Nefrolitiasis (Batu Ginjal)
Nefrolitiasis (Batu Ginjal)
TINJAUAN TEORITIS
7
8
.
b. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting
yang disebut pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18
buah.
c. Pelvis
9
b. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila
diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian
bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal
dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada
tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya
diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
2.1.1.6 Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang
berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam
kandung kemih (Arif Muttaqin, 2011:17). Panjangnya 25-30
12
2.1.1.8 Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
keluar. Uretra pada pria panjang uretra ± 20 cm, sedangkan
pada perempuan panjangnya ± 3-4 cm (Syaifuddin,
2012:246). Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan
keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada
pria. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta
sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior (Arif Muttaqin, 2011:20). Adanya
sfingter uretra interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol. Pada pria
saluran ini juga berfungsi sebagai tempat menyalurkan air
mani (Tarwoto,2012:327).
2.1.1.9 Fisiologi Sistem Urologi ( Ginjal )
Menurut Tarwoto (2011:326) urine diproduksi oleh ginjal
sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi antara 0,5-20
ml/menit. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan
frekwensi peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan
frekwensi. Banyaknya aliran urine pada uretra di pengaruhi
oleh adanya obstruksi Karena konstriksi ureter dan juga
14
Hipositraturia
e. Sifat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat sedikit.
f. Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab
tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus
yang di ikuti gangguan malabsorbsi.
g. Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
h. Batu Asam Urat
Biasanya di derita pada pasien – pasien penyakit gout,
penyakit meloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik
seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
i. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triameteran, dan batu silikat
sangat jarang dijumpai.
2.1.3 Etiologi
Menurut (kartika S.W,2013) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu ginjal, yaitu :
2.1.3.1 Faktor dari dalam (Intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih
banyak pada usia 30 – 50 tahun, dan jenis kelamin laki – laki
lebih banyak dari pada perempuan.
2.1.3.2 Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu,
asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air
yang di minum kurang), diet banyak purin, oksalat, (teh, kopi,
minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam),
kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan
pekerjaan (kurang bergerak).
2.1.3.3 Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran
kencing.
17
2.1.3.4 Stasis obstruksi urin, adanya obstruksi dan stasis urin akan
mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
2.1.3.5 Suhu, Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya
pengeluaran keringat sedangkan asupan air kurang dan
tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan
insiden batu saluran kemih.
2.1.3.6 Idiopatik (Arif Muttaqin,2011)
2.1.5 Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang
kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang
metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali
atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat
jenuh. Namun, jika konsenstrasinya di bawah rentang metastabil.
Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan
dalam batu ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium
fosfat atau magnesium-aminium fosfat (sekitar 30%), asam urat atau
garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau sistin (<5%).
Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena kristal yang
telah terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan
memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh
karena itu, totalnya adalah >100%). Pada peningkatan filtrasi dan
ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi
di dalam plasma.
Hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di
usus dan mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan
PTH atau kalsitriol. Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan
metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan
absorpsinya di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang
berlebih, sintesis batu yang meningkat, atau peningkatan pemecahan
19
Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar
spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di
ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan
obstruksi kronis berupa hidronefrosis.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistern pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan hidroureter
dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis,
dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks
yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik,
abses paranefrik, ataupun pielonefritis.
Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika
mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.
Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan
pada klien dengan adanya berbagai respons obstruksi, infeksi, dan
peradangan (Muttaqin & Sari , 2014: 108).
Berdasarkan tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi.
Tiga faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, defisiensi
inhibitor, dan produksi matrik protein. Pada umumnya kristal
tumbuh melalui adanya supersaturasi urin. Proses pembentukan dari
agresi menjadi partikel yang lebih besar, diantara partikel ini ada
yang bergerak ke bawah melalui saluran kencing hingga pada lumen
yang sempit dan berkembang membentuk batu. Renal kalkuli
merupakan tipe kristal dan dapat merupakan gabungan dari beberapa
tipe. Sekitar 80% batu saluran kencing mengandung kalsium fosfat
dan kalsium oksalat (Suharyanto & Madjid, 2012: 152).
21
2.2.1.5 Keamanan
Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam
atau menggigil.
2.2.1.6 Riwayat penyakit
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga,
penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat
penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi,
natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebih kalsium atau vitamin D (Haryono, 2013:
2.2.1.7 Pemeriksaan Fisik Fokus
25
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya
hematuri, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri
kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa.
Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit
akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan
didapatkan respon nyeri.
c. Hindari konfrontasi.
Rasional: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
31
2.2.4 Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2010:174) Evaluasi keperawatan adalah suatu
proses menentukan nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2010:175) ada 3 komponen
penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :
2.2.4.1 Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang
konstan dengan melihat respons klien terhadap intervensi
keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil yang
diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang
dari rumah sakit/sembuh.
2.2.4.2 Modifikasi rencana keperawatan
2.2.4.3 Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat
penting dalam memodifikasi rencana keperawatan. Apabila
telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air,
makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat
yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar
belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan
kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
2.2.4.4 Penghentian pelayanan
2.2.4.5 Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang
lebih luas telah terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan
dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi
pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi.
36