik ituinvestor  maupuncreditor.  Informasi tersebut akan dipilih

 berdasarkan dasar kegunaannya dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan


tersebut dapat tercapai dengan melaporkan informasi yang berisi :
1.   Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2.  Berguna dalam menilai prospek arus kas.
3.  Berisi tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan
 perubahan yang ada di dalamnya.
Penting untuk membangun kerangka kualitatif untuk membuat informasi menjadi
 berguna. SFAC dan IASB menjelaskan mengenai qualitative characteristics. Berikut adalah
kerangka dari qualitative characteristics dalam akuntansi :

FASB membuat seven concept statement yang mencakup topik-topik berikut:


1.  Tujuan dari pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit.
2.  Karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang berguna.
3.   Unsur-unsur laporan keuangan.

4.   Kriteria dalam pengakuan dan pengukuran unsur-unsur.


5.   Penggunaan arus kas dan menyajikan informasi nilai dalam pengukuran akuntansi.
Kerangka tersebut menjelaskan konsep dasar dari laporan keuangan yang disusun. Hal
tersebut dijadikan sebagai pedoman IASB dalam membangun standar akuntansi dan sebagai
 panduan dalam menyelesaikan masalah akuntansi yang tidak dijelaskan secara langsung
oleh IAS atau IFRS. IASB menyatakan bahwa kerangka tersebut:


  Mendefinisikan tujuan dari laporan keuangan.
   Mengidentifikasi karakter kualitatif yang membuat informasi dari laporan keuangan
 berguna.
   Mengidentifikasi elemen dasar dari laporan keuangan dan konsep untuk
pengakuan dan pengukuran dari laporan keuangan.

Di dalam IAS 8 mensyaratkan bahwa manajemen harus menggunakan kerangka


tersebut dalam mengembangkan dan menerapkan aturan akuntansi agar menghasilkan
informasi yang relevandan reliable. 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi yang:
1.   Bermanfaat dalam membuat keputusan kredit dan investasi oleh pihak yang ingin
memahahi kegiatan ekonomi dan bisnis perusahaan.
2.   Membantu kreditor dan investor yang ada atau potensial, serta users  lain dalam
menentukan jumlah, waktu dan ketidakpastian cash flow di masa yang akan datang.
3.   Mengenai sumber-sumber ekonomi, tuntutan terhadap sumber ekonomi, dan
 perubahan di dalamnya.

2.3 Mengembangkan Conceptual Framework


Dalam pengembangannya, conceptual framework dipengaruhi oleh beberapa isu, yaitu:

2.3.1 Principles-Based and Rule-Based Standard Setting


IASB sendiri bertujuan untuk menciptakan standar yang bersifat  principles-based yang
akan mengacu pada conceptual framework  untuk lebih lanjut. Maka, konten yang
terdapat di dalam conceptual framework akan bersifat ide standar yang menjadi penyokong
 pengembangan standar dan membantu user untuk menginterpretasikan standar tersebut.
 Namun, IASB sendiri memiliki beberapa peraturan yang cenderung bersifat rule-
based,  dan ini bertentangan dengan tujuan awalnya. Salah satunya adalah IAS 39
( Financial
 Instruments: Recognition and Measurement)  . Menurut Christopher Nobes, pakar
akuntansi dari University of London, akan lebih baik jika reasons standard menjadi
rules- based karena mereka tidak menjadi tidak konsisten dengan conceptual frameworks
of standard

 setters.  Perubahan ini sendiri tentu akan membawa benefit  lebih banyak, karena dapat
memperjelas komunikasi mengenai peraturan dan meningkatkan ketelitian tanpa perlu
 peraturan yang lebih detail lagi. Lebih lanjut lagi, Nobes mengidentifikasi enam contoh
 peraturan yang lebih bersifat rules-based,  yakni mengenai lease accounting, employee
benefits, financial assets, government grants, subsidiaries dan equity accounting. 

Hal tersebut adalah perdebatan antara rules-based dan principles-based.  Jika dilihat


dari segi kelebihan dan kekurangannya, keuntungan rules-based  antara lain dapat
meningkatkan komparabilitas dan verifiabilitas untuk auditor dan regulators. Selain itu, rules-
based  juga mampu mengurangi kesempatan terjadinya earning management;  walau mereka
memperbolehkan specific restructuring of transaction selama masih dalam koridor
 peraturan.

 Namun, walau memiliki kelebihan-kelebihan seperti yang disebutkan diatas, sebuah


studi yang dilakukan oleh Securities and Exchange Commission(SEC) pada 2002 (atas
 perintah Sarbanes-Oxley Act) merekomendasikan penggunaan  principles-based , namun
standar tersebut wajib memiliki karakteristik:

a.   Didasarkan pada conceptual framework  yang sudah berkembang dan diaplikasikan


secara konsisten.

 b.  Mencantumkan dengan jelas objective of standard. 

c.   Menyediakan detail yang cukup dan struktur yang bisa dioperasikan dan bisa
diaplikasikan secara konsisten.

d.   Meminimalisir penggunaan pengecualian dari standar.

e.   Menghindari penggunaan  percentage of tests (bright lines) yang membolehkan


 financial engineering  untuk mencapai technical compliance dengan menghindarkan
maksud dari standar itu sendiri.
f.   Indonesia sendiri mengadopsi  principal-based,  dengan acuan besar adalah IFRS dan
membuat rules-based yang lebih detail di PSAK. Adopsi ini baru dilakukan di tahun
2012, ketika terjadi perubahan acuan peraturan dari GAAP ke IFRS.

2.3.2 Information for Decision Making and The Decision-Theory Approach


Data informasi akuntansi digunakan untuk proses decision making  atau untuk tujuan
evaluasi di entitas tertentu. Hal ini diawali dengan fungsi data akuntansi sebagai fungsi
 stewardship Di masa kini, manajer bertanggung jawab terhadap equityholders perusahaan.
Informasi bagaimana manajer tidak melaksanakan tanggung jawab  stewardshipnya dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi performa manajer dan perusahaan itu sendiri.

 Information for decision making  secara tidak langsung mencakup lebih luas dari
informasi mengenai stewardship. Pertama, karena pengguna dari financial information luas
dan mencakup seluruh menyedia sumber daya. Kedua, informasi akuntansi dilihat sebagi
input data untuk prediksi model bagi users. Maka, kita harus memastikan data apakah yang

 benar-benar dibutuhkan untuk memprediksi performa masa depan dan posisinya. Ketiga,
ketika stewardship berfokus pada kejadian di masa lalu untuk melihat apa saja yang sudah
dicapai, prediksi berpatokan pada masa depan. Informasi akuntansi untuk pihak eksternal
memang berdasarkan kejadian di masa lalu, namun masa depan tidak dapat diabaikan begitu
saja ketika masa depan secara tegas dijadikan objective of accounting .

Sedangkan, decision-theory sangat bermanfaat untuk mengecek apakah akuntansi


mencapai tujuannya atau tidak. Jika individual systems dapat menyediakan informasi yang
 berguna, maka teori yang mendasari sistem tersebut dapat dikategorikan efektif, atau valid.

Overall
Accounting Theory
THE DECISION THEORY PROCESS

Prediction Model of User Decision Model of User


Individual
Accounting System
Secara keseluruhan, dapat dipahami mengapa pengembangan conceptual
framework di
level nasional menjadi sangat sulit. Godfrey berpendapat bahwa dalam
 pengembangannya, conceptual framework  harus lebih menitikberatkan pada rasionalisasi
 penggunaan masa kini dibanding reafirmasi framework di aspek hukum, sosial dan ekonomi
dalam fungsi akuntansi. Selain itu, conceptual frameworks  ekarang ini juga agar
mencari

lebih dalam dalam mengembangan constitution-based framework untuk akuntansi dibanding


fokus pada konsep pondasi hal-hal sehari-hari. Karena, hal-hal tersebut akan lebih sulit
dibuat ketika terjadi perbedaan antarnegara.

2.3.3 International Developments: The IASB and FASB Conceptual Framework


Pada Oktober 2004, FASB dan IASB bekerja sama untuk mengembangkan conceptual
 framework.  FASB menyatakan bahwa project tersebut akan melakukan:

a.   Fokus pada perubahan dalam environment  sejak orginal frameworks  pertama kali
diisukan, demikian juga terhadap kelalaian di original frameworks, dengan tujuan
untuk dapat menciptakan  framework yang berkembang, utuh, dan dapat mencakup
 frameworks yang telah ada secara efektif dan efisien

 b.  Memberikan prioritas untuk menujukan dan mendiskusikan tiap isu di setiap fase yang
memiliki kemungkinan menguntungkan  Boards  dalam jangka pendek; yakni cross-
cutting issues  yang memberi dampak tertentu dalam  project mereka, baik untuk
standar baru maupun standar yang sudah direvisi. Sekaligus, tahap dari  project
tersebut akan dilakukan secara simultan dan Boards akan mengharapkan keuntungan
dari terlaksananya project tersebut

c.  Awalnya mempertimbangkan konsep yang dapat diaplikasikan di  private sector


business entities. Selanjutnya,  Boards  akan bergabung dalam mempertimbangkan
aplikasi dari konsep tersebut ke  private sector not-for-profit organizations.
Representatif dari  public sectorstandard-setting Boards akan memonitor  projects
tersebut, dan di kasus-kasus tertentu akan mempertimbangkan dampak potensial dari
diskusi private sector untuk public entities.
IASB/FASB CONCEPTUAL FRAMEWORK PROJECT

Fase Topik

A Objective and Qualitative Characteristics

B  Elements and Recognition

C  Measurement

D  Reporting Entity

E  Presentation and Disclosure, including Financial Reporting Boundaries


(Inactive)

F  Framework Purpose and Status in GAAP Hierarchy (Inactive)

G  Applicability to the Not-for-Profit Sector (Inactive)

H  Remaining Issues (Inactive)

2.3.4 Entity vs Proprietorship Perspective


 Board  merekomendasikan  financial report  harus dibuat dari perspektif entitas
dibanding perspektif dari pemilik. Hal ini disetujui banyak pihak karena pemilik dan entitas
secara tegas merupakan dua pihak yang berbeda. Pihak lain menyatakan keberatan karena
menganggap Board tidak menyediakan informasi yang cukup untuk membenarkan
rekomendasi tersebut (seperti dalam peraturan  proprietorship dan  parent company
 perspectives). Maka, perspektif mengenai entitas sudah tercantum di Fase D.

2.3.5 Primary User Group


Board menujukan primary user group untuk tujuan umum financial reporting adalah
untuk penyedia modal masa kini dan potensial. Penyedia modal mencakup equity investors,
lenders, dan penyedia jasa kredit lain. Namun, ada juga pihak yang mengkhawatirkan
 bahwa beragamnya jenis  primary group dapat kelewat menyederhanakan hubungan antara
entitas dan individual users. Responden lain mengkhawatirkan fokus dari  primary
user
 group  dan efeknya terhadap pihak lain, seperti saat amal dan corporate governance
monitoring group.
2.3.6 Decision Usefulness and Stewardship
Berdasarkan Boards, tujuan dari  financial reporting  harus “cukup luas untuk
mencakup semua keputusan yang dibuat oleh equity investors, lenders, dan kreditor lain
dengan kapasitas mereka sebagai capital providers, termasuk keputusan alokasi sumber
daya dan keputusan yang dibuat untuk menjaga dan mempertinggi nilai investasi
mereka”.

Pendapat ini disetujui banyak pihak, namun juga mendapat sanggahan dari pihak-pihak lain
karena dikhawatirkan tujuan dari  stewardship tidak cukup ditekankan, ketika fungsi
 financial statements untuk menyediakan info bagi pengguna dan dapat memprediksi masa
depan terlalu ditekankan. Padahal di negara-negara Eropa,  stewardship  adalah kunci dari
corporate governance dan peraturan perusahaan.

2.3.7 Qualitative Characteristics


IASB Framework mencantukam empat prinsip qualitative characteristics, yakni:

   understability,
   relevance,
   reliability, dan
   comparability.

Qualitative characteristics dibedakan menjadi fundamental (relevance, faithful


representation) atau enhancing (comparability, verifiability, timeliness, dan understability)
tergantung bagaimana mereka memberi dampak terhadap laporan keuangan.

2.4 Kritik terhadap Proyek Conceptual Framework

Conceptual framework  yang telah ada ternyata menuai kritik dari berbagai negara.
Conceptual framework  harus menggunakan pendekatan yang  scientific,  sehingga validasi
 framework harus dapat dijelaskan secara logis dan empiris. Tujuan pembuatan conceptual
 frameworks  adalah untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaan mengenai standar
akuntansi. Conceptual frameworks  juga memberikan arahan dan keputusan bagi akuntan
 praktisi dalam menjelaskan informasi yang relevan untuk pembuatan keputusan ekonomi.

Dopuch dan Sunder berpendapat bahwa conceptual framework yang dikeluarkan oleh


FASB tidak cukup membantu dalam menyelesaikan isu kontemporer pada measurement dan
disclosure. Menurut mereka, terdapat tiga isu yang masih ambigu:
1.   Definisi liabilities  masih terlalu umum sehingga sulit untuk menentukan posisi
deferred taxes.
2.   Conceptual framework  mendukung dua prinsip akuntansi yang bertolak belakang
yaitu  full cost  dan  successful efforts. Pada prinsip  successful efforts, perusahaan
diperbolehkan untuk mengkapitalisasi hanya beban-beban yang berkaitan dengan

 penemuan lokasi tambang minyak dan gas alam yang berhasil, jika tidak berhasil,
maka beban tersebut dikurangi langsung terhadap pendapatan pada periode tersebut.
Sedangkan, pada prinsip full cost,  semua beban yang berkaitan dengan penemuan
lokasi tambang minyak dan gas alam baru (tanpa memperhatikan hasilnya) boleh
dikapitalisasi.
3.   Tidak menyelesaikan masalah estimasi.

Beberapa kritik terhadap proyek Conceptual Framework adalah sebagai berikut :

2.4.1 Ontological and Epistemological Assumptions


Tujuan dari pembentukan conceptual framework adalah untuk menghasilkan laporan
keuangan yang objektif dan tidak bias. Namun, dasar suatu  framework  dipertanyakan,
apakah teori tersebut netral, independen, dan bebas dari bias. Jika dihubungkan dengan
conceptual framework yang ada ternyata benar adanya, bahwa conceptual framework tidak
 pernah secara resmi diuji kebenarannya berdasarkan bukti logis dan empiris karena isi dari
conceptual framework itu sendiri merupakan opini dari badan atau individual yang
 berkuasa.

2.4.2 Circularity of Reasoning

Dalam sudut pandang yang dangkal terhadap conceptual framework mengindikasikan


 bahwa paling tidak akuntan mengikuti satu jalur ilmiah, yaitu menarik kesimpulan dari
 prinsip dan praktik yang disamaratakan. Namun, banyak pula negara yang conceptual
 framework-nya ditandai dengan adanya internal circularity, maksudnya satu kualitasnya,
 bergantung pada kualitas aspek yang lain.

Bermacam-macam kerangka konseptual yang dimiliki negara ditandai oleh adanya


internal circularity.  Contohnya adalah pada information qualities  pada laporan keuangan
yang bergantung pada kriteria quality lainnya. FASB  framework mencoba untuk membuka
atau menjastifikasi circularity tersebut dengan merujuk pada keinginan dari seorang akuntan
yang memiliki banyak pengetahuan untuk menginterpretasikan laporan keuangan tersebut.
2.4.3 An Unscientific Disipline
Stamp meyakini bahwa akuntansi lebih berpihak kepada hukum daripada  physical
 science karena profesi akuntansi dan hukum berhubungan dengan konflik yang terjadi
diantara kelompok pengguna ilmu tersebut dengan kepentingan dan tujuan yang bermacam-
macam.  Positive accounting  adalah penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara

ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta.
Teori ini bertujuan menjelaskan, meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik akuntansi.
Teori ini juga meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana
interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Sedangkan normative accountinga 
dalah penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi  kelayakan suatu
 perlakuan akuntansi paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga lebih
menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku (it should be). 

Pendekatan  positive accounting  menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai  sains.


Sedangkan pendekatan normative accounting menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai
art.Hingga saat ini,  positive accounting theory  masih dalam proses yang dapat dijadikan
dasar dalam proses pembentukan akuntansi menjadi sains. 

2.4.4 Positive Research


Tujuan utama dari dibuatnya conceptual framework  adalah untuk menyediakan
informasi keuangan yang dapat membantu pengguna menentukan economic decision  dan
untuk meyakinkan pengguna laporan keuangan dapat mendapatkan informasi yang berguna
untuk proses pengambilan keputusan.

2.4.5 The Conceptual Framework as A Policy Document


Sebuah cara yang dapat digunakan untuk melihat conceptual framework menjadi
 scientific  adalah dengan mempertimbangkannya menjadi sebuah  policy model.  Ijiri
membedakan normative dan policy model.Normative model dibuat berdasarkan asumsi pasti
mengenai tujuan yang akan dicapai. Meskipun normative model memiliki implikasi, namun
tetap berbeda dengan policy judgement yang melibatkan komitmen terhadap tujuannya. Ijiri
 juga mengungkapkan bahwa dalam akuntansi, teori dan  policy  bercampur menjadi satu,
tidak seperti ilmu pengetahuan lainnya.

Menurut Tinker, terdapat cara lain untuk mengesahkan tingkat teoritikal yaitu dengan

 pendekatan deskriptif. Deskriptive theories adalah usaha untuk menemukan hubungan yang


sebenarnya terjadi. Panalaran Induktif biasanya disebut dengan teori deskriptif. Pendekatan
deskriptif memiliki implikasi untuk menentukan apakan conceptual framework merupakan
refleksi dari nilai professional.

Buckley memiliki  policy model  melalui pendekatan konstitusional, dimana prinsip-


 prinsip yang berlaku berasal dari kebenaran, sama seperti cara FASB menentukan
conceptual framework . Pendekatan konstitusionalsesuai dengan pernyataan bahwa akuntansi
 bergantung pada kepercayaan di kejadian yang sebenarnya.

Kirk berpendapat bahwa  standard  yang dibuat berdasarkan consensus adalah bagian


dari mempercayaistandar yang merupakan ketentuan dan terbentuk karena persetujuan.
Beliau mengembangkan bahwa sebuah conceptual framework disajikan untuk kepentingan
 publik karena merupakan pendekatan konseptual. Sedangkan  standardy  ang
dibuat
 berdasarkan consensus  tidak digunakan untuk kepentingan publik, karena merupakan
 pendekatan politik. Hal ini menjadi masalah karena kepentingan publik diwakili oleh

 pengguna dengan kebutuhan yang bertentangan. Sedangkan menurut pendapat Miller,


 standard yang dibuat menurut consensus hanya akan menghasilkan ketidakkonsistenan.

2.4.6 Professional Values and Self-Preservation


 Professional value  merupakan tindakan yang berlandaskan idealisme dan lebih
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, sedangkan  self
 preservation  adalah kebalikannya. Efek dari adanya  professional values  ada terciptanya
nilai sosial yang dapat membuat kelompok professional bertanggung jawab dan
menyediakan segala kepentingan komunitas.Demski merupakan orang yang paling tidak
setuju dengan adanya normative accounting standards,  karena beliau menemukan bukti
matematis dimana tidak ada standar.

Konsep tersebut sesuai dengan pendekatan konstitusional dari Buckley yang


menunjukkan adanya monopol-seeking behavior  dari seorang professional. Hal ini
dibuktikan dengan semakin meningkatnya kompleksitas standard konsep yang ada dan
menyebabkan publik bergantung pada akuntan dan auditor untuk menyiapkan dan
menginterpretasikan isi laporan keuangan.
2.5 Conceptual Framework untuk Standar Auditing
Teori umum komprehensif dari pengauditan pertama kali diperkenalkan oleh Mautz
dan Sharaf pada tahun 1961. Mautz dan Sharaf melihat bahwa mengaudit bukan sebagai

sub-divisi dari akuntansi, tapi sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Mautz dan Sharaf juga
mempertanyakan kompatibilitas dari pelayanan auditing  dan consulting.  Mereka
merekomendasikan pemisahan untuk kedua tipe pelayanan ini untuk menjaga independensi
dari auditor.

Pada tahun 1980, fokus debat secara teoritis berfokus pada struktur dan cara
 perhitungan dalam hal mengumpulkan bukti dan proses evaluasi. Knecehel menjelaskan ini
sebagai pertumbuhan pesat pada praktik audit, peningkatan teknologi, dan kebutuhan untuk
mengurangi biaya pada audit proses.

Pada tahun 1990, Knechel menghadapi hambatan yang mencakup tekanan dari klien
kepada auditor untuk mengurangi biaya dan memberikan nilai yang lebih. Hal ini membuat
 praktik audit menjadi lebih bergantung pada memeriksa sistem kontrol klien dan juga
mencari dan mengumpulkan bukti dari  financial statement yang dibuat sendiri oleh sistem
tersebut, dibandingkan dengan direct testing pada transaksi dan account balance.

Resiko bisnis audit adalah suatu bentuk audit yang mempertimbangkan resiko klien
sebagai bagian dari prosesaudit evidence  (1970). Audit risk model  meminta auditor untuk
memperhatikan resiko dari opini audit yang tidak sepantasnya sebagai fungsi dari inherent
risk , resiko dimana sistem kontrol dari klien tidak dapat mencegah dan mendeteksi
kesalahan tersebut, dan resiko dimana prosedur auditpun tidak dapat mendeteksi kesalahan
tersebut.

‘Internal control –  integrated framework’ by the Committee of Sponsoring


Organization (COSO), dikeluarkan pada tahun 1992. Report ini membuat auditor menjadi
lebih sadar dan peduli terhadap hubungan antara internal control dan pengadaan audit itu
sendiri. Klien dengan internal control  yang baik dianggap lebih memiliki resiko yang
rendah untuk terjadi  fraud dan error. Hal ini dapat mengurangi sumber data, biaya audit,
dan harga pengauditan untuk klien tersebut.
Asal mula terbentuknya ‘internal control –  integrated framework’  diprakarsai oleh
komisi yang dibentuk oleh sektor swasta. Sektor swasta ini membentuk ‘National
Commission on Fraudulent Financial Reporting’ atau dikenal juga dengan ‘The Treadway
Commission’ di tahun 1985. Komisi ini mengeluarkan report pertamanya pada tahun 1987.
Isi dari report tersebut merekomendasikan dibuatnya report komprehensif tentang

 pengendalian internal (integrated guidance on internal control), lalu dibentuklah COSO,


yang kemudian bekerjasama dengan Coopers & Lybrand untuk membuat report tersebut.

Resiko auditing  berarti auditor menerima tingkat ketidakpastian tertentu dalam


 pelaksanaan audit. Auditor harus menyadari bahwa ada ketidakpastian mengenai kualitas
 bahan bukti, keefektifan pengendalian internal klien dan ketidak pastian apakah laporan
keuangan memang telah disajikan secara wajar setelah di audit (Richard W.H, Michael F.
Peters & Jamei H. Pratt, 1999).

nya, Risiko audit adalah risiko dimana auditor menyimpulkan


an dinyatakan dengan wajar dan oleh karenanya dapat dikenakan
engecualian. Audit tidak dapat diharapkan untuk mengungkapkan semua kesalahan laporan keuangan yang material. Kesalahan yang d

sangat rapi sulit ditemukan.

Jenis Resiko Audit, yaitu :

Resiko Bawaan ( Inherent Risk),  yaitu kerentanan suatu saldo akun atau golongan
ansaksi terhadap suatu salah saji yang material. Biasanya resiko ini telah ada dari awal dikarenakan sifat bisnis dari entitas yang bersangku

gendalian (Control Risk), merupakan resiko yang baru akan muncul dan terdeteksi pada saat pemeriksaan internal control. Entitas yang re
rnal controlnya lemah.

Deteksi (Detection Risk), adalah resiko yang muncul karena auditor tidak mampu menemukan kesalahan dikarenakan kurang menggunakan
BAB III

PENUTUP

3.1Simpulan
Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang
terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan
 bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas- batas dari
akuntansi keuangan dan laporan keuangan Tujuan dari pelaporan keuangan menurut SFAC
 NO. 1 (Statement of Financial Accounting Concepts) : Pelaporan keuangan memberikan
informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam
mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi tersebut
harus bersifat comprehensive bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang
kegiatan bisnis dan ekonomi dan memiliki kemauan untuk memelajari informasi dengan
cara yang rasional.

Karakteristik Kualitatif dari Informasi FASB dalam SFAC NO. 2, karakteristik


kualitatif dimaksudkan untuk memberikan kriteria dasar dalam memilih : · alternatif metode
akuntansi dan pelaporan keuangan · persyaratan peng-ungkapan (disclosure) Kegunaan bagi
 pengambilan keputusan, dari dua yang terpenting, lalu sekunder dan yang lainnya : ·
Relevansi dan Reliability, berkaitan dengan : timeliness, predictive value dan feedback
value · Comparability dan Consistency, yang merupakan kualitas sekunder · Cost – benefit
dan Materiality , merupakan kriteria untuk mengakui informasi akuntansi
DAFTAR PUSTAKA

Godfrey Jayne, et al. 2010. Accounting Theory. Sevent Edition JOBLIST.“Kerangka Kerja Konseptual” 
(Diakses
tanggal 10 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai