Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MANDIRI FILSAFAT PENDIDIKAN

“ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN”

Dosen Pengampu : Dra. Rosdiana, M.Pd

Disusun Oleh :

Tasya Sastira Harahap ( 1203151048 )

Reza Luzi Hastari ( 1203351029 )

T. Fajar Ramadhan ( 1203351022 )

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN
2020

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nantikan syafa’atnya di akhirat.

Tidak lupa, Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mandiri dari mata kuliah filsafat
pendidikan. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca dan dosen pengampu untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Medan, 28 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Pembuatan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aliran Idealisme

2.2 Aliran Realisme

2.3 Aliran Materialisme

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat pendidikan adalah muara ide dari berbagai kebutuhan utama pendidikan
seperti model pembelajaran dan berbagai aspek lain yang dibutuhkan untuk
melanjutkan saga keilmuan pendidikan. Seperti filsafat pada umumnya, filsafat ini
juga mempertanyakan berbagai kemungkinan yang telah dan/atau bisa diambil lalu
diputuskan untuk menggiati keilmuan ini.
Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat
atau para filosof sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup didunia,
telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para filosof itu,
ada kalanya satu dengan yang lain hanya bersifat saling kuat-menguatkan, tapi tidak
jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh
pendekatan yang di pakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk objek
permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka
kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit
yang saling berlawanan. Selain iu faktor zaman dan pandangan hidup yang melatar
belakangi mereka, serta tempat di mana mereka bermukim juga ikut mewarnai
pemikiran mereka.

Menyimak kembali sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat


sebagaimana yang telah di uraikan dalam bab pertama, akan menjadi jelas adanya
perbedaan tersebut diatas. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan, bahwa
dalam sejarahnya telah melahirkan bebagai pandangan atau aliran. Karena pemikiran
filsafat yang tidak pernah mandeg.

Untuk mengetahui perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, di bawah


ini akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat dalam pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa itu aliran idealisme?
 Apa itu aliran realisme?
 Apa itu aliran materialisme?

1.3 Tujuan Pembuatan


 Mengetahui aliran idealisme
 Mengetahui aliran realisme
 Mengetahui aliran materialisme
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Aliran Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.

Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli
hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah
gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan
kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa
bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.

Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan


bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan
kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-
masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan
ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit
sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka
yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah
memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat
menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide,
Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi
adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan
dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang
nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi
yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai
materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya
hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik
dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang
tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini
seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya.
Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli,
kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak,
karena idea merupakan wujud yang hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini
hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan
alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma
lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha
menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru
berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan
hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil
adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani
yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka
apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang
pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan
terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan
dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.

Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan


pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali,
1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari
paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada
porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang
hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar
benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang
dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah
idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini
dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin
dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip
pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah
jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan
dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak
kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat
idealisme (Van der Viej, 2988:19).

Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap
idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan
pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang
kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme
khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak
membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan
keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato
itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah
pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi
sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.

Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang
dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum
pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya
tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan
persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang
keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima,
pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).

2.2 Aliran Realisme

Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran
ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik.
Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial,dan realisme
yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian pengetahuan yang luas,
ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha
mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau
realisme ilmu menekankan pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626)
seorang tokoh realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia.
Pandangannya tentang manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya.
(Sadulloh: 2003: 36)

Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran
ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan
intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari
kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan
pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan
pada ide atau jiwa.
Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar, 2010:
1) sebagai berikut:

Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa


dapatbertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup
bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa, maka
mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.

Kurikulum Pendidikan.  Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA danmatematika,


(2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai.

Sains dan matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan


matematika dipertimbangkan sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar.
Sebab, pengetahuan tentang alam memungkinkan umat manusia untuk dapatmenyesuaikan
diri serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan tidak
seharusnyadiabaikan, sebab ilmu kemanusiaandiperlukan setiap individu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya. Kurikulum hendaknya menekankan pengaruh
lingkungan sosial terhadap kehidupan individu.

Metode Pendidikan. “Semua belajar tergantung pada pengalaman, baikpengalaman


langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca bukumengenai hasil pengalaman
orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada siswa. Metode penyajian hendaknya
bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh para
filsuf Realisme yang merupakan penganutBehaviorisme” (Edward J. Power). Metode
mengajar yang disarankan para filosof Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para
siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan, danmembandingkan fakta-fakta; mengiterpretasi
hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.

Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar didalam


kelas (classroom is teacher-centered);guru adalah penentu materi pelajaran; guruharus
menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata
pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan demikian guru
harus berperan sebagai “penguasa pengetahuan; menguasai keterampilan teknik-
teknik mengajar; dengan kewenangan membentuk prestasi siswa”. Adapun siswa berperan
untuk“menguasai pengetahuan yang diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan
berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan
moral dibutuhkan untuk berbagai tingkatan keutamaan” (Edward J. Power).
Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi manusia
bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan lingkungan fisik
maupun sosial. Implikasi pandangan realisme adalah sebagai berikut:

1.      Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri dalam


masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.

2.      Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai pengetahuan.
Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang pendidikan.

3.      Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi untuk
mencapai tujuan pendidikan.

4.      Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua pengetahuan


yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang luas dan praktis.

5.      Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua pembelajaran tergantung
pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan
oleh peserta didik. Metode penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan
psikologis.

(Sadulloh: 2003: 42)

2.3 Aliran Materialisme

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan


rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor
pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”. 
Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-
bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom
merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.

Menurut Randal dalam Sadulloh (2003: 49) bahwa karakteristik umum materialisme pada


abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada
sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut
menunjukkan bahwa:
1.      Semua sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya
ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat, jadi
semua sains merupakan cabang dari sans mekanika.

2.      Apa yang dikatakan “jiwa” dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah
merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau organ-organ
jasmani yang lainnya.

3.      Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyang.

Menurut Tohmas Hobbes (Fadliyanur,2008: 1) Sebagai penganut empiris materialime,


ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh pengalaman. Hanya
pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki 
fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses
penjumlahan dan pengurangan.

Materialisme maupun positivisme pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan


secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (Agus, 2013: 1),Materialisme belum pernah
menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini
Rasyidin (Anjar,2011: 1) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih
cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil
pendidikan secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
mengutamakan sains pendidikan.

Pendidikan dalam hal ini proses belajar merupakan proses kondisionaisasi


lingkungan. Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar)
menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil
kajian sains serta perilaku sosial sebagai hasil belajar (Fadliyanur,2008: 1)

Menurut Power (Asmal, 2012: 29) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan


positivisem behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialismesebagai berikut

1.      Tema

Manusia yang baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah.

2.      Tujuan Pendidikan
Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya untuk tanggung
jawab hidup social dan pribadi yang kompleks

3.      Kurikulum

Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal) dan organisasi selalu
berhubungan dengan sasaran perilaku.

4.      Metode

Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi pelajaran berprogram dan kompetensi.

5.      Kedudukan Siswa

Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang.
Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut belajar.

6.      Peranan Guru

Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat
mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli
filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach
suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah
yang sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli
tersebut, di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Kenyataan-kenyataan itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok suatu ajaran
filsafat. Dan oleh penelitian para ahli kemudian, ajaran filsafat tersebut disusun dalam satu
sistematika dengan kategori tertentu. Klasifikasi inilah yang melahirkan apa yang kita kenal
sebagai suatu aliran. (sistem) suatu ajaran filsafat. Suatu ajaran filsafat dapat pula sebagai
produk suatu zaman, produk suatu cultural and social matrix. Dengan demikian suatu ajaran
filsafat dapat merupakan reaksi dan aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia.
Filsafat dapat berbentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan
suatu pola kehidupan tertentu.

Berdasarkan kenyataan sejarah, filsafat bukanlah semata-mata hasil perenungan,


hasil pemikiran kreatif yang terlepas daripada pra kondisi yang menantang. Paling
sedikit, ide-ide filosofis adalah jawaban terhadap problem yang menentang pikiran
manusia, jawaban atas ketidak tahuan, atau verifikasi tentang sesuatu. Filsafat juga
merupakan usaha meneuhi dorongan-dorongan rasional manusiawi demi kepuasan
rohaniah, untuk kemantangan pribadi, untuk integritas.

3.2 Saran

Tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali ciptaan-Nya. Apalagi manusia tidak ada
daya apa-apa untuk menciptakan sesuatu. Demikian juga dengan karya ilmiah ini
yang jauh dari kesempurnaan. Penulis harap karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua
pihak yang telah membantu dan para pembaca. Kritik dan saran senantiasa saya
terima demi penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://desabojonegara.blogspot.com/2012/06/makalah-filsafat-pendidikan-
tentang_25.html?m=1

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://supriadiucuptea.blogspot.com/2012/0
4/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html%3Fm
%3D1&ved=2ahUKEwjZxZ_8mYzsAhUf7XMBHbk9DMQQFjAFegQIBB
AB&usg=AOvVaw13Ukitl3upK9Q9SX7Rhm3B&cshid=1601308538132

https://khasanahilmubinongko.blogspot.com/2015/12/aliran-aliran-filsafat-
pendidikan.html?m=1
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://khasanahilmubinongko.blogspot.com/2015/12/aliran-
aliran-filsafat-pendidikan.html%3Fm
%3D1&ved=2ahUKEwjHz7LQmIzsAhUJ9XMBHY4sC20QFjANegQICRAB&usg=AOvVa
w1FdKl5Ty5ud3-Knz_2V-7P&cshid=1601308586510

Anda mungkin juga menyukai