Anda di halaman 1dari 2

Term of Reference

POLITIK UANG DALAM PILKADA


DALAM PERSPEKTIF AGAMA, HUKUM, DAN SOSIAL

A. Pendahuluan
Praktik money politic atau politik uang berpotensi meningkat pada Pilkada 2020 karena
digelar di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, kepala daerah yang akan maju kembali
dalam pilkada rawan menyalahgunakan kewenangan. Kondisi pandemi ini telah
mengakibatkan ekonomi kurang baik, maka potensi money politic bisa tinggi dibanding
kondisi pada pilkada-pilkada sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas
masyarakat mengaku mau menerima vote buying atau jual beli suara atau politik uang
saat gelaran pilkada. Dari 440 responden, sebanyak 60 persen responden mengaku
bersedia jika hak suaranya dibeli peserta pilkada dengan nominal tertentu.
Bila dalam suasana normal, modus politik uang dapat berupa pembagian uang,
pembagian sembako, dan pembagian voucher. Maka dalam kondisi Covid-19, modus
politik uang bisa saja dalam bentuk pemberian bantuan alat kesehatan, alat pelindung
diri (APD), maupun bantuan sosial (bansos) lainnya.
Terkait dengan politik uang, ada regulasi yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang Pilkada. Meskipun sama dalam bentuk UU, namun di antara kedua regulasi
tersebut terdapat perbedaan dalam soal larangan politik uang. Larangan tindakan politik
uang lebih tegas di UU Pilkada. Pertama, dalam UU Pemilu, unsur yang dilarang
bergantung pada tahapan pilkada yang sedang berlangsung. Sedangkan, dalam UU
Pilkada, ketentuan unsur yang dilarang itu setiap orang, jadi tidak dibedakan antara tim
kampanye dan calon kepala daerah. Di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 unsurnya jelas
setiap orang. Jadi siapapun bisa kena dugaan politik uang. jadi tidak mengenal tahapan
kampanye, masa tenang maupun pada hari H pemungutan. Kedua, dalam UU Pemilu
sanksi dikenakan kepada pemberi uang atau materi. Sedangkan, dalam UU Pilkada,
sanksi dijatuhi kepada kedua belah pihak, yakni pemberi dan penerima.
Secara hukum, tindakan politik uang juga harus memenuhi unsur mengajak pemilih
untuk memilih kandidat calon kepala daerah yang bersangkutan sesuai ketentuan
undang-undang. Sehingga dapat dibedakan antara sedekah dan politik uang.
Permasalahan politik uang yang masih marak terjadi di lapangan tentu bukan hanya
tugas Bawaslu, KPU, dan apparat untuk mencegahnya, melainkan juga tanggung jawab
partai politik, ormas keagamaan, dan masyarakat. Semua mempunyai tanggung jawab
untuk mencegahnya. Bawaslu dan KPU sebagai penyelenggara pemilu tentu
mempunyai tugas besar. Kepolisian sebagai aparat penegak hukum juga mempunyai
tugas melakukan pengamanan pelaksanaan Pilkada, termasuk mengamankan dan
mencegah politik uang. Partai politik pun demikian. Dari aspek hukum dan
kelembagaan penegakan hukum masih terdapat banyak celah yang memungkinkan
terjadinya praktek politik uang. Regulasi soal larangan politik uang yang tidak diatur
rigid dalam undang-undang karena bergantung pada kepentingan pembuat aturan itu
sendiri. Setiap pengaturan dan larangan itu tentunya menyasar peserta pilkada atau
pemilu, termasuk partai politik. Sementara, pembuat undang-undang itu sendiri
merupakan anggota partai politik. Masyarakat sebagai target operasi politik uang dari
para kandidat juga mempunyai tugas yang tak ringan. Apabila masyarakat menyatakan
tidak mau menerima misalnya serangan fajar, maka budaya tersebut harusnya tertanam
di masyarakat dengan secara berjamaah menolak segala praktik money politic.
Berangkat dari paparan di atas, Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama (KAUB)
MUI Pusat bermaksud menyelenggarakan Diskusi Politik dengan tema Politik Uang
dalam Pilkada Perspektif Agama, Hukum, dan Sosial.

B. Tema
Politik Uang dalam Pilkada Perspektif Agama, Hukum, dan Sosial

C. Tujuan
1. Menghimpun masukan dari beragama elemen masyarakat terkait dengan praktek
politik uang dalam Pilkada 2020.
2. Membuat Rekomendasi dan Maklumat yang berisikan penolakan terhadap praktek
politik uang dalam segala bentuknya.

D. Pembicara
1. Tahu
2. Tempe
3. Kedelai
Moderator :
Embuh

E. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari/tanggal :
Tempat : Online

F. Pelaksana
Komisi KAUB MUI Pusat

G. Peserta
1. Perwakilan ormas Islam
2. Perwakilan ormas agama-agama lain.

H. Penutup
Demikian term of reference ini dibuat sebagai pertimbangan untuk mensukseskan acara
ini.

Anda mungkin juga menyukai