Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Disusun Oleh :

Elvira Fakhrana Razan

2020207209207

KONVERSI NERS RS KOTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya
dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan
korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan
putri, 2013).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dismpulkan fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau ganggauan kontinuitas tulang
rawan yang disebabkan oleh ruda paksa

B. Etiologi
1.      Trauma: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dengan posisi berdiri
atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
2.      Patalog: Akibat metastase dari tumor
3.      Degenerasi: Proses kemunduran fisiologis dari jaringan
4.      Spontan: Terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat

C. Klasifikasi Fraktur
1. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah tulang,
luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.
Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar yaitu:
- Patah tulang tertutup
- Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk
kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang terbuka dibagi
menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.

b. Patah tulang menurut garis fraktur


- Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera terus
menerus yang cukup lama seperti juga ditemukan pada retak stres pada
struktur logam
- Patah tulang serong
- Patah tulang lintang
- Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat
- Patah tulang segmental karena cedera hebat
- Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh
- Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau
epifisis tulang pipa
- Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
- Patah tulang impresi
Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain.

D. Manifestasi Klinik
1.      Riwayat Trauma
2.      Nyeri pembengkakan dan nyeri tekan pada daerah fraktur
3.      Deformitas
4.      Hilangnya fungsi anggota badan
5.      Gerakan gerakan abnormal
6.      Krepitasi

E. Pengkajian primer
a.      Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk

b.      Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c.       Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

F. Patofisiologis
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada
tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan
perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke
dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-
endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada
syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur
pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif untuk memulihkan
krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat
tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi
dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan
asam laknat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya
berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine
triphosphat) tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi
mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan
struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel
. juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi
interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup,
plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur
yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
1. WOC/Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tekanan sumsum tulang


Pergeseran fragmen tulang Spasme otot
lebih tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak


ekstremitas
Protein plasma hilang Bergabung dengan
Hambatan mobilitas Fisik trombosit
Edema
Emboli
Penekanan pembuluh darah
Menyumbat pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer

Perdarahan Resiko infeksi

Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)


G. Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :
1. Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan
periosteum sehingga timbul hematom.
2. Organisasi
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam
hematom disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan
demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi jaringan
granulasi fibroblastik vaskular.
3. Kalus sementara
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan
jaringan osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago
mungkin timbul dari metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid
ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung
tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan
trabekula, mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara.
Tulang baru yang tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan
kalus sementara sebagian besar lengkap pada sekitar hari kedua
puluh lima.
4. Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti
oleh tulang yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.
5. Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses
remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun
resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat
dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus
yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur
semula dari tulang tersusun kembali.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

I. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara
lain:
1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,
thoraks, pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak, Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat
menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung –
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan
yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
c) Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement
otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs
atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan
d) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan
tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
e) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
f) Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis
tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan
Bare, 2001).
2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan
Wilson, 2006).

F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan
reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur
direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik,
dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemnadirian dan
harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang
yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati
dan reorganisai.

G. Pengkajian

1. Pengkajian

a) Identifikasi Pasien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,


pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.

b) Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

• Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang


menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

• Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang


dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.

• Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa


reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.

• Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri


yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.

• Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah


bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan


sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan


penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang
tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.

a) Pengkajian Primer

• Airways

 Bagaimana jalan nafas, bisa berbicara secara


bebas

 Adakah sumabatan jalan nafas? (darah, lendir,


makanan, sputum)

• Breathing

 Bagaimana frekuensi pernafasan,


teratur atau tidak, kedalamannya

 Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas?

 Apakah menggunakan otot tambahan? Apakah


ada reflek batuk?

• Circulation

 Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak,


lemah atau kuat

 Berapa tekanan darah?


 Akral dingin atau hangat, capillary refill < 3 detik
atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin

b) Pengkajian Sekunder

• Kepala : bagaimana bentuk kepala, rambut mudah


dicabut/tidak, kulit kepala bersih/tidak

• Mata : konjungtiva anemis +/-, sclera icterik +/-, besar


pupil, refleks cahaya +/-

• Hidung :bentuk simetris atau tidak, discharge +/-,


pembauan baik atau tidak.

• Telinga : simetris atau tidak, discharge +/-

• Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi caries +/-

• Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea +/-

• Dada

 Paru

Inspeksi : simetris atau tidak, jejas +/-,


retraksi intercostal Palpasi : fremitus kanan
dan kiri sama atau tidak

Perkusi: sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-

Auskultasi : vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing


+/-, crekles +/-

 Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak atau tidak


Palpasi : dimana ictus cordis teraba Perkusi :
pekak +/-

Auskultasi : bagaimana BJ I dan II, gallops +/-,


mur-mur +/-

 Abdomen

Inspeksi : datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas


+/- Auskultasi : bising usus +/-, berapa kali permenit

Palpasi : pembesaran hepar / lien Perkusi : timpani


+/-, pekak +/-

 Genetalia : bersih atau ada tanda – tanda infeksi

 Ekstremitas :

 Adakah perubahan bentuk: pembengkakan,


deformitas, nyeri, pemendekan tulang, krepitasi ?

 Adakah nadi pada bagian distal fraktur,


lemah/kuat

 Adakah keterbatasan/kehilangan pergerakan

 Adakah spasme otot, ksemutan

 Adakah sensasi terhadap nyeri pada bagian distal


fraktur

 Adakah luka, berapa luasnya, adakah


jaringan/tulang yang keluar

 Psikologis :

 Cemas

 Denial
 Depresi

 Pemeriksaan Penunjang

 Sinar Rontgent : menentukan


lokasi/luasnya fraktur/trauma

 Scan tulang,CT Scan, MRI :


memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak

 Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan


vaskuler dicurigai

 Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑

 Kreatinin : trauma otot meningkatkan


beban kreatinin untuk klirens ginjal

 Profil koagulasi : pada keadaan


kehilangan darah banyak, transfuse
multiple, atau cedera hati
I. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi).
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
4. Resiko Infeksi b/d trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)
5. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIANGOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
DAN
KOLABORASI
1 Nyeri akut b/d NOC NIC
spasme otot, gerakan v Pain Level, Pain Management
fragmen tulang, v Pain control, §  Lakukan
edema, cedera v Comfort level pengkajian nyeri
jaringan lunak, Kriteria Hasil : secara komprehensif
pemasangan traksi, §  Mampu termasuk lokasi,
stress/ansietas, luka mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
operasi. (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, mampu dan faktor presipitasi
menggunakan tehnik §  Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari §  Gunakan teknik
bantuan) komunikasi
§  Melaporkan terapeutik untuk
bahwa nyeri mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri §  Evaluasi
§  Mampu mengenali pengalaman nyeri
nyeri (skala, masa lampau
intensitas, frekuensi §  Evaluasi bersama
dan tanda nyeri) pasien dan tim
§  Menyatakan rasa kesehatan lain
nyaman setelah nyeri tentang
berkurang ketidakefektifan
§  Tanda vital dalam kontrol nyeri masa
rentang normal lampau
§  Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
§  Kurangi faktor
presipitasi nyeri
§  Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
§  Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
§  Tingkatkan
istirahat
§  Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
§  Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri

2 Gangguan mobilitas NOC : Latihan Kekuatan


fisik b/d kerusakan v Joint Movement :§  Ajarkan dan berikan
rangka Active dorongan pada klien
neuromuskuler, v Mobility Level untuk melakukan

nyeri, terapi restriktifv Self care : ADLs program latihan

(imobilisasi). v Transfer performance secara rutin


Kriteria Hasil : Latihan untuk
§  Klien meningkat dalam ambulasi
aktivitas fisik §  Ajarkan teknik
§  Mengerti tujuan dari Ambulasi &
peningkatan mobilitas perpindahan yang
§  Memverbalisasikan aman kepada klien
perasaan dalam dan keluarga.
meningkatkan §  Sediakan alat bantu
kekuatan dan untuk klien seperti
kemampuan kruk, kursi roda, dan
berpindah walker
§  Memperagakan §  Beri penguatan positif
penggunaan alat untuk berlatih mandiri
Bantu untuk dalam batasan yang
mobilisasi (walker) aman.
Latihan mobilisasi
dengan kursi roda
§  Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda
& cara berpindah dari
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
§  Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
§  Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi
roda
Latihan
Keseimbangan
§  Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi
secara mandiri dan
menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi
Tubuh yang Benar
§  Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari
kelelahan, keram &
cedera.
§  Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.

3 Gangguan integritas NOC : NIC : Pressure


kulit b/d fraktur v Tissue Integrity : Skin Management
terbuka, pemasangan and Mucous§  Anjurkan pasien untuk
traksi (pen, kawat, Membranes menggunakan pakaian

sekrup) Kriteria Hasil : yang longgar


§  Integritas kulit yang§  Hindari kerutan padaa
baik bisa tempat tidur
dipertahankan §  Jaga kebersihan kulit
§  Melaporkan adanya agar tetap bersih dan
gangguan sensasi atau kering
nyeri pada daerah§  Mobilisasi pasien
kulit yang mengalami (ubah posisi pasien)
gangguan setiap dua jam sekali
§  Menunjukkan §  Monitor kulit akan
pemahaman dalam adanya kemerahan
proses perbaikan kulit§  Oleskan lotion atau
dan mencegah minyak/baby oil pada
terjadinya sedera derah yang tertekan
berulang §  Monitor aktivitas dan
§  Mampumelindungi mobilisasi pasien
kulit dan§  Monitor status nutrisi
mempertahankan pasien
kelembaban kulit dan§  Memandikan pasien
perawatan alami dengan sabun dan air
hangat

Daftar Pustaka

Arif Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

NANDA NIC-NOC 2013

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

https://www.academia.edu/9501952/LAPORAN_PENDAHULUAN_GAWAT_DARURAT

Anda mungkin juga menyukai