Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Nefrolitiasis


2.1.1 Anatomi Sistem Urologi (Ginjal)

Gambar 2.1 Anatomi sistem urologi Sumber


: Koes. 2012

Menurut Mary Baradero (2012:2) ginjal terletak dibelakang


peritoneum parietal (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen
posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal dan
vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal
kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang
dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada
sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif Muttaqin,
2011:3). Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua
(Syaifuddin, 2012:237). Tarwoto (2011:314) menjelaskan ginjal
disokong oleh jaringan adipose dan jaringan

7
8

penyokong yang disebut fasia gerota serta di bungkus oleh kapsul


ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh darah,
dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki
satu juta nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan
juksta medular. Delapan puluh lima persen dari semua nefron terdiri
atas nefron kortikal, sedangkan 15% terdiri atas nefron
jukstamedular. Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai dengan
letak glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron kortikal berperan
dalam konsentarsi dan difusi urine. Struktur urine yang berkaitan
dengan proses pembentukan urine adalah korpus, tubulus renal,
tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri dari glomerulus dan kapsula
bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal
terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus
kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi
dan sekresi dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat
sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine (Mary Baradero,
2012:5). Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di korteks
renal sebelah dalam dekat medulla (Arif Muttaqin, 2011:5).

2.1.1.1 Bagian – Bagian dalam Ginjal


Menurut Tarwoto (2012:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
a. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah
fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas
nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua
glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah
menuju korteks

.
b. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting
yang disebut pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18
buah.
c. Pelvis
9

Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang


kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai
lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks mayor dan
dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis
ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal.

2.1.1.2 Fungsi Ginjal :


Menurut Syaifuddin (2012:237) ginjal memilki beberapa
fungsi, yaitu:
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air
dalam tubuh akan di ekskresikan oleh ginjal sebagai
urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine
yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih
pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relative normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma
(keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat
pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan
(diare, muntah) ginjal akan meningkatkan/mengurangi
ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl, dan
fosfat).
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.
Menurut Tarwoto (2012:318) Pengendalian asam basa
oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin atau
basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat
dalam urin.
d. Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin)
zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal
menyekresikan hormon renin yang berperan penting
mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
10

aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai


peranan penting untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi
kolekalsiferol(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk
mengabsorbsi ion kalsium di usus.

2.1.1.3 Aliran darah di Ginjal dan Persarafan Ginjal Menurut


Arif Muttaqin (2011:6) ginjal menerima sekitar 1.200 ml
darah per menit atau 21 % dari curah jantung. Aliran darah
yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat
secara terus-menerus menyesuaikan komposisi darah.
Dengan menyesuaikan komposisi darah, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan
pH serta membuang produk-produk metabolisme urea.
Syaifuddin (2014:239) menjelaskan ginjal mendapat darah
dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria
renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi
arteri arkuata. Arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal
bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalangumpalan
yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat
yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan
pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis mauk ke vena kava
inferior.

2.1.1.4 Persyarafan Ginjal


Menurut Syaifuddin (2012:240) ginjal mendapatkan
persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal. Diatas ginjal ini terdapat kelenjar
suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu
11

yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormone


adrenalin dan hormon kortison.

2.1.1.5 Proses Pembentukan Urin


Menurut Syaifuddin (2012:239) ada 3 tahap dalam
pembentukan urine, yaitu : a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen
lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi
penyerapan darah. Sedangkan bagian yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri
dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll,
yang diteruskan ke tubulus ginjal.

b. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila
diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian
bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal
dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada
tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya
diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

2.1.1.6 Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang
berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam
kandung kemih (Arif Muttaqin, 2011:17). Panjangnya 25-30
12

cm dengan diameter 6mm. berjalan mulai dari pelvis renal


setinggi lumbal ke 2 (Tarwoto, 2012:323).
Menurut Syaifuddin (2012:241) lapisan dinding ureter terdiri
dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran
urine, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang
bertujuan untuk mendorong mengeluarkan sumbatan
tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan
sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai
dengan irama peristaltik ureter (Arif Muttaqin, 2011:17).
Menurut Arif Muttaqin (2011:17) kedua ureter merupakan
kelanjutan dari pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam
kandung kemih, khususnya ke area yang disebut trigon.
Trigon adalah area segitiga yang terdiri atas lapisan
membran mukus yang dapat berfungsi sebagai katup
untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter ketika
kandung kemih berkontraksi (Mary Baradero, 2011:5).
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor
di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya ureter
berjalan secara obliquesepanjang beberapa sentimeter
menembus kandung kemih yang disebut dengan ureter
intramural.

2.1.1.7 Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )


Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme
miksi/berkemih (Arif Muttaqin, 2011:18).
Menurut Tarwoto (2012:325) kapasitas maksimum kandung
kemih pada oran dewasa sekitar 300-450 ml, dan anak-anak
antara 50-200 ml. Pada laki-laki kandung kemih berada
dibelakang simpisis pubis dan didepan rektum, pada wanita
kandung kemih berada dibawah uterus dan didepan vagina.
13

Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan pada saraf


aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor
yang mendorong terbukanya leher kandung kemih, sehingga
terjadi proses miksi. Fungsi utama dari ginjal adalah
menampung urin dari ureter dan kemudian dikeluarkan
melalui uretra. Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan
jaringan, yaitu:
a. Lapisan paling dalam adalah mukosa yang menghasilkan
mukus.
b. Lapisan submukosa adalah lapisan otot polos yang satu
sama lain membentuk sudut disebut otot detrusor.
c. Lapisan paling luar adalah serosa.

2.1.1.8 Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
keluar. Uretra pada pria panjang uretra ± 20 cm, sedangkan
pada perempuan panjangnya ± 3-4 cm (Syaifuddin,
2012:246). Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan
keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada
pria. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta
sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior (Arif Muttaqin, 2011:20). Adanya
sfingter uretra interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol. Pada pria
saluran ini juga berfungsi sebagai tempat menyalurkan air
mani (Tarwoto,2012:327).
2.1.1.9 Fisiologi Sistem Urologi ( Ginjal )
Menurut Tarwoto (2011:326) urine diproduksi oleh ginjal
sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi antara 0,5-20
ml/menit. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan
frekwensi peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan
frekwensi. Banyaknya aliran urine pada uretra di pengaruhi
oleh adanya obstruksi Karena konstriksi ureter dan juga
14

kontriksi arterior afferen yang berakibat pada penurunan


produksi urine, demikian juga pada adanya obstruksi ureter
karena batu.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis , baik
sensorik maupun motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi dari otot detrusor. Normalnya spinter
interna pada leher kandung kemih berkontraksi. Sedangkan
spinter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter),
dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf
somatik.
Menurut Syaifuddin (2012:247) kontrol volunter ini hanya
mungkin bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih
uretra, medulla spinalis dan otak, bila tidak maka terjadi
inkontinensia urine.

2.1.2 Pengertian Nefrolitiasis


Nefrolitiasi adalah batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran –
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi
dari substansi ekskresi di dalam urin. (Nursalam,2011).
Nefrolitiasis adalah batu yang di temukan di dalam ginjal, yang
merupakan pengkristalan mineral yang mengelingi zat organik,
misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu
kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium, fosfat dan asam urat. (Mary baradero,2012). Nefrolitasis
merupkan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal. (Arif
Muttaqin,2011).
Dari berbagai definisi diatas dapat di simpulkan bahwa nefrolitiasis
adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan karena
terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada
bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan
proses perkemihan.
15

Jenis – jenis Nefrolitiasis (Arimurti,2013) :


a. Batu kalsium
Sekitar 75 samapai 85 % dari nefrolitiasis adalah kalsium. Batu ini
biasanya kombinasi dari kalsium dan oksalat, timbul jika
kandungan zat itu terlalu banyak urin, selain itu jumlah berlebihan
vitamin D, menyebabkan tubuh terlalu banyak menyerap kalsium.
b. Batu asam uric
Batu ini terbentuk dari asam uric, produk sampingan dari
metabolisme.
c. Batu struvite
Mayoritas ditemukan pada wanita, batu struvite biasanya di
akibatkan infeksi saluran kencing kronis, disebabkan bakteri. Batu
ini jka membesar akan menyebabkan kerusakan serius pada ginjal.
d. Batu cystine
Batu ini mewakili sekitar 1 % dari batu ginjal. Di temukan pada
orang dengan kelainan genetik, sehingga ginjal kelebihan jumlah
asam amino.

Sedangkan jenis – jenis Nefrolitiasis (Ahmad Fauzi,2016) :


a. Batu kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal.
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor –
faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
b. Hiperkalsium
Terbagi menjadi hiperkasiuri absortif, hiperkalsiuri renal, dan
hiperkalsiuri resortif. Hiperkalsiuru absorbtif terjadi karena
adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus,
hperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan
kemampuan reaborbsi kalsium melalui tubulus ginjal dan
hiperkalsiuri resortif terjadi karena adanya peningkatan
resorpsi kalsium tulang.
c. Hiperoksaluri
Merupakan ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram
perhari.
Hiperurikosuria
d. Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 80 mg/24 jam.
16

Hipositraturia
e. Sifat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat sedikit.
f. Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab
tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus
yang di ikuti gangguan malabsorbsi.
g. Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
h. Batu Asam Urat
Biasanya di derita pada pasien – pasien penyakit gout,
penyakit meloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik
seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
i. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triameteran, dan batu silikat
sangat jarang dijumpai.

2.1.3 Etiologi
Menurut (kartika S.W,2013) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu ginjal, yaitu :
2.1.3.1 Faktor dari dalam (Intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih
banyak pada usia 30 – 50 tahun, dan jenis kelamin laki – laki
lebih banyak dari pada perempuan.
2.1.3.2 Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu,
asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air
yang di minum kurang), diet banyak purin, oksalat, (teh, kopi,
minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam),
kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan
pekerjaan (kurang bergerak).
2.1.3.3 Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran
kencing.
17

2.1.3.4 Stasis obstruksi urin, adanya obstruksi dan stasis urin akan
mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
2.1.3.5 Suhu, Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya
pengeluaran keringat sedangkan asupan air kurang dan
tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan
insiden batu saluran kemih.
2.1.3.6 Idiopatik (Arif Muttaqin,2011)

2.1.4 Manifestasi klinis


Menurut Buku Nanda Nic-Noc, 2013 adalah:
2.1.4.1 Nyeri pinggang
2.1.4.2 Retensi urine menurun
2.1.4.3 Jika terjadi infeksi bisa terjadi demam / menggigil.
2.1.4.4 Nausea dan vomiting
2.1.4.5 Hematuria kalau batu tersebut menimbulkan abrasi ureter
2.1.4.6 Distensi abdomen
2.1.4.7 Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal
yang tinggal satu-satunya dimilki oleh pasien (Kowalak.
2012).
Menurut Smeltzer (2011) menjelaskan Keluhan yang
disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan
penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tandatanda
gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan
demam/menggigil. beberapa gambaran klinis nefrolitiasis.
Batu, terutama yang kecil (ureter), bisa tidak menimbulkan
gejala.Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri
di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri
punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik
renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang,
yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah
dalam.
18

Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut


menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air
kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama
ketika batu melewati ureter.
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu
menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam
air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga
terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal,
menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
(Corwin, 2011).

2.1.5 Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang
kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang
metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali
atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat
jenuh. Namun, jika konsenstrasinya di bawah rentang metastabil.
Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan
dalam batu ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium
fosfat atau magnesium-aminium fosfat (sekitar 30%), asam urat atau
garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau sistin (<5%).
Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena kristal yang
telah terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan
memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh
karena itu, totalnya adalah >100%). Pada peningkatan filtrasi dan
ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi
di dalam plasma.
Hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di
usus dan mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan
PTH atau kalsitriol. Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan
metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan
absorpsinya di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang
berlebih, sintesis batu yang meningkat, atau peningkatan pemecahan
19

purin. Batu xantin dapat terjadi jika pembentukan purin sangat


meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat dihambat.
Namun, xantin lebih mudah larut dari pada asam urat sehingga batu
xantin lebih jarang ditemukan. Gangguan reabsorpsi ginjal
merupakan penyebab yang sering dari peningkatan ekskresi ginjal
pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Konsentrasi ca2+ didalam darah dipertahankan melalui absorpsi di
usus dan mobilisasi mineral tulang, sementara konsentrasi sistin
dipertahankan dengan mengurangi pemecahanya. Pelepasan ADH
(pada situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi, kondisi
stress, dan lainnya) menyebabkan peningkatan konsentrasi zat
pembentuk batu melalui peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan
beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat mudah larut dalam
urine yang asam, tetapi sukar larut pada urine yang alkalis. Fosfat
baru biasanya hanya ditemukan pada urine yang alkanis. Sebaliknya,
asam urat (garam asam urat) lebih mudah larut jika terdisosiasi
daripada yang tidak terdisosiasi, dan asam urat baru lebih cepat
terbentuk pada urine yang asam.
Jika pembentukan NH3 berkurang, urine harus lebih asam untuk
dapat mengeluarkan asam, dan hal ini meningkatkan pembentukan
batu garam asam urat. Faktor lain yang juga penting adalah berapa
lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk tetap berada di dalam
urine yang sangat jenuh. Lama waktu bergantung pada diuresis dan
kondisi aliran dari saluran kemih bagian bawah, misalnya dapat
menyebabkan kristal menjadi terperangkap.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua
kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa
sehingga di sebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu ginjal. Batu yang tidak
terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises
dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih.
20

Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar
spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di
ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan
obstruksi kronis berupa hidronefrosis.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistern pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan hidroureter
dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis,
dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks
yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik,
abses paranefrik, ataupun pielonefritis.
Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika
mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.
Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan
pada klien dengan adanya berbagai respons obstruksi, infeksi, dan
peradangan (Muttaqin & Sari , 2014: 108).
Berdasarkan tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi.
Tiga faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, defisiensi
inhibitor, dan produksi matrik protein. Pada umumnya kristal
tumbuh melalui adanya supersaturasi urin. Proses pembentukan dari
agresi menjadi partikel yang lebih besar, diantara partikel ini ada
yang bergerak ke bawah melalui saluran kencing hingga pada lumen
yang sempit dan berkembang membentuk batu. Renal kalkuli
merupakan tipe kristal dan dapat merupakan gabungan dari beberapa
tipe. Sekitar 80% batu saluran kencing mengandung kalsium fosfat
dan kalsium oksalat (Suharyanto & Madjid, 2012: 152).
21

2.1.6 Pathway Nefrolitiasis

3.2 Gambar patway Nefrolitiasis


Sumber : Muttaqin dan Sarri (2014).
22

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan
diagnosa nefrolitiasis, yaitu
2.1.7.1 Urin
2.1.7.1.1 PH lebih dari 7,6.

2.1.7.1.2 Sendiment sel darah merh lebih dari 90 %.

2.1.7.1.3 Biakan urin.

2.1.7.1.4 Ekskresi kalsium fosfor, asam urat.


2.1.7.2 Darah
2.1.7.2.1 Hb turun.
2.1.7.2.2 Leukositosis.
2.1.7.2.3 Urium kreatinin.
2.1.7.2.4 Kalsium, fosfor, asam urat.
2.1.7.3. Radiologi
2.1.7.3.1 Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan
besar batu.
2.1.7.3.2 USG abdomen.
2.1.7.3.3 PIV (Pielografi Intravena).
2.1.7.3.4 Sistoskopi (Marry Baradero, 2011).

2.1.8 Penatalaksanaan medis


2.1.8.1 Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau
melarutkan batu yang dapat di larutkan adalah batu asam
urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik
berusaha untuk menghilangkan rasa nyeri. Selain itu dapat
diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari
dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hari.
2.1.8.2 Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan
nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde
ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefroslitotripsi.
Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dlakukan
adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave
23

Lithothripsy) adalah tindakan memech batu ginjal dari luar


tubuh dengan menggunakan gelombang batu kejut.
2.1.8.3 Tindakan bedah.
bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat
gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah
merupakan model utama. Namun demikian saat ini bedah
dilakukan hanya 1 – 2 % pasien. Intervensi bedah di
indikasikan jika batu tersebut tidak merespon terhadap bentuk
penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki
drainase urin. Jnis pembedahan yang dilakukan antara lain :
a. Pielolititomi
Jika berada di dalam ginjal.
b. Nefrolithomi/nefrektomi
Jika batu terletak di dalam ginjal.
c. Ureterolitotomi
Jika batu berada dalam ureter.
d. Sistolitotomi
Jika batu berada di kandung kemih.

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan Batu Ginjal


2.2.1 Pengkajian keperawatan batu ginjal adalah:
2.2.1.1 Aktifitas /istirahat
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan
apakah klien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas,
misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera
pada medula spinalis.
2.2.1.2 Sirkulasi
24

Kaji terjadinya peningkatan tekanan darah nadi, yang


disebabkan nyeri, ansietas atau gagal ginjal. Daerah perifer
apakah teraba hangat, merah atau pucat. Eliminasi kaji
adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa
terbakar saat BAK. Keinginan/dorongan ingin berkemih
terus, oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola
berkemih.
2.2.1.3 Makanan/cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi
purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan
pemasukan cairan, terjadi distensi abdominal, penurunan
bising usus.
2.2.1.4 Nyeri/kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung
pada lokasi batu misalnya pada panggul di region sudut kosta
vertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun
ke lipat paha, genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan
kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri khas adalah
nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri
tekan pada area ginjal pada palpasi.

2.2.1.5 Keamanan
Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam
atau menggigil.
2.2.1.6 Riwayat penyakit
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga,
penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat
penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi,
natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebih kalsium atau vitamin D (Haryono, 2013:
2.2.1.7 Pemeriksaan Fisik Fokus
25

Menurut Arif Muttaqin (2016:113) pada pemeriksaan fokus


didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik.
Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.

a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya
hematuri, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri
kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa.
Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit
akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan
didapatkan respon nyeri.

2.2.2 Diagnosa keperawatan batu ginjal: (Pre Operasi)


2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (Massa pada
abdomen), peregangan dari terminal saraf sekunder dari
adanya batu pada ginjal.
2.2.2.2 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan berhubungan
dengan obstuksi ginjal, sering BAK, hematuria sekunder dari
iritasi saluran kemih.
2.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan mual, muntah efek sekunder dari
nyeri kolik.
2.2.2.4 Kecemasan berhubungan prognosis pembedahan, tindakan
invasif diagnostik.
2.2.2.5 Pemenuhan informasi berhubungan rencana pembedahan,
tindakan diagnostik invasif, perencanaan pulang (Muttaqin &
Sari, 2014: 114).
(Post Operasi)
26

2.2.2.6 Nyeri akut berhubungan dengan post pembedahan (agen


injuri:mekanik).
2.2.2.7 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
2.2.2.8 Resiko Intregritas kuit

2.2.3 Rencana keperawatan (Pre operasi)


2.2.3.1 Nyeri akut berhubungan aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya
batu pada ginjal.
Tujuan : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang sampai
menghilang.
a. Kaji tanda – tanda vital.
Rasional : Dengan munculnya sensasi nyeri maka akan
mempengarungi keadaan umum pasien.

b. Kaji skala nyeri (PQRST).


Rasional : Intensitas nyeri dapat di pengaruhi oleh luka
post operasi sehingga perlu di ketahui untuk menilai
tingkatan, lokasi dan kualitas nyeri.
c. Atur posisi pasien keposisi nyaman.
Rasional : Posisi nyaman dapat mengalihkankan
perasaan pasien dengan posisi nyaman rasa nyeri dapat
terkurangi/teralihkan.
d. Lakukan masase sekitar nyeri.
Rasional: meningkatkan kelancaran suplai darah untuk
menurunkan iskemia.
e. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi jika
nyeri muncul.
Rasional: meningkatkan asupan o2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dan pengalihan perhatian
dapat menurunkan stimulus internal peningkatan
produksi endofin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
27

f. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri dan


menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.

2.2.3.2 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi


ginjal, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran
kemih.
Tujuan : Dapat berkemih dengan tujuan yang cukup dan tidak
teraba distensi berlebihan pada kandung kemih.
e. Kaji pola berkemih, warna urine dan catat produksi
urine.
Rasional: mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
dengan frekuensi miksi.
f. Dorong klien untuk berkemih tiap 3 jam.
Rasional : Meminimalkan retensi urine, distensi
berlebihan pada kandung kemih
g. Dorong klien untuk minum 2.000 cc/hari
Rasional: membantu mempertahankan fungsi ginjal,
pemberian air secara oral adalah pilihan terbaik untuk
mendukung aliran darah renal dan untuk membilas
bakteri dari traktus urinarius
h. Hindari minum kopi, teh, dan alkohol.
Rasional: menurunkan iritasi dengan menghindari
minuman yang bersifat mengiritasi saluran kemih.
i. Kolaborasi pemberian medikamentosa.
Rasional: terapi medikamentosa ditujukan untuk batu
yang ukurannya kurang dari 5 mm karena diharapkan
batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
28

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran


urine dengan pemberian diuretikum dan minuman
banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih.
j. Kolaborasi tindakan extracorporeal
shockwave lithotripsy (ESWL).
Rasional: alat ini memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui
tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan
perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
k. Kolaborasi tindakan endourologi.
Rasional: tindakan endourologi adalah tindakan invasif
minimal untuk mengeluarkan batu sauran kemih yang
terdiri atas memecah batu dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit. Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidrautik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser.
l. Kolaborasi tindakan pembedahan terbuka.
Rasional: bedah terbuka pada kondisi klien yang
mengalmai batu ginjal dilakukan atas pertimbagnan
medis, dimana belum tersedianya fasilitas untuk
pelaksanaan bedah ESWL atau adanya pertimbangan
adanya komplikasi secara klinis yang diharuskan untuk
penatalaksanaan dengan pembedahan terbuka.

2.2.3.3 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan mual, muntah efek sekunder dari
nyeri kolik.
Tujuan : Menunjukan nutrisi yang adekuat.
29

a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan


derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral,
kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
Rasional: memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
b. Fasilitas klien memperoleh diet biasa yang disukai klien
(sesuai indikasi).
Rasional: memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki asupan nutrisi.
c. Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat
badan secara periodik (sekali seminggu).
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi
dan dukungan cairan. Makanan dan cairan tidak diijinkan
melalui mulut selama beberapa jam atau beberapa hari
sampai gejala akut berkurang. Bila makanan diberikan,
adanya gejala yang menunjukkan berulangnya episode
gastritis dievaluasi dan dilaporkan.
d. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi
atau pemeriksaan peroral.
Rasional: menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan
atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.
e. Fasilitasi klien memperoleh diet sesuai indikasi dan
anjurkan menghindari asupan dari agen iritan.
Rasional: intake minuman mengandung kafein dihindari
karena kafein merupakan stimulan sistem saraf pusat
yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi
pepsin. Pengunaan alkohol juga dihindari, demikian juga
merokok karena nikotin akan mengurangi sekresi
bikarbonat pankreas dan karena menghambat netralisasi
asam lambung dalam duodenum. Nikotin juga
meningkatkan stimulasi parasimpatis yang meningkatkan
aktivitas otot dalam usus dan dapat menimbulkan mual
dan muntah.
30

f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi


dan jenis diet yang tepat.
Rasional: merencanakan diet dengan kandungan nutrisi
yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik klien.
g. Kolaborasi untuk pemberian anti-muntah
Rasional: meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan
meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan
peroral.

2.2.3.4 Kecemasan (ansietas) berhubungan prognosis pembedahan,


tindakan invasif diagnostik.
Tujuan : Skala cemas berkurang sampai menghilang.
a. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah,
kehilangan, dan takut.
Rasional: cemas berkelanjutan memberikan dampak
serangan jantung selanjutnya.
b. Beri dukungan prabedah.
Rasional: hubungan emosional yang baik antara perawat
dan klien akan memengaruhi penerimaan klien dengan
pembedahan aktif mendengar semua kekhawatiran dan
prihatian klien adalah bagian penting dari evaluasi
praoperatif. Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau
kejadian pascaoperatif yang diharapkan akan
menghilangkan banyak ketakutan tak berdasar terhadap
anestesi. Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah
suatu peristiwa hidup yang bermakna.

c. Hindari konfrontasi.
Rasional: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
31

d. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.


Rasional: mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
perlu.
e. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
ansietasnya.
Rasional: dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
f. Kolaborasi berikan anticemas contohnya diazepam
Rasional: meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.

2.2.3.5 Pemenuhan informasi berhubungan rencana pembedahan,


tindakan diagnostik invasif, perencanaan pulang.
Tujuan : Klien mengerti akan prosedur tindakan.
2.2 Kaji tingkat pengetahuan, sumber informasi yang telah
diterima.
Rasional: menjadi dasar untuk memberikan pendidikan
kesehatan dan mengklarifikasikasi sumber yang tidak
jelas.
2.3 Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif.
Rasional: kurang bijaksana bila memberitahukan klien
dan keluarganya tentang lamanya waktu tindakan ESWL
dan operasi yang akan dijalani. Penundaan yang tidak
diantisipasi dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila
klien tidak kembali pada waktu yang diharapkan,
keluarga akan menjadi sangat cemas, anggota keluarga
harus menunggu dalam ruangan tunggu bedah untuk
mendapat berita yang terbaru dari staf.
2.4 Program instruksi yang didasarkan pada kebutuhan
individu direncanakan dan diimplementasikan pada
waktu yang tepat.
Rasional: jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa hari
sebelum tindakan ESWL dan pembedahan, klien
mungkin tidak ingat tentang apa yang telah dikatakan.
Jika instruksi diberikan terlalu dekat dengan waktu
32

pembedahan, klien mungkin tidak dapat berkonsentrasi


atau belajar karena ansietas atau efek dari medikasi
praanestesi.
2.5 Persiapan administasi dan informed consent.
Rasional: pada banyak lembaga, perawat harus
mendokumentasikan daftar seluruh alat prostese atau
barang-barang pribadi termasuk perhiasan dan
menyimpannya sesuai dengan kebijakan lembaga.
Perawat juga boleh memberikan protese dan perhiasan
pada anggota keluarga. Klien sudah menyelesaikan
administrasi dan mengetahui secara finansial biaya
pembedahan. Klien sudah mendapatkan penjelasan dan
menandatangani informed consent.
2.6 Ajarkan latihan batuk efektif dan gunakan bantal agar
mengurangi nyeri.
Rasional: tujuan dalam meningkatkan batuk adalah untuk
memobilisasi sekresi sehingga dapat dikeluarkan. Ketika
dilakukan napas dalam sebelum batuk, refleks batuk
dirangsang. Jika klien tidak dapat batuk secara efektif,
pneumonia hipostatik, dan komplikasi paru lainnya dapat
terjadi. Bila akan dilakukan insisi abdomen atau toraks,
perawat memperagakan bagian insisi dapat disokong
sehingga tekanan diminimalkan dan nyeri terkontrol.
2.7 Beritahu keluarga klien dan keluarga kapan klien sudah
bisa dikunjungi.
Rasional: klien akan mendapatkan manfaat bila
mengetahui kapan keluarganya dan temannya dapat berkunjung
setelah pembedahan (Muttaqin & Sari, 2014:
114-121).

2.2.3.6 Nyeri akut berhubungan dengan post pembedahan (agen


injuri:mekanik.
Tujuan : Menunjukan skala nyeri berkurang sampai
menghilang.
a. Kaji tanda – tanda vital
33

Rasional : Rasa nyeri dapat mempengaruhi keadaan


umum pasien.
b. Kaji skala nyeri (PQRST).
Rasional : Menentukan penyebab, kualitas, daerah, Skala
dan waktu munclnya nyeri.
c. Atur posisi pasien ke posisi nyaman.
Rasional : Posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri.
d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri muncul.
Rasional: meningkatkan asupan o2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dan pengalihan perhatian
dapat menurunkan stimulus internal peningkatan
produksi endofin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.

e. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.


Rasional : Istirahat/tidur yang optimal dapat membuat
metabolisme pada tubuh menjadi baik. Sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan luka/nyeri.
f. Kolaborasi pemberian analgetik.
g. Rasional: analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.

2.2.3.7 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.


Tujuan :
a. Awasi tanda – tanda resiko infeksi.
Rasional : Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
abses, peritonitis.
b. Observasi tanda – tanda vital.
Rasional : Timbulnya tanda dan gejala infeksi dapat
menyebabkan perubahan pada keadaan umum pasien.
34

Sehingga diperlukan pantauan tanda-tanda vital dan


keadaan umum.
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik sterelisasi
Rasional : Pada pasien yang mengalami post
pembedahan rawan sekali terjadinya infeksi jika tidak
diperhatikan. Sehingga teknik sterilasasi pada daerah
luka harus diperhatikan.
d. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan jika kontak
dengan pasien dan menjaga kebersihan pada daerah luka
bedah pasien.
Rasional : Pada daerah post operasi rawan terjadi infeksi
jika tidak memperhatikan kebersihan pada daerah luka
post operasi.

e. Kolaborasi pemberian antibiotik.


Rasional : Antibiotik berguna mencegah kuman dan
organisme yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi.

2.2.3.8 Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


interupsi mekanis pada kulit jaringan.
Tujuan :
a. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional : Menurunnya cairan menandakan adanya
evolusi dari proses penyembuhan, apabila pengeluaran
cairan terus – menerus atau adanya eksudat yang bau
menunjukkan terjadinya komplikasi (Misalnya
pembentukkan fistula, perdarahan, infeksi).
b. Observasi luka secara teratur, catat karakteristik luka dan
integritas kulit.
Rasional : Pengenalan akan adanya kegagalan proses
penyembuhan luka berkembangnya komplikasi secara
dini dapat menceagah terjadinya kondisi yang lebih
serius.
c. Beri penguatan pada balutan awal/pergantian sesuai
indikasi gunakan teknik aseptik yang ketat.
35

Rasional: Lindungi luka dan perlukaan mekanis dan


kontaminasi, mencegah akumulasi caairan yang dapat
menyebabkan ekskoriasi.
d. Anjurkan pasien tidak memakai pakaian yang kentat.
Rasional : Tekanan pada daerah luka dapat menyebabkan
suhu pada luka panas, Suhu panas pada luka
menyebabkan infeksi pada luka bedah.(Purnomo,2011).

2.2.4 Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2010:174) Evaluasi keperawatan adalah suatu
proses menentukan nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2010:175) ada 3 komponen
penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :
2.2.4.1 Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang
konstan dengan melihat respons klien terhadap intervensi
keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil yang
diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang
dari rumah sakit/sembuh.
2.2.4.2 Modifikasi rencana keperawatan
2.2.4.3 Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat
penting dalam memodifikasi rencana keperawatan. Apabila
telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air,
makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat
yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar
belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan
kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
2.2.4.4 Penghentian pelayanan
2.2.4.5 Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang
lebih luas telah terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan
dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi
pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi.
36

Apabila penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian


pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam mengatasi
masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif.
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan
analisis perawat terhadap respons klien pada saat pelaksanaan
asuhan keperawatan atau sesudahnya.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi
sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien
atau adanya masalah baru.
1. Nyeri akut teratasi
2. Kekurangan volume cairan teratasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi.
4. Kecemasan (ansietas).
5. Pemenuhan informasi teratasi.
(Post Operasi)
6. Nyeri akut teratasi.
7. Resiko infeksi teratasi.
8. Resiko Intregritas kuit teratasi

Anda mungkin juga menyukai