Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan dan rahmat karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN OSTEOPOROSIS”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Karena makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami selaku Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun ke arah perbaikan
dikemudian hari.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan rekan-rekan
semua. Akhir kata semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua

Tangerang, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
Latar Belakang............................................................................................... 1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
Definisi Osteoporosis..................................................................................... 4
Klasifikasi Osteoporosis dan Penyebab......................................................... 4
Pathway ......................................................................................................... 7
Tanda dan Gejala............................................................................................ 7
Komplikasi..................................................................................................... 8
Pemeriksaan Diagnostik................................................................................. 9
Penataksanaan................................................................................................ 10
BAB III ASKEP
Pengkajian...................................................................................................... 10
Diagnose Keperawatan................................................................................... 13
Intervensi Keperawatan.................................................................................. 13

BAB VI PENUTUP..................................................................................................
Kesimpulan.................................................................................................... 25
Saran............................................................................................................... 26
DAFTARPUSTAKA
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Osteoporosis adalah salah satu masalah kesehatan di dunia. Pada orang yang menderita
penyakit ini, tulang menjadi tipis dan rapuh yang pada akhirnya bisa menyebabkan patah.
Penyakit ini ditandai hilangnya masa tulang, sehingga tulang menjadi mudah patah dan tidak
tahan tekanan dan benturan. Osteoporois memerlukan serangkaian tindakan untuk proses
terapinya. Berbagai pencegahan bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya pengeroposan
tulang.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang harus mengetahui kondisi pasien, harus
mengetahui konsep dasar penyakit sekaligus mengetahui teori asuhan keperawatan pada
pasien osteoporosis. Makalah ini dibuat untuk membantu memahami konsep penyakait
osteoporosis dan sebagai gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional
dan tepat sesuai respon masing-masing individu.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan oteoporosis?

2. Bagaimana epidemiologi dari osteoporosis?

3. Bagaimana etiologi dari osteoporosis?

4. Bagaimana tanda dan gejala dari osteoporosis

5. Bagimana patofisiologi dari osteoporosis?


6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari osteoporosis?

7. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari osteoporosis?

8. Bagaimana pengobatan dari osteoporosis?

9. Bagaimana pencegahan dari osteoporosis?

10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian oteoporosis

2. Untuk mengetahui epidemiologi dari osteoporosi

3. Untuk mengetahui etiologi dari osteoporosis

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari osteoporosis

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari osteoporosis

6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari osteoporosis

7. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis dari osteoporosi

8. Untuk mengetahui pengobatan dari osteoporosis

9. Untuk mengetahui pencegahan dari osteoporosis

10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis


BAB II
Pembahasan

A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. (setiyohadi, 2006)
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan
kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien
gangguan system musculoskeletal).
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,
sehingga terjadilah osteoporosis.
Osteoporosis dibagi menjadi 3, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis skunder dan osteoporosis ideopatik. Osteoporosis primer adalah
osteoporosis yang tidak diketahui penyebab, sedangkan osteoporosis sekunder adalah
osteoporosis yang di ketahui penyebabnya dan osteoporosis ideopatik adalah osteoporosis
yang rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3 (IGFBP-3)
Osteoporosis primer bisa juga dibagi menjadi dua Tipe I dan II :
 Osteoporosis Tipe I : disebut juga osteoporosis pasca menopause, yang disebabkan
oleh defisiensi estrogen akibat menopause.
 Osteoporosis Tipe II: disebut juga osteoporosis sinelis, disebabkan oleh gangguan
absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatioridisme skunder yang
mengakibatkan timbulnya osteoporosis.

B. Klasifikasi dan Penyebab Osteoporosis.


 Ada beberapa penyebab terjadinya osteoporosis :
Menurut wilkins, William, 2008 penyebab osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis primer
Untuk penyebab osteoporosis primer tidak diketahui namun ada beberapa factor
resiko yang menyebabkan osteoporosis yaitu:
a. Fungsi adrenal gonad meurun
b. Kekeliruan metabolisme protein akibat defisiensi estrogen.
c. Keseimbangan kalsium negative yang ringan namun berlangung lama, yang
disebabkan oleh asupan kalsium yang tidak cukup
d. Sering duduk dan tidak bergerak
2. Osteoporosis sekunder
a. Alkoholisme
b. Imobilisasi atau menggunakan tulang
c. Hipertiroidisme
d. Intoleransi laktosa
e. Malabsorpsi
f. Malnutrisi
g. Ketidaksempurnaan osteogenesis
h. Terapi yang berlangsung lama dengan steroid atau heparin
i. Arthritis rematoid
j. Penyakit kudis
k. Atrofi suddeck (setempat di tangan dan kaki bawah, dengan serangan yang
berulang – ulang.
 Osteoporosis pada pria
Osteoporosis pada pria bisa diklasifikasikan dalam tiga cara yaitu :
1. Primer
Idiopatik : tidak ada penyebab yang diketahui
2. Sekunder
Lebih sering menyerang pria dari pada wanita ; mungkin disebabkan oleh terapi obat
( antikonvulsan, glukokortikoid, terapi heparin atau warfarin dalam waktu lama ),
factor gaya hidup (alkoholisme, imobilitas, merokok ), atau kondisi medis ( gangguan
GI, hiperkalsiuria, hipogonadisme, penyakit neoplastik, transplantasi organ, arthritis
rheumatoid, tirotksikosis)
3. Senile
Muncul setelah penderita berusia 70 tahun ; disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kehancuran tulang dengan pembentukan tulang baru, asupan kalsium dan
vitamin D tidak cukup, dan aktivitas fisik kurang. (wilkins, William, 2008)

Menurut Corwin, Elizabeth J. 2009 Penyebab osteoporosis :


Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yang
dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut,
semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. Pada individu yang berusia 70-an dan
80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan.
Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia decade keempat
atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi selama dan
setelah menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tampak sangat berperan dalam
perkembangan ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja
untuk mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen
menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi osteoklas pada hormone
paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan besar pada
aktivitas osteoklas. Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok
sangat rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum
menopause dibandingkan tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria
lansia kurang rentan mengalami osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang
yang lebih padat daripada wanita ( sekitar 30 % ), dan kadar hormone reprodruktif tetap
tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia memiliki tulang yang
kurang padat dari pada pria yang lebih muda. Untuk pria dan wanita, penyebab lain
osteoporosis adalah penurunan aktivitas fisik, dan ingesti obat tertentu, termasuk
kortikosteroid dan beberapa antacid yang mengandung aluminium yang meningkatkan
eliminasi kalsium. Terbukti bahwa bahkan pria dan wanita yang sangat tua dapat secara
signifikan meningkatkan densitas tulang dengan melakukan aktivitas menahan beban
tingkat sedang. Riwayat keluarga juga berperan dalam menentukan risiko masa depan
individu. Densitas tulang terbukti menurun pada wanita menyusui walaupun kembalinya
ke densitas yang mendekati normal terjadi penyepihan.
Menurut Bambang Setiyohadi ( ilmu penyakit dalam ) penyebab osteoporosis pada laki
laki
1. Genetic
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas
massa tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu
laki-laki yang ibunya menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak didapatkan gen spesifik
yang mengatur massa tulang dan risiko fraktur pada laki-laki.
2. Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya
pencapaian puncak massa tulang pada laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti
testosterone memiliki efek yang baik untuk meningkatkan massa tulang pada laki-laki
dengan hipogonadisme. Berbagai penyebab hipogonadisme pada laki-laki harus dicari
pada laki-laki dengan osteoporosis,misalnya sindrom klinefelter, hipogonadisme
akibat hipogonadotropin, hiperprolak-tinemia, orkitis, akibat parotitis , kastrasi dsb.
Seringkali pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak mudah dideteksi, karena
ukuran testes yang tetap normal, libido yang tetap normal walaupun kadar luteinizing
hormone meningkat.
3. Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa dan densitas tulang pada laki-
laki kira-kira 3-4% perdekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun,
kehilangan massa tulang lebih besar lagi , walaupun demikian tetap lebih rendah
dibandingkan wanita. Resorpsi endosteal pada laki-laki, tampaknya dapat
dikompensasi dengan formasi periosteal, sehingga resiko fraktur dan penurunan
densitas tulang tidak sehebat pada wanita. Pada tulang trabekular, penurunan densitas
massa tulang pada kedua jenis kelamin tampaknya sama, tetapi korteks tulang
trabekular pada laki-laki lebih tebal dibandingkan pada wanita sehingga risiko fraktur
juga lebih rendah.
4. Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit , obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis
sekunder pada laki-laki, misalnya glukokortikoid, merokok, alcohol, insufisien ginjal,
kelainan gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan
tirotoksikosis, imobilisasi lama, arthritis rheumatoid.
5. Idiopatik
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui secara jelas
penyebabnya. Diagnosi osteoporosis idiopatik ditegakkan setelah semua penyebab
yang lain dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan antara osteoporosis
idiopatik dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3 (IGFBP-3)

C. Patofisiologi Osteoporosis.
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. Genetic, nutrisi pilihan gaya hidup (misalnya merokok,
konsumsi kafein dan alkohol) dan aktifitas fisik mempengaruhu puncak massa tulang.
Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapainya puncak massa tulang.
Menghilangnya estrogen pada saat menopause dan pada oofrektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus secara tahun-tahun pascamenopause.
Akibatnya, insiden osteoporosis lebih rendah pada pria.
Factor nutrisi memengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorbs kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Asupan kalsium dan vitamin D
yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan pertumbuhan osteoporosis.
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar)
dapat menyebabkan osteoporosis. Kostikosteroid berlebihan, sindrom Cushing,
hipertiroidise, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Derajad
osteoporosis berhubungan dengan dursi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau
metabolism telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun retorasi
kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi.
Keadaan medis penyerta (misalnya sindom malabsobsi, intoleransi laktosa,
penyalahgunaan alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin)
mempengaruhi pertubuhan osteoporosis. Obat-obatan (mis. Isoniazid, heparin, tetraksilin,
antasida yang mengandung aluminium, forusemide, antikonvulsan, kostikosteoid, dan
suplemen tiroid) mempengaruhu penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium. Imobilitas
penyumbang dan perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat dengan
adanya stress berat badan dan aktifitas otot. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis,
atau inaktifitas umum, tulang akan diresopsi lebih cepat dari pembentukannya dan
terjadilah osteoporosis.

D. Faktor Resiko Osteoporosis.


Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur
merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas
tulang. Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan risiko osteoporosis
1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor risiko osteoporosis.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang juga
merupakan faktor risiko osteoporosis seperti sindrom Klinefelter, sindrom Turner, terapi
glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiroidisme, atau defisiensi hormon
pertumbuhan. Pubertas terlambat, anoreksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan
yang menyebabkan amenore juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang
tidak maksimal. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga merupakan faktor risiko
osteoporosis, oleh sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal
didaerah dengan 4 musim. Faktor hormonal juga berperan pada pertumbuhan tulang,
termasuk hormone seks gonadal dan androgen adrenal (dehidroepandrosteron dan
androstenedion). Faktor hormonal yang berhubungan dengan kehilangan massa tulang
adalah hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme. Faktor lain yang juga berhubungan
dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor risiko osteoporosis adalah
densitas massa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur tulang, derajat
mineralisasi dan kualitas kolagen tulang.
Selain faktor risiko osteoporosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan
karena terjatuh berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik
seperti sakit jantung, gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan
sebagainya.
E. Komplikasi Osteoporosis.
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan
fraktur colles pada pergelangan tangan. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga
dapat terjadi paraparesis.
F. Prosedur Pemeriksaan Densitas Tulang.
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu
pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat
membantu seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang
mengalami osteoporosis atau tidak.
Cara kerja alat tersebut (BMD) adalah sebagai berikut:
1. Alat yang terdiri atas satu buah scanner atau pemindai tersebut bergerak di atas
seorang pasien yang hendak diperiksa kondisi tulangnya.
2. Di dalam scanner telah terpasang unit pembangkit sinar X. Sinar X yang terpancar dari
unit tersebut terpancar dan akan menembus tulang dan diterima oleh ditektor Nal.
Selanjutnya computer akan mengolah dan menghasilkan data berupa Average BMD,
Bone Mineral Content, Risk Treshold senta T score dan Z score terkait dengan kondisi
tulang pasien. Dokter yang telah terlatih dan menjadi spesialisasinya memahami
semua itu.
Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai densitas massa tulang
(WHO Scientific Group, 2003):
1. Pemeriksaan radioisotop
a.Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang
diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi
(44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
2. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang
secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya
dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan
memerlukan sarana yang banyak.
4. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA. Bedanya
pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan ini
dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray Absorbtiometry dan SXA-DEXA-
Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metodr ini sangat sering digunakan untuk
pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan
akurasi yang tinggi.
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:
· Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk
gram per cm.
· Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.
· Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
pada orang seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z
score atau T-score).
5. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer
menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang
dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad
band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus
gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
G. Cara Screening Terhadap Osteoporosis.
· Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu pemeriksaan
kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang
hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosisatau tidak.
· Pemeriksaan Laboraturium seperti : Hormon Parathyroid, TSH, Calsium, Phosphate, Bone Alkali
Phosphatase, Creatinin. Namun, pemeriksaan tersebut kurang spesifik untuk osteoporosis.
· Pemeriksaan Radiologis : Osteoporosis pada X Ray Konvensional baru akan terlihat bila massa
tulang telah berkurang hingga 30% atau lebih.
· Bonedensitometri : Merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk mendeteksi adanya
osteoporosis stadium dini. Hal ini sangat berguna untuk pengobatan pencegahan osteoporosis.

H. Penanganan dan Pencegahan Osteoporosis.


v Penanganan:
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap
demenieralisasi skeletal. Terdiri atas tiga gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau
makanan lain yang tinggi kalsium ( mis. Keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan
tulangnya setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan
preparat kalsium (kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi penggantian hormone (HRT = hormone replacement therapy) dengan
estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah menjalani
pengangkatan ovarium dan telah menjalani menopause premature dapat mengalami osteoporosis
pada usia yang cukup muda; penggantian hormone perlu dipikirkan pada pasien ini. Estrogen
menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormone dalam
jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang
dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insidensi kanker
payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya tiap bulan dan
diperiksa panggulnya, termasuk usapan Papanicolaou dan biopsy endometrial (bila ada indikasi),
sekali atau dua kali setahun.
Pengobatan lain menggunakan obat – obatan seperti kalsitonin, natrium florida, dan natrium
etidronat. Kalsitonin dapat diberikan pada individu yang mengalami osteoporosis berat.
Pemberian intranasal baru – baru ini tersedia sehingga meningkatkan penggunaannya pada
pasien. Obat – obatan yang dikenal sebagai bisfosfonat (mis; alendronat, risendronat, dan
ibandronat) terbukti mengurangi resorspsi tulang dan mencegah pengeroposan tulang. Obat –
obatan ini dalam kombinasi dengan suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi
dan pencegahan osteoporosis. Bisfosfonat secara signifikan meingkatkan densitas tulang
terutama pada panggul dan spina, dan dapat digunakan pada osteoporosis pascamenopause dan
osteoporosis akibat obat (glukokortikoid).
v Pencegahan
Merubah gaya hidup merupakan jalan terbaik untuk mencegah osteoporosis, yaitu:
· Pastikan kebutuhan kalsium mencukupi untuk diet (± 1000 - 2000mg/day sesuai usia)
· Pastikan kebutuhan vitamin D mencukupi (antara 400 – 1000 IU/hari sesuai usia)
· Jangan merokok
· Hindari minum minuman keras (alcohol)
· Olahraga
· Mengobati kondisi medis yang mendasari yang dapat menyebabkan osteoporosis
· Minimalkan atau mengubah obat yang dapat menyebabkan osteoporosis; tidak pernah berhenti
minum obat apa pun tanpa berbicara dengan dokter Anda terlebih dahulu
· Jika Anda berada pada risiko tinggi untuk jatuh, pertimbangkan untuk menggunakan pelindung
pinggul, yang dapat membantu mencegah patah tulang pinggul jika Anda jatuh
I. Penkes (Pendidikan Kesehatan) Pada Pasien Dengan Osteoporosis.
· Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah
risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30 – 60 menit/hari.
· Anjurkan pasien untuk menjaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari, baik melalui makanan
sehari-hari maupun suplementasi.
· Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis.
· Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang licin, obat-
obatan sedatif, dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi orthostatik.
· Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada pasien yang kurang terpajan sinar matahari atau pasien
dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Jika diduga ada defisiensi vitamin D, maka kadar
25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D
400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orangtua harus diberikan. Pada pasien dengan gagal ginjal,
suplementasi 1,25(OH)2D harus dipertimbangkan.
· Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan nutrisi sampai
3gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin
> 300mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
· Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan
pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
· Pada pasien arthritis reumatiod dan arthritis inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktivitas
penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat
arthritis inflamasi yang aktif.
· Informasikan pemberian terapi estrogen. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan
kesemuanya dapat meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik
dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena osteoporosis
pada panggul dan tulang punggung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. POLA FUNGSI KESEHATAN GORDON
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya.
b. Nutrisi/ metabolic
Klien mengatakan klien makan 3 x sehari, namun untuk konsumsi makanan yang mengandung
kalsium sangat rendah.
c. Pola eliminasi
Klien mengalami masalah dalam BAB yaitu mengalami konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Semenjak sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan sebelum klien sakit klien jarang
berolahraga.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri pinggang yang dialami oleh klien
f. Pola kognitif-perseptual
Tidak dapat dikaji
g. Pola persepsi diri
Tidak dapat dikaji
h. Pola seksual dan reproduksi
Wanita yang sudah mengalami menopause.
i. Pola peran-hubungan
Klien sudah menikah dan hubungan klien dengan keluarga baik begitu juga dengan orang
disekitar lingkungan rumahnya .
j. Pola manajemen koping stress
Setiap masalah yang ada mampu dipecahkan karena mekanisme koping mereka yang baik.

. RIWAYAT KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran: Composmentis
Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan:
· Tekanan darah
· Pulse rate
· Respiratory rate
· Suhu

a. Kulit, Rambut, dan Kuku


Tidak ada lesi, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada oedema,.
b. Kepala dan leher
Normal
c. Mata dan Telinga
Pupil isokor , sclera biru pada penderita osteogenesis imperfekta , konjungtiva pucat. Terjadi
gangguan pendengaran ( ketulian )
d. System Pernapasan
Klien mengalami masalah pada sistem pernapasan karena terjadi kelemahan otot serta kifosis
progresif.
e. System kardiovaskuler
CRT > 3 dtk, karena terjadi peningkatan beban dari kerja jantung itu sendiri.
f. Payudara wanita dan pria
Normal .
g. System gastrointestinal
Penderita osteoporosis didapatkan protuberansia abdomen
h. System urinarius
System urinarius terganggu akibat imobilisasi yaitu terjadi disuria, oliguria dan bisa juga terjadi
retensi urine.
i. System reproduksi wanita/pria
Bagi wanita sudah menopause
j. System saraf
Normal
k. System musculoskeletal
Pada osteoporosis biasanya ditemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis, atau
pemendekan badan,pada rikets terdapat nyeri tulang, parietal pipih, kraniotabes, penonjolan
sendi kostokondral, bowing-deformity tulang-tulang panjang dan kelainan gigi.
l. System imun
Terjadi kelemahan
m. Sistem endokrin
Terjadi hipokalisemia ditandai oleh iritasi musculoskeletal , yang berupa tetani. Biasanya akan
didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP. Pada keadaan
yang laten akan didapatkan tanda chovstek dan Trosseau.
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25%
sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi
berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium ( mis. Kalsium serum, fosfat serum, fosfatse alkali, ekskresi kalsium
urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah ) dan sinar-x dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain ( mis. Myeloma multiple, osteomalasia,
hiperparatiroidisme, keganasan ) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorpsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang
kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorptiometry (DEXA), dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada
tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan
mengkaji respon terhadap terapi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
v DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri kronis bd ketidakmampuan fisik kronis dd menyatakan nyeri secara verbal, focus pada diri
sendiri, keletihan, tampak melindungi bagian tubuh yang sakit.
2. Hambatan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskletal dd postur tubuh yang tidak stabil,
pergerakan lambat, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan
halus.
3. Risiko cedera bd gangguan mobilitas.
4. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga bd kerumitan manajemen regimen
terapeutik dd kegagalan untuk melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko,
mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit.
v DIAGNOSA LAIN
1. Gangguan pola tidur bd restrain fisik akibat nyeri dd perubahan pola tidur, klien mengatakan
ketidakpuasan dalam tidur , jam tidur klien kurang dari kebutuhan klien.
2. Pola napas tidak efektif bd deformitas dinding dada, hiperventilasi dd perubahan tekanan inspirasi,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung.
3. Fatigue bd faktor fisiologis: perubahan kondisi fisik dd perubahan persepsi terhadap pola aliran
energi seperti pergerakan.
4. Intoleransi aktivitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen dd dispena saat
beraktivittas, menyatakan meras lemah, respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
(hipotensi).
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer bd defisit pengetahuan tentang proses
penyakit:osteoporosis dd nadi lemah, perubahan karakteristik kulit( warna, kuku, sensasi dan
suhu), perubahan tekanan darah ekstremitas.
6. Deficit perawatan diri: berpakaian bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan mengenakan
pakaian pada bagian atas dan bawah tubuh, ketidakmampuan melepas pakaian, hambatan
kemampuan untuk mengambil pakaian.
7. Deficit perawatan diri: mandi bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan mengakses
kamar mandi, ketidakmampuan dalam membersihkan tubuh, ketidakmampuan dalam
mengeringkan tubuh.
8. Deficit perawatan diri: makan bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan dalam
mengunyah makanan, ketidakmampuan dalam menyuap makanan.
9. Deficit perawatan diri: eliminasi bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan naik ke toilet,
ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi dengan tepat.
10. Bersihan jalan napas tidak efektif bd obstruksi jalan napas: peningkatan mucus dd perubahan
RR, perubahan ritme pernapasan, terdapat suara napas tambahan, dipnea.
11. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit dd perubahan actual pada struktur tubuh,
perasaan negatif tentang tubuh, menyatakan perasaan yang menggambarkan gangguan pada
tubuh(struktur, fungsi).
12. Gangguan eliminasi urine bd infeksi saluran kemih dd disuria, sering berkemih nokturia, retensi
urine.
13. Konstipasi bd faktor fisiologis: penurunan motilitas gastrointestinal dd penurunan frekuensi
BAB, bising usus hipoaktif, distensi abdomen, penurunan volume feses.
14. Risiko kerusakan integritas kulit bd faktor eksterna: faktor mekanisme(tekanan), imobilisasi
fisik.
15. Penurunan curah jantung bd perubahan kontraktilitas dd takikardi, palpitasi, penurunan CVP,
penurunan nadi perifer.
16. Risiko jatuh bd hipotensi ortostatik, gangguan mobilitas fisik.
17. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Gastrointestinal bd anemia.
18. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan ginjal bd hipoksia.
19. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan jantung bd hipoksia jaringan jantung.
20. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakmampuan memasukan
makanan dd kurang tertarik terhadap makanan, kehilangan berat badan dengan intake makanan
yang tidak adekuat, BB 20% atau lebih di bawah BBI.
21. Defisit volume cairan bd kehilangan cairan aktif dd penurunan turgor kulit, penurunan urine
output, membrane mukosa kering, kulit kering.
22. Ansietas bd perubahan status kesehatan dd klien tampak gelisah, cemas, penurunan kontak mata,
focus pada diri sendiri.
23. Gangguan berjalan bd gangguan musculoskletal dd hambatan kemampuan berjalan dengan jarak
yang di butuhkan, hambatan kemampuan dalam berjalan miring, hambatan kemampuan dalam
berjalan turun, hambatan kemampuan naik tangga.
24. PK batu ginjal.
25. PK hipertensi.
26. PK fraktur patologis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri kronis bdSetelah dilakukan<<NIC LABEL : Pain
ketidakmampuan fisikasuhan keperawatanManagement>>
kronis dd menyatakanselama 3x8 jam,
Lakukan pemeriksaan terhadap nyeri,
nyeri secara verbal,diharapkan nyeri klienseperti : Lokasi, karakteristik, onset,
focus pada diri sendiri,berkurang denganfrekuensi, dll.
keletihan, tampakcriteria hasil : Observasi tanda-tanda ketidaknyamanan
melindungi bagian<<NOC LABEL : Painnon verbal.
tubuh yang sakit. Control>> Pastikan pasien mendapatkan terapi
Klien mampu mengenalianalgesic.
onset nyerinya (Skala 5).
Ajarkan teknik manajemen nyeri.
Klien melaporkan nyerinya<<NIC LABEL : Progressive muscle
terkontrol (Skala 5). relaxation >>
Klien mampu
Pilihkan lingkungan yang nyaman.
mendeskripsikan Lakukan tindakan untuk mencegah
nyerinya (Skala 5). gangguan .
<> Instruksikan pasien untuk menggunakan
Klien mampu melaporkanpakaian yang nyaman.
nyeri (Skala 5)  Intruksikan pasien menghirup
Klien mampu melaporkannapas panjang dan
lama nyeri berlangsungmenghembuskannya pelan-pelan.
(Skala 5)
<<NOC LABEL :
Discomfort Level>>
Klien melaporkan nyeri
(Skala 5)
Klien tidak cemas (Skala
5)
2. Hambatan mobilitasSetelah dilakukan<<NIC LABEL : Exercise therapy :
fisik bd gangguanasuhan keperawatanambulation>>
muskuloskletal ddselama 1x8 jam,
Bantu klien untuk memakai alas kaki
postur tubuh yangdiharapkan mobilitasdalam memfasilitasi berjalan dan
tidak stabil,klien tidak terhambatmecegah injury
pergerakan lambat,dengan criteria hasil : menyediakan tempat tidur rendah, jika
keterbatasan <<NOC LABEL :sesuai
kemampuan untukAmbulation >> Instruksikan penggunaan alat bantu
melakukan  Klien mampu menyangga
Bantu pasien untuk berpindah, jika
keterampilan motorikberat badan ;skala 5 diperlukan
kasar dan halus.  Mampu berjalan dengan
Instruksikan pasien tentang pergantian
benar ;skala 5 yang aman dan teknik ambulasi
 Berjalan dengan langkah
Bantu pasien untuk berdiri dan
pelan ;skala 5 menetapkan jarak ambulasi
 Berjalan dengan langkah
Bantu pasien untuk menetapkan
sedang ;skala 5 kenaikan jarak untuk ambulasi
<<NOC LABEL Menganjurkan
: ambulasi mandiri dengan
Mobility >> bantuan terbatas
 Keseimbangan tubuh ;<<NIC LABEL : exercise therapy:
skala 5 Balance>>
 Cara berjalan yang
Tentukan kemampuan pasien untuk
benar ;skala 5 berpartisipasi dalam menuntut
 Menggerakan otot ;skalaaktivitas keseimbangan
5 Evaluasi fungsi sensori
 Mampu berpindah ;skala
Menyediakan lingkungan aman untuk
5 latihan exercise
<<NOC LABEL Menyediakan
: alat bantu ( seperti
Balance>> tongkat, bantal)untuk mendukung
 Mempertahankan pasien dalam latihan
keseimbangan tubuh
Intruksikan tentang bagaimana posisi
saat berdiri ;skala 5 diri sendiri, pergerakan untuk
 Mempertahankan memelihara atau meningkatkan
keseimbangan tubuhkeseimbangan selama latihan atau
saat duduk tanpaaktivitas sehari-hari
penyangga punggung
Bantu pasien untuk bergerak untuk
;skala 5 posisi duduk dan stabilisasi tubuh
 Mempertahankan dengan menempatkan lengan disisi
keseimbangan tubuhtempat tidur
saat berjalan ;skala 5 Bantu untuk berdiri dari sisi ke sisi
<<NOC LABEL : Bodyuntuk menstimulasi mekanisme
Mechanics keseimbangan
Performance>> Monitor respon pasien dalan latihan
 Menggunakan posturkeseimbangan.
berdiri dengan benar
;skala 5
 Menggunakan postur
duduk yg benar ;skala 5
 Mempertahankan
kekuatan otot ;skala5
<<NOC LABEL : Body
Positioning : Self
Initiated>>
 Mampu berpindah dari
posisi tidur ke duduk
;skala 5
 Mampu berpindah dari
posisi duduk ke tidur
;skala 5
 Mampu berpindah dari
posisi duduk ke
berdiri ;skala 5
<<NOC LABEL :
Transfer
Performance>>
 Mampu berpindah posisi
saat berbaring ;skala 5
 Berpindah dari tempat
tidur ke kursi ; skala 5
 Berpindah dari kursi ke
tempat tidur ;skala 5
3. Risiko cederaSetelah dilakukan<<NIC Label : Fall Prevention>>
berhubungan dengantindakan keperawatan
 Identifikasi defisit kognitif atau fisik
gangguan mobilitas. selama 3 x 24 jam,pasien yang dapat meningkatkan
diharapkan tidak terjadirisiko jatuh pada lingkungan tertentu.
cedera dengan kriteria
 Identifikasi perilaku dan faktor yang
hasil : dapat mengakibatkan risiko jatuh.
<<NOC Label  Kaji
: ulang riwayat jatuh bersama
Mobility>> pasien dan keluarga.
 Keseimbangan tubuh
 Monitor gaya berjalan, keseimbangan,
meningkat menjadi skaladan level kelemahan saat pasien
4. (skala 1-5) berpindah.
 Gaya berjalan meningkat
 Ajarkan pasien untuk beradaptasi
menjadi skala 4. (skaladengan modifikasi cara berjalan yang
1-5) disarankan.
 Berjalan meningkat
 Bantu ambulasi pasien yang tidak
menjadi skala 4. (skalastabil.
1-5)  Anjurkan pasien untuk menggunakan
 Berlari meningkattongkat atau alat bantu berjalan.
menjadi skala 4. (skala
 Sediakan alat bantu untuk menstabilkan
1-5) cara berjalan.
 Melompat meningkat<<NIC Label : Health Education>>
menjadi skala 4. (skala
Identifikasi faktor internal dan eksternal
1-5) yang dapat meningkatkan atau
 Bergerak dengan mudahmenurunkan risiko jatuh.
meningkat menjadi skala
Identifikasi sumber-sumber yang
4. (skala 1-5) dibutuhkan untuk pencegahan jatuh.
<<NOC Label Ajarkan
: strategi berpindah yang aman.
Knowledge: Fall
Gunakan metode ceramah untuk
Prevention>> menyampaikan informasi pencegahan
Pengetahuan untuk latihanjatuh dan penggunaan alat bantu
mengurangi resiko jatuhberjalan semaksimal mungkin.
meningkat menjadi skala
4. (skala 1-5)
Pengetahuan tentang
strategi untuk berpindah
dengan aman meningkat
menjadi skala 4. (skala
1-5)
Pengetahuan tentang
penggunaan alat bantu
yang aman meningkat
menjadi skala 4. (skala
1-5)
 Pengetahuan tentang
strategi untuk menjaga
permukaan lantai yang
aman meningkat
menjadi skala 4. (skala
1-5)
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan<<Label NIC Case Management>>
manajemen regimenkeperawatan …x24 jam
Membantu pasien dan keluarga dalam
terapeutik keluarga bddiharapkan membuat keputusan tentang
kerumitan manajemenketidakefektifan perawatan pasien
regimen terapeutik ddmanajmen terapeutik
Mengajarkan pasien atau keluarga
kegagalan untukkeluarga teratasi, denganmelewati sistem perawatan kesehatan
melakukan tindakankriteria hasil: Menjelaskan kepada pasien dan
untuk mengurangi<<Label NOC Familykeluarga tentang pnyakitnya
faktor risiko,Coping>> Edukasi pasien atau keluarga dalam
mengungkapkan · Menghadapi masalahpentingnya perawatan diri
keinginan untukkeluarga (pada skala 5)Mengembangkan hubungan
menangani penyakit. · Menangani masalahdenganpasien, keluarga, dan tenaga
keluarga (pada skala 5) kesehatan lain dalam memberikan
· Melibatkan anggotaperawatan.
keluarga dalam<<Label NIC Family Process
pengambilan keputusanMaintenance>>
(pada skala 5)  Mendiskusikan strategi untuk
· Menetapkan jadwalmenormalisasikan kehidupn keluarga
untuk rutinitas dandengan anggota keluarga
aktivitas keluarga (pada
 Mendiskusikan mekanisme pendukung
skala 5) sosial yang ada untuk keluarga
· Menggunakan system
 Mengatur jadwal kegiatan perawatan
dukungan keluarga yangdirumah pasien yang meminimalkan
tersedia (pada skala 5) gangguan dari rutinitas keluarga.
<<Label NOC
 Mengajakan keluarga dalam
Knowledge: Treatmentmanagemen waktu/ keterampilan pada
Regimen>> saat melakukan perawatan pasien di
· Mengetahui prosesrumah.
penyakit (pada skala 5) <<Label NIC Teaching Dissease
· Menentukan pengobatanProcess>>
yang rasional (pada
 Menilai tingkat pengetahuan pasien
skala 5) mengenai penyakitnya.
· Keluarga dapat
 Menjelaskan tentang patofisiologi
mengetahui penentuanpenyakitnya dan bagaimana kaitannya
diet (pada skala 5) dengan anatomy dan fisiologi
<<Label NOC Family
 Menanyakan kembali pengetahuan
Function>> tentang penyakitnya.
· Menerima ide-ide baru
 Menjelaskan tanda-tnda umum dan
dari angota (pada skalagejala penyakitnya.
5)  Mengeksplorasi dengan pasien apa
· Anggota mendukungyang dia siap lakukan untuk
satu sama lainnya (padamenangani gejala penyakitnya.
skala 5)  Mengidentifikasi kemungkinan etiologi
· Menunjukkan loyalitasyang sesuai
anggota keluarga (pada
 Meberikan informasi kepada pasien
skala 5) tentang konsisinya
8. Mendiskusikan
perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi
berikutnya ataumengontrol
proses penyakit.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
No Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri kronis bd ketidakmampuan fisik kronis<<NOC LABEL : Pain Control>>
dd menyatakan nyeri secara verbal, focus
Klien mampu mengenali onset nyerinya
pada diri sendiri, keletihan, tampak(Skala 5).
melindungi bagian tubuh yang sakit. Klien melaporkan nyerinya terkontrol
(Skala 5).
Klien mampu mendeskripsikan nyerinya
(Skala 5).
<>>
Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien mampu melaporkan lama nyeri
berlangsung (Skala 5)
<<NOC LABEL : Discomfort Level>>
Klien melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien tidak cemas (Skala 5)

2. Hambatan mobilitas fisik bd gangguan<<NOC LABEL : Ambulation >>
muskuloskletal dd postur tubuh yang tidak
 Klien mampu menyangga berat badan
stabil, pergerakan lambat, keterbatasan;skala 5
kemampuan untuk melakukan keterampilan
 Mampu berjalan dengan benar ;skala 5
motorik kasar dan halus.  Berjalan dengan langkah pelan ;skala 5
 Berjalan dengan langkah sedang ;skala 5
<<NOC LABEL : Mobility >>
 Keseimbangan tubuh ; skala 5
 Cara berjalan yang benar ;skala 5
 Menggerakan otot ;skala 5
 Mampu berpindah ;skala 5
<<NOC LABEL : Balance>>
 Mempertahankan keseimbangan tubuh
saat berdiri ;skala 5
 Mempertahankan keseimbangan tubuh
saat duduk tanpa penyangga punggung
;skala 5
 Mempertahankan keseimbangan tubuh
saat berjalan ;skala 5
<<NOC LABEL : Body Mechanics
Performance>>
 Menggunakan postur berdiri dengan
benar ;skala 5
 Menggunakan postur duduk yg benar
;skala 5
 Mempertahankan kekuatan otot ;skala5
<<NOC LABEL : Body Positioning :
Self Initiated>>
 Mampu berpindah dari posisi tidur ke
duduk ;skala 5
 Mampu berpindah dari posisi duduk ke
tidur ;skala 5
 Mampu berpindah dari posisi duduk ke
berdiri ;skala 5
<<NOC LABEL : Transfer
Performance>>
 Mampu berpindah posisi saat berbaring
;skala 5
 Berpindah dari tempat tidur ke kursi ;
skala 5
 Berpindah dari kursi ke tempat tidur
;skala 5

3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan<<NOC Label : Mobility>>


mobilitas.  Keseimbangan tubuh meningkat menjadi
skala 4. (skala 1-5)
 Gaya berjalan meningkat menjadi skala 4.
(skala 1-5)
 Berjalan meningkat menjadi skala 4.
(skala 1-5)
 Berlari meningkat menjadi skala 4. (skala
1-5)
 Melompat meningkat menjadi skala 4.
(skala 1-5)
 Bergerak dengan mudah meningkat
menjadi skala 4. (skala 1-5)
<<NOC Label : Knowledge: Fall
Prevention>>
Pengetahuan untuk latihan mengurangi
resiko jatuh meningkat menjadi skala 4.
(skala 1-5)
Pengetahuan tentang strategi untuk
berpindah dengan aman meningkat
menjadi skala 4. (skala 1-5)
Pengetahuan tentang penggunaan alat
bantu yang aman meningkat menjadi
skala 4. (skala 1-5)
Pengetahuan tentang strategi untuk
menjaga permukaan lantai yang aman
meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
4. Ketidakefektifan manajemen regimen<<Label NOC Family Coping>>
terapeutik keluarga bd kerumitan manajemen
· Menghadapi masalah keluarga (pada
regimen terapeutik dd kegagalan untukskala 5)
melakukan tindakan untuk mengurangi
· Menangani masalah keluarga (pada skala
faktor risiko, mengungkapkan keinginan5)
untuk menangani penyakit. · Melibatkan anggota keluarga dalam
pengambilan keputusan (pada skala 5)
· Menetapkan jadwal untuk rutinitas dan
aktivitas keluarga (pada skala 5)
· Menggunakan system dukungan keluarga
yang tersedia (pada skala 5)
<<Label NOC Knowledge: Treatment
Regimen>>
· Mengetahui proses penyakit (pada skala
5)
· Menentukan pengobatan yang rasional
(pada skala 5)
· Keluarga dapat mengetahui penentuan
diet (pada skala 5)
<<Label NOC Family Function>>
· Menerima ide-ide baru dari angota (pada
skala 5)
· Anggota mendukung satu sama lainnya
(pada skala 5)
· Menunjukkan loyalitas anggota keluarga
(pada skala 5)

DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi, Bambang. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
McCloskey,Joanne.2004.Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition St.Louis
Missouri:Westline Industrial Line
Misnadiarly. 2007. OSTEOPOROSIS Jakarta: Pustaka Obor Populer
Moorhead,Sue.2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition St.Louis
Missouri:Westline Industrial Line
Price, Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Rubenstein, David, dkk. 2005. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.  Alih bahasa, dr. Annisa Rahmalia.
Editor edisi bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Ed.6. Jakarta: Erlangga
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed.8.
Jakarta : EGC.
Sudoyo W,Aru.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.Jakarta:Pusat Penerbitan
Depatement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sustrani, Lanny, Syamsir Alam, Iwan hadibroto.OSTEOPOROSIS.2007. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wilkins, Williams, Lippincot. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Cerakan I.
PT.Indeks. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai