Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DELIK DELIK KUHP

(KEJAHATAN TERHADAP HARTA BENDA)

DISUSUN OLEH :

JUNINHO PATRICK MADAWARA

17 - 311 – 054

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA
2017/2018

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………


A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………

C. Tujuan ……………………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………
A. PENCURIAN………………………………………………………………………………………

B. PENGGELAPAN…………………………………………………………………………………

BAB II PENUTUP…………………………………………………………………………………………
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………

B. SARAN……………………………………………………………………………………………

C. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Egoistis individual dan keinginan memperoleh materi harta kekayaan atau materi, semakin menonjol.
Segala bentuk dan jalan mereka gunakan untuk mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit mereka melakukan
tindak pidana kejahatan, baik dengan melakukan pencurian, penggelapan atau penipuan.

Tindak pidana kejahatan terhadap kekayaan, baik yang dilakukan perseorangan atau gerombolan
membuat kekhawatiran dalam masyarakat. Pemerintahan sebagai pemimpin bangsa sangat diharapkan
perannya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dibentuklah
perundang-undangan tenang kejahatan terhadap kekayaan dalam bentuk suatu Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, sebagai salah satu tanggungjawab pemerintah menangani kejahatan tersebut.

Alhamdulilah, dengan segala jerih payah penulis, makalah yang bertemakan tindak pidana kejahatan
terhadap harta benda ini mampu disajikan kepada pembaca. Diucapkan terimaksih pula atas partisipasi
seluruh pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan makalah ini. Semoga sumbangsih
materi dan moril yang telah dicurahkannya dibalas oleh Allah berlipat ganda, amin .

Akhir kata, saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh pembaca, terutama bagi saya . Demi
perjuangan menegakan hak-hak asasi manusia, yang Allah SWT pesankan dalam risalahnya. Amin.

Wassalamualaikum wr. wb

Jayapura,23 Oktober 2018

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memuat bahwa ” materi hukum harus dapat dijadikan
dasar untuk menjamin agar masyarakat dapat menikmati kepastian hukum, ketertiban hukum, dan
perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran memberi rasa keamanan dan tentram.
Perlindungan hukum akan dapat memberi rasa aman dan tentram dengan adanya kepasatian hukum. Para
ahli hukum mengatakan bahwa ’perlindungan hukum’ dengan ’kepastian hukum’ merupakan dua hal
yang tidak terpisahkan. Perlindungan hukum tidak akan dapat dirasakan tanpa kepastian hukum.
Sebaliknya dengan tegaknya kepastian hukum maka perlindungan hukum akan dapat dinikmati
masyarakat. Kepastian hukum yang dimaksud para ahli hukum ini adalah penegakan hukum yang dapat
diterima oleh golongan terbesar penduduk dan mayoritas dari penduduk.
Harta kekayaan merupakan salah satu hal yang perlu dilindungi dalam hukum. Segala tindak kejahatan
atau percobaan kejahatan terhadap harta kekayaan perlu diadili dalam persidangan demi terciptanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Pemerintah merumuskan dalam KUHP pasal 362-367 tenang
pencurian dan pasal 372-376 tentang penggelapan sebagai bagian tindak pidana kejahatan terhadap harta
kekayaan. Terdapat unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut, agar seseorang dapat
dituntut sebagai pencuri atau penggelap barang. Unsur-unsur itu ada yang berbentuk objektif dan
subjektif. Seseorag bisa diancam pidana pencurian dan penggelapan jika pengadilan membuktikan kedua
unsur-unsur itu, ada pada diri tergugat. Andaikan, ada salah satu unsur-unsurnya tidak mampu terbuktikan
dalam persidangan maka orang tersebut bebas dari gugatan hukum.
Oleh karena itu, penulis mencoba menguraikan tindak pidana pencurian dan penggelapan yang
merupakan bentuk kejahatan terhadap harta kekayaan, beserta unsur-unsur yang terkandungnya dalam
tulisan sederhana ini.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:


1. Bagaimana rumusan tindak pidana pencurian dalam KUHP?
2. Bagaimana rumusan tindak pidana penggelapan dalam KUHP?
3. Apa perbedaan tindak pidana pencurian dan penggelapan?
C. Tujuan Penulisan
Sebagaimana rumusan masalah yang telah disusun, tulisan ini bertujuan:
1. Mengetahui rumusan KUHP tentang Pencurian.
2. Mengetahui rumusan KUHP tentang Penggelapan.
3. Mengetahui perbedaan pencurian dan penggelapan.
C.Tujuan Penulisan
Sebagaimana rumusan masalah yang telah disusun, tulisan ini bertujuan:
1. Mengetahui rumusan KUHP tentang pencurian
2. Mengetahui rumusan KUHP tentang penggelapan
3. Mengetahui perbedaan pencurian dan penggelapan

4
BAB II
PEMBAHASAN

 KEJAHATAN TERHADAP HARTA BENDA

A. PENCURIAN (DIEFSTAL)
Kejahatan terhadap harta kekayaan sendiri diartikan sebagai suatu penyerangan terhadap
kepentingan hukum orang atas benda milik orang lain. Setiap tindak kejahatan memiliki unsur-unsur
tersendiri, baik yang subjektif atau objektif. Keberadaan Unsur-unsur tersebut menjadi parameter
seseorang terdakwa tertuduh melakukan tindak pidana kejahatan. Perbedaan pokok antara macam-macam
tindak pidana tersebut adalah:
a. pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya.
b. pemerasan (afpersing); memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu;
c. pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu;
d. penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu
e. penggelapan barang (verduistering): memiliki barang bukan haknya yang sudah ada di
tangannya;
f. merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang yang berpiutang berbuat sesuatu terhadap
kekayaan sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor)
g. penghancuran atau perusakan barang: melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara
merugikan tanpa mengambil barang itu;
h. penadahan: menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang lain secara tindak
pidana;
Kemudian dalam tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran tentang kejahatan pencurian dan
pengelapan sebagaimana yang akan dijelasakan dibawah ini.

Menurut KUHP tindak pidana pencurian dibedakan atas lima macam, yaitu :
1. tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok
2. tindak pidana pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan
3. tindak pidana pencurian ringan
4. tindak pidana pencurian dengan kekerasan
5. tindak pidana pencurian dalam keluarga

 Pertama
Tindak pidana penncurian dalam bentuk pokok, dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, yang berbunyi:
”barang siapa yang mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”
Pencurian dalam bentuk pokok ini mengadung unsur objektif dan subjektif.

5
 Unsur objektif:

A.Barang siapa (Hij)


yaitu subjek atau pelaku dari tindak pidana. Hij biasa diartikan barang siapa dalam artian manusia, karena
pidana penjara yang diancamkan terhadap pelaku pencurian merupakan suatu ’vrijheidsstraf’, yakni suatu
pidana yang bertujuan untuk membatasi kebebasan pelaku, dan pidana denda merupakan suatu
’vermogenstraf’, yakni pidana yang bertujuan untuk mengurangi harta kekayaan pelaku. ’vrijheidsstraf’
dan ’vermogenstraf’ hanya bisa ditimpakan kepada manusia. Karena yang dapat dikurangi harta kekayaan
sebagai suatu pidana ini bukan hanya manusia saja, maka ada yang mengartikan barang siapa atau Hij ini
manusia atau suatu badan hukum. Lamintang menyalahkan pendapat bahwa suatu badan hukum bisa
dijadikan pelaku pencurian dengan alasan karena dalam penjelasan tentang pembentukan pasal 59 KUHP
mengatakan: ”suatu tindakan pidana itu hanya dapat dilakukan oleh seorang manusia. Anggapan seolah-
olah suatu badan hukum itu dapat bertindak seperti seorang manusia, tidak berlaku di bidang hukum
pidana.”

B. Mengambil (Wergemen)
artinya membawa barang dari tempat asalnya ke tempat lain. Jadi barang tersebut harus bersifat dapat
digerakan, dapat diangkat dan dipindahkan. Adapun istilah ’mencuri tanah’ itu maksudnya memiliki
tanah tanpa hak. Kemudian apabila seorang pencopet memasukan tangannya kedalam tas orang lain dan
memegang dompet uang yang tersimpang di tas itu dengan maksud memilikinya, akan tetapi si copet
belum berhasil telah ketahuan oleh yang punya dan dipukul sehingga ia harus melepaskan pegangannya,
maka belumlah dapat dikatakan bahwa si tukang copet ”mengambil” dompet itu, sebab dompet masih
berada di dalam tas yang punya. Si tukang copet di tuntut melakukan percobaan pencurian bukan
pencurian.

C. Suatu benda (Eenig)


artinya ada benda yang diambil pelaku. Adapun yang dimaksud dengan benda ini harus sesuatu yang
berharga atau bernilai bagi korban . Barang yang diambil itu tidak terbatas mutlak milik orang lain tetapi
juga sebagian dimiliki oleh si pencuri, yaitu apabila merupakan suatu harta warisan yang belum dibagi,
dan si pencuri termasuk dalam ahli waris yang turut berhak atas barang itu.

D. Sebagian/seluruhnya kepunyaan orang lain (Dat gehel of geseeltelijk aan een ander toebehoort)
artinya barang tersebut bukan milik pelaku tetapi merupakan milik orang lain secara utuh atau sebagian,
jika barang itu milik si pencuri atau barang temuan maka tidak termasuk pencurian.

 Unsur subjektif:
Menguasai benda tersebut dengan melawan hukum. Mentri kehakiman menyatakan bahwa yang
dimsaksud dengan ’oogmerk’ atau maksud dalam pasal 362 ialah naaste doel ataupun dalam
dokrin disebut bijkomend oogmerk atau maksud lebih lanjut. ’Maksud menguasai barang’ berarti
untuk memiliki bagi diri sendiri atau dijadikan sebagai barang miliknya. Menurut Wirjono, ada
suatu kontradiksi antara ’memiliki barang’ dan ’melawan hukum’. ’Memiliki barang’ itu berarti
menjadikan dirinya pemilik, sedangkan untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut
hukum. Maka sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang milik orang lain dengan
melanggar hukum karena kalau melanggar hukum, tidak mungkin orang menjadi pemilik barang.
Oleh karaena itu, Wirjono mendefinisikan memiliki barang dengan melawan hukum tersebut
adalah berbuat sesuatu dengan suatu barang seolah-olah pemilik barang itu, dan dan dengan
perbuatan itu si pelaku melanggar hukum.

6
Mr. R. Tresna merumuskannya sebagai berikut:
a. bahwa yang mengambil itu bermaksud untuk memiliki barang itu, artinya terhadap barang itu
ia bertindak seperti yang punya.
b. bahwa memiliki barang itu harus tanpa hak, artinya dengan memperkosa hak orang lain atau
berlawanan dengan hak orang lain.
c. yang mengambil itu harus mengetahui, bahwa pengambilan barang itu tanpa hak.

 Kedua
Tindak pidana pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan, diatur dalam pasal 363 KUHP.
Pencurian dalam tindak pidana pencurian dengan unsur memberatkan mempunyai arti yang sama dengan
pencurian dalam bentuk pokok, akan tetapi pencurian itu ditambah unsur lain yang telah tercantum pasal
363 KUHP yang bersifat memberatkan pelaku, sehingga ancaman pidananya lebih berat dari pidana
pencurian dalam bentuk pokok, yaitu pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun. Adapun yang termasuk
pencurian tersebut adalah sebagai berikut:
1. pencurian ternak;
2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus,
kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3. pencurian pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya,
yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
5. pencurian yang masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil,
dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat dengan memaki anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian jabatan palsu;
6. jika pencurian yang tercantum dalam butir 3 disertai dengan ssalah satu dalam butir 4 dan 5, maka
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Kemajuan teknologi informasi yang menjadi starting points dari keberadaan cyber crime ”kejahatan dunia
maya”, secara yuridis dapat membawa dampak pada hukum yang mengatur tentang hal tersebut.
Perhatian terhadap cyber crime tersebut dikarenakan dampak dari adanya cyber crime bersifat negatif
yang dapat merusak terhadap seluruh bidang kehidupan modern saat ini, oleh karena kemajuan teknologi
komputer menjadi salah satu pendukung kehidupan masyarakat.
Bahkan kekhawatiran dampak negatif dari keberadaan cyber crime ini secara internasional pernah
diutarakan dalam “International Information Industry Congress 2000 Millennium Conggres” di Quebec,
yang menyatakan bahwa: “Cyber crime is a real growing threat to economic and social development
around the world. Information technology touches every aspect of human life so can electronically enable
crime.” (Kejahatan dunia maya merupakan suatu pertumbuhan nyata yang mengancam pembangunan
ekonomi dan sosial dunia.
Teknologi informasi menyentuh setiap aspek kehidupan manusia yang secara elektronik dapat
menimbulkan kejahatan. Dalam hal pencurian/pembobolan sistem komputer yang dimaksudkan untuk
mendapatkan uang tunai melalui transfer dapat diterapkan Pasal 363 KUHP dimana dalam pasal tersebut
memperluas pengertian kunci palsu dan perintah palsu sehingga “password” atau “test-key” yang
digunakan dalam pencurian tersebut termasuk di dalamnya.

 Ketiga
tindak pidana pencurian ringan, diatur dalam pasal 364 KUHP yang berbunyi:
”perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang
diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau perkarangan
tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah,
diancam karena pencurian ringan dengan pidana paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
dua ratus lima puluh rupiah”
Tentang ’nilai benda yang dicuri’ itu semula ditetapkan ’tidak lebih dua puluh lima rupiah’, akan tetapi

7
dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 16 tahun 1960 tentang beberapa perubahan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diubah ’dua ratus lima puluh rupiah’.
Dari rumusan ketentuan pidana di atas dapat diketahui, bahwa yang dimaksud pencurian ringan itu dapat
berupa:
a. tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok;
b. tindak pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; atau
c. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan jalan masuk ke tempat kejahatan atau untuk
mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran,
perusakann, pemanjatran atau telah memakai kunci-kunci palsu atau serangan palsu
Dengan syarat:
a. tidak dilakukan di dalam sebuah rumah temapt kediaman;
b. tidak dilakukan di atas sebuah perkarangan tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman,
dan
c. nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Sedangkan untuk waktu
sekarang, nilai dari benda ditentukan sesuai dengan kelayakan dan kepantasan pada waktu sekarang.

 Keempat
tindak pidana pencurian dengan kekerasan, diatur dalam pasal 365 KUHP. Pencurian dengan unsur
kekerasan ini termasuk suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan pula, yaitu yang disertai
kekerasan atau ancaman kekerasan. Pasal 364 ini mengatur satu kejahatan, bukan dua kejahatan yang
terdiri dari kejahatan ’pencurian’ dan ’pemakaian kekerasan terhadap orang’, ataupun bukan merupakan
suatu samenloop dari kejahatan ’pencurian’ dengan kejahatan ’pemakaian kekerasan terhadap orang’.
Menurut Prof. Simons, kekerasan itu tidak saja merupakan sarana atau cara untuk melakukan pencurian,
melainkan cukup jika kekerasan tersebut terjadi ’sebelum’, ’selama’ dan ’sesudah’ pencurian.
Kemudian pasal 366 menjelaskan mengenai hukum pidana pencurian yang tecantum pada pasal 362, 363
dan 364 dapat diputuskan dari hak-dak seperti yang disebut dalam pasal 36 angka 1-4 KUHP, yaitu:

1. hak untuk menjabat segala jabatan tertentu.


2. hak untuk masuk dinas kemiliteran.
3. hak untuk memilih atau dipilih pada pemilihan yang dilakukan berdasarkan undang-undang
4. hak untuk menjadi penasehat, wali pengawas/pengampu atau pengawas/pengampu atas orang lain dari
pada anaknya sendiri.

 Kelima
tindak pidana pencurian dalam keluarga, diatur dalam pasal 367 KUHP. Menurut pasal 367 ayat 2 KUHP,
apabila pelaku atau pembantu dari pencurian dari pasal 362, 364, dan 365 adalah suami atau istri dari si
korban, dan mereka dibebaskan dari kewajiban tinggal bersama, atau keluarga sedarah semenda, baik
dalam keturunan lurus maupun sendiri hanya boleh dilakukan penututan atas pengaduan si korban
pencurian. Aduan pada pencurian dalam keluarga ini termasuk delik aduan relatif, yaitu kejahatan yang
hanya dalam keadaan tertentu saja merupakan delik aduan. Apabila suami-istri itu tidak dibebaskan dari
kewajiban tinggal bersama, maka menurut ayat 1 pasal 367 KUHP sama sekali tidak boleh dilakukan
penuntutan. Akan tetapi, ayat 3 pasal tersebut menyebutkan jika menurut adat-istiadat garis ibu
(matriarchaat dari daerah minangkabau) kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak,
maka aturan ayat 2 berlaku juga bagi orang itu.

8
B. PENGGELAPAN (VERDUISTERING)
Dalam KUHP, Penggelapan dimuat dalam buku II bab XXIV yang oleh Van Haeringen mengartikan
Istilah Penggelapan ini sebagai “geheel donkermaken” atau sebagai “uitstraling van lichtbeletten” yang
artinya “membuat segalanya menjadi gelap” atau “ menghalangi memancarnya sinar”. Sedangkan
Lamintang dan Djisman Samosir mengatakan akan lebih tepat jika istilah Penggelapan diartikan sebagai
“penyalah gunaan hak” atau “penyalah gunaan kekuasaan”. Akan tetapi para sarjana ahli hukum lebih
banyak menggunakan kata “Penggelapan“. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian yang dijelaskan dalam pasal 362. Hanya saja pada pencurian barang yang dimiliki itu masih
belum berada di tangan pelaku dan masih harus diambilnya, sedang pada penggelapan waktu dimilikinya
barang itu sudah ada di tangan pelaku tidak dengan jalan kejahatan.

Menurut KUHP tindak pidana penggelapan dibedakan atas lima macam, yaitu :
1. tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok
2. tindak pidana penggelapan ringan
3. tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang memberatkan
4. tindak pidana penggelapan oleh wali dan lain-lain
5. stindak pidana penggelapan dalam keluarga

Selain macam-macam Penggelapan yang telah disebutkan di atas masih ada tindak pidana lain yang yang
masih mengenai penggelapan, yaitu “Kejahatan Jabatan” pada pasal 415 dan pasal417, yang kini ditarik
ke dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 .

1. Penggelapan dalam bentuk pokok

Penggelapan dalam bentuk pokok dijelaskan dalam pasal 372 yakni “barang siapa dengan sengaja dan
melawan hukum, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Penggelapan yang dicantumkan dalam pasal di atas oleh R. Soesilo disebut dengan “Penggelapan Biasa”.
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 372 ini terdiri dari unsur objektif dan subjektif:

 Unsur subjektif

Unsur kesengajaan; memuat pengertian mengetahui dan menghendaki. Berbeda dengan tindak pidana
pencurian yang tidak mencantumkan unsur kesengajaan atau ‘opzettelijk’ sebagai salah satu unsur tindak
pidana pencurian. Rumusan pasal 372 KUHP mencantumkan unsur kesengajaan pada tindak pidana
Penggelapan, sehingga dengan mudah orang mengatakan bahwa penggelapan merupakan opzettelijk
delict atau delik sengaja.

 Unsur objektif
Barang siapa; seperti yang telah dipaparkan dalam tindak pidana pencurian, kata ‘barang siapa’ ini
menunjukan orang. Apabila seseorang telah memenuhi semua unsur tindak pidana
penggelapan maka dia dapat disebut pelaku atau ‘dader’
Menguasai secara melawan hukum (bermaksud memiliki); mentri kehakiman pemerintahan kerajaan
Belanda, menjelaskan maksud unsur ini adalah penguasaan secara sepihak oleh pemegang sebuah benda
seolah-olah ia merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang membuat benda tersebut berada
padanya.

9
Suatu benda; ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun dalam prakteknya
sering disebut ‘benda bergerak’

Seluruh atau sebagiannya adalah milik orang lain; sebagaimana keterangan Simons, “penggelapan atas
benda yang sebagian merupakan kepunyaan orang lain itu dapat saja terjadi. Barang siapa atas biaya
bersama telah melakukan suatu usaha bersama dengan orang lain, ia tidak boleh menguasai uang milik
bersama itu untuk keperluan sendiri”.

Benda Yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan; yaitu harus ada hubungan langsung yang
sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda pada tindak pidana penggelapan. Misalnya, karena
dititipkan, dipinjamkan, disewakan, atau digadaikan kepada pelaku

Misalnya : si A menyewa sepeda kepada si B, kemudian si A menjual sepeda tersebut tanpa


sepengetahuan si B. (dengan demikian si A dianggap telah melakukan penggelapan karena dia tidak
memiliki hak untuk menjual sepeda tersebut)

2. Penggelapan ringan

Penggelapan ringan, diatur pada pasal 373, yaitu Penggelapan bisaa (pasal 372), jika yang digelapkan itu
bukan binatang ternak (hewan) dan barang yang harganya tidak lebih dari Rp. 250.
Dengan demikian maka penggelapan hewan, Penggelapan barang yang harganya lebih dari Rp. 250 ,
Penggelapan barang yang tidak dapat dinilai harganya, Penggelapan dengan pemberatan pasal 374 dan
375 KUHP, meskipun harga barang yang digelapkan kurang dari Rp, 250, itu tidak masuk dalam
Penggelapan ringan.
Unsur-unsur yang terkandung dalam pasal ini adalah:
 Semua unsur yang terkandung dalam pasal 372
 Unsur khususnya yakni:
• Obyeknya benda yang bukan ternak
• Harga atau nilai benda tersebut tidak sampai Rp. 250
• Bukan Penggelapan dalam bentuk yang diperberat

3. Penggelapan dalam bentuk yang diperberat

Dalam pasal 374 dijelaskan bahwa: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya
terhadap barang disebabkan karena hubungan kerja atau karena unsur pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, diancam dengan pidana lima tahun”.
Selain -unsur yang terkandung dalam pasal 372 di atas, dalam pasal 374 ini merumuskan tiga macam
hubungan antara si pelaku dengan orang yang menitipkan barangnya, yaitu:

A.) hubungan buruh-majikan (persoonlijke dienstbtrekking)


Dalam hubungan antara buruh-majikan ini, barang yang digelapkan tidak harus kepunyaan si majikan.
Bisa jadi barang tersebut adalah barang orang lain atau buruh lain, akan tetapi karena sebagai buruh
pelaku harus mematuhi perintah majikannya untuk mengurus barang-barang tersebut.

B.) hubungan berdasarkan pekerjaan si pelaku sehari-hari (beroep)


Seorang pemborong yang menggelapkan barang-barang milik pihak yang memberikan pekerjaan
pemborongan misalnya, adalah termasuk Penggelapan yang berdasarkan pada pekerjaan si pelaku sehari-
hari.

10
C.) hubungan dimana si pelaku mendapat upah.
Misalnya: seorang petugas stasiun yang diupah untuk membawa barang ke atas kereta oleh seorang
penumpang, akan tetapi petugas tersebut tidak membawanya ke kereta, dengan demikian petugas tersebut
bisa dituntut melakukan Penggelapan.

4. Penggelapan oleh wali dan lain-lain

Dalam pasal 375 dijelaskan bahwa “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi
barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat,
pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Selain unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 372 di atas, unsur dalam Penggelapan yang ada pada
pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena:

A.) terpaksa disuruh menyimpan barang itu; Ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan
sebagainya.

B.) kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak
yang belum dewasa.

C.) kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang
ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut
dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan
karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.

D.) kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang
yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah ditinggalkan
oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu.

E.) kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk oleh
pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta
kekayaannya.

F.) kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan;

11
5. Penggelapan dalam keluarga

Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan
merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di
dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak
pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian,
yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan
tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang
bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta
kekayaan istri dan suami mereka.
Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana
suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan. Alasannya, sama halnya dengan pencurian
dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa
kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih
dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau
harta istri. Oleh karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan
dalam keluarga sebagai delik aduan.

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda.
Dalam arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog diatur dalam bab
XXV pasal 378 sampai dengan 395. Dalam rentang pasal-pasal tersebut, bedrog kemudian berubah
menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus.Bentuk-Bentuk Penipuan, Unsur, dan Akibat
Hukumnya
Adapun secara lebih detail, bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang tersaji dalam
pembahasan berikut.

1. Penipuan Pokok

Menurut pasal 378 KUHP penipuan adalah barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan
tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan
barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan
tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak
tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur penipuan pokok tersebut dapat dirumuskan:
a. Unsur-unsur objektif:
1. perbuatan: menggerakkan atau membujuk;
2. yang digerakkan: orang
3. perbuatan tersebut bertujuan agar:
a) Orang lain menyerahkan suatu benda;
b) Orang lain memberi hutang; dan
c) Orang lain menghapuskan piutang.
4. Menggerakkan tersebut dengan memakai:
a) Nama palsu;
b) Tipu muslihat,
c) Martabat palsu; dan
d) Rangkaian kebohongan.

12
Pemerasan
1. Pengertian
Maksud pemerasan menurut Pasal 368 adalah dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang
lain dengan melanggar hukum. Memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang
itu memberikan sesuatu barangnya atau orang ketiga atau supaya dia mengutang atau menghapus piutang.
Tindakan ini disebut “afpersing”.
Penjelasan di atas adalah penjelasan secara khusus dari pengertian pemerasan. Dalam Pasal 368 ayat (2)
KUHP memberikan pengertian secara luas tentang pemerasan. Pengertian secara luas adalah tindakan
melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau pencurian yang didahului disertai kekerasan
atau ancaman kekerasan, baik diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban.

2. Jenis-Jenis Pemerasan Dengan Hukumannya


a. Hukuman maksimal 9 tahun penjara
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang atau memberikan hutang maupun
menghapus piutang (Pasal 368 (1) KUHP).
b. Hukuman maksimal 12 tahun penjara
1) Jika perbuatan pemerasan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup
yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan (365 ayat 2).
2) Jika perbuatan pemerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
3) Jika masuknya ke tempat kejahatan dengan merusak atau memanjat atau memakai anak kunci palsu,
perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
4) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 356 (2) KUHP).
c. Hukuman maksimal 15 tahun penjara
Dihukum maksimal 15 tahun, jika perbuatan pemerasan mengakibatkan mati.
d. Hukuman maksimal 20 tahun penjara, pidana mati atau penjara seumur hidup
Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, atau mati dan dilakukan dua orang atau lebih dengan bersekutu
pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3 (Pasal 365 (3,4) KUHP).

3. Unsur-Unsur Pemerasan
a. Unsur obyektif.
1.Dalam pemerasan terdapat unsur kesengajaan yang bersifat tujuan, yaitu mengambil barang orang lain
dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan atau mengambil barang dengan membunuh korban.
2. Unsur memaksa pelaku terhadap korban. Memaksa merupakan tindakan yang merugikan orang lain
3. Yang dipaksa yaitu orang (yang menjadi korban)
4. Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun akan membuka rahasia korban.
b. Unsur subyektif
1. Maksud yang dituju. Maksud pelaku untuk melakukan pemerasan merupakan tindakan pidana yang
dilarang
2. Menguntungkan diri atau orang lain.Perbuatan ini dilakukan, untuk menguntungkan diri atau orang
lain, sebagaiman dijelaskan dalam pasal pemerasan
3. Melawan hukum. Pemerasan merupakan pidan terhadap benda orang lain, yang sudah menjadi
kekuasaan mereka.
Delik Aduan;
Posisi pemerasan sebagai delik aduan, bahwa yang berhak mengajukan pengaduan adalah orang yang
terhadapnya tindak pidana dilakukan dan orang yang dirugikan dengan tindak pidana, secara pendek
dapat dinamakan si korban. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa Pasal 367 berlaku bagi pemerasan
dan ancaman.

B. Ancaman
1. Pengertian

13
Pengertian dalam Pasal 369 adalah dengan maksud menguntungkan dirinya atau orang lain dengan
melanggar hukum, memaksa orang dengan ancaman pencemaran nama baik, dengan lisan atau tulisan
atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang, atau
supaya memberi utang atau menghapus piutang.
Ancaman dan pemerasan yang dituju si pelaku sama, yang berbeda adalah cara-cara yang digunakan.
Ancaman tidak dilalui dengan kekerasan, melainkan dengan akan menista. Perbedaan inilah kiranya
menjadi alasan bahwa tindak pidana pengancaman hanya diancam dengan hukuman sangat lebih ringan
dari pemerasan.
Wirjono Prodjodikoro menjelaskan membuka rahasia yang ditunjukkan Pasal 322 dengan Pasal 369
adalah bahwa suatu rahasia pada hakikatnya mengenai suatu hal yang benar terjadi, tetapi penistaan
mengenai hal benar- tidak benar, yang disembunyikan oleh karena suatu hal tertentu.
Sedangkan pencemaran nama dan kehormatan dari orang yang diancam atau dari orang ketiga, yang ada
hubungan kekeluargaan atau persahabatan dengan orang yang diancam karena jabatannya atau
pekerjaannya berwajib menyimpan rahasia itu.

Pengertian Penghancuran dan Perusakan

Penghancuran merupakan asal kata dari "hancur" dan mendapat imbuhan kata peng-an, yang menjadi
kalimat "penghancuran". penghancuran atau dalam bahasa belandanya "vernielen" bisa di artikan "segala
perbuatan yang intinya menghancurkan", dimana suatu perbuatan itu telah melawan hukum atau hak
sebagai sebuah tindakan pidana. Penghancuran bisa diartikan " membinasakan " yang mana perbuatan ini
telah melawan hukum. Orang yang telah dalam kategori melakukan perbuatan penghancuran adalah jika
barang atau sesuatu milik orang lain itu telah hancur, jika tidak hancur maka bukan suatu perbuatan
penghancuran.
Sedangkan " perusakan " merupakan asal kata dari " rusak " dan mendapat imbuhan kata Pe-an, yang
menjadi kalimat " perusakan ". istilah ini tidak jauh beda dengan perbuatan penghancuran, yang mana
perbuatan ini bisa di kategorikan sebagai tindakan pidana (Delik) jika di lakukan secara melawan hukum
atau hak. Perusakan merupakan perbuatan pidana ang lebih ringan dari pada penghancuran, di karena
perusakan suatu perbuatan " merusak " benda atau sesuatu milik orang lain sehingga rusak, akn tetapi dari
kerusakan itu dapat di perbaiki lagi, contoh : Si – a merusak sepeda si – B, dari perbuatan ini, sepeda
tersebut bisa di perbaiki. Sebaliknya dengan perbuatan penghancuran itu lebih berat karena perbuatan
tersebut lebih condong membinasakan benda atau sesuatu milik orang lain sehingga hancur atau tidak
bisa di gunakan lagi serta tidak bisa di perbaiki lagi. Jadi penghancuran dan perusakan merupakan dua hal
perbuatan pidana yang jelas berbeda seperti yang telah di terangkan di atas.
Unsur-Unsur Penghancuran dan Perusakan
Di dalam ilmu hukum pidana, terdapat kandungan dua unsur di dalamnya yaitu : hukum subyektif dan
hukum obyektif. Hukum subyektif adalah hak suatu negara untuk menghukum, yang mana meliputi :
Hak negara mengancam perbuatan seseorang yang melawan hukum
Hak negara menjatuhkan hukuman bagi seseorang yang melawan hukum
Hak negara untuk melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melawan hukum.
Sedangkan hukum obyektif adalah bahwa hak untuk menghukum itu baru timbul setelah didalam hukum
obyektif ditentukan sejumlah perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman. Berangkat dari keterangan
tersebut bahwasannya hukum pidana terdapat dua unsur, antara lain subyektif dan obyektif. Subyektif
sebagai pelaksana hukum, akan tetapi harus mengetahui apa yang terkandung di dalam hukum obyektif
yang mana terdapat perbuatan perbuatan-perbuatan tertentu yang dianggap melawan hukum.
Begitupun dengan unsur-unsur penghancuran dan pengrusakan, yang mana terdapat subyektif dan
obyektif. Subyektif disini negara lebih berhakuntuk warga negaranya yang melawan hukum, sedangkan
obyektif harus tertera penghancuran dan perusakan apa saja yang dapat dianggap suatu perbuatan pisana,
entah itu ada unsur sengaja atau tidak sengaja. Sesuai yang tertera dalam KUHP pasal 406 ayat (1),
penghancuran dan perusakan itu terdapat beberapa unsur, yakni : " membinasakan, merusakkan, membuat
sehingga tidak dapt di pakai lagi, serta menghilangkan. Menurut R. Soesilo dalam bukunya KUHP serta

14
komentar-komentarnya unsur pengenalannya dan perusakan adalah :
"membinasakan" : menghancurkan atau merusak sama sekali, contoh : membanting gelas sehingga
hancur.
"merusakkan" : kurang dari pada membinasakan, misalnya memukul gelas tidak sampi hancur, akan
tetapi hanya pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya.
"membuat sehingga tidak dapat di pakai lagi" : disini tindakan itu harus demikian rupa, sehingga batang
itu tidak dapat di pakai lagi. Melepaskan roda kendaraan dengan mengulir sekrupnya, belum berarti
membuat sehingga tidak dapat di pakai lagi, karena dengan jalan memasang kembali, roda itu masih dapat
di pakai.
"menghilangkan" : membuat sehingga barang itu tidak ada lagi, misalnya di bakar sampai habis, di buang
di kali atau laut sehingga hilang.
Dalam unsur-unsur di atas ini, tidak hanya barang saja yang menjadi obyek penghancuran dan perusakan.
Hewan juga termasuk dalam obyek dari tindakan pidana ini, seperti yang di contohkan R. Soesilo yakni :
misalna A benci pada B, pada malam hari A membacok kudanya B mengaruh pada lutut kaki kuda,
sehingga kuda itu mati serta tidak bisa di pakai lagi di karenakan kudanya B telah di bunuh oleh A. Dari
unsur-unsur yang telah di sebut di atas maka tindakan tersebut bisa di kategorikan sebagai tindakan
penghancuran dan perusakan yang mana telah melawan hukum.

Macam Bentuk Penghancuran dan Perusakan & Sanksi Hukumnya


Tindakan pidana (delik) ini terdiri dari beberapa macam bentuk tindakannya, antara lain :
· Penghancuran dan perusakan terhadap barang milik orang lain
· Penghancuran dan perusakan terhadap kepentingan umum
· Penghancuran dan perusakan yang di lakukan oleh dua orang atau lebih
Ø Penghancuran dan perusakan terhadap barang milik orang lain
Dalam kasus pidana ini perbuatan penghancuran dan perusakan, masuk pada pasal 406 ayat (1) & (2), 407
ayat (1) & (2). Di dalam pasal ini tidak hanya menyebutkan barang milik orang lain saja akan hewan
tercantum dalam pasal ini. Dalam pasal ini sanksinya adalah di hukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan denda sebanyak-banyaknya Rp 4500, ini sesuai yang tertera dalam KUHP pasal 406 ayat
(1).
Ø Penghancuran dan perusakan terhadap kepentingan umum
Yang di maksudkan dalam segala perbuatannya berhubung atas kelangsungan kepentingan umum, jika di
hancurkan dan di rusakkan maka akan berakibat lebih fatal. Seperti contoh : seseorang telah
menghancurkan dan merusak rel kereta api, pipa gas dan lain-lain yang mana masih berhubungan dengan
kepentingan umum. Dalam kasus ini perbuatan pidana tersebut termuat pada KUHP pasal 408, yang mana
di beri sanksi penjara selama-lamanya empat tahun. Sanksi ini jelas lebih berat karenakan akibat
perbuatan pidana ini berdampak lebih besar

Tindak pidana penadahan


Menurut code penal Prancis, yakni sesuai dengan kebanyakan perundang-undangan pidana dari
berbagai negara di Eropa yang berlaku pada abad 18, perbuatan menadah benda-benda yang diperoleh
karena kejahatan tidak dipandang sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri atau sebagai suatu
jelfstandig misdrijf,melainkan suatu perbuatan membantu melakukan kejahatan atau sebagai suatu
medeplichtigheid dalam suatu kejahatan, yakni dengan perbuatan mana pelaku dapat memperoleh benda-
benda yang diperoleh karena kejahatan. Para pembentuk kitab undang-undang hukum pidana ternyata
telah meninggalkan paham seperti itu, dan menurut Prof Simons, mereka itu dengan tepat telah mengatur

15
tindak pidana penadahan dalam bab XXX dari buku 2 KUHP sebagai tindak pidana pemudahan. Menurut
Prof Satochid Kartanegara, tindakan pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena
perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan, yang mungkin
saja tidak akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang bersedia menerima hasil kejahatan tersebut. Akan
tetapi, Prof Simons pun mengakui bahwa pengaturan tindak pidana penadahan didalam bab XXX buku 2
KUHP sebagai tindak pidana pemudahan itu sebenarnya kurang tepat, sebab perbuatan menadah yang
didorong oleh hasrat untuk memperoleh keuntungan sebenarnya tidak dapat disebut sebagai telah
dilakukan dengan maksud untuk memudahkan orang lain melakukan kejahatan. Badan pembinaan hukum
nasional departemen hukum dan ham RI dalam bab XXXI dari usul rancangannya mengenai buku 2 dari
KUHP yang baru ternyata telah bermaksud untuk memasukkan tindak pidana penadahan kedalam
pengertian suatu jenis tindak pidana baru yang disebutnya sebagai pertolongan jahat. Kiranya para pakar
bahasa Indonesia dapat membantu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan pertolongan
jahat.
B.  Pengaturan tindak pidana penadahan dalam hukum positif di Indonesia
Pengaturan tindak pidana penadahan diatur dalam KUHP sebagai berikut.
1.    Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok
Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam
pasal 480 KUHP, yang merumuskan asliya dalam bahasa Belanda yang artinya :
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 tahun atau dengan pidana denda setinggi-
tingginya sembilan ratus rupiah :

Karena bersalah telah melakukan penadahan, yakni barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima
gadai, menerima sebagai hadiah atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual,
menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda
yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena
kejahatan,
2.    Barang siapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat
ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan.

16
Tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 angka 1 KUHP terdiri atas :
a.       Unsur-unsur subjektif :
1. Yang ia ketahui atau waarvan hij weet
2. yang secara patut harus dapat ia duga atau waarvan hij redelijkerwijs moet vermoeden
b.   Unsur- unsur objektif :
1. Membeli
2. menyewa
3. Menukar
4. menggadai
5.menerima sebagai hadiah atau sebagai pemberian
6. didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan
7. menjual
8. menyewakan
9. menggadaikan
10. mengangkut
11. menyimpan
12. menyembunyikan
Untuk dapat menyatakan seseorang terdakwa telah terbukti memenuhi unsur yang ia ketahui sebagaimana
yang dimaksud diatas baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan didepan sidang
pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa :
a.Bahwa terdakwa mengetahui yakni bahwa benda itu telah diperoleh karena kejahatan ;
b.Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan
oleh penuntut umum, seperti membeli, menyewa, menukar, menggadai atau menerima sebagai hadiah
atau pemberian;
c.Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan
oleh penuntut umum, seperti menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,
menyimpan atau menyembunyikan karena didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan, atau
setidak-tidaknya mengetahui bahwa perbuatan itu telah ia lakukan karena terdorong oleh maksud atau
hasrat untuk memperoleh keuntungan.

17
2. Tindak pidana penadahan yang dilakukan sebagai kebiasaan
Tindak pidana penadaha  yang dilakukan sebagai kebiasaan ataupun yang di dalam doktrin sering disebut
sebagai gewoonteheling oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 481 KUHP yang rumusan
aslinya di dalam bahasa Belanda yang artinya sebagai berikut :
a.    Barang siapa membuat sebagai kebiasaan pekerjaan dengan sengaja membeli, menukar, menerima gadai,
menyimpan atau menyebunyikan benda-benda ang diperoleh karena kejahatan, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya tujuh tahun.
b.   Orang yang bersalah dapat dicabut hak-haknya seperti yang diatur dalam pasal 35 NO 1-4 dan dapat
dicabut pula haknya untuk melakukan pekerjaan, dalam pekerjaannya kejahatan itu telah dilakukan.

Jika orang membandingkan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam rumusan tindak pidana yang 
diatur dalam pasa 481 ayat i KUHP dengan perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam rumusan tindak
pidana yang diatur dalam pasal 480 angka 1 KUHP, segera dapat diketahui bahwa antara keduanya tidak
terdapat perbedaan sama sekali, tetapi jika kemudian orang melihat pada pidana yang diancamkan bagi
pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 angka 1 KUHP dan bagi pelaku
tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 481 ayat 1 KUHP, maka segera juga dapat
diketahui bahwa pidana yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud
dalam pasal 480 ayat 1 angka 1 KUHP adalah lebih berat daripada yang diancamkan bagi pelaku tindak
pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 angka 1 KUHP.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dipaparkan penjelasan tentang pencurian dan pengelapan di atas, dapat di tarik
simpulan sebagai berikut:

1. pencurian dalam rumusan KUHP adalah tindakan kejahatan yang meliputi unsur-unsur:
Barang siapa; Mengambil; Suatu benda; Sebagian/seluruhnya kepunyaan orang lain; dan
Memiliki benda tersebut dengan melawan hukum

2. penggelapan dalam rumusan KUHP adalah tindak kejahatan yang meliputi unsur-unsur:
Dengan sengaja; Barang siapa; Mengambil; Suatu benda; Sebagian/seluruhnya kepunyaan
orang lain; Menguasai benda tersebut dengan melawan hukum; dan Benda Yang ada dalam
kekuasaannya tidak karena kejahatan;

3. perbedaan pencurian dan penggelapan adalah:

A.) Penggelapan dalam KUHP dengan jelas disebutkan sebagai delik kesengajaan, sedangkan
pencurian tidak;

B.) Benda penggelapan berada pada kewenangan atau penguasaan pelaku, sedangkan barang
pencurian berada di luar kewenangan pelaku

B. Saran
Dari kajian pencurian dan penggelapan di atas, penulis menyarankan:

1. lebih mendalami pemahaman rumusan pencurian dan penggelapan dalam KUHP.

2. mentafsirkan ‘kata’ dalam KUHP harus dilhat pula sejarah pembentukan undang-undang
tersebut.

3. putusan dalam satu kasus mesti diprioritaskan keadilan untuk kepentingan bersama.

19
DAFTAR PUSTAKA

Lamintang dan Djiaman Samosir. 1979. Delik-delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap
Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Bandung: Tarsito
Lamintang. 1989. Delik-Delik Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Bandung: Sinar
Baru

R. Soesilo. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus.
Bandung: PT. Karya Nusantara
R. Soesilo. 1991. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor:
Politeia

S. Basar. 1984. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Bandung: Remaja Karya
Soeharto. 1993. hukum Pidana Materil: unsur-unsur objektif sebagai dasar dakwaan. Jakarta:
Sinar Grafik

Team red. “ WIPRESS”. 2006. KUHP dan KUHAP.WIPRESS


Team red. “Kesindo Utama”. 2007. KUHP & KUHAP. Surabaya: Kesindo Utama
Tresna. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Bandung: UNPAD
Utrecht. 1987. Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas
Wirjono Prodjodikoro. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT.
ERISCO

20

Anda mungkin juga menyukai