Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI-TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL,

TEORI KONFLIK, TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK, SERTA TEORI


STRUKTURASI

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Ahmad Natsir


NIM : L1C018003
Fakultas&Prodi : SOSIOLOGI (A)
Semester : 5 (LIMA)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas ini.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan ini.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaaf dan dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI-TEORI FUNGSIONAL
STRUKTURAL, TEORI KONFLIK, TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK, SERTA
TEORI STRUKTURASI.

Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan kesalahan. Besar
harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balikberupa keritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan tugas ini. Semoga tugas ini bisa memberikan manfaat bagi
berbagai pihak.

Mataram, 16 Oktober 2020

Ahmad Natsir (L1C018003)

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Pendidikan dalam perspektif teori Fungsional structural 1
BAB II. Pendididkan dalam perspektif teori konflik
BAB III. Pendidikan dalam perspektif teori intraksionalisme simbolik
BAB IV. Pendidikan dalam perspektif teori strukturasi
KESIMPULAN DAN ANALISIS
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
BAB 1
Pendidikan dalam Perspektif Teori Fungsional Struktural

Pendidikan mempunyai peranan menyiapkan sumber daya manusia yang mampu


berpikir secara kritis dan mandiri (independent critical thinking) sebagai modal dasar untuk
pembangunan manusia seutuhnya yang mempunyai kualitas yang sangat prima. Upaya
pengembangan kemampuan berpikir kritis dan mandiri bagi peserta didik adalah dengan
mengembangkan pendidikan partisipasif.
Pendidik baik guru maupun dosen seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator,
keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik. Keterlibatan peserta didik dalam pendidikan
tidak sebatas sebagai pendengar, pencatat dan penampung ide-ide pendidik, tetapi lebih dari
itu ia terlibat aktif dalam mengembangkan dirinya sendiri (Sadiman, 2004:3).
Pemikiran perspektif stuktural fungsional meyakini bahwa tujuan pendidikan adalah
mensosialisasikan generasi muda menjadi anggota masyarakat untuk dijadikan tempat
pembelajaran, mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang
diperlukan agar bisa tampil sebagai bagian dari warga negara yang produktif (Sunarto,
1993:22
Struktural fungsional para penganutnya mempunyai pandangan pendidikan itu
dapat dipergunakan sebagai suatu jembatan guna menciptakan tertib sosial.
Pendidikan digunakan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk
mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan menguasai tata nilai-nilai yang
dipergunakan sebagai anggota masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai suatu kesatuan,
sebagai suatu kesatuan masyarakat itu dapat dibedakan dengan bagian-bagianya, tetapi tidak
dapat dipisah-pisahkan. Dengan adanya anggapan masyarakat sebagai suatu realitas sosial
yang tidak dapat diragukan eksistensinya, maka Durkheim memberikan prioritas analisisnya
pada masyarakat secara holistik, dimana bagian atau komponen-komponen dari suatu sistem
itu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan utama dari sistem secara keseluruhan. Kebutuhan
suatu sistem sosial harus terpenuhi agar tidak terjadi keadaan yang abnornal. Turner dalam
Wirawan mengatakan bahwa sistem sosial dapat dibentuk untuk memenuhi kebutuhan atau
tujuan-tujuan tertentu sehingga mempunyai fungsi dalam membangun unsur-unsur
kebudayaan masyarakat (Wirawan, 2006:48).
Dalam perspektif fungsional struktural,masyarakat sebagai suatu sistem dari bagian-
bagian yang mepunyai hubungan satu dengan yang lain. Hubungan dalam masyarakat
bersifat timbal balik dan simbiotik mutualisme. Secara dasar suatu sistem lebih cenderung
kearah equilibrium dan bertsifat dinamis. Ketegangan /disfungsi sosial /penyimpangan sosial/
penyimpangan pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui adaptasi dan proses
institusionalisasi. Perubahan yang terdap

1
dalam sistem mempunyai sifat gradual dengan
melalui penyesuaian dan bukan bersifat revolusioner. Konsensus merupakan faktor penting
dalam integrasi. .
Setiap masyarakat mempunyai sususnan sekumpulan subsistem yang satu sama lain
berbeda-beda, hal ini didasarkan pada struktur dan makna fungsional bagi masyarakat yang
lebih luas. Jika masyarakat itu mengalami perubahan pada umumnya akan tumbuh dan
berkembang dengan kemampuan secara lebih baik untuk menanggulangi permasalahan dan
problem-problem dalam kehidupanya.
Secara umum fakta sosial menjadi pusat perhatian dalam kajian sosiologi adalah
struktur sosial dan pranata sosial. Dalam perspektif fungsional struktural, struktur sosial dan
pranata sosial tersebut berada dalam sistem sosial yang terdiri atas elemen-elemen ataupun
bagian-bagian yang saling menyatu dan mempunyai keterkaiatan dalam keseimbangan.
Fungsional struktural menekankan keteraturan dan mengabaikan konflik serta perubahan-
perubahan yang terjadi pada masyarakat. Struktural fungsional menekankan pada peran dan
fungsi struktur sosial yang menitik beratkan konsensus dalam masyarakat. Jika hal ini dikaitkan
dengan pendidikan maupun sekolah mempunyai beberapa fungsiantara lain:
Hakikat Pendidikan
Pendidikan dari bahasa adalah perbuatan mendidik (hal, cara dan sebagainya) dan
berarti pula pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)
badan, dan batin (Poerwadarminto, 1991:250). Para pakar biasanya menggunakan istilah
tarbiyah, dalam bahasa arab. Penggunaan kata tarbiyah untuk arti pendidikan (education)
merupakan pengertian yang sifatnya ijtihad (interpretable) (Nata, 2012:21). Hal yang sama
diungkapkan oleh Abdul Mujib bahwa: Pendidikan dalam bahasa arab biasanya memakai
istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris (Mujib, 2006:10). Adapun
pendidikan dari segi istilah antara lain adalah:Pendidikan sebagai setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak
itu, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti
sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang
belum dewasa (Hasbullah, 2001:2). Hal senada juga dikatakan bahwa:
Pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing mengarahkan potensi hidup
manusiayang beruopa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga
terjadilahperubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial
sertahubunganya dengan alam sekitar di mana ia hidup (Arifin, 1993:54). Dalam hal ini H
Home dalam Arifin, mengatakan bahwa Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses
penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia
dan dengan tabiat tertinggi kosmos (Arifin, 1993:12
Adapun rumusan pendidikan mempunyai inti: pendidikan adalah pemanusiaan anak
dan pendidikan adalah pelaksanaan nilai-nilai (Driyakara, 1980:18). Dalam Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas tahun 2003) dinyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengembalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang
Sisdiknas, 2003:2).
Pengertian Teori Struktural Fungsional
Struktural Fungsional dinamakan juga sebagai fungsionalisme struktural.
Fungsionalisme struktural memiliki domain di teori Konsensus. Masyarakat dalam
perspektifteori ini dilihat sebagai jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan
bekerja secara teratur, menurut norma dan teori yang berkembang (Purwanto, 2008:12.)
Struktural Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang
berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang

1
saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal
fungsi dari elemen-elemen konstituenya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi (Idi,
2013:24). Teori ini juga merupakan bangunan yang bertujuan mencapai keteraturan sosial.
Pemikiran Struktural Fungsional sangat terpengaruh dengan pemikiran biologis yaitu terdiri dari
organ- organ yang mempunyai saling ketergantungan yang merupakan konsekwensi agar
organismtersebut tetap dapat bertahan hidup.

Teori-Teori Struktural Fungsional


Teori Fungsionalisme Emile Durkheim (1858-1917) (Johnson, 1990:167)
Durkheim melihat “pendidikan sebagai pemegang peran dalam proses sosialisasi atau
homogenisasi, seleksi atau heterogenisasi, dan alokasi serta distribusi peran-peran sosial, yang
berakibat jauh pada struktur sosial yaitu distribusi peran-peran dalam masayarkat.
Durkheim memahami masyarakat dengan beberapa perspektif (pokok pikiranya)
antara lain adalah: (1) setiap masyarakat secara relatif bersifat langgeng, (2) Setiap
masyarakat merupakan struktur elemen yang terintregrasi dengan baik, (3) setiap elemen di
dalam suatu masyarakat memiliki satu fungsi, yaitu menyumbang pada bertahanya sistem itu,
dan (4) setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsesnsus nilai antara para
anggotanya (Wirawan, 2006:47).
Teori structural fungsional tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan maupun
masyarakat. Stratifikasi yang berada dimasyarakat mempunyai pungsi ekstrimisme teori ini
adalah mendarah daging asumsi bahwa semua even dalam tatanan adalah fungsional bagi
masyarakat

1
BAB II.
Pendidikan dalam Perspektif Teori Konflik

Teori Konflik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan


Memahami Marx menegani startifikasi sosial tidak lain harus melihat teori klas yaitu “Sejarah
peradaban umat manusia dari dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian dan konflik
antar klas.” Marx selalu melihat bahwa hubungan manusia terjadi dari adanya hubungan posisi
masing-masing terhadap sarana produksi. Marx berkeyakinan bahwa posisi dalam struktur
sangat mendorong dalam upaya memperbaiki nasib mereka dengan ditunjukkan adanya klas
borjuis dan klas buruh. Dari penjelasan tersebut menurut sosiolog pendidikan beraliran Marxian
menawarkan bahwa masalah pertentangan klas menjadi objek kajia (pendidikan). Dari mereka
ada poin-poin yang diajukan, pertama bahwa pendidikan difokuskan pada perubahan yang
dibangun dan tumbuh tanpa adanya tekanan dari klas dominan atau penguasa, yaitu dengan
perubahan akan penyadaran atas klas dominan. Kedua pendidikan diarahkan sebagai arena
perjuangan klas, mengajarkan pembebasan, kesadaran klas, dan perlawanan terhadap kaum
borjuis.
Teori Konflik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Masyarakat Pendidikan Prioritas Kebijakan Strategi Perencanaan
Konflik dan eksploitasi
Kekuasaan dan kekuatan untuk memelihara terib social
Pendidikan sebagai kepanjangan kekuatan kelompok dominan. Perjuanagan terus menerus
antara kelompok dominan dan subordinat .
Memutuskan hubungan antara organisasi /struktur sekolah dan kekuatan ekonomi. Pendidikan
terciptakan terti social yang hirarkis .
Ubah struktur sekolah/ap kerja/ masyarakat. Pengembagan kesadaran dan perlawanan diajarkan
di sekolah .
Bebaskan kurikulum dari ideology dominas.
Kembangkan pendidika sebagai embebasan.

Dalam teori konflik ini begitu jelas dominasi kaum Borjuis pemegang kendali dan
kebijakan, mereka dengan gampang memperoleh status sosial dalam masyarakat. Sebagai
contoh ditahun 90-an ada sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa selama tahun 90-an
kebelakang teryata pendidikan ditentukan o leh status ekonomi para orangtua. Sehingga paling
tidak fakta bahwa teori konflik berlaku di Indonesia.
Di dalam buku “Sosiologi Pendidikan” juga disebutkan bahwa klas bawah tidak akan sama
memperoleh pendidikan di banding dengan klas menegah dan atas, sebagai missal pembelajaran
yang pernah dimiliki oleh klas tengah tidak akan pernah dimenegrti oleh klas bawah, karna
adaya perbedaan pengalaman yang dia daaptkan. Kedua, dalam realitasnya klas bawah tidak
akan semudah memperoleh pendidikan dibading klas menengah yang dengan gampang tanpa
alih-alih taggung jawab lain dalam mempeolehnya. Ketiga, realitas Negara bahwa segala
pengetahuan ditentukan oleh penguasa, karenanya klas proletar yang notabenya sebagai objek
dari kebijakan mendapatkan keilmuan tidak sesuai dengan fakta yang ada, sekaligus merupakan
bukan termasuk bukan bagain dari keinginan siswa dan keahliannya.

Pendidikan dalam structural konflikdimulai dengan menelusuri pemikiran perspektif


structural konflik. Teori structural konflik muncul sebagai mengritik utama teori structural
fungsional.perspektif konflik mrmiliki pandangan yang berbeda dengan perspektif

1
fungsionalyang lebih melihat konstribusi positif lembaga pendidikan bagi masyarakat.
Pemikiran perspektif ini justru melihat bahwa lembaga pendidikan memiliki fungsi negative.
Perspektif ini menekankan dengan adanya perbedaan pada diri individudalam mendukung suatu
sistem sosial. Menurut perspektif konflik masyarakat terlihat dari diri individuyang masing-
masing memiliki kebutuhan yang terbatas. Kemampuan individu untuk mendapatkan kebutuhan
pun berbeda-beda.

Konflik memiliki perspektif yang berbeda dengan perspektif fungsional karena


melihat kontribusi yang positif kepada lembaga pendidikan dalam masyarakat. Dalam
perspektif ini terdapat penekanan-penekanan adanya perbedaan yang sangatmenyolok yang
ada pada setiap diri individu dalam mendukung suatu sistem sosial. Konflik menunjukkan
adanya perbedaan pada masing-masing individu disebabkan karena mempunyai kebutuhan
yang sangat terbatas. Adapun kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut
saling berbeda satu dengan yang lainya.
Teori konflik berpandangan perubahan sosial terjadi melalui proses penyesuaian nilai-
nilai yang berdampak pada perubahan dan menghasilkan kompromi-kompromi yang
berbeda dengan kondisi semula. Proses konflik bersifat instrumental dalam penyatuan,
pemeliharaan dan pembentukan dalam struktur sosial.
Konflik kekerasan dan kerusuhan sosial bernuansa agama, rasa dan antar golongan
yang mengiringi krisis ekonomi-politik pada waktu yang lalu, menunjukkan betapa rapuhnya
relasi antar agama antar etnik yang kita bangun dan kita banggakan selama ini (Soleh Isre,
2003:iii). Adapun hal-hal yang menyebabkan munculnya konflik antara lain: 1) Konflik diri
sendiri dengan seseorang dapat terjadi karena perbedaan peranan, kepribadian dan kebutuhan.
2) Konflik diri sendiri dengan kelompok dapat terjadi karena individu tersebut mendapat
tekanan, atau individu bersangkutan telah melanggar norma-norma kelompok sehingga
dimusuhi atau dikucilkan oleh kelompoknya. 3) Konflik terjadi karena adanya suatu ambisi
salah satu kelompok untuk berkuasa. (Husaini Usman, 2006:389).
Dari cara menghadapi dan menyelesaikan konflik sosial dapat diklasifikasikan: 1)
Konflik kalah versus kalah. Dalam sebuah konflik pasti terdapat pihak-pihak yang saling
berselisih dan melakukan aksi saling mengalahkan, menyingkirkan atau melenyapkan. Dalam
hal ini masing-masing pihak saling kalah, jadi berakhir saling kalahnya kedua pihak. 2)
Konflik kalah versus menang. Konflik akan berakhir dalam bentuk kalah versus menang
apabila salah satu pihak yang bertikai mencapai keinginanya dengan mengorbankan keinginan
pihak lain. 3) Konflik menang versus menang. Konflik akan berakhir menang versus menang
jika pihak-pihak yang berkaitan bersedia satu sama lain untuk mencapai kesepakatan baru
yang saling menguntungkan (Usman, 2006:389
Teori konflik mempunyai implikasi kepada pendidikan di masyarakat dan strategi
perencanaan antara lain: 1) membebaskan kurikulum dari idiologi yang mendominasi, 2)
menciptakan pendidikan yang tertib, herarkhis dan kondusif tanpa dipengaruhi struktur
sekolah, 3) konflik dan eksploitasi, 4) kekuatan maupun kekuasaan yang dapat menciptakan
ketertiban sosial, 5) mengembangkan pendidikan yang dapat membebaskan, dan 6)
memperrjuangkan kelas secara terus menerus.
Basis teori konflik yang dicetus Marx mengalami evolusi seiring perkembangan zaman.
Beberapa intelektual melihat teori konflik Karl Marx tidak hanya dapat beroperasi pada strukur
ekonomi semata namun juga kultural. Antonio Gramsci melihat terjadinya hegemoni kultural
yang dilakukan oleh minoritas berkuasa. Intelektual dari The Frankfurt School seperti Max
Horkheimer dan Theodor Adorno melihat bagaimana budaya massa berkontibusi pada
terciptanya dan bertahannya hegemoni kultural. Budaya massa, menurutnya, diproduksi oleh
kaum kapitalis untuk meredam kesadaran kelas mayoritas sehingga tidak terjadi perlawanan.
Melalui kultur, masyarakat didesain menjadi masyarakat konsumsi yang secara ekonomis
menguntungkan kaum kapitalis.

1
Teori konflik banyak menginspirasi munculnya gerakan sosial akar rumput yang
melakukan perlawanan di berbagai aspek, salah satunya adalah feminisme. Gerakan feminisme
terispirasi oleh teori konflik untuk melihat bahwa relasi gender dan seksual sebenarnya
merupakan relasi eksploitatif. Kemunculan awal feminisme, misalnya, melihat laki-laki sebagai
kelas dominan yang mengekspoitasi perempuan melalui kekuatan ideologis dan nilai-nilai
bahwa domestik adalah wilayah perempuan dan publik adalah wilayah laki-laki. Feminisme
awal menganggap domestifikasi sebagai kekangan atas kebebasan yang menjadi hak setiap
individu. Selain feminisme, gerakan lain yang terinsirasi dari teori konflik diantaranya teori
postkolonialisme, teori sistem dunia, teori poststrukturalisme, dan lain sebagainya.
Karl Marx berpendapat bahwa Konflik kelas diambil sebagai titik sentral dari
masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di masyarakat. Segala
macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum
kapitalis telah mengelompokkan populasi pada segelintir orang saja. Kaum borjuis telah
menciptakan kekuatan produktif dari semua generasi dalam sejarah sebelumnya. Tetapi kelas-
kelas itu juga berlawanan antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat menjadi terpecah ke
dalam dua kelas besar yaitu borjuis dan proletar.
Dasar analisis kalangan marxis adalah konsep kekuatan politik sebagai pembantu
terhadap kekuatan kelas dan perjuangan politik sebagai bentuk khusus dari perjuangan kelas.
Struktur administratif negara modern adalah sebuah komite yang mengatur urusan sehari-hari
kaum borjuis. Sebuah bagian dari produksi umum membuat jalan masa depan bagi konflik-
konflik ini. Hal itu memperkirakan bahwa kelas menengah pada akhirnya akan hilang.
Pedagang, perajin masuk ke dalam golongan proletar sebab modal kecil tidak dapat bersaing
dengan modal besar. Sehingga proletar direkrut dari semua kelas populasi. Perbedaan antara
kaum buruh/pekerja kemudian akan terhapus. Kaum pekerja akan memulai bentuk kombinasi.
Konflik akan sering muncul di antara dua kelas ini. Kaum buruh memulainya dengan bentuk
perlawanan koalisi borjuis agar upah mereka terjaga. Mereka membentuk perkumpulan yang
kuat dan dapat memberikan dukungan kepada mereka ketika perjuangan semakin menguat.
Bagian dari proletar dengan unsur-unsur pencerahan dan kemajuan, peningkatan potensial
secara revolusioner.

1
BAB III
Pendidikan dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik

Teori interaksionalisme simbolik ini lebih kepada individu-individu.


Teori interaksionisme simbolik. Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para
ahli dibelakang perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting
dalam konsep sosiologi. Teori ini beranggapan bahwa individu adalah obyek yang dapat secara
lansgung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinyadengan individu yang lain.
Interaksionisme simbolik Pada hakekatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat
sosial psikologis yang terutama relavan untuk penyelidikan sosiologis. Teori ini akan berurusan
dengan struktu-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari prilaku individual atau sifat-sifat
batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik mempokuskan diri pada hakekat interaksi,
pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi sendiri dianggap
sebagai unit analsisi, sementara sikap-sikap diletakan menjadi latar belakang.
Interaksionisme simbolik dapat dicontohkan hubungan guru dengan peserta didik. Pada
hubungan tersebut ada pola yang telah diatur, peserta didik akan menjadi seorang yang
menerima informasi dan guru sebagai orang yang akan melakukan tranformasi pengetahuan.
Guna mengetahui keberhasilan peserta didiknya, ia harus melakukan penilaian. Pandangan
peserta didik terhadap dirinyadan teman-temannya dipengaruhi oleh penilaian guruyang
bersangkutan. Lalu diberi lebel atas dasar interpretasi bahwa peserta didik yang duduk
dibangku depan berkelakuan baik, sopan, rajin dan pintar. Peserta didik yang duduk dipaling
belakang sepertinya kurang pintar, tidak perhatian terhadap pelajarannya dan malas. Sehingga
perhatian guru terhadap mereka diinterpretasikan subordinat dalam prestasibelajar akan
berbeda. Padahal, dapat saja kemampuansemua peserta belajar dalam satu kelas tidak signifikan
perbedaannya atau mirip. Oleh karena itu, dibutuhkan interaksi langsung dengan melihat dari
dekat tidak sepintas serta memberikan perlakuan sama yang mendorong peserta didik tersebut
mempunyai progress akademik yang positif sehingga interpretasinya bener dan sesuai dengan
pakta lapangan.
Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antar symbol dan interaksi serta
inti dari pandangan ini pendekatannya adalah individu. Dimana individu merupakan objek
yangbisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu lainnya.
Perspektif ini mengganggap setiap individu didalam dirinya memiliki esensi kebudayaan,
berinteraksi ditengah sosial masyarakat, dan menghasilkan makna buah pikiran yang disepakati
secara kolektif. Dan pada akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang
dilakukan oleh setiap individu, akan memepertimbangkan sisi individu tersebut. inilah salah
satu ciri dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionalisme simbolik.
Teori inetraksionalisme simbolik lahir pada pemikirannya George Herbert Mead (1863-
1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di Massachusetts. Karir mead berawal dari
saat beliau menjadi seorang professor dimapus Oberlin. Ohio kemudian mead berpindah pindah
mengajar dari satu kampus kekampus lain, sampai akhirnya saat beliau diundang untuk pindah
dari universitas Michigan ke Universitas Chicago oleh Jhon dowey. Disinah mead sebagai
seorang memiliki pemikiran yang original dan membuat catatan kontribusi kepada ilmu sosial
dengan meluncurkan’the theoritical perspective’ yang jadi perkembangannya nanti menjdai ‘
Teori Interaksi Simbolik’dan sepanjang tahunnya Mead dikenal sebagai ahli sosial psikologi
ilmu sosiologis. (Rogers. 1994;166).
Mead tertarik pada interaksi, dimana isayrat nonverbal dan makna dari sutau verbal,
akan mempengaruhi pemikiran seseorang yang sedang berinteraks. Dalam termonologi yang
dipikiran Mead. Setiap isyarat nonverbal (seperti body language, gerak fisik, baju status.) dan
pesan verbal seperti (kata-kata) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua
pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan sebuah bentuk simbolyang mempunyai arti
sangat penting.
Selain Mead telah banyak para ahli yang menggunakan pendekatan teori interaksi
simbolik dimana teori ini memberikan pendektan yang relative khusu pada ilmu dari kehidupan

1
kelompok manusia dan tingkah laku manusia, dan banyak emmberikan konstribusi intelektual,
diantaranya Jhon Dewey , Robert E park, James bark Baldwin (Rogers;1994 ;171. Generasi
setelah Mead merupakan generasi perkembangan interaksi simbolik, dimana pada saat itu
pemikiran mead terpecah menjadi dua mazhab (school), dimana dalam mazhab tersebut berbeda
dalam metodologi yaitu: 1). Mazhab Chicago (Chicago scool) yang dipelopori oleh Herbert
Blumer, dan 2). Mazhab lowa ( lowa scool) yang di plopori oleh Manfred Kuhn dan Kimbali
Young (Rogers. 1994:171).
Pada sisi lain interaksionalisme simbolik sangat menitik beratkan pandangan tentang
kehidupan sosialsebagai sebuah prestasi aktif dari para actor yang berpengetahuan dan
bertujuan, dan interaksionalisme simbolikdikaitkan dengan teori subjek, seperti yang diuraikan
Mead bahwa sala susul sosial bagi kesdaran refleksi. Intraksionalisme simbolik diyakini sebagai
‘ sosiologi mikro’ yang berurusan dengan hubungan ‘antar pribadi’, sekal kecil, sedangkan
tugas-tugas sosiologi makro yang lebih luas ditangani oleh fungsionalisme. Bagi Giddens, apa
yang dipaparkan intraksionalisme simboliktidak memadai untuk menjelaskan prilaku manusia.
Bagi Giddens , prilaku manusia. Pertama harus dikaitkan dengan teori tentang subjek yang
beraksi dan kedua, harus menempatkan aksi kedalam ruang dan waktu sebagai arus prilaku yang
mengalir, bukannya memperlakukan tujuan, alasan, dan lain-lain sebagai sesuatu yang dihimpun
bersama-sama.

1
BAB IV.
Pendidikan dalam Perspektif Teori Strukturasi
Teori struktur Anthony Giddens menyatakan bahwa individu adalah agen-agen sosial
dengan kemampuan dapat merobak struktur sosial yang ada. Individu yang berperan sebagai
agen sosial setidaknya memiliki keperibadian yang kuat sehingga tidak hanya member warna
terhadap struktur sosial yang ada tetapi juga dapat merubah struktur yang ada.
Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap sehingga mampu meningkatkan kualitas dirinya. Pendidikan yang
berkaitan erat dengaan anak didik, tetntu saja dapat dikategorikan sebagai pencetan agen-agen
sosial dimasa depa. Anak didik yang berperan sebagai agen sosial untuk dipersiapkan. Hal ini
menjadi tugas keluarga, guru sekolah, pemerintah dan masyarakat berkewajiban unutk
melancarkan proses pencapaian tujuan pendidikan. Keunikan setiap anak didik sudah
sepantasnya dipandang sebagai suatu kelebihan yang memiliki dalamupayanya menjadi agen
sosial.
Teori strukturasi adalah teori ilmu sosial tetntang penciptaan dan produksi sistem sosial
yang berbasis pada analisis struktur dan agen, tanpa member keunggulan pada keduanya.
Selanjutnya dalam teori strukturasi , baik analisis mikro maupun makro semata sudah cukup.
Teori ini diusulkan oleh sosiolog Anthony Giddesns dan menuliskan dalam buku ‘ The
Constitution Society.
Ginddens dipandang sebagai orang pertama yang berhasil menghasilkan teori yang
menghubungkan struktur dan agensi. Teorinya disebut Teori Strukturasi. Dalam teori ini,
struktur dan agensi tidak dipandang dua hal yang terpisah, karena jika demikian akan muncul
dualism struktu-agensi. Struktur – agensi , menurut Giddens harus dipandang sebagai dualitas
(duality), dua sisi mata uang yang sama. Hubungan antar keduanya besifat dialetik, dalam arti
struktur dan agensi saling mempengaruhi dan hal ini berlangsung terus menerus, tanpa henti.
Teori Giddens tentang strukturasi didasarkan pada premis(Giddens,1984, dalam hidayat,
2000:440)
Menurut priyono, agen atau pelaku adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus
kontinum tindakan dan pristiwa didunia. Struktur adalah aturan dan sumber-sumber daya (rules
dan resources) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktek sosial. Konsep ruang
dan waktu menurut Giddens bersifat konstitutif, yaitu adanya ruang dan waktu maka individu
melakukan kecendrungan tersebut diklarifikasikan oleh Ritzer sebagai ilmuan yang
berparadigma ganda yaitu paradigm fakta sosial, paradigm dfinisi sosial dan paradigm prilaku
sosial. Giddens mulai berpikir untuk mengkritik fungsionalisme, dan strukturalisme. Ada tiga
kritik Giddens atas fungsionalisme. Pertama fungsionalisme menghilangkan fakta bahwa
anggota masyarakat bukanlah orang-orang dungu. Individu bukan robot yang bergerak
berdasaran naskah. Kedua, fungsionalisme merupakan cara berpikir yang mengklaim bahwa
sistem sosial mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan ketiga , fungsionalisme
membuang dimensi waktu dan ruang dalam menjelaskan proses sosial sementara, terkait
strukturalisme, Giddens menggap strukturalsime terlalu menyingkirkan objek. Strukturalisme
dan fungsionalisme menekankan secara kuat dibangunnya lebih mekanis.
Menurut teori strukturasi, dominan kajian ilmu-ilmu sosial adalah prakik-praktik sosial
yang terjadi sepanjang ruang dan waktu, maksudnya, aktivitas-aktivitas sosial itu tidak
dihadirkan oleh para actor sosial, melainkan trus menerus diciptakan oleh mereka melalui
sarana-sarana pengungkapan diri mereka sebagai actor. Giddens memberikancontoh bahwa
tidak mungkin ada kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter seorang atau beberapa diktatot.
Teori struktur masih bernuansa member tekanan pada agen. Agen Giddens lebih banyak
mempunyai kekuasaan. Hal ini berbeda dengan teori yang dikembangkan oleh Bourdiun.
Bourdiun lebih menekankan Habitus, sehingga nuasa teori yang dibangun lebih mekanis. Dalam
menyusun teori strukturasi, Giddens sedikit banyak berhutang pada gagasan-gagasan
strujturalisme. Hal tampak dalam catatan-catatannya Giddens, atas strukturalisme, yaitu: (a)
teori strukturalisasi pentingnya penciptaan ruang melalui perbedaan dalam proses
konstitusibahasa dan masyarakat (b) pemikiran strukturalis berupaya memasukandimensi waktu

1
kedalam pusat analisis itu sendiri. (c) pemikiran strukturalis menunjukan bahwa ‘ jarak dalam
waktu’ dalam beberapa aspek pentingnya sam dengan ‘ jarak dalam waktu’ . (d) teori
strukturallis menawarkankemungkinan pemahaman yang lebih memuaskan tenang totalitas
sosial dari pada yang ditawarkan oleh fungsionalisme.

1
KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS

Pada teori diatas merupakan media analsis untuk menemukan sebuah penomena
pendidikan dan mengkaji sebuah masalah dengan baik. Teori-teori ini dekemukakan oleh para
ahli dan menjadi landasan berpikir kita untuk mengkaji penomen-penomena dalam kehidupan
sehari-hari kita. Adapun teori-teori yang menyangkut perspektif pendidikan dalam sudut
pandang yang berbeda. Sebagai berikut:
1. Struktural fungsional para penganutnya mempunyai pandangan pendidikan itu
dapat dipergunakan sebagai suatu jembatan guna menciptakan tertib sosial.
Pendidikan digunakan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk
mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan menguasai tata nilai-nilai yang
dipergunakan sebagai anggota masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai suatu kesatuan,
sebagai suatu kesatuan masyarakat itu dapat dibedakan dengan bagian-bagianya, tetapi tidak
dapat dipisah-pisahkan. Dengan adanya anggapan masyarakat sebagai suatu realitas sosial
yang tidak dapat diragukan eksistensinya, maka Durkheim memberikan prioritas analisisnya
pada masyarakat secara holistik, dimana bagian atau komponen-komponen dari suatu sistem
itu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan utama dari sistem secara keseluruhan. Kebutuhan
suatu sistem sosial harus terpenuhi agar tidak terjadi keadaan yang abnornal.
2. Dalam teori konflik ini begitu jelas dominasi kaum Borjuis pemegang kendali dan
kebijakan, mereka dengan gampang memperoleh status sosial dalam masyarakat.
Sebagai contoh ditahun 90-an ada sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa
selama tahun 90-an kebelakang teryata pendidikan ditentukan o leh status ekonomi
para orangtua. Sehingga paling tidak fakta bahwa teori konflik berlaku di Indonesia.
3. Teori interaksionalisme simbolik ini lebih kepada individu-individu.
Teori interaksionisme simbolik. Inti pandangan pendekatan ini adalah individu.
Para ahli dibelakang perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang
paling penting dalam konsep sosiologi. Teori ini beranggapan bahwa individu
adalah obyek yang dapat secara lansgung ditelaah dan dianalisis melalui
interaksinyadengan individu yang lain.
Interaksionisme simbolik Pada hakekatnya merupakan sebuah perspektif yang
bersifat sosial psikologis yang terutama relavan untuk penyelidikan sosiologis.
Teori ini akan berurusan dengan struktu-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret
dari prilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme
simbolik mempokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari
tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi sendiri dianggap sebagai unit
analsisi, sementara sikap-sikap diletakan menjadi latar belakang.
4. Teori struktur Anthony Giddens menyatakan bahwa individu adalah agen-agen
sosial dengan kemampuan dapat merobak struktur sosial yang ada. Individu yang
berperan sebagai agen sosial setidaknya memiliki keperibadian yang kuat sehingga
tidak hanya member warna terhadap struktur sosial yang ada tetapi juga dapat
merubah struktur yang ada.
Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap sehingga mampu meningkatkan kualitas dirinya. Pendidikan
yang berkaitan erat dengaan anak didik, tetntu saja dapat dikategorikan sebagai
pencetan agen-agen sosial dimasa depa. Anak didik yang berperan sebagai agen
sosial untuk dipersiapkan. Hal ini menjadi tugas keluarga, guru sekolah, pemerintah
dan masyarakat berkewajiban unutk melancarkan proses pencapaian tujuan
pendidikan. Keunikan setiap anak didik sudah sepantasnya dipandang sebagai suatu
kelebihan yang memiliki dalamupayanya menjadi agen sosial.

1
DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, Gorge dan Dauglas J.Goddman 2014. Teori sosiologi dari teori sosiologi klasik.

Durkheim, Emile, 1938 Rules of Sociological Metod Chicago : university of Chicago.

Damsar, 2011. Sosiologi pendidikan, Jakarta. kencana

George, Ritzer , 1992, sosiologi Berparadigma Ganda

Priyono, B Herry, Anthony Giddens: suatu pengantar, kepustakaan popular Gramedia, Jakarta,
2002.

Ritzer , George dan Dougles J. Goodman. 2008. Teori sosiologi modrn. Jakarta: kencana

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta Rajawali pers. 2007

Doyle Paula Johnson. Teori sosiologo klasik dan Modern (Bandung: Mirzan, 2001), 89.

Herry. B-Priyono. 2003. ANTHONY GIDDENS SESUATU PENGANTAR. Yogyakarta. Hlm.11

Giddens Anthony. 1979, problematika utama dalam Teori sosial. Aksi, struktur, dan kontradiksi
dalam analsisi sosial. Terjemahan oleh Daryanto. 2009. Yogyakarta: pustaka pelajar

1
LAMPIRAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS MATARAM
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
Jl. Majapahit No. 62 Mataram
e-mail : sosiologi@unram.ac.id, Website : www.sosiologi.unram.ac.id

LEMBAR JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


SEMESTER GANJIL TA. 2020/2021

Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan

Kelas : Sosiologi A

Hari/tanggal : Jumat, 16 Oktober 2020

Nama Mhs : Ahmad Natsir No. Mhs: L1C018003

PERNYATAAN

Apa yang saya tulis ini sebagai jawaban atas pertanyaan (soal) adalah murni
hasil pemikiran saya sendiri, dan jika nanti ditemukan kesamaan dengan tulisan orang
lain, baik dari sumber (web/situs dan referensi) tertentu atau tulisan saya memiliki
kesamaan dengan tulisan rekan-rekan saya, maka saya siap menerima sanksi yang
diberikan oleh dosen pengasuh matakuliah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung jawab.

Tanda Tangan :

Ahmad Natsir

Anda mungkin juga menyukai