Laporan Pendahuluan KGD
Laporan Pendahuluan KGD
Disusun Oleh :
2020207209207
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya
dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan
korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan
putri, 2013).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dismpulkan fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau ganggauan kontinuitas tulang
rawan yang disebabkan oleh ruda paksa
B. Etiologi
1. Trauma: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dengan posisi berdiri
atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
2. Patalog: Akibat metastase dari tumor
3. Degenerasi: Proses kemunduran fisiologis dari jaringan
4. Spontan: Terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat
C. Klasifikasi Fraktur
1. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah tulang,
luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.
Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar yaitu:
- Patah tulang tertutup
- Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk
kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang terbuka dibagi
menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.
D. Manifestasi Klinik
1. Riwayat Trauma
2. Nyeri pembengkakan dan nyeri tekan pada daerah fraktur
3. Deformitas
4. Hilangnya fungsi anggota badan
5. Gerakan gerakan abnormal
6. Krepitasi
E. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
F. Patofisiologis
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada
tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan
perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke
dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-
endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada
syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur
pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif untuk memulihkan
krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat
tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi
dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan
asam laknat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya
berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine
triphosphat) tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi
mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan
struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel
. juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi
interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup,
plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur
yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
1. WOC/Pathway
Fraktur
Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer
I. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara
lain:
1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,
thoraks, pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak, Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat
menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung –
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan
yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
c) Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement
otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs
atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan
d) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan
tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
e) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
f) Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis
tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan
Bare, 2001).
2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan
Wilson, 2006).
F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan
reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur
direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik,
dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemnadirian dan
harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang
yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati
dan reorganisai.
G. Pengkajian
1. Pengkajian
a) Identifikasi Pasien
b) Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Pengkajian Primer
• Airways
• Breathing
• Circulation
b) Pengkajian Sekunder
• Dada
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas :
Psikologis :
Cemas
Denial
Depresi
Pemeriksaan Penunjang
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi).
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
4. Resiko Infeksi b/d trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)
5. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIANGOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
DAN
KOLABORASI
1 Nyeri akut b/d NOC NIC
spasme otot, gerakan v Pain Level, Pain Management
fragmen tulang, v Pain control, § Lakukan
edema, cedera v Comfort level pengkajian nyeri
jaringan lunak, Kriteria Hasil : secara komprehensif
pemasangan traksi, § Mampu termasuk lokasi,
stress/ansietas, luka mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
operasi. (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, mampu dan faktor presipitasi
menggunakan tehnik § Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari § Gunakan teknik
bantuan) komunikasi
§ Melaporkan terapeutik untuk
bahwa nyeri mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri § Evaluasi
§ Mampu mengenali pengalaman nyeri
nyeri (skala, masa lampau
intensitas, frekuensi § Evaluasi bersama
dan tanda nyeri) pasien dan tim
§ Menyatakan rasa kesehatan lain
nyaman setelah nyeri tentang
berkurang ketidakefektifan
§ Tanda vital dalam kontrol nyeri masa
rentang normal lampau
§ Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
§ Kurangi faktor
presipitasi nyeri
§ Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
§ Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
§ Tingkatkan
istirahat
§ Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
§ Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Daftar Pustaka
Arif Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
https://www.academia.edu/9501952/LAPORAN_PENDAHULUAN_GAWAT_DARURAT