Anda di halaman 1dari 18

Disusun Oleh :

Elvira Fakhrana Razan


2020207209207
KONVERSI NERS KOTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

A. PENGERTIAN
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
Workman, 2006).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

B. KLASIFIKASI
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak
dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau
kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap
kanan dan hati harus dieksplorasi

C. Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma
yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a) Luka akibat terkena tembakan
b) Luka akibat tikaman benda tajam
c) Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b) Hancur (tertabrak mobil)
c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia
(akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor
fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan 
dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.

Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan tubuh yang
akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan  yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas
dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan
yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan  dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat
terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
E. PATHWAY

Trauma (kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan dan elektrolit Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FotoThoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. DR
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain Abdomen Foto Tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

Indikasi untuk melakukan DPL sbb :


a. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang,
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :
a. Pernah operasi abdominal.
b. Wanita hamil
c. Operator tidak berpengalaman.
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan.
e. Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan awal
 Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.

 Penetrasi (trauma tajam)


a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita
dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka
tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase
peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air,
evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai
indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada
waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

Konsep asuhan keperawatan


Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat.
Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik
’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b) Pengkajian skunder
1) pengkajian fisik
i. Inspeksi
 Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor, dilatasi vena,
benjolan di tempat terjadi hernia, dll
 Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga melemaskan
dinding perut dan rasa sakit
ii. Palpasi
 Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik McBurney,
iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound tenderness.
 Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
 pemeriksaan vaginal
iii. Perkusi
 Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
iv. Auskultasi
 Harus sabar dan teliti
 Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
 Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
c) Pengkajian pada trauma abdomen
1) Trauma Tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul
(pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada
tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam
rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2) Trauma tumpul abdomen
a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau
hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit danmedikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h. Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah
yang mengancam kehidupan.

I. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
Kekurangan Setelah 1.     Kaji tanda-tanda 1.     untuk
volume cairan dilakukan vital. mengidentifikasi
b/d perdarahan tindakan defisit volume
keperawatan 2.     Pantau cairan cairan.
1x24 jam, parenteral dengan 2.     mengidentifikasi
volume cairan elektrolit, antibiotik keadaan
tidak mengalami dan vitamin perdarahan,
kekurangan. serta Penurunan
sirkulasi volume
KH: cairan
*         Intake dan menyebabkan
output seimbang 3.     Kaji tetesan infus. kekeringan
*         Turgor kulit mukosa dan
baik 4.     Kolaborasi : pemekatan urin.
*         Perdarahan (-) Berikan cairan Deteksi dini
parenteral sesuai memungkinkan
indikasi. terapi pergantian
5.     Cairan parenteral ( cairan segera.
IV line ) sesuai 3.     awasi tetesan
dengan umur. untuk
6.     Pemberian mengidentifikasi
tranfusi darah. kebutuhan cairan.
4.     cara parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan nuitrisi
tubuh.
5.     Mengganti
cairan dan
elektrolit secara
adekuat dan cepat.
6.     menggantikan
darah yang keluar.

2 Nyeri b/d Setelah 1.     Kaji karakteristik 1.    Mengetahui


. adanya trauma dilakukan nyeri. tingkat nyeri klien.
abdomen atau tindakan 2.     Beri posisi semi 2.    Mengurngi
luka penetrasi keperawatan fowler. kontraksi
abdomen. 1x24 jam, Nyeri 3.     Anjurkan tehnik abdomen
klien teratasi. manajemen nyeri 3.    Membantu
seperti distraksi mengurangi rasa
KH: 4.     Managemant nyeri dengan
         Skala nyeri lingkungan yang mengalihkan
0 nyaman. perhatian
         Ekspresi 5.     Kolaborasi pembe 4.    lingkungan yang
tenang. rian analgetik sesuai nyaman dapat
indikasi. memberikan rasa
nyaman klien
5.    analgetik
membantu
mengurangi rasa
nyeri.

3 Resiko infeksi Setelah 1.     Kaji tanda-tanda 1.     Mengidentifikasi


. b/d tindakan dilakukan infeksi. adanya resiko
pembedahan, tindakan infeksi lebih dini.
tidak keperawatan 2.     Kaji keadaan luka. 2.     Keadaan luka
adekuatnya 1x24 jam, infeksi yang diketahui
pertahanan tidak terjadi. 3.    Kaji tanda-tanda lebih awal dapat
tubuh. vital. mengurangi resiko
KH: infeksi.
*         Tanda-tanda 4.    Lakukan  cuci 3.     Suhu tubuh naik
infeksi (-) tangan sebelum dapat di
*         Leukosit kntak dengan indikasikan
5000-10.000 pasien. adanya proses
mm3 5.    Lakukan infeksi.
pencukuran pada 4.     Menurunkan
area operasi (perut resiko terjadinya
kanan bawah kontaminasi
6.    Perawatan luka mikroorganisme.
dengan prinsip 5.     Dengan
sterilisasi. pencukuran klien
7.    Kolaborasi terhindar dari
pemberian infeksi post
antibiotik operasi
6.     Teknik aseptik
dapat menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
7.     Antibiotik
mencegah adanya
infeksi bakteri dari
luar.
4 Gangguan Setelah 1.     Kaji kemampuan 1.     identifikasi
. mobilitas fisik dilakukan pasien untuk kemampuan klien
berhubungan tindakan bergerak. dalam mobilisasi.
dengan keperawatan 2.     Dekatkan 2.     meminimalisir
kelemahan fisik 1x24 peralatan yang pergerakan kien.
jam, diharapkan dibutuhkan pasien. 3.     melatih otot-otot
dapat bergerak 3.     Berikan latihan klien.
bebas. gerak aktif pasif. 4.     membantu dalam
4.     Bantu kebutuhan mengatasi
KH: pasien. kebutuhan dasar
       Mempertaha 5.     Kolaborasi klien.
nkan mobilitas dengan ahli 5.     terapi fisioterapi
optimal fisioterapi. dapat memulihkan
kondisi klien.

5 Gangguan Setelah 1.    Ajarkan dan bantu 1.     Keletihan


. nutrisi kurang dilakukan klien untuk istirahat berlanjut
dari kebutuhan tindakan sebelum makan menurunkan
tubuh b/d keperawatan 2.    Awasi pemasukan keinginan untuk
intake yang 1x24 jam, nutrisi diet/jumlah kalori, makan.
kurang. klien terpenuhi. tawarkan makan 2.     Adanya
KH: sedikit tapi sering pembesaran hepar
         Nafsu dan tawarkan pagi dapat menekan
makan paling sering. saluran gastro
meningkat 3.    Pertahankan intestinal dan
         BB hygiene mulut yang menurunkan
Meningkat baik sebelum kapasitasnya.
         Klien tidak makan dan sesudah
lemah makan . 3.     Akumulasi
4.    Anjurkan makan partikel makanan
pada posisi duduk di mulut dapat
tegak. menambah baru
5.    Berikan diit tinggi dan rasa tak sedap
kalori, rendah yang menurunkan
lemak nafsu makan.
4.     Menurunkan
rasa penuh pada
abdomen dan
dapat
meningkatkan
pemasukan.
5.     Glukosa
dalam karbohidrat
cukup efektif
untuk pemenuhan
energi, sedangkan
lemak sulit untuk
diserap/dimetaboli
sme sehingga akan
membebani hepar.

Daftar Pustaka
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : ECG
Nanda NIC NOC 2015
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. :
Jakarta: EGC.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai