sindrom pernapasan akut (SARS) .1-4 Coronavirus novel 2019 (2019nCoV) ini ditemukan di
Wuhan, Cina pada Desember 2019, diakui WHO tanggal 12 Januari 2020 dan menyebabkan
Pasien pada awal infeksi corona virus mengalami gejala ringan, dyspnea setelah satu minggu dan
dapat menjadi gagal napas akut, sindrom gangguan pernapasan akut, asidosis metabolik,
koagulopati, dan syok septik pada tingkat yang parah. Pada pasien ringan, dilakukan isolasi
mandiri dan pengobatan simptomatik. Perawatan di ICU dan rumah sakit diperlukan apabila
(https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.02.10.20021584v1.full.pdf)
Respon sel T sitotoksik yang membunuh sel yang terinfeksi menyebabkan peningkatan
jumlah dan fungsi sel T dan berpengaruh pada kesembuhan pasien.8 CD8 + dan sel T sitotoksik
(CTLs) mensekresi perforin, granzymes, dan IFN-γ sedangkan, CD4 + sel T helper (th)
membantu sel T sitotoksik dan sel B 13,14. Kelelahan pada sel T membuat produksi dan
fungsinya berkurang. 15,16 Badai sitokin merupakan reaksi inflamasi berlebihan di mana sitokin
dihasilkan secara cepat dan banyak pada infeksi mikroba. Fenomena inilah yang penting pada
terjadinya sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dan sindrom disfungsi organ ganda
(MODS). 17, 18 Huang C et al. menunjukkan bahwa tingkat IL-2, IL-7, IL-10, TNF-α, G-CSF,
IP-10, MCP-1 dan MIP-1A secara signifikan lebih tinggi pada pasien COVID-19.4 Sekresi
sitokin termasuk TNF-α, IL-6 dan IL-10 juga meningkat pada pasien COVID-19. Jumlah sel T
Total, CD4 + dan CD8 + T sel yang secara negatif berkorelasi dengan tingkat TNF-α, IL-6 dan
IL-10, masing-masing (gambar 2B), menunjukkan sitokin ini mempromosikan penurunan sel T
di COVID-19 pasien. TNF-α adalah sitokin pro-inflamasi yang dapat mempromosikan apoptosis
sel T melalui berinteraksi dengan reseptor, TNFR1, ekspresi yang meningkat dalam sel T usia.
23, 24 B (file:///D:/stase%20hema%202/2020.02.18.20024364v1.full.pdf)