Anda di halaman 1dari 42

EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI PADA PRODUKSI

TEPUNG KACANG HIJAU

MUTHIARINI DWI DHAMAYANTHY

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Efektivitas


Sanitasi pada Produksi Tepung Kacang Hijau” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Muthiarini Dwi Dhamayanthy


NIM F24120112
ABSTRAK
MUTHIARINI DWI DHAMAYANTHY. Evaluasi efektivitas sanitasi pada
produksi tepung kacang hijau. Dibimbing oleh BUDI NURTAMA dan
LUSLIDIANTO GANDAWIJAYA

PT. XYZ dalam memproduksi tepung kacang hijau harus memenuhi syarat
keamanan produk, sehingga diperlukan penerapan program sanitasi yang memadai.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas proses sanitasi, mencari
sumber rekontaminasi produk penyebab mutu mikrobiologis melebihi standar dan
merumuskan tindakan perbaikan terhadap hasil evaluasi. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan delapan aspek kunci SSOP
(Sanitation Standard Operating Procedures) dengan cukup baik, hanya dua aspek
kunci yang belum dilakukan dengan baik diantaranya kebersihan permukaan yang
kontak dengan pangan dan pencegahan kontaminasi silang. Berdasarkan hasil
evaluasi proses sanitasi pekerja, lingkungan dan peralatan, masih diperlukan
peningkatan efektivitas untuk sanitasi peralatan. Hal ini diperkirakan disebabkan
oleh petugas yang mengerjakan proses pembersihan dan sanitasi berbeda setiap
minggunya atau penggunaan konsentrasi desinfektan A yang belum dapat
mengurangi mikroba cemaran TPC dan koliform. Setelah dilakukan tindakan
perbaikan berupa penggantian desinfektan A (2000 ppm) dengan desinfektan B
(5000 ppm) dan petugas diberi pengarahan sebelum proses pembersihan dan
sanitasi, maka hasil uji sanitasi peralatan yang melebihi standar dapat menurun
sehingga berdampak pada menurunnya reject tepung kacang hijau yang dihasilkan
walaupun reject produk berdasarkan cemaran koliform masih perlu diperhatikan.

Kata kunci: evaluasi, sanitasi, SSOP, reject


ABSTRACT

MUTHIARINI DWI DHAMAYANTHY. The evaluation of sanitation


effectiveness on mung bean powder production. Supervised by BUDI
NURTAMA and LUSLIDIANTO GANDAWIJAYA

PT. XYZ has to comply product safety requirements in producing mung


bean powder; so it needs to apply adequate sanitation programs. The objectives of
this research are to evaluate the effectiveness of sanitation process, to find the
sources of product recontamination which causes microbiological quality exceed
the standards and to formulate the corrective actions for those results. The results
showed the company has implemented eight key aspects SSOP pretty well, while
two key aspects have not been carried out properly which are cleanliness of food
contact surfaces and prevention of cross contamination. Sanitation process for
workers and the environment also have been quite effectively done. However,
equipment sanitation should be improved. It might be caused by personal
management in the cleaning and sanitizing process or the concentration of
disinfectant A unable to reduce microbial TPC and coliform contamination. The
corrective actions such as replacing disinfectant A (2000 ppm) with disinfectant B
(5000 ppm) and giving the workers a briefing before cleaning and sanitizing
process, resulted in an improvement of equipment sanitation. The trial test showed
that the rejection of mung bean powder has decreased, while the rejected products
based on coliform contamination remains to be seen.

Keyword : evaluation, sanitation, SSOP, reject


EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI PADA PRODUKSI
TEPUNG KACANG HIJAU

MUTHIARINI DWI DHAMAYANTHY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2016 di PT. XYZ
ialah “Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Produksi Tepung Kacang Hijau”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Nurtama, MAgr dan
Bapak Luslidianto Gandawijaya, SSi selaku pembimbing, Ibu Diana Eka Purwanti,
STP dan Bapak Edi Purnomo yang telah memberi bimbingan dan saran, serta Ibu
Prof Dr Ir Winiati Pudji Rahayu, MS selaku dosen penguji. Selain itu, terima
kasih penulis sampaikan kepada Bapak Wiropo Indra yang telah mengizinkan
penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT. XYZ, Bapak Yudhi Karistian,
ST beserta staf laboratorium dan Bapak Argan Caesar Budiatmaja, SGz beserta
staf quality control field mung bean powder yang telah membantu penulis dalam
pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu,
kakak dan teman-teman, atas doa, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2016

Muthiarini Dwi Dhamayanthy


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan 2
Manfaat 2
PROFIL PERUSAHAAN 2
Sejarah, Visi dan Misi Perusahaan 2
Lokasi Perusahaan 2
Struktur Organisasi 2
Sumber Daya Manusia 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3
Bahan dan Alat 3
Metode 3
Peninjauan tingkat penerapan SSOP 4
Evaluasi efektivitas proses sanitasi 4
Tindakan perbaikan 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Peninjauan Tingkat Penerapan SSOP 9
Evaluasi Efektivitas Proses Sanitasi 10
Tindakan Perbaikan 18
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 32
vi

DAFTAR TABEL
1 Syarat mutu tepung kacang hijau 7
2 Batas maksimum jenis cemaran mikroba pada tepung kacang hijau 8
3 Rata-rata diameter zona daya hambat desinfektan A dan B terhadap
bakteri Escherichia coli ATCC 25922 16
4 Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri 16

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir kegiatan penelitian 4
2 Persentase reject tepung kacang hijau Oktober 2015 – Februari 2016 7
3 Skema keputusan penolakan atau penerimaan tepung kacang hijau
berdasarkan analisis cemaran mikroba produk di PT. XYZ 9
4 Frekuensi reject tepung kacang hijau Oktober 2015 - Februari 2016 9
5 Densitas mikroba ruangan output dan grinding saat awal produksi pada
22 Februari – 25 April 2016 11
6 Jumlah mikroba cemaran kapang hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016 11
7 Jumlah mikroba cemaran khamir hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016 12
8 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan setelah proses
pembersihan pada 20Februari - 25 April 2016 12
9 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan sebelum
proses produksi pada 20 Februari – 25 April 2016 13
10 Jumlah mikroba cemaran koliform hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016 13
11 Jumlah mikroba cemaran koliform hasil swab alat pengolahan sebelum
proses produksi pada 20 Februari – 25 April 2016 14
12 Jumlah mikroba cemaran TPC, khamir, koliform dan Staphylococcus
aureus hasil swab pekerja pada 22 Februari – 25 April 2016 15
13 Jumlah mikroba cemaran khamir hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 30 April – 17 Mei 2016 18
14 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan pada 30 April
– 17 Mei 2016 19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir proses pembuatan tepung kacang hijau 24
2 Evaluasi penerapan SSOP pada produksi tepung kacang hijau di PT.
XYZ 25
3 Layout ruang produksi tepung kacang hijau PT. XYZ 28
4 Hasil pengolahan ANOVA dengan SPSS 22.0 29
5 Hasil pengolahan paired samples T-test dengan SPSS 22.0 30
6 Hasil pengolahan nonparametric tests related samples dengan SPSS 22.0 31
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang hijau merupakan kacang-kacangan dengan kandungan protein


berkisar antara 24-28% dan memiliki total asam amino esensial yang baik
dibandingkan dengan kacang merah, kacang kedelai dan protein referensi
FAO/WHO (Mubarak 2005). PT. XYZ merupakan salah satu produsen yang
memanfaatkan kacang hijau. Setelah kacang hijau melalui proses pemasakan,
pengeringan, penggilingan dan pengayakan dihasilkan tepung kacang hijau yang
kemudian digunakan sebagai komposisi minuman sereal. Sesuai dengan salah satu
visi perusahaan yaitu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan terpercaya,
sudah pasti keamanan produk harus dipenuhi. Keamanan pangan menurut
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 pasal 1 adalah kondisi dan upaya untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
(Sekretariat Negara 2004). Hal mendasar dalam menjamin keamanan produk
pangan adalah program sanitasi yang memadai. Sanitasi pangan adalah upaya
pencegahan kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk
dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat
merusak pangan dan membahayakan manusia (Sekretariat Negara 2004). Sanitasi
di industri pangan meliputi kegiatan aseptik seperti hygiene pekerja, sanitasi
pabrik dan lingkungan pabrik serta persiapan, pengolahan dan pengemasan
produk makanan.
PT. XYZ selama memproduksi tepung kacang hijau telah memenuhi standar
GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operating
Procedures) dan HACCP (Hazzards Analysis and Critical Control Points) serta
telah mendapat sertifikasi ISO 22000:2005. Namun berdasarkan data quality
control perusahaan, masih ditemukan cemaran mikroba pada produk terutama saat
awal produksi. Hal ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya reject produk.
Oleh karena itu, diperlukan evaluasi efektivitas sanitasi yang diterapkan
perusahaan saat ini untuk mengidentifikasi tingkat kesesuaian dan konsistensi
penjaminan mutu mikrobiologis produk awal produksi.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dipelajari dan dianalisis adalah:


1. Efektivitas proses sanitasi meliputi sanitasi peralatan, pekerja dan lingkungan
pada produksi tepung kacang hijau di PT. XYZ
2. Sumber rekontaminasi tepung kacang hijau yang tidak memenuhi standar mutu
mikrobiologis saat awal produksi
3. Perumusan tindakan perbaikan terhadap hasil evaluasi efektivitas proses
sanitasi pada produksi tepung kacang hijau
2

Tujuan

Kegiatan bertujuan mengevaluasi efektivitas proses sanitasi yang dilakukan


serta mencari sumber rekontaminasi tepung kacang hijau yang tidak memenuhi
standar mutu mikrobiologis saat awal produksi. Selain itu, untuk merumuskan
tindakan perbaikan terhadap hasil evaluasi efektivitas proses sanitasi. Dengan
demikian, diharapkan reject produk dapat menurun.

Manfaat

Kegiatan diharapkan menjadi bahan masukan perusahaan untuk mengatasi


permasalahan meningkatnya reject tepung kacang hijau yang tidak memenuhi
standar mutu mikrobiologis melalui rekomendasi tindakan perbaikan atas evaluasi
efektivitas proses sanitasi yang dilakukan.

PROFIL PERUSAHAAN

Sejarah, Visi dan Misi Perusahaan

PT. XYZ didirikan tahun 1977 dengan pabrik pertama berlokasi di


Tangerang dan menjadi perusahaan publik tahun 1990. Perusahaan terdiri dari
beberapa divisi yang menghasilkan produk berbeda namun terintegrasi. Visi
perusahaan adalah menjadi kontributor utama bagi pertumbuhan bisnis,
menghasilkan produk berkualitas tinggi dan memiliki ekuitas merek yang tinggi
serta menjadi organisasi pemasaran yang disegani dan didukung oleh kompetensi
dan infrastruktur solid. Misi perusahaan adalah inovatif dalam menciptakan
permintaan pasar melalui penerapan bisnis modern.

Lokasi Perusahaan

Pabrik PT. XYZ cukup banyak tersebar di Indonesia, salah satunya


berlokasi di Tangerang. Pabrik ini terdiri atas tiga divisi yaitu wafer, coklat dan
health food. Hanya dihasilkan produk akhir berupa tepung kacang hijau untuk
divisi health food.

Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan antar bagian, komponen


dan posisi dalam perusahaan (Stoner 2006), yang dikembangkan untuk menata
unsur-unsur dalam organisasi demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Kusdi
2009). Posisi tertinggi dipegang oleh factory manager (FM). FM dibantu delapan
department head (DH), yaitu Product Development Quality Control (PDQC),
Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA), Production, Warehouse,
Engineering, Production Planning and Inventory Control (PPIC), Continuous
3

Improvement (CI), Internal Relationship and General Affairs (IRGA). DH setiap


divisi dibantu section head (SH) dan setiap SH dibantu unit head (UH).

Sumber Daya Manusia

Karyawan PT. XYZ harus lulus pelatihan GMP-5R (Ringkas, Rapih, Resik,
Rawat, Rajin), attitude, keselamatan dasar dan keamanan pangan. Semua
keterampilan tersebut akan mengembangkan kemampuan dan pengetahuan
karyawan, sehingga ISO 22000 dapat diterapkan dengan baik. Waktu bekerja
adalah enam hari dalam seminggu dengan delapan jam kerja untuk hari Senin
hingga Jumat dan lima jam kerja untuk hari Sabtu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan dilaksanakan di Pabrik PT. XYZ divisi health food Tangerang


yang berlangsung selama 4 bulan (Februari hingga Mei 2016) di bawah
pengawasan Departemen Product Development Quality Control. Waktu aktif
dilakukan setiap hari kerja mulai pukul 08.00 sampai 16.00.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA), media
Potatoes Dextrose Agar (PDA), media Violet Red Bile Glucose Agar (VRBGA),
media chromocult coliform agar, media Mannitol Egg Yolk Polymyxin Agar
(MYPA), media baird parker agar, media Lactose Broth (LB), sodium chloride
bacteriological grade, egg yolk tellurite emulsion, egg yolk emulsion, asam
tartarat, alkohol 70%, Escherichia coli ATCC 25922, desinfektan A, desinfektan
B, air steril dan air. Alat yang digunakan adalah mikropipet, tips, tusuk gigi steril,
labu erlenmeyer 500 mL, gelas piala 50 mL, botol steril, tabung reaksi, tabung
durham, lidi swab steril, cawan petri steril, sudip, magnet stirrer, hot plate, neraca
analitik, inkubator, bunsen, lamin air dan jarum inokulasi.

Metode

Kegiatan terdiri atas peninjauan tingkat penerapan SSOP, evaluasi


efektivitas proses sanitasi (uji efektivitas sanitasi ruangan, uji efektivitas sanitasi
alat pengolahan, uji sanitasi pekerja, uji efektivitas desinfektan dengan metode
sumur, uji mikrobiologis tepung kacang hijau dan uji sanitasi air) dan tindakan
perbaikan. Gambar 1 menunjukkan diagram alir kegiatan yang dilakukan.
4

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian

Peninjauan tingkat penerapan SSOP


Tahapan dimulai dengan pengumpulan data secara langsung mengenai
penerapan SSOP yang diterapkan perusahaan. Kegiatan dilanjutkan dengan
menganalisis temuan aktual di lapangan melalui wawancara langsung untuk
mengumpulkan informasi sesuai dengan keperluan di lapangan.

Evaluasi efektivitas proses sanitasi


Uji efektivitas sanitasi ruangan (Downes dan Ito 2001)
Uji diawali mengisi cawan dengan media PCA dan dibiarkan membeku.
Cawan lalu diletakkan pada ruangan yang ditentukan (ruang output dan grinding)
dan dibiarkan terbuka selama 15 menit. Cawan kemudian ditutup dan diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 35 oC. Perubahan lalu diamati dan dilakukan
perhitungan densitas mikroba.

Uji efektivitas sanitasi alat pengolahan (PHE 2014)


Alat pengolahan yang diamati berjumlah 11 alat. Diagram alir proses
beserta keterangan alat pengolahan yang diamati ditunjukkan oleh Lampiran 1.
Pengamatan dilakukan setelah proses pembersihan (sebelum disanitasi dengan
desinfektan), untuk mengetahui efektivitas proses pembersihan yang dilakukan,
dan sebelum proses produksi berlangsung (setelah disanitasi dengan desinfektan),
untuk mengetahui dan memastikan tidak ada cemaran mikroba pada alat
pengolahan yang akan digunakan. Proses pembersihan dilakukan tiga shift dengan
total waktu lima belas jam. Lima jam pertama untuk membongkar alat dan
membersihkan alat dengan angin atau disebut pembersihan kering. Alat-alat yang
belum menggunakan stainless steel ataupun yang tidak dapat terkena air,
dilakukan proses pembersihan pada periode ini. Lima jam kedua dilakukan proses
pembersihan basah menggunakan air dan mengelapnya dengan kain hingga bersih.
Lima jam terakhir untuk memberikan uap panas, memasang alat, membilas alat
dengan desinfektan A konsentrasi 2000 ppm dan menyekanya dengan alkohol
70%. Setiap pergantian shift dilakukan pengecekan untuk memastikan alat
memenuhi parameter bersih perusahaan.
Uji yang dilakukan menggunakan metode swab diawali membasahi lidi
swab steril dengan memasukkannya ke tabung berisi larutan sodium chloride
bacteriological grade dan menekannya ke dinding atas sambil diputar kemudian
dilakukan swab permukaan alat pada luasan tertentu. Lidi swab tersebut lalu
5

dimasukkan kembali ke tabung. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tiga


cawan masing-masing sebanyak 1 mL. Satu cawan diberi media PCA dan dua
lainnya VRBGA dan PDA. Setelah membeku, cawan diinkubasi selama 48 jam
pada suhu 35-37 oC. Perubahan lalu diamati dan dilakukan perhitungan pada
jumlah koloni yang ada.

Uji sanitasi pekerja (PHE 2014)


Uji menggunakan metode swab pada permukaan tangan, baju dan topi
pekerja yang bertugas di ruang grinding dan output saat awal produksi. Hasil
swab dianalisis nilai TPC, Escherichia coli, koliform dan Staphyloccus aureus.

Uji efektivitas desinfektan dengan metode sumur (Jorgensen dan Ferraro


2009)
Tahapan ini guna mengetahui efektivitas desinfektan yang digunakan untuk
sanitasi alat (desinfektan A 2000 ppm) atau ruang (desinfektan B 5000 ppm). Uji
diawali memasukkan media PCA yang dicampur dengan Escherichia coli ATCC
25922 ke cawan sebanyak 25 hingga 30 mL dan dibiarkan memadat. Lalu, dibuat
delapan lubang dan ditambahkan masing-masing 0.1 mL larutan desinfektan ke
dalamnya. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48 jam.
Perubahan lalu diamati dan dilakukan pengukuran diameter zona daya hambat
yang terbentuk. Hasil pengamatan kemudian dilakukan uji statistik one way
ANOVA dengan SPSS 22.0 dan dilanjutkan dengan Post Hoc Test (Duncan).

Analisis mikrobiologis tepung kacang hijau


Pengamatan dilakukan pada tepung kacang hijau yang dihasilkan dua shift
saat awal produksi. Pengambilan sampel untuk analisis mikrobiologis dilakukan
sebanyak satu kali tiap shift, namun untuk produk yang dihasilkan shift awal
diambil sebanyak dua kali atau disebut turunan 1 (5 zak produk pertama yang
dihasilkan) dan 2. Adanya pembagian turunan 1 dan 2 adalah upaya perusahaan
untuk menurunkan reject produk akibat mutu mikrobiologis yang tidak memenuhi
standar. Tepung kacang hijau dianalisis nilai TPC, kapang dan khamir, koliform,
Escherichia coli serta Bacillus cereus.

Analisis TPC (Maturin dan Peeler 2001)


Uji diawali memasukkan 1 mL suspensi sampel, lalu ditambahkan media
PCA sebanyak 15 mL dan dibiarkan memadat. Lakukan hal serupa pada
pengenceran 10-2 dan 10-3. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 35 oC selama
48 jam. Perubahan lalu diamati dan dilakukan penghitungan jumlah koloni yang
tumbuh (antara 25-250 CFU/g).

Analisis kapang dan khamir (Tournas et al. 2001)


Uji diawali dengan memasukkan 1 mL suspensi sampel lalu ditambahkan
media PDA sebanyak 15 mL dan dibiarkan memadat. Hal serupa pada
pengenceran 10-2 dan 10-3. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 35 oC selama
48 jam. Perubahan lalu diamati dan dilakukan penghitungan jumlah koloni yang
tumbuh (antara 10-150 CFU/g). Koloni kapang berwarna buram, berbulu,
berbentuk datar dan tepi koloni seperti wol, sedangkan koloni khamir berwarna
putih dan licin, tampak cembung, berbau asam dan tepi koloni licin dan rata.
6

Analisis koliform (Blodgett 2010)


Uji dilakukan dengan seri 3 tabung. Pertama-tama dilakukan uji pendugaan
sebagai berikut, 1 mL suspensi sampel dimasukkan ke dalam 9 mL tabung LB
yang berisi tabung durham. Hal serupa dilakukan pada pengenceran 10-2 dan 10-3.
LB tersebut diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 jam dengan memerhatikan
terbentuknya gas dalam tabung durham. Apabila selama hari pengamatan
terbentuk gas maka dilakukan penghitungan dan dilanjutkan ke uji selanjutnya
(Analisis Escherichia coli).

Analisis Escherichia coli (Feng et al. 2002)


Uji diawali dengan memasukkan 1 mL suspensi sampel lalu ditambahkan
media chromocult coliform agar sebanyak 15 mL dan dibiarkan memadat.
Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 35 oC selama 24 jam. Perubahan lalu
diamati dan dilakukan penghitungan jumlah koloni yang tumbuh. Warna biru tua
keunguan adalah Escherichia coli.

Analisis Bacillus cereus (Tallent et al. 2012)


Uji diawali dengan memasukkan 1 mL suspensi sampel lalu ditambahkan
media MYPA yang sudah diberi egg yolk emulsion sebanyak 15 mL dan dibiarkan
memadat. Lakukan hal yang sama pada pengenceran 10 -2 dan 10-3. Selanjutnya,
cawan diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam. Perubahan lalu diamati dan
dilakukan penghitungan jumlah koloni yang tumbuh.

Uji sanitasi air


Analisis ini dilakukan untuk menganalisa mutu mikrobiologis air. Air yang
dilakukan pengujian merupakan air yang digunakan untuk mencuci dan produksi
tepung kacang hijau. Uji sanitasi air meliputi analisis koliform air (Blodgett 2010)
dan analisis Escherichia coli (Feng et al. 2002).

Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan dirancang dan dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi
efektivitas proses sanitasi. Selanjutnya, dilakukan kesenjangan analisis lanjutan
untuk melihat efektivitas tindakan perbaikan. Hasil pengamatan kemudian
dilakukan uji statistik paired samples T-test dengan SPSS 22.0 untuk cemaran
koliform dan nonparametric tests related samples dengan SPSS 22.0 untuk
cemaran Escherichia coli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan dalam 100 g kacang hijau terdiri atas 62.9 g karbohidrat, 1.2 g
lemak, 22.2 g protein, vitamin A, B1 dan C, serta 345 kalori (Nair et al. 2013).
Setelah kacang hijau melalui proses pemasakan, pengeringan, penggilingan dan
pengayakan dihasilkan tepung kacang hijau. Tepung kacang hijau adalah bahan
pangan yang diperoleh dari biji kacang hijau yang dihilangkan kulit arinya dan
diolah menjadi tepung (BSN 1995). Syarat mutu tepung kacang hijau terdapat
pada Tabel 1.
7

Tabel 1 Syarat mutu tepung kacang hijau


No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan : Bau, rasa, warnaa - Normal
2 Benda-benda asing, serangga Tidak boleh ada
dalam betuk stadia dan polong-
-
polongan, jenis pati lain selain
pati kacang hijaua
3 Kehalusana Min. 95
Lolos ayakan 80 mesh % b/b
4 Aira % b/b Maks. 10
5 Serat kasara % b/b Maks. 3
6 Derajat asama ml N Maks. 2
7 Cemaran mikrobiologisb
ALT (30oC, 72 jam) koloni/g 106
APM koliform /g 10
Bacillus cereus koloni/g <104
Kapang dan khamir koloni/g 104
a
(BSN 1995)
b
(BSN 2009)

Periode Oktober sampai Desember 2015, perusahaan mengalami penurunan


reject produk namun pada Desember 2015 sampai Februari 2016 terjadi
peningkatan. Gambar 2 menunjukkan persentase reject produk Oktober 2015
sampai Februari 2016. Peningkatan reject disebabkan oleh mutu mikrobiologis
yang melebihi standar. Tabel 2 menunjukkan perbandingan standar perusahaan
untuk batas maksimum cemaran mikroba pada tepung kacang hijau dengan
standar SNI 7388:2009. Batas maksimum standar perusahaan berada di bawah
standar SNI, kecuali cemaran Bacillus cereus. Hal ini untuk menghasilkan produk
yang berkualitas tinggi. Skema keputusan menolak atau menerima produk
berdasarkan analisis mikrobiologis terdapat pada Gambar 3. Apabila dalam
pengujian pertama tidak memenuhi standar, dilakukan pengujian ulang
menggunakan sampel yang sama untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam
tahap pengujian (FDA 2015).

Gambar 2 Persentase reject tepung kacang hijau Oktober 2015 – Februari 2016
8

Tepung Kacang hijau

Pengambilan sampel

Analisis cemaran mikroba

Analisis TPC Analisis Koliform Analisis Bacillus cereus

Analisis Escherichia coli

Memenuhi standar

Tidak
Analisis cemaran
Terima (Release) mikroba (retest)

Memenuhi standar

Tidak

Terima (Release) Tolak (Reject)

Gambar 3 Skema keputusan penolakan atau penerimaan tepung kacang hijau


berdasarkan analisis cemaran mikroba produk di PT. XYZ
9

Tabel 2 Batas maksimum jenis cemaran mikroba pada tepung kacang hijau
Jenis cemaran Batas maksimum
mikrobiologis SNI 7388:3009a PT. XYZ
TPC 106 koloni/g 105 koloni/g
MPN koliform 10/g 7/g
Bacillus cereus < 104 koloni/g < 104 koloni/g
Kapang dan khamir 104 koloni/g 102 koloni/g
a
BSN 2009

Berdasarkan grafik persentase reject produk Oktober 2015 sampai Februari


2016, dilakukan analisis lanjut untuk melihat produk reject terbanyak dihasilkan
saat hari pertama (awal), hari kedua, ketiga, keempat (pertengahan), atau hari
kelima (terakhir) produksi. Gambar 4 menunjukkan diagram pareto frekuensi
reject produk Oktober 2015 sampai Februari 2016. Diagram pareto menunjukkan
masalah yang banyak tetapi kurang dominan dan masalah yang sedikit tetapi
dominan. Pareto menemukan teori bahwa 80% kondisi diakibatkan oleh 20%
penyebab (Muhandri dan Kadarisman 2012). Terlihat 84.21% peningkatan reject
produk disebabkan oleh tingginya jumlah reject pada hari pertama (awal)
produksi sehingga diperlukan analisis untuk menyusun suatu tindakan perbaikan
agar mutu mikrobiologis produk khususnya pada awal produksi dapat memenuhi
standar.

Gambar 4 Frekuensi reject tepung kacang hijau Oktober 2015 – Februari 2016

Peninjauan Tingkat Penerapan SSOP

SSOP merupakan prosedur tertulis yang ditetapkan dan diimplementasikan


untuk mencegah kontaminasi langsung atau pemalsuan produk pangan. Prosedur
SSOP mencakup perekaman data harian mengenai implementasi, monitoring dan
tindakan koreksi (USDA 2014). Menurut Dewanti (2013), program sanitasi
10

mencakup pekerja, bangunan dan fasilitas, peralatan serta pengendalian proses.


Terdapat 8 aspek kunci SSOP yang diusulkan FDA, yaitu keamanan air,
kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan, pencegahan kontaminasi
silang, fasilitas sanitasi, proteksi dari bahan-bahan kontaminan, pelabelan,
penyimpanan dan penggunaan senyawa toksik dengan benar, pengawasan kondisi
kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi, menghilangkan hama
dari unit pengolahan. Lampiran 2 menunjukkan evaluasi penerapan SSOP
produksi tepung kacang hijau di PT. XYZ. Secara keseluruhan kondisi lapangan
sama dengan kondisi seharusnya, hanya beberapa yang belum sesuai seperti tidak
semua peralatan dan perlengkapan mudah dibersihkan (kebersihan permukaan
yang kontak dengan pangan) serta sistem zoning yang belum diterapkan dengan
baik (pencegahan kontaminasi silang).

Evaluasi Efektivitas Proses Sanitasi

Uji efektivitas sanitasi ruangan


Densitas mikroba di ruangan output berkisar 4.6x104–1.1x105 CFU/jam/m2,
sedangkan ruangan grinding 2.4x104–6.4x104 CFU/jam/m2, keduanya ditunjukkan
oleh Gambar 5. Densitas mikroba di kedua ruangan berada di bawah standar
perusahaan, yaitu 1.9x105 CFU/jam/m2. Hal ini menunjukkan sanitasi ruang yang
dilakukan cukup efektif. Sanitasi harian dilakukan dengan menyemprotkan secara
otomatis desinfektan B konsentrasi 5000 ppm ke ruangan dengan selang waktu 30
menit selama 2 menit 30 detik. Keberadaan mikroorganisme udara bergantung
pada kondisi atmosfer, ukuran partikel pembawa dan ciri-ciri mikroorganismenya.
Mikroorganisme udara umumnya mikroorganisme tahan kering, contohnya spora
bakteri yang menempel pada debu atau droplet air. Tingkat pencemarannya
dipengaruhi oleh padatnya orang, laju ventilasi, serta sifat dan taraf kegitan orang
dalam ruangan (Wulandari 2013).
Salah satu cara mengurangi jumlah mikroba di ruang produksi adalah
menerapkan sistem zoning dengan baik. Perusahaan membagi empat zona
berdasarkan aktivitas produksi yang dilakukan, terdiri atas zona oranye (area
penimbangan kacang hijau hingga penurunan suhu flake), zona merah (area
grinding dan output, menunjukkan area yang dilarang terlalu banyak aktifitas
kegiatan dan lalu lalang pekerja), zona kuning (area gudang) dan zona hijau (area
yang tidak berhubungan dengan produksi). Pembagian keempat zona tersebut
dapat dilihat di Lampiran 3. Namun penerapannya di lapangan masih belum
sesuai, diperlukan komitmen masing-masing pekerja untuk penerapan sistem
zoning. Selain itu, disarankan untuk perusahaan melakukan perubahan layout
ruang produksi diantaranya dengan membuat pintu di ruang output menuju
gudang finished goods (transit) dan menambahkan finger print pada pintu menuju
ruang grinding, output dan gudang finished goods untuk meminimalisir pekerja
yang lalu lalang di ruangan tersebut (hanya pekerja yang bertugas yang dapat
masuk) khususnya pada zona merah. Dengan demikian, diharapkan rekontaminasi
mikroorganisme udara dapat berkurang.
11

Gambar 5 Densitas mikroba ruangan output dan grinding saat awal produksi
pada 22 Februari – 25 April 2016

Uji efektivitas sanitasi alat pengolahan


Gambar 6 dan Gambar 7 secara berturut-turut menunjukkan jumlah mikroba
cemaran kapang dan khamir setelah proses pembersihan. Jumlah mikroba
keduanya berada di bawah standar perusahaan, yaitu 1.1x101 CFU/cm2. Setelah
disanitasi dengan desinfektan A jumlah mikroba mengalami penurunan hingga
tidak ditemukan mikroba, kecuali untuk alat nomor 5 pada nomor sampel 1 karena
tidak mengalami perubahan. Hasil serupa juga terjadi pada analisis mikroba
cemaran khamir, namun setelah disanitasi tidak ditemukan lagi mikroba. Dengan
demikian, desinfektan A konsentrasi 2000 ppm efektif mengurangi dan/atau
membunuh mikroba cemaran kapang dan khamir.

Gambar 6 Jumlah mikroba cemaran kapang hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016
12

Gambar 7 Jumlah mikroba cemaran khamir hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016

Jumlah mikroba cemaran TPC setelah proses pembersihan dan sebelum


proses produksi berturut-turut ditunjukkan oleh Gambar 8 dan Gambar 9. Hampir
seluruh jumlah mikroba setelah disanitasi dengan desinfektan A mengalami
penurunan. Namun, masih ditemukan alat yang melebihi standar perusahaan, yaitu
6.7x101 CFU/cm2, seperti alat nomor 1, 7 dan 8 pada nomor sampel 1; alat nomor
1, 3, 6 dan 7 pada nomor sampel 3; alat nomor 1, 3 dan 6 pada nomor sampel 4;
alat nomor 3 pada nomor sampel 5; serta alat nomor 3, 5 dan 6 pada nomor
sampel 7.

Gambar 8 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016
13

Gambar 9 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan sebelum
proses produksi pada 20 Februari – 25 April 2016

Koliform merupakan bakteri Gram negatif bersifat aerobik dan fakultatif


anaerob yang memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam. Koliform
menjadi indikator patogen penyebab penyakit dari air, contohnya Escherichia coli
(Forsythe 2010). Gambar 10 dan Gambar 11 berturut-turut menunjukkan jumlah
mikroba cemaran koliform setelah proses pembersihan dan sebelum proses
produksi. Hampir seluruh jumlah mikroba setelah disanitasi dengan desinfektan A
mengalami penurunan, kecuali alat nomor 3, 7 dan 10 pada nomor sampel 1 serta
alat nomor 7 pada nomor sampel 3. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
kontaminasi dari pekerja saat setelah alat disanitasi dan sebelum dilakukannya uji
swab pada alat. Selain itu, ditemukan pula mikroba yang melebihi standar
perusahaan yaitu 0.4 CFU/cm2, seperti alat nomor 3 dan 7 pada nomor sampel 1;
alat nomor 7 dan 8 pada nomor sampel 3; serta alat nomor 4 pada nomor sampel 4.

Gambar 10 Jumlah mikroba cemaran koliform hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 20 Februari – 25 April 2016
14

Gambar 11 Jumlah mikroba cemaran koliform hasil swab alat pengolahan


sebelum proses produksi pada 20 Februari – 25 April 2016

Masih ditemukannya mikroba cemaran TPC dan koliform melebihi standar


perusahaan serta hasil analisis yang berbeda setiap minggunya diperkirakan
disebabkan oleh petugas yang mengerjakan proses pembersihan dan sanitasi
berbeda setiap minggunya atau konsentrasi desinfektan A yang belum dapat
mengurangi mikroba cemaran TPC dan koliform. Oleh karena itu, diperlukan
pengarahan sebelum proses pembersihan dan sanitasi dilakukan.

Uji sanitasi pekerja


Jumlah mikroba cemaran TPC, khamir, koliform dan Staphylococcus aureus
dari hasil swab dua orang pekerja ditunjukkan oleh Gambar 12. Berdasarkan hasil
analisis, tidak ditemukan mikroba cemaran kapang di kedua pekerja sedangkan
untuk mikroba cemaran TPC, khamir dan koliform masih ditemukan sejumlah
mikroba namun berada dibawah standar perusahaan. Batas maksimum jumlah
mikroba cemaran TPC, yaitu 6.7x101 CFU/cm2 sedangkan kapang dan khamir,
yaitu 1.1x101 CFU/cm2 dan 0.4 CFU/cm2 untuk koliform. Hal serupa juga
ditemukan pada hasil analisis Staphylococcus aureus. Batas maksimum jumlah
mikroba cemaran Staphylococcus aureus yaitu 2.2x101 CFU/cm2. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, tidak membentuk spora, tidak motil dan
termasuk bakteri anaerob fakultatif yang tumbuh pada keadaan aerob atau dengan
fermentasi serta memiliki habitat alami di tubuh manusia khususnya daerah
rongga hidung dan ketiak (Harris et al. 2002).
15

Gambar 12 Jumlah mikroba cemaran TPC, khamir, koliform dan Staphylococcus


aureus hasil swab pekerja pada 22 Februari – 25 April 2016
16

Mikroba pada tangan, baju dan topi pekerja merupakan indikator pekerja
masih kurang memerhatikan aspek kebersihan diri. Hal ini dapat menyebabkan
rekontaminasi produk. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari pekerja untuk
menjaga kebersihan dan kesehatan diri, diantaranya mencuci tangan dengan benar
menggunakan sabun antiseptik yang selanjutnya dibilas dengan air bersih bersuhu
40-49 oC kemudian tangan dikeringkan. Terkait kesehatan pekerja, bila pekerja
sedang terjangkit penyakit menular, menderita luka dan penyakit infeksi lainnya
hendaknya tidak diperkenankan masuk kerja (Manurung 2012).

Uji efektivitas desinfektan dengan metode sumur


Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat membunuh mikroba, tetapi
tidak saat berbentuk spora. Efektivitas desinfektan dalam mengurangi dan/atau
membunuh mikroba dipengaruhi oleh waktu kontak yang cukup, konsentrasi yang
tepat, pH, kesadahan air, kebersihan alat, distribusi baik dan merata serta penetrasi
baik dan total (Zahid 2014). Tabel 3 menunjukkan rata-rata diameter zona daya
hambat desinfektan A mulai dari konsentrasi 2000 ppm dan desinfektan B
konsentrasi 5000 ppm terhadap Escherichia coli ATCC 25922. Data menunjukkan,
konsentrasi 2000 sampai 6000 ppm desinfektan A tidak menghasilkan zona daya
hambat. Zona daya hambat terlihat pada konsentrasi 7000 ppm dengan rata-rata
7.19 mm. Data berbeda diperoleh desinfektan B konsentrasi 5000 ppm, ditemukan
zona daya hambat 13.92 mm. Davidson et al. (2005) menyebutkan semakin tinggi
konsentrasi maka respon hambatan pertumbuhan semakin kuat. Tabel 4
menunjukkan klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri.

Tabel 3 Rata-rata diameter zona daya hambat desinfektan A dan B terhadap


Escherichia coli ATCC 25922
Perlakuan Rata-rata diameter zona daya hambat (mm)
Desinfektan A
2000 ppm 0
3000 ppm 0
4000 ppm 0
5000 ppm 0
6000 ppm 0
7000 ppm 7.19 ± 3.27
Desinfektan B
5000 ppm 13.92 ± 1.49

Tabel 4 Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri (Davidson et al. 2005)


Diameter zona daya hambat (mm) Respon hambatan pertumbuhan
> 20 Sangat kuat
10 – 20 Kuat
5 – 10 Sedang
<5 Lemah
17

Mengacu pada Tabel 4, desinfektan A konsentrasi 2000 sampai 6000 ppm


memiliki respon hambatan pertumbuhan yang lemah, sedang untuk 7000 ppm dan
kuat untuk desinfektan B 5000 ppm. Konsentrasi desinfektan yang digunakan
perusahaan adalah 2000 ppm desinfektan A untuk sanitasi alat dan 5000 ppm
desinfektan B untuk sanitasi ruang. Dengan demikian, konsentrasi 2000 ppm
desinfektan A tidak efektif membunuh Escherichia coli. Berdasarkan data quality
control perusahaan, tepung kacang hijau saat awal produksi sering mengalami
reject akibat mutu cemaran Escherichia coli yang tidak sesuai standar.
Bahan kimia dikatakan sebagai antimikrobiologis ideal bila memiliki
spektrum luas, bekerja cepat, larut dalam pelarut sesuai, bersifat homogen, tidak
mudah dinetralisir atau diinaktivasi bahan lain, aman, tidak menimbulkan
kerusakan, dapat didegradasi, stabilitas baik dan tidak kehilangan daya
antimikrobiologisnya saat penyimpanan, serta ketersediaan bahan dan harga
terjangkau (Loho dan Utami 2007). Desinfektan A konsentrasi 2000 ppm untuk
sanitasi alat mulai digunakan bulan Oktober 2015. Penggunaannya sempat
membuat tren reject produk menurun, namun terjadi peningkatan setelah
pemakaian bulan ketiga, tren reject produk dilihat pada Gambar 2. Hal ini
mungkin karena desinfektan A menurun stabilitasnya saat penyimpanan sehingga
daya antimikrobiologis menurun.
Hasil analisis dilanjutkan uji one way ANOVA untuk hasil diameter zona
daya hambat desinfektan A konsentrasi 2000-7000 ppm dan desinfektan B
konsentrasi 5000 ppm, hasil pengolahan dapat dilihat di Lampiran 4. Terlihat nilai
signifikansi antar kelompok adalah 0.000 atau lebih kecil dari 0.05 pada taraf
signifikansi 0.05 maka terdapat signifikansi diameter zona daya hambat terhadap
konsentrasi 2000-7000 ppm desinfektan A dan 5000 ppm desinfektan B. Oleh
karena itu, dilakukan analisis lanjut dengan Post Hoc Test (Duncan) dan diperoleh
hasil konsentrasi 5000 ppm desinfektan B memiliki diameter zona daya hambat
terbesar dengan nilai signifikansi 1.000 atau lebih besar dari 0.05 pada taraf
signifikansi 0.05. Sesuai dengan klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri
(Davidson et al. 2005) dan hasil Post Hoc Test (Duncan), maka untuk tindakan
perbaikan desinfektan B konsentrasi 5000 ppm digunakan sebagai sanitasi alat.

Analisis mikrobiologis tepung kacang hijau


Tujuh sampel produk yang dihasilkan pada 20 Februari – 25 April 2016
mengalami reject akibat mutu mikrobiologis koliform dan/atau E.coli yang tidak
sesuai standar. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh kurang efektifnya proses
sanitasi peralatan yang dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan perbaikan
agar produk memenuhi standar mutu mikobiologis.

Uji sanitasi air


Pengamatan dilakukan pada air untuk proses pembersihan dan proses
produksi pada 20 Februari – 25 April 2016. Jumlah mikroba cemaran koliform
yang ditemukan dalam tujuh kali pengambilan sampel untuk masing-masing
pengamatan masih berada dibawah standar perusahaan, yaitu <3 MPN/ml,
mengacu pada Permenkes No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Dengan demikian,
air bukan termasuk penyebab produk reject.
18

Tindakan Perbaikan

Mulai dari 30 April 2016 dilakukan tindakan perbaikan terhadap hasil


evaluasi efektivitas proses sanitasi yang diterapkan perusahaan, diantaranya
mengganti desinfektan A konsentrasi 2000 ppm dengan desinfektan B konsentrasi
5000 ppm serta melakukan pengarahan sebelum proses pembersihan dan sanitasi
dilakukan. Jumlah mikroba cemaran khamir setelah proses pembersihan masih
berada di bawah standar perusahaan, ditunjukkan oleh Gambar 13. Setelah
disanitasi, kesebelas alat tidak lagi ditemukan mikroba cemaran khamir. Hasil
serupa terjadi pada analisis mikrobiologis cemaran koliform. Setelah proses
pembersihan hanya ditemukan 0.2 CFU/cm2 di alat nomor 2 pada nomor sampel 2
dan alat nomor 11 pada nomor sampel 3. Untuk hasil analisis mikrobiologis
cemaran kapang, baik setelah proses pembersihan dan sebelum proses produksi
tidak ditemukan mikroba. Hasil berbeda ditemukan pada analisis mikrobiologis
cemaran TPC. Gambar 14 menunjukkan jumlah mikroba cemaran TPC setelah
proses pembersihan dan sebelum proses produksi. Terlihat dengan dilakukannya
tindakan perbaikan, jumlah mikroba cemaran TPC setelah disanitasi yang
melebihi standar menurun (ditemukan di alat nomor 2 dan 7 pada nomor sampel
2). Masih ditemukannya mikroba cemaran TPC di alat nomor 2 pada nomor
sampel 2 yang tidak sesuai standar perusahaan mungkin disebabkan oleh kurang
bersihnya alat sehingga proses penetrasi desinfektan pada alat kurang baik,
sedangkan meningkatnya mikroba cemaran TPC untuk alat nomor 7 pada nomor
sampel 2 mungkin disebabkan oleh adanya kontaminasi dari pekerja saat setelah
dilakukan sanitasi dan sebelum dilakukan proses swab. Dampak kebersihan alat-
alat tersebut menyebabkan menurunnya reject produk pada awal produksi.

Gambar 13 Jumlah mikroba cemaran khamir hasil swab alat pengolahan setelah
proses pembersihan pada 30 April – 17 Mei 2016
19

Gambar 14 Jumlah mikroba cemaran TPC hasil swab alat pengolahan pada 30
April – 17 Mei 2016

Hasil analisis mikrobiologis tepung kacang hijau sebelum dan setelah


dilakukan tindakan perbaikan dilanjutkan uji statistik paired samples T-test untuk
cemaran koliform, hasil pengolahan dapat dilihat di Lampiran 5, dan
nonparametric tests related samples untuk cemaran Escherichia coli, hasil
pengolahan dapat dilihat di Lampiran 6. Terlihat nilai signifikansi dua arah untuk
hasil olahan statistik cemaran koliform adalah 0.282 atau lebih besar dari 0.05
pada taraf signifikansi 0.05, maka dapat diartikan bahwa penurunan reject produk
akibat cemaran koliform setelah dilakukan tindakan perbaikan tidak signifikan.
Berbeda dengan cemaran koliform, hasil olahan statistik cemaran Escherichia coli
menunjukkan nilai signifikansi 0.250 atau lebih besar dari 0.05 pada taraf
signifikansi 0.05. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi signifikansi penurunan
reject produk akibat cemaran Escherichia coli. Oleh karena itu, masih diperlukan
saran tindakan perbaikan untuk mengatasi permasalahan reject produk akibat
cemaran koliform salah satunya adalah dengan mengganti desinfektan selain
merek A dan B.
20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

PT. XYZ telah menerapkan SSOP dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan
dengan penerapan kondisi lapangan sesuai kondisi seharusnya, hanya beberapa
yang belum sesuai seperti tidak semua peralatan dan perlengkapan yang kontak
dengan bahan pangan mudah dibersihkan (kebersihan permukaan yang kontak
dengan pangan) serta sistem zoning yang belum diterapkan dengan baik di area
produksi (pencegahan kontaminasi silang). Proses sanitasi yang dilakukan untuk
pekerja dan lingkungan pun cukup efektif. Namun, tidak untuk proses sanitasi
peralatan. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh petugas yang mengerjakan proses
pembersihan dan sanitasi berbeda setiap minggunya atau konsentrasi desinfektan
A yang belum dapat mengurangi mikrobiologis cemaran TPC dan koliform. Hal
ini dapat menjadi sumber rekontaminasi produk yang tidak memenuhi standar
mutu mikrobiologis saat awal produksi, maka dilakukan tindakan perbaikan
berupa penggantian desinfektan A (2000 ppm) dengan desinfektan B (5000 ppm)
dan melakukan pengarahan sebelum proses pembersihan dan sanitasi dilakukan.
Hasil yang diperoleh adalah menurunnya hasil uji sanitasi peralatan yang melebihi
standar sehingga berdampak pada menurunnya reject produk. Berdasarkan hasil
uji lanjut statistik paired samples T-test untuk produk yang mengalami reject
akibat cemaran koliform sebelum dan setelah dilakukan tindakan perbaikan
memperoleh hasil penurunan reject yang tidak signifikan. Namun, hasil yang
berbeda diperoleh pada olahan uji statistik produk yang mengalami reject akibat
cemaran Escherichia coli menggunakan nonparametric tests related samples.
Oleh karena itu, masih diperlukan saran tindakan perbaikan untuk mengatasi
permasalahan reject produk akibat cemaran koliform.

Saran

Perlu pengamatan lanjut untuk mengetahui dampak kekonsistenan hasil


tindakan perbaikan, meliputi uji efektivitas sanitasi alat pengolahan baik setelah
proses pembersihan dan sebelum proses produksi serta tetap memerhatikan dan
mengontrol cemaran mikroba yang berasal dari udara di ruang produksi dan
pekerja agar tetap sesuai standar perusahaan. Perlu dilakukan pula uji sanitasi
pekerja saat setelah dilakukan proses sanitasi dan sebelum dilakukan uji
efektivitas sanitasi alat untuk mengetahui penyebab meningkatnya jumlah
mikroba pada alat yang telah disanitasi disebabkan oleh kontaminasi dari pekerja
atau tidak. Selain itu, disarankan untuk perusahaan mengganti desinfektan (selain
merek A dan B) yang digunakan supaya dapat mengatasi permasalahan reject
produk akibat cemaran koliform serta melakukan uji efektivitas desinfektan dalam
jangka waktu kurang lebih enam bulan sekali untuk mengetahui desinfektan yang
digunakan menurun atau tidak efektivitasnya saat penyimpanan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Blodgett R. 2010. Most probable number from serial dilutions [Internet].


[Diunduh 09 Maret 2016]. Tersedia pada http://www.fda.gov/Food/Food
ScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm109656.htm.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Tepung kacang hijau SNI 01-3728-
1995 [Internet]. [Diunduh 08 Februari 2016]. Tersedia pada http://sisni.bsn.
go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/4154.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran
mikrobiologi dalam pangan [Internet]. [Diunduh 18 Mei 2016]. Tersedia
pada http://sisni.bsn.go.id/ index.php/sni_main/sni/detail_sni/9806.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Rekomendasi nasional kode praktis –
Prinsip umum hygiene pangan [Internet]. [Diunduh 18 Juli 2016]. Tersedia
pada http://pkpp.ristek.go.id/_assets/upload/docs/302_doc_2.pdf.
Davidson PM, JN Sofos, AL Branen. 2005. Antimicrobials in Food, 3rd ed.
Florida (US): CRC Press.
Dewanti R. 2013. Hazard Analysis Critical Control Point Pendekatan Sistematik
Pengendalian Keamanan. Bogor (ID): Dian Rakyat.
Downes FP, K Ito. 2001. Compendium of Methods for the Microbiological
Examination of Foods, 4th ed. Washington DC (US): APHA.
[FDA] Food and Drug Administration. 2015. Guidance for industry, Q7A good
manufacturig practice guidance for active pharmaceutical ingredients
[Internet]. [Diunduh 18 Juni 2016]. Tersedia pada http://www.fda.gov/
ICECI/ComplianceManuals/CompliancePolicyGuidanceManual/ucm20036
4.htm.
Feng P, SD Weagant, MA Grant. 2002. Enumeration of Escherichia coli and the
coliform bacteria [Internet]. [Diunduh 09 Maret 2016]. Tersedia pada
http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm06
4948.htm.
Forsythe SJ. 2010. The Microbiology of Safe Food, 2nd ed. New York (US): J
Wiley
Harris LG, SJ Foster, RG Richards. 2002. An introduction to Staphylococcus
aureus and techniques for identifying and quantifying Staphylococcus
aureus adhesins in relation to adhesion to biomaterials: review. European
Cells and Materials 4(1): 39-60.
Jorgensen JH, MJ Ferraro. 2009. Antimicrobial susceptibility testing: a review of
general principles and contemporary practices. Medicine and Health
Journal 49(11): 1749-1755.
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta (ID): Salemba Humanika.
Loho T, Utami L. 2007. Uji efektivitas antiseptik triclosan 1% terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterococcus faecalis dan
Pseudomonas aeruginosa. Maj Kedokt Indon 57(6): 171-178.
Manurung RG. 2012. Evaluasi efektivitas sanitasi pada area pendinginan dan
pengemasan pada produksi mi instan di PT. X Ciawi-Bogor. Skripsi. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
22

Maturin L, JT Peeler. 2001. Aerobic plate count [Internet]. [Diunduh 09 Maret


2016]. Tersedia pada http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/
Laboratory Methods/ucm063346.htm.
Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of mung
bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional
processes. J Food Chem 89(1): 489-495.
Muhandri T, D Kadarisman. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor
(ID): IPB Press.
Nair R, RY Yang, WJ Easdown, D Thavarajah, P Thavarajah, J d’A Hughes, JDH
Keatinge. 2013. Biofortification of mungbean (Vigna radiata) as a whole
food to enhance human health. J Sci Food Agric 93(1): 1805-1813.
[PHE] Public Health England. 2014. Detection and enumeration of bacteria in
swabs and other environmental samples [Internet]. [Diunduh 15 Juni 2016].
Tersedia pada https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/
attachment_data/file/329432/Detection_and_enumeration_of_bacteria_in_s
wabs_and_other_environmental_samples.pdf
[PMK] Peraturan Menteri Kesehatan. 2010. Permenkes RI No. 492/MENKES/
PER/ IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum [Internet]. [Diunduh
18 Juli 2016]. Tersedia pada http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/
55_permenkes%20416.pdf.
Sekretariat Negara. 2004. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 107. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Stoner JAF. 2006. Management. London (UK): Prentice Hall.
Tallent SM, EJ Rhodehamel, SM Harmon, RW Bennett. 2012. Bacillus cereus
[Internet]. [Diunduh 21 Juni 2016]. Tersedia pada http://www.fda.gov/Food/
FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm070875.htm.
Tournas V, ME Stack, PB Misilvec, HA Koch, R Bandler. 2001. Yeast, molds,
and mycotoxins [Internet]. [Diunduh 09 Maret 2016]. Tersedia pada
http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm07
1435.htm.
[USDA] United State Department of Agricultural. 2014. Sanitation standard
operating procedures [Internet]. [Diunduh 21 Juni 2016]. Tersedia pada
http://www.fsis.usda.gov/wps/wcm/connect/4cafe6fe-e1a3-4fcf-95ab-bd484
6d0a968/13a_IM_SSOP.pdf?MOD=AJPERES.
Wulandari E. 2013. Faktor yang berhubungan dengan keberadaan Streptococcus
di udara pada rumah susun kelurahan Bandarharjo, Semarang. Unnes
Journal of Public Health 2(4): 1-9.
Zahid M. 2014. Pemilihan bahan kimia yang tepat untuk dekontaminasi di dalam
laboratorium [Internet]. [Diunduh 27 Juni 2016]. Tersedia pada
http://bbpmsoh.ditjennak.pertanian.go.id/File/N/Full/2590-
PEMILIHAN %20BAHAN%20KIMIA%20YANG%20TEPAT%20UNTU
K%20DEKONTAMINASI%20DI%20DALAM%20LABORATORIUM_M
UHAMMAD%20ZAHID.pdf.
Kochel TJ, Watts DM, Gonzalo AS, Ewing DF, Porter KR, Russell KL. 2005.
Cross-serotype neutralization of dengue virus in Aotus nancyme monkeys. J
Infect Dis. 191(6):1000-1004. doi:10.1086/427511.
23

Onlamoon N, Noisakran S, Hsiao HM, Duncan A, Villinger F, Ansari AA, Perng


GC. 2010. Dengue virus-induced hemorrhage in a nonhuman primate model.
Blood. 115(9):1823-1834. doi:10.1182/blood-2009-09-241990.
[WHO] World Health Organization. 2009. Dengue and dengue haemorrhagic
fever [internet]. [diacu 2009 Mei 6]. Tersedia dari: http://www.who.int
/mediacentre/ factsheets/ fs117/en/ index.html.
24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir proses pembuatan tepung kacang hijau

Kacang hijau X

Penimbangan Penyimpanan flake

Pendeteksi Logam Penggilingan (alat


nomor 1, 2 dan 7)

Pengayakan
Penyimpanan tepung
(alat nomor 3, 5 dan 6)
Penyimpanan kacang hijau

Pendeteksi Logam
Perebusan

Pengayakan (alat
Penirisan
nomor 4)

Pengeringan (alat
nomor 10) Pengemasan dan Penimbangan
(alat nomor 11)

Penurunan suhu (Tempering)


(alat nomor 8 dan 9) Tepung Kacang hijau

X Kodifikasi

Keterangan:
Pemaletan
= Proses yang terjadi di ruang
grinding dan output

= Reprocess WIP
25

Lampiran 2 Evaluasi penerapan SSOP pada produksi tepung kacang hijau di


PT. XYZ

Tingkat
SSOP Kondisi seharusnyaa Kondisi lapangan
kesesuaian*)
Keama Air yang kontak dengan Air yang digunakan menga- +++
nan air pangan atau peralatan dan lami proses perlakuan se-
proses produksi harus aman hingga memenuhi standar
dan bersumber dari air ber- mutu air minum Permenkes
sih atau mengalami proses RI No. 492/MENKES/PER/
perlakuan sehingga meme- IV/2010. Air tersebut dila-
nuhi persyaratan air minum kukan proses pengecekan
(PMK 2010) cemaran mikroba secara
berkala sebelum produksi
Keber- Semua peralatan dan per- - Tidak semua peralatan dan ++
sihan lengkapan yang kontak de- perlengkapan mudah
permu- ngan pangan harus didesain dibersihkan
kaan dan terbuat dari bahan yang - Proses pengecekan cema-
yang mudah dibersihkan, didesin- ran mikroba dilakukan se-
kontak feksi dan dipelihara serta ti- cara berkala sebelum pro-
dengan dak memiliki efek toksik ses produksi
pangan
Pence- - Praktek sanitasi pekerja - Praktek sanitasi pekerja ++
gahan berjalan baik dan benar berjalan baik dan benar
konta- (memakai pakaian pelin- - Pemisahan yang cukup
minasi dung, penutup kepala, se- antara aktivitas penanga-
silang patu yang sesuai dan tidak nan dan pengolahan bahan
menggunakan aksesoris baku dengan produk jadi
lain serta selalu mencuci - Sistem zoning belum di-
tangan) terapkan dengan baik di
- Pemisahan yang cukup area produksi
antara aktivitas penanga-
nan dan pengolahan bahan
baku dengan produk jadi
- Arus pergerakan pekerja
dalam pabrik dan unit
usaha perlu diatur ali-
rannya atau dikendalikan
Fasili- Fasilitas pembersihan Fasilitas pembersihan dan +++
tas yang memadai untuk pem- hygiene karyawan sudah
sanitasi bersihan pangan, peralatan cukup memadai
dan perlengkapan serta
tersedia fasilitas hygiene
26

Tingkat
SSOP Kondisi seharusnyaa Kondisi lapangan
kesesuaian*)
karyawan meliputi sarana
untuk mencuci dan menge-
ringkan tangan, toilet de-
ngan desain yang higienis
dan fasilitas ruang ganti
yang memadai
Proteksi - Bahan pangan dan non pa- - Bahan pangan dan non +++
dari ngan terlindung dari kon- pangan disimpan di tem-
bahan- taminasi pat berbeda
bahan - Penggunaan bahan kimia - Penggunaan bahan kimia
konta- harus mengikuti aturan mengikuti aturan peng-
minan penggunaan gunaan
Pelabe- - Bahan pangan dan non pa- - Bahan pangan dan non pa- +++
lan, pe- ngan harus disimpan ter- ngan disimpan di tempat
nyimpa- pisah untuk menghindari berbeda dan disimpan
nan dan kontaminan dan disimpan menggunakan label (nama
penggu menggunakan label bahan larutan dalam wa-
naan se- - Penggunaan bahan kimia dah dan petunjuk penggu-
nyawa harus mengikuti aturan naan)
toksik penggunaan - Penggunaan bahan kimia
dengan (desinfektan) mengikuti
benar aturan penggunaan
Pengawa - Pengawasan dan pengece- - Pengawasan dan penge- +++
san kon- kan kesehatan karyawan cekan kesehatan pekerja
disi ke- harus dilakukan rutin dilakukan enam bulan
sehatan - Pekerja yang dalam kon- sekali
personil disi sakit atau luka harus - Pekerja yang memiliki
yang da- dipulangkan atau diistira- luka harus menutupnya
pat me- hatkan personil dengan impermeable
ngakibat bandage lalu meng-
kan kon- gunakan sarung tangan
taminasi untuk mencegah kon-
taminasi pada proses
pengolahan.
Menghi- - Tempat produksi harus - Tidak ada sisa bahan ter- +++
langkan bersih dan tidak boleh ada cecer
hama sisa bahan tercecer - Tersedia insect trap dan
dari unit - Ruang produksi, gudang rodent glue trap pada
pengola- dan ruang lain harus bebas ruang produksi
han dari hama oleh karena itu - Pengecekan dilakukan se-
bagunan harus selalu dija- cara berkala terhadap tem-
ga dalam keadaan terawat pat persembunyian hama
dan kondisi baik
27

Tingkat
SSOP Kondisi seharusnyaa Kondisi lapangan
kesesuaian*)
- Dilakukan pengecekan
berkala terhadap infestasi
hama
a
BSN 2011
*)
Keterangan : - Tidak sesuai dengan kondisi seharusnya
+ Sedikit sesuai dengan kondisi seharusnya
++ Agak sesuai dengan kondisi seharusnya
+++ Sesuai dengan kondisi seharusnya
28

Lampiran 3 Layout ruang produksi tepung kacang hijau PT. XYZ

RIWAYAT HIDUP
GDFG

Dalam riwayat hidup dijelaskan tempat dan tanggal

GDFG
(Transit)

Grinding Output

Produksi
Mung Bean

Loker

Gudang Transit
Bahan Baku

Toilet
Office
Musholla

Keterangan:
GDFG = Gudang Finished Goods W
O
R
= Ruangan yang diamati untuk uji K
sanitasi ruang S
H
O
Pos P
satpam
Kantin
29

Lampiran 4 Hasil pengolahan ANOVA dengan SPSS 22.0


30

Lampiran 5 Hasil pengolahan paired samples T-test dengan SPSS 22.0


31

Lampiran 6 Hasil pengolahan nonparametric tests related samples dengan SPSS 22.0
32

RIWAYAT HIDUP

Muthiarini Dwi Dhamayanthy lahir di Tangerang


tanggal 22 Desember 1994 dari pasangan Najali dan Sulami.
Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun
2006, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD
Al-Mubarak. Penulis lalu melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 16 Jakarta dan tamat pada tahun 2009.
Setelah itu, penulis mengikuti pendidikan menengah atas di
SMA Negeri 78 Jakarta dan tamat pada tahun 2012. Pada
tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tertulis dan diterima
di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu
dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai ketua Bina Desa Divisi Peduli
Pangan Indonesia periode kepengurusan 2013-2014. Pada periode kepengurusan
2014-2015, penulis masih tetap aktif di HIMITEPA sebagai anggota Divisi Peduli
Pangan Indonesia. Selain itu, penulis aktif di Tanoto Scholars Association sebagai
anggota divisi sosial dan lingkungan selama tahun kepengurusan 2014-2015.
Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti LCTIP (Lomba Cepat Tepat
Ilmu Pangan) XXI 2013 sebagai anggota divisi fasilitas dan properti, masa
perkenalan fakultas dan departemen 2014 sebagai anggota divisi acara,
FOODIVAL (Food Day Festival) 2014 sebagai anggota divisi hubungan
masyarakat dan beberapa acara seminar lainnya.
Prestasi yang pernah penulis raih selama mengikuti perkuliahan diantaranya
menerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2013-2014.
Tahun 2014-2015, penulis menerima beasiswa Tanoto Foundation. Selain itu,
penulis aktif mengikuti lomba-lomba di tingkat mahasiswa. Prestasi yang diraih
oleh penulis antara lain Juara II Health Agent Award 2015 yang diadakan oleh
Nutrifood dan pendanaan proposal PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) bidang
Penelitian tahun 2016.
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi
Efektivitas Sanitasi pada Produksi Tepung Kacang Hijau”. Tugas akhir ini
dilaksanakan melalui kegiatan magang di Pabrik PT. XYZ divisi health food dan
berada dibawah bimbingan Dr Ir Budi Nurtama, MAgr dan Luslidianto
Gandawijaya, Ssi.

Anda mungkin juga menyukai