Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT, AGAMA, ETIKA, DAN HUKUM

Tugas Mata Kuliah


Etika Bisnis dan Profesi

Oleh:
Qurrotul Kharisma
190810301028
Meilinda Rafika Sari
190810301068
Mochammad Firdaus
190810301077

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi
Universitas Jember
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai manusia, kerap kali mempertanyakan segala hal yang terjadi


terhadap diri sendiri atau lingkungan sekitar. Terkadang manusia juga
merenungkan keseluruhan hal yang mendasar dan spekulatif yang terjadi didunia
ini. Oleh karena itu, secara sadar maupun tidak manusia telah berpikir filsafat
untuk membedah pikiran-pikiran tersebut. Pemikiran yang menghubungkan ilmu
pengetahuan dengan ilmu pengetahuan lainnya ini memungkinkan manusia untuk
berpikir lebih reflektif dan sistematis. Cara berpikir spekulatif juga memberikan
manusia pandangan terhadap apa yang telah dimengerti dan apa yang belum
dimengerti.

Selain berpikir secara filsafat, manusia juga dapat membedah pikiran-


pikiran sesuai dengan hakikat agama yang dianut. Agama inilah yang akan
membantu manusia menjalani kehidupan dengan tertib dan baik, sama halnya
seperti pedoman hidup. Namun, pedoman yang dimaksud bukanlah pedoman
yang berasal dari manusia, tetapi merupakan petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Manusia yang memahami filsafat ketuhanan akan menyadari betapa semua yang
terjadi di dunia adalah bentuk dari eksistensi Tuhan.

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan dengan sebaik-


baiknya bentuk. Salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk lainnya yaitu
manusia diberikan akala tau pikiran yang memungkinkan manusia membedakan
yang benar dan yang salah. Setelah manusia memahami bagaimana eksistensi
Tuhan terhadap alam semesta, maka manusia akan senantiasa menjalani
kehidupan dengan benar sesuai dengan hukum yang diatur oleh agamanya.
Namun, semua agama sejatinya mengajarkan kebenaran, berperilaku etis, dan
berbagai hal baik lainnya. Tidak ada satu agamapun di dunia ini yang mengajarkan
tentang keburukan atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa hakikat filsafat, agama, dan etika?
2. Bagaimana hubungan antara agama, etika, dan nilai?
3. Seperti apa konsep pembangunan manusia?

1.3 TUJUAN
1. Mengerti dan memahami hakikat filsafat, agama, dan etika
2. Memahami hubungan antara agama, etika, dan nilai
3. Mengetahui konsep pembangunan manusia

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Filsafat


Kata Filsafat berasal dari dua kata yunani phlio yang berarti cinta dan
sophia yang berarti bijaksana. Dengan demikian philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan. (fuad farid ismail dan abdul hamid mutawalli 2003).
Sifat yang menyeluruh, sangat mendasar, dan spekulatif merupakan karaktereristik
utama berpikir filsafat. Mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran
tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan
dari perspektif bidang perbidang, atau sepotong-sepotong merupakan arti dari
sifatnya yang menyeluruh. Menurut Suriasumantri pokok utaa permasalahan yang
dikaji filsafat mencakup tiga segi yaitu:
1. Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika)
2. Mana yang dianggap baik dan dianggap buruk (etika)
3. Apa yang dianggap indah dan apa yang dianggap jelek (estetika)
Kemudian sifatnya yang mendasar maksudnya filsafat tidak begitu saja percaya
bahwa ilmu adalah benar. Sifat yang spekulatif adalah filsafat selalu ingin mencari
jawaban bukan saja pada suatu hal yang sudah diketahui tetapi juga pada suatu
hal yang belum di ketahui.
Objek filsafat bersifat universal dan mencakup segala sesuatu yang dialami
manusia. (Theo Hujibers dalam Abdulkadir Muhammad, 2006) menjelaskan filsafat
sebagai kegiatan intelektual yang metodis, sistematis dan secara reflektif
menangkap makna hakiki dari keseluruhan yang ada. Abdulkadir Muhammad
menjelaskan dengan melihat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kegiatan intelektual (pemikiran)
b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi)
c. Segala fakta dengan gejala (objek)
d. Dengan cara refleksi, metodis dan sistematis (metode)
e. Untuk kebahagian manusia (tujuan)
Perbedaan filsafat dengan ilmu adalah sebagai berikut:

No Aspek Filsafat Ilmu


1 Ontologis Segala sesuatu yang Segala sesuatu yang
bersifat fisik dan nonfisik, bersifat fisik dan yang
baik yang dapat di rekam dapat di rekam
melalui indra maupun melalui indra.
yang tidak
2 Epistemologis Pendekatanyang bersifat Pendekatan ilmiah,
reflektif atau rasional- menggunakan
dedukatif pendekatan dedukatif
dan indukatif secara
saling melengkapi.
3. Aksiologis Sangat abstrak bermanfaat Sangat konkret,
tetapi tidaksecara langsung langsung dapat
bagi umat manusia. dimanfaaatkan bagi
kepentingan umat
manusia.

2.2 Hakikat Agama


Dibawah ini beberapa kutipan mengenai pengertian dan definisi tentang
agama:

Agus M.Harjana (2005) megutip pengertian agama dari Ensiklopedi Indonesia


karangan Hassan Shadily. Agama berasal dari bahasa sansekerta: A yang berarti
tidak, gam berarti pergi, dan a berartibersifat atau keadaan. Jadi istilah agama
dapat diartikan: bersifat tidak pergi, tetap lestari, kekal dan tidak berubah. Dengan
demikian agama adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai
hidup kekal.

Fuad Fahri Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa agama
merupakan satu bentuk terhadap ketetapan ketetapan Ilahi yang mengarahkan
mereka yang berakal dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi
tersebut kepada kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup di akhirat.

Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu (a)


menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain
dan lebih dari pada apa yang dialami oleh manusia, dan (b) apa yang diisyaratkan
Allah dengan perantara paranabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta
petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.

Rumusan pengertian agama berdasarkan unsur-unsur penting sebagai berikut :


a. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transdental
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Berisi pedoman dalam bertingkah laku
c. Untuk kebahagian hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Dalam pengertian ber agama mencakup unsur-unsur utama sebagai berikut:


a. Ada kitab suci.
b. Kitab yang di tulis oleh nabi berdasarkan wahyu dari Tuhan.
c. Ada suatu lembaga yang membina dan menuntun manusia, dan menafsirkan
kitab suci bagi kepentingan umatnya.
Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang:
a. Taqwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.
b. Susila, moral, atau etika.
c. Ritual upacarupacara atau tata cara beribadat.
d. Tujuan agama.

2.3 Hakikat Etika


Etiaka berasal dari kata yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti tempat
tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat watak persaaan, sikap dan cara
berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Etika sama
dengan moral.
a. Etika secara etimologi diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup
yang baika dan yang buruk (kanter 2001).
b. Menurut lawrence weber dan post (2005) etika adalah suatu konsepsi
tentang prilaku yang benar dan salah. Etika menjelaskan prilaku bermoral
atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang
fundamental.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa etika:
a. Etika sebagai praktis sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam
kelompok atau masyarakat.
b. Etika sebagai suatu ilmu atau tata susila adalah pemikiran/penilain moral.
Bisa mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas
bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Ilmu etika dapat mencoba
merumuskan suatu teori, konsep, asas atau prinsip-prinsip tentang perilaku
manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut
dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik itu sangat
bermanfaat, dan sebagainya.
2.4 Hakikat Nilai
Nilai merupakan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai,
diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat menjadi objek kepentingan
tertentu (Desi Kusuma : 2007). Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli
(2003) merumuskan nilai sebagai standar atau ukuran norma yang kita gunakan
untuk mengukur segala sesuatu. Berdasarkan jenisnya, ada berbagai macam
hukum nilai antara lain nilai materialistis (harta), nilai kesehatan, nilai ideal
(keadilan dan kesetiaan), serta nilai sosiologis (kesuksesan). Dalam Capra (2002),
Sorokin mengelompokkan tiga sistem nilai dasar antara lain nilai indrawi (materi),
ideasional (alam spiritual), dan idealistis (perpaduan).
Max Scheller dalam bukunya yang berjudul Der Formalisme in der Ethik
und die Materiale Wertethik (Suseno: 2006) mengungkapkan bahwa anggapan
Immanuel Kant tentang hakikat moralitas terdiri atas kehendak untuk memenuhi
kewajiban tidaklah tepat, bukan hanya tentang pemenuhan kewajiban, melainkan
realisasi nilai adalah inti dari tindakan moral. Nilai-nilai bersifat material dan apriori.
Perbedaan antara nilai dan apa yang bernilai atau realitas harus jelas. Menangkap
nilai bukan dari pikiran, tetapi dari perasaan intensional. Ada 4 nilai gugus mandiri
antara lain gugus nilai sekitar yang enak dan tidak enak, gugus nilai sekitar yang
luhur dan hina, gugus nilai rohani, dn gugus nilai tertinggi (kudus). Gugus ketiga
dan keempat tidak mempunyai acuan pada perasaan fisik disekitar tubuh. Tiga
macam rohani antara lain nilai estetik, nilai benar dan tidak benar, dan nilai
kebenaran murni. Corak kepribadian ditentukan oleh nilai dominan.

2.5 Hubungan Agama, Etika, dan Nilai


Manusia merupakan makhluk yang memiliki derajat tertinggi sebab memiliki
kelebihan akal atau pikiran yang diberikan tuhan kepada manusia sehingga
manusia mampu memperoleh ilmu atau pengetahuan tentang hakikat keberadaan
atau duniawi melalui proses penalaran serta mampu menyadari adanya kekuatan
tak terbatas di luar dirinya yang mampu menciptakan dan mengatur eksistensi
alam raya.
Melalui kitab sucinya, semua agama mengajari tentang 3 hal pokok, yaitu
hakikat Tuhan, etika, tata Susila, dan tata cara beribadah. Agama dan etika tidak
dapat dipisahkan, semua agama tentu saja mengajarkan etika atau moralitas hidup
yang juga menjadi dasar kualitas keimanan seorang hamba. Tingkat kayakinan
seorang hamba terhadap tuhannya dan moralitas menentukan hierarki nilai
kehidupan semua agama. Nilai kehidupan duniawi hanya menjadi tujuan
sementara yang menjadi media pendukung untuk mencapai nilai tertinggi
kehidupan.
2.6 Hukum Etika dan Etiket
Persamaan dan Perbedaan Hukum, Etika, dan Etiket
Persamaan antara hukum, etika, dan etiket adalah ketiganya sama-sama
mengatur perilaku manusia. Sedangkan perbedaan antara hukum, etika, dan
etiket, meliputi:
1. Berdasarkan Sumbernya, hukum bersumber dari negara dan pemerintah
sedangkan etika bersumber dari masyarakat, dan jika etiket bersumber dari
golongan masyarakat.
2. Berdasarkan Sifat Pengaturan, hukum bersifat tertulis yaitu berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain. Jika etika, sifat pengaturannya
ada yang lisan yaitu berupa adat istiadat dan ada juga yang bersifat tertulis
berupa kode etik. Sedangkan etiket bersifat lisan.
3. Berdasarkan Obyek yang Diatur, hukum bersifat lahiriah contohnya hukum
warisan, hukum tata negara, dan hukum agraria dan juga hukum bersifat
rohaniah contohnya hukum pidana. Apabila etika, obyek yang diatur bersifat
rohaniah misalnya perilaku etis seperti, jujur, bertanggung jawab, disiplin dan
perilaku tidak etis seperti korupsi, berzina, dan mencuri. Sedangkan etiket
bersifat lahiriah misalnya, tata cara menerima tamu, tata cara berbicara dengan
orang tua, tata cara berpakaian baik untuk sekolah, berpesta, pertemuan resmi,
atau bahkan saat berduka, dan lain sebagainya.

2.7 Paradigma Manusia Utuh


Perlunya pemahaman terhadap berbagai konsep penting yang terkait
dengan pembangunan manusia seutuhnya sebelum membahas bagaimana model
paradigma pembangunan manusia seutuhnya. Berikut berbagai konsep tersebut:
1. Karakter dan Kepribadian
Karakter dan kepribadian sudah tidak asing lagi dalam ilmu psikologi. Keduanya
memiliki definisi yang hampir sama namun banyak pakar psikolog yang
memberikan definisi keduanya secara berbeda. Secara garis besar, karakter
adalah potensi yang dimiliki seseorang yang mencakup pengembangan fisik,
pikiran, dan jiwa atau roh. Karakter dapat dibentuk, diubah, dan dipelajari
melalui pendidikan dan pelatihan serta pengalaman hidup. Saat karakter yang
dimiliki sesuai dengan tuntutan kenyataan maka seseorang atau karakter
tersebut dapat merubah nasibnya. Karakter merupakan bagian dari kepribadian.
Sedangkan kepribadian adalah kejiwaan seseorang yang didapat dari keturunan
dan pendidikan, serta lingkungan.
2. Kecerdasan, Karakter, dan Etika
Ada tiga jenis golongan etika dengan tiga jenis karakter di masing-masing
golongan etika tersebut. Pertama, golongan Psiko Etika yakni menyangkut
masalah manusia dengan dirinya sendiri dan karakternya meliputi, rasa sabar,
syukur, tawaduk. Kedua, Sosio Etika yakni menyangkut masalah manusia
dengan orang lain dan alam, karakternya meliputi husnuzan, amanah, dan
silaturahmi. Ketiga, Teo Etika yakni menyangkut masalah manusia dengan
Tuhan dan karakternya meliputi tawakal, ikhlas, dan takwa. Sedangkan
pembagian kecerdasan yaitu ada 4 yang terdiri dari PQ, IQ, EQ, dan SQ. PQ
dan IQ ini termasuk kedalam golongan Psiko Etika, EQ termasuk golongan
Sosio Etika, sedangkan SQ termasuk golongan Teo Etika.
3. Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh
Dalam membangun manusia yang berkarakter perlu adanya pengembangan
kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap 4 jenis kecerdasan manusia
yakni tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa (SQ). Sedangkan kunci
pembangunan karakter adalah pada integritas. Integritas tidak hanya sekadar
jujur, tetapi juga pada sikap konsistensi dan berkonstruksi kukuh. Hal ini agar
manusia memahami kodratnya sebagai manusia yang utuh atau paradigma
pribadi utuh.
4. Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual
Hal yang penting sebagai langkah kongkrit dalam membangun manusia
berkarakter yaitu bagaimana cara kita dalam melakukan proses transformasi diri
untuk mencapai karakter kesadaran spiritual. Karena ilmu yang dikaji
kebanyakan belum mengarah pada kesadaran spiritual melalui pendekatan
rasional. Seperti contoh pada ilmu psikologi yang mengkaji hanya pada batas
lapisan pikiran (mental/emosional). Sedangkan ilmu agama hanya sebatas
menjalankan praktik berbagai ritual sehingga kurang mengedepankan proses
nalar, pengamalan, dan pengalaman langsung melalui refleksi diri. Sehingga
kesadaran spiritualnya masih rendah.
5. Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak
Suatu keterampilan untuk mengatur gelombang otak yang sesuai dengan
aktivitasnya untuk mencapai hasil optimal disebut olah pikir. Gelombang otak
dapat diukur menggunakan Elektroensefalogram (EEG). Gelombang otak
terbagi menjadi 4 golongan. Pertama, Beta (14-100 Hz) merupakan gelombang
otak yang paling aktif sehingga menyebabkan timbul rasa cemas, khawatir,
gelisah, dan sejenisnya. Kedua, Alpha (8-13,9 Hz) merupakan golongan
gelombang otak dengan tujuan membangun karakter positif seperti tenang,
sabar, ikhlas, dan lainnya. Ketiga, Theta (4-7,9 Hz) dengan ciri-ciri kreatif, nurani
bawah sadar, sangat khusyuk. Sedangkan yang terakhir yaitu Delta (0,1-3,9 Hz)
dengan ciri-ciri tidak ada pikiran dan perasaan.
Model Pembangunan Manusia Utuh
Model tentang hakikat keberadaan manusia dapat dijelaskan menjadi dua macam,
yang pertama paradigma tidak utuh (paradigma materialisme) dan paradigma
manusia utuh. Paradigma tidak utuh hanya mengembangkan kecerdasan IQ dan
kesehatan fisik tanpa memperhatikan EQ dan SQ. Paradigma ini sering
menimbulkan masalah berupa ketidakbahagiaan karena manusia hanya mengejar
kesenangan duniawi saja. Sedangkan paradigma manusia utuh, mereka mampu
menyeimbangkan keempat macam kecerdasan seperti IQ, EQ, SQ, PQ, dan juga
kesehatan fisik. Sehingga bisa memunculkan karakter positif.
Model Paradigma Materialisme
Makanan Enak & Olahraga -> PQ Sehat -> Kaya/Tidak Bahagia
IPTEK -> IQ Tinggi -> Ego Tinggi
EQ & SQ Tidak Dikembangkan -> EQ & SQ Rendah -> Tidak Percaya Tuhan,
Sombong, Benci
Dari model diatas dapat ditarik garis besarnya yaitu sama-sama menghasilkan
karakter yang negatif. Mereka hanya fokus pada pengembangan IQ dan PQ atau
fisiknya sehingga melupakan pengembangan EQ dan SQ. Hal ini menyebabkan
mereka bertindak tidak etis pada kehidupan sehari-hari dan memunculkan
berbagai masalah seperti korupsi, anarkisme, kejahatan, dll.
Model Paradigma Manusia Utuh
Makanan Enak & Olahraga -> PQ Sehat Fisik -> Kebahagiaan
IPTEK -> IQ Tinggi-> Psiko Etika (Sabar, Syukur, Berilmu)
Meditasi, Zikir, Retreat -> EQ Tinggi -> Sosio Etika (Baik sangka, Silaturahmi,
Amanah)
Agama -> SQ Tinggi -> Teo Etika (Tawakal, Takwa, Ikhlas)
Dari model diatas dapat disimpulkan bahwa jika kita dapat menyeimbangkan
keempat kecerdasan yakni pengembangan pada lapisan fisik, intelektual,
emosional, dan spiritual akan memunculkan karakter positif. Sehingga karakter ini
akan mempengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang. Jadi sikap tidak etis dapat
dihilangkan dengan cara menyeimbangkan 4 kecerdasan tersebut.
BAB 3
KESIMPULAN
REFERENSI

Agoes, S. dan Ardana, C. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. Rev ed. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai