Anda di halaman 1dari 8

ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No.

1 (September, 2018)

PENGARUH PEMBERIAN GEL KUERSETIN TERHADAP JUMLAH FIBROBLAS


DAN RE-EPITELISASI DALAM PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
DERAJAT IIA PADA TIKUS JANTAN
(Effect of Quercetin Gel On Fibroblast Cells Count and Reepithelialization in Healing
Process Burns Grade IIAIn Male Rats)
(Submited : 30 Agustus 2017, Accepted : 15 September 2017)
Noor Cahaya*, Errenna Erfenna, Dina Rahmawanty
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Lambung Mangkurat
*
Email:noorcahaya@ulm.ac.id

ABSTRAK

Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas dan sering ditemukan seperti luka
bakar derajat II A. Penanganan yang kurang tepat akan mempengaruhi proses penyembuhan. Penyembuhan
luka bakar akan terjadi lebih cepat jika pertumbuhan sel fibroblas dan re-epitelisasi tidak terganggu. Kuersetin
merupakan senyawa yang dapat membantu proses penyembuhan luka karena memiliki sifat antiinflamasi
dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktivitas gel kuersetin terhadap peningkatan
jumlah fibroblas dan re-epitelisasi dalam proses penyembuhan luka bakar derajat II A. Penelitian ini
menggunakan 45 tikus putih jantan galur wistar yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol
negatif (basis gel), kontrol positif (gel komersial) dan uji (gel kuersetin). Masing-masing kelompok diberi
perlakuan yang berbeda, yaitu perlakuan 5 hari, 11 hari dan 21 hari. Kemudian induksi luka bakar dilakukan
dengan logam yang dipanaskan pada suhu 100ºC selama 3 menit dan ditempelkan pada punggung tikus
selama 10 detik dengan diameter luka 2 cm. Selanjutnya dilakukan pengambilan jaringan dan pembuatan
preparat histologi. Perhitungan dilakukan pada 3 lapang pandang dengan pembesaran 400 x untuk fibroblas
dan 100 x untuk re-epitelisasi. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan adanya peningkatan jumlah fibroblas
dan re-epitelisasi (p<0,05). Kesimpulan: gel kuersetin dapat memberikan peningkatan jumlah fibroblas dan
re-epitelisasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Kata Kunci: Fibroblas, Kuersetin, Luka bakar, Re-epitelisasi

ABSTRACT

The burn is damage on the skin caused by heat exposure and often found as burns grade II A. Improper
handling will affect the wound healing process. Healing of burns will occur more quickly if the growth of
fibroblasts and re-epithelialization was not disturbed. Quercetin is a compound that can help the healing
process because it has anti-inflammatory and antioxidant properties. This study aimed to prove the activity
of quercetin gel against the increase on the number of fibroblasts and re-epithelialization in the healing
process of burns grade 2 A. This study used 45 wistar strain male rats were divided into 3 groups: negative
control group (base gel), positive control (commercial gel), and test (quercetin gel). Each group was given a
different treatment, 5 days treatment, 11 days, and 21 days. Then burns induction conducted with metal which
was heated at a temperature of 100 degrees celsius for 3 minutes and sticked it on the backs of rat for 10
seconds with 2 centimeters in diameter wound. Then removal of tissue and histology preparation are then
conducted. Calculations performed on 3 field of view with magnification of 400 x for fibroblasts and 100 x for
re-epithelialization. Mann-Whitney test results showed an increase in the number of fibroblasts and re-
epithelialization (p<0,05). The conclusion: quercetin gel can provide an increased number of fibroblasts and
re-epithelialization in the burns healing process.

Keywords : Fibroblasts, Quercetin, Wound Burn, Re-epithelialization

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 89
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

PENDAHULUAN bakar (Christiawan, 2010; Kalsum, 2010 &


Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada Rismana, 2013).
kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimiawi METODE PENELITIAN
maupun arus listrik. Menurut data World Health 1. Model Penelitian
Organization (WHO) tahun 2012, secara global Merupakan penelitian eksperimental yang
diperkirakan 265.000 kematian akibat luka bakar. bertujuan mengetahui pengaruh pemberian
Angka kejadian luka bakar setiap tahun mengalami gel kuersetin terhadap peningkatan jumlah
peningkatan. Luka bakar derajat II salah satu fibroblas dan re-epitelisasi.
insiden yang sering terjadi di masyarakat
(Musfirah, 2007). Khususnya luka bakar derajat II 2. Waktu dan Tempat Penelitian
A sering terjadi di rumah tangga karena pajanan Penelitian dilakukan di Balai Veteriner
air panas, kontak langsung dengan api atau Banjarbaru, Laboratorium Farmakologi dan
minyak panas saat memasak yang menimbulkan Laboratorium Teknologi Farmasi FMIPA,
lepuhan, hipersensitivitas dan nyeri (Muttaqin & ULM.
Sari, 2011). 3. Alat dan Bahan Penelitian
Penanganan luka bakar yang kurang tepat 3.1. Alat Penelitian
menyebabkan infeksi, ketidakseimbangan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
elektrolit, masalah distress emosional dan antara lain: alat-alat gelas (Pyrex), hot plate
psikologi yang berat karena cacat akibat luka (Stuart), termometer (Onemed), kaca objek
bakar dan bekas luka (Rismana, 2013).Proses dan gelas penutup, kaca persegi, pH meter
penyembuhan luka akan terjadi lebih cepat jika (Millipore), viscometer Brookfield (Brookfield),
pertumbuhan sel baru dan perbaikan fungsi alat cukur, hot plate (Stuart), logam berbentuk
jaringan tidak terhambat. Salah satu sel dan lingkaran dengan diameter 2 cm, spuit injeksi
jaringan yang sangat berpengaruh pada proses (Onemed), alat-alat bedah, automatic tissue
penyembuhan luka yakni fibroblas dan epitel. proscessor (Leica TP1020), mikrotom
Fibroblas merupakan sel yang berperan (Rreichert Jung 820), paraffin Bath (Fisher),
menghasilkan serabut kolagen. Jaringan granulasi waterbath (Lab-line), lemari pendingin
yang sehat tergantung pada fibroblas dapat (Sharp), staining jar, mikroskop cahaya
menerima kadar oksigen dan nutrisi cukup yang (Herma®) dan mikroskop digital (Olympus®).
diberikan oleh pembuluh darah. Semakin banyak 3.2. Bahan Penelitian
jumlah fibroblas, maka semakin banyak juga kadar Bahan yang digunakan untuk pembuatan gel
oksigen yang diterima sehingga membantu pada adalah akuadest, gliserin, nipagin, Na-CMC,
proses pembentukan jaringan. Oleh karena itu, propilenglikol dan isolat kuersetin, alkohol
migrasi dan proliferasi fibroblas pada area luka 70%, eter, kapas, kasa, larutan normal salin
sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka 0,9%, obat komersial yang mengandung
(Suriadi, 2004). Re-epitelisasi merupakan tahapan neomisin sulfat, xilol, larutan neutral buffer
perbaikan luka. Penyembuhan luka sangat formalin 10%, larutan HE dan paraffin Hewan
dipengaruhi oleh re-epitelisasi, semakin cepat uji yang digunakan adalah tikus jantan galur
proses re-epitelisasi, semakin cepat pula luka wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 200-250
tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan gram.
luka (Prasetyo, 2010). 4. Prosedur Penelitian
Kuersetin memiliki kemampuan sebagai 4.1. Pembuatan Formula Gel Isolat Kuersetin
antioksidan, mencegah radikal bebas, anti Sediaan gel dibuat dalam dua formula, yaitu:
inflamasi, mengurangi sekresi histamin dari sel Tabel 1. Formula Sediaan Gel (Hamzah,
mast dalam berbagai jaringan dan juga dari basofil 2006).
(Lakhanpal & Deepak, 2007). Kemampuan Nama Bahan Formula (gram)
kuersetin sebagai antioksidan dan antiinflamasi Gel Gel yang hanya terdiri
menjadi dasar bahwa kuersetin berpengaruh kuersetin dari basis
terhadap proses penyembuhan luka bakar Isolat 0,049 -
(Chirumbolo, 2010). Kuersetin juga merupakan kuersetin
salah satu turunan senyawa flavanoid. Na CMC 9 9
Berdasarkan penelitian senyawa flavanoid Popilenglikol 9 9
memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka Gliserin 18 18
Nipagin 0,12 0,12

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 90
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

Aquades Ad 240 Ad 240 negatif). Pengolesan dilakukan (pagi dan sore)


4.2 Evaluasi Gel dari hari ke-1 sampai hari ke-21 sebanyak 0,5
4.2.1. Uji pH gram. Pada hari ke-1 sampai hari ke-5 dilakukan
Pengujian menggunakan pH meter. Alat pH meter perawatan luka bakar dengan cara mengoleskan
dicelupkan secara langsung ke dalam sediaan gel sediaan gel pada daerah luka kemudian ditutup
dan dilihat sampai angka konstan. menggunakan kasa. Pada hari ke-6 sampai hari
4.2.2 Uji Viskositas ke-21 dilakukan pengolesan tanpa ditutup kasa
Pengukuran menggunakan viskometer Brookfield (Hasyim, 2012).
sebanyak 3 kali (Voigt, 1994). 4.2.9. Pembuatan Preparat Histologi
4.2.3. Uji Sineresis Berikut proses pembuatan preparat histologi:
Sediaan disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam, 1. Proses pengambilan jaringan kulit tikus
lalu dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu dengan menggunting kulit sepanjang 1-1,5 cm
40ºC selama 24 jam (1 siklus), dilakukan sebanyak dengan ketebalan ± 3 mm.
6 siklus dan diamati terjadinya perubahan fisik. 2. Proses fiksasi dilakukan dengan memasukan
Kondisi fisik sediaan dibandingkan selama jaringan kulit ke dalam larutan buffer neutral
percobaan dengan sediaan sebelumnya. formalin 10% selama ± 24 jam.
4.2.4. Pemeriksaan Organoleptik 3. Tissue trimming dilakukan dengan memotong
Pengamatan dlakukan terhadap warna dan bau jaringan kulit sepanjang 4 mm
dari sediaan yang telah dibuat (Anief, 1997). 4. Jaringan kemudian diproses lebih lanjut
4.2.5. Pemeriksaan Daya Sebar dengan automatic tissue processor dengan
Sebanyak 1 gram sediaan gel diletakkan diatas urutan sebagai berikut; jaringan dimasukan
kaca berukuran 20 x 20 cm kemudian Selanjutnya dalam formalin (BNF) 10% (I) selama 1 jam,
ditutupi dengan kaca yang lain, ditambahkan formalin (BNF) 10% (II) selama 1 jam, alkohol
pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 85% selama 1 jam, alkohol 90% (I) selama 1
gram dan diukur diameternya setelah 1 menit jam, alkohol 90% (II) selama 1 jam, alkohol
(Garg et al, 2002). absolut (I) selama 2 jam, alkohol absolut (II)
4.2.6 Pemeriksaan Homogenitas selama 2 jam.
Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan 5. Proses clearing; jaringan dimasukan dalam
gel pada kaca transparan. Homogenitas dalam xilol (I) selama 2 jam, xilol (II) selama 2
ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar. jam dan proses infiltrasi; jaringan dimasukan
4.2.7 Pembuatan Luka Bakar Derajat II A dalam parafin cair (I) selama 2 jam, paraffin
Tikus yang digunakan berjumlah 45 ekor yang cair (II) selama 3 jam.
dibagi menjadi 3 kelompok (kelompok kontrol 6. Proses embedding dilakukan dengan cara
negatif; kontrol positif dan kelompok uji @ 15 ekor). menanamkan jaringan ke dalam “basc mold”
Ketiga kelompok dibagi lagi menjadi 3 kelompok atau cetakan yang diisi paraffin cair dan
kecil yang satu kelompoknya berjumlah 5 ekor dilekatkan pada embedding cassette sampai
tikus. Pembagian kelompok kecil ditentukan dingin dan terbentuk blok jaringan yang
berdasarkan lama perlakuan yaitu kelompok dipotong menggunakan mikrotom dengan
dengan perlakuan 5 hari, 11 hari dan 21 hari. ketebalan 4 µm.
Seluruh tikus diberikan perlakuan luka bakar 7. Lembaran jaringan kemudian diapungkan di
derajat II A. Sebelum proses pembuatan luka atas permukaan air dalam waterbath dan
bakar, tikus dicukur dan dibersihkan kemudian diambil menggunakan kaca objek dengan
diberikan anastesi inhalasi menggunakan eter. gerakan menyendok.
(Prasetyo, 2010). Perlakuan luka bakar derajat II A 8. Pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin
menggunakan logam yang dipanaskan pada hot Eosin, dimulai dengan perendaman dengan
plate 100ºC berdiameter 2 cm selama 3 menit, xilol (I) selama 5 menit, xilol (II) selama 5
dengan cara menempelkan logam pada punggung menit, xilol (III) selama 5 menit, alkohol
tikus selama 10 detik. Setelah proses induksi absolut (I) selama 3 menit, alkohol absolut (II)
selesai, punggung tikus dikompres dengan normal selama 3 menit, alkohol 80% selama 3 menit,
salin 0,9% (Kalsum, 2010). alkohol 70% selama 3 menit, aquades selama
4.2.8. Perawatan Luka Bakar Derajat II A 1 menit, eosin selama 5 menit, alkohol 70%
Bagian luka bakar diolesi sediaan gel selama 3 menit, alkohol 80% selama 3 menit,
komersial (kelompok kontrol positif), gel kuersetin alkohol absolut (I) selama 3 menit, alkohol
(kelompok uji) dan basis gel (kelompok kontrol absolut (II) selama 3 menit, xilol (I) selama 5

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 91
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

menit, xilol (II) selama 5 menit, xilol (III) selama penyimpanan dilakukan selama 2 bulan dan
5 menit, xilol (IV) selama 5 menit, selanjutnya dilakukan pengujian setiap 2 minggu sekali.
dilakukan penempelan kaca penutup dengan Pemeriksaan meliputi:
entelan pada jaringan yang ada pada kaca 1.2.1 Pemeriksaan Homogenitas
objek (Direktorat Bina kesehatan Sediaan gel harus homogen sehingga
Hewan,1999). bahan aktif di dalam gel terdistribusi merata saat
4.3 Pengamatan Histopatologi penggunaan pada kulit (Anief, 1997). Adapun
Pemeriksaan jumlah fibroblas dan re-epitelisasi Pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan gel
menggunakan metode skor. Adapun tabel skor pada gel kontrol negatif dan gel uji selama 2 bulan
jumlah fibroblas dan re-epitelisasi dapat dilihat penyimpanan pada suhu 4ºC, 28±2ºC dan 40ºC
pada tabel 2. Karimi et al., (2013) & Roodbari et menunjukan hasil yang homogen (tidak terdapat
al., (2012). butiran kasar pada saat dioleskan pada kaca
Tabel 2. Skor Jumlah Fibroblas dan re-epitelisasi transparan).
Karimi et al., (2013) & Roodbari et al., (2012). 1.2.2 Pemeriksaan pH
Skor 0 1 2 3 Tujuan pemeriksaan pH adalah untuk
Paramete mengetahui nilai pH sediaan gel yang dihasilkan
r
apakah sudah sesuai dengan rentang pH kulit. Jika
Fibroblas Tidak 5-10 10-50 sel > 50
ada sel sel pH sediaan topikal terlalu basa maka akan
Re- Absent Startin Incomplete Complet menyebabkan kulit bersisik, sedangkan jika terlalu
epitelisas g e asam maka akan menyebabkan kulit menjadi iritasi
i (Martin, 1983). Hasil pengamatan pH pada kontrol
negatif maupun gel uji memperlihatkan pH pada
Keterangan Skor Re-epitelisasi :
0=aabsent (kerusakan menyeluruh pada bagian epidermis) rentang antara 6,8-7,0 dan dapat dikatakan pH
1=starting (mulai terbentuk lapisan epidermis) sediaan relatif stabil dan memenuhi persyaratan
2=incomplete (lapisan epidermis sudah terbentuk, tetapi masih ada pada penyimpanan karena masih berada dalam
penebalan)
3=complete (lapisan epidermis sudah terbentuk secara sempurna dan kisaran pH normal kulit yaitu 4,5-7,0
tidak ditemukan penebalan pada lapisan epidermis). (Wasiaatmadja, 1997).
1.2.3 Pemeriksaan Organoleptis
4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Hasil pemeriksaan organoleptis, gel kontrol
Data jumlah fibroblas dan re-epitelisasi negatif terlihat transparan dan tidak berbau, gel uji
dianalisis menggunakan uji Kruskal Walis dan berwarna kuning terang dan tidak berbau. Sediaan
Mann Whitney. gel kontrol negatif dan gel uji tidak mengalami
HASIL DAN PEMBAHASAN perubahan warna dan bau selama 2 bulan
1. Evaluasi Gel penyimpanan baik pada suhu 4ºC, 28±2ºC dan
Evaluasi gel meliputi pemeriksaan daya 40ºC, artinya sediaan yang dibuat stabil secara
sebar dan uji stabilitas sediaan yang meliputi fisik.
homogenitas, pH, organoleptis, viskositas, dan uji 1.2.4 Pemeriksaan Viskositas
sineresis . Berdasarkan penelitian, sediaan gel pada
1.1 Pemeriksaan Daya Sebar minggu ke-0 memiliki nilai viskositas sebesar
Gel yang baik membutuhkan waktu yang 23.500 Cps, nilai viskositas ini sudah memasuki
lebih sedikit untuk tersebar (Sukmawati, 2014) dan nilai viskositas sediaan gel yaitu antara 2.000-
memiliki nilai daya sebar berkisar antara 5-7 cm 50.000 Cps (SNI, 1996), artinya sediaan yang
(Garg et al, 2002). Hasil pemeriksaan daya sebar dibuat termasuk sediaan gel. Nilai viskositas pada
menunjukkan bahwa sediaan gel kontrol negatif suhu 28±2ºC dan 40ºC mengalami penurunan.
dan gel uji memiliki daya sebar pada rentang 5-7 Pada suhu tinggi molekul-molekul air dalam
cm. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak sediaan gel memperoleh energi sehingga molekul-
antara obat dengan kulit menjadi luas, sehingga molekul air dapat bergerak bebas dan akibatnya
absorpsi obat ke kulit menjadi lebih cepat (Selfie, gaya interaksi antar molekul melemah.
2012). Melemahnya interaksi antar molekul
1.2 Uji Stabilitas Sediaan menyebabkan sediaan gel menjadi lebih cair yang
Bertujuan mengetahui kestabilan fisik dari ditandai dengan penurunan nilai viskositas
gel yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu (4ºC, (Martin,1993).
28±2 º C dan 40 º C) dan waktu penyimpanan 1.2.5 Uji Sineresis
(minggu ke-0, 2, 4, 6 dan 8) (Angela, 2012). Proses Hasil uji sineresis menunjukan terjadinya

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 92
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

sineresis pada sediaan gel kontrol negatif dan gel gel yang hanya terdiri dari basis (kontrol negatif)
uji yang ditandai terbentuknya lapisan air yang memberikan kemampuan yang sama dalam
sangat tipis pada bagian atas gel. Lapisan ini meningkatkan jumlah fibroblas (p<0,05),
terbentuk akibat gel mengkerut sehingga sebagian sedangkan pada hari ke-11 menunjukkan bahwa
cairan antar sel diperas keluar. Terjadinya pemberian gel komersial (kontrol positif), gel
sineresis pada penelitian ini karena sediaan gel kuersetin (uji), dan gel yang hanya terdiri dari basis
mengalami tekanan yang bervariasi akibat (kontrol negatif) memberikan kemampuan yang
perbedaan suhu yang sangat ekstrim yaitu dari berbeda dalam meningkatkan jumlah fibroblas
suhu 4ºC ke suhu 40ºC. (p<0,05).
2. Pengamatan Jumlah Fibroblas Hasil uji non parametrik Kruskal-Walis pada hari
Fibroblas biasanya akan tampak pada ke-11 perlakuan kelompok kontrol positif,
sekeliling luka (Suriadi, 2004). Proliferasi dan kelompok kontrol negatif dan kelompok uji
migrasi fibroblas memegang peranan penting menunjukkan adanya perbedaan bermakna
dalam pembentukan jaringan granulasi dan (p<0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut kemudian
penutupan luka (Kanazawa et al., 2010). Fibroblas dilakukan uji lanjutan untuk melihat perbedaan
biasanya tersebar sepanjang berkas serat kolagen bermakna dengan menggunakan uji Mann-
dan tampak sebagai sel gelondong dengan ujung Whitney. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney
meruncing (Argamula, 2008). Fibroblas menunjukkan bahwa pemberian gel komersial
(menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah (kontrol positif) dan gel kuersetin (uji) memberikan
ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah kemampuan yang sama dalam meningkatkan
pembedahan. Pemaparan sel fibroblas sangat jumlah fibroblas. Hal ini terjadi karena didalam gel
jarang pada jaringan lunak yang normal (tanpa komersial dan gel kuersetin terkandung zat aktif
perlukaan). Setelah terjadi luka, fibroblas akan yang dapat merangsang proliferasi fibroblas
aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam sehingga jumlah fibroblas akan cenderung lebih
daerah luka, kemudian akan berkembang banyak pada kelompok kontrol positif dan
(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa kelompok uji dibanding kelompok kontrol negatif.
substansi yang berperan dalam rekontruksi Hasil uji non parametrik Kruskal Walis antar hari
jaringan baru (Shukla et al., 1998). Perhitungan perlakuan pada kelompok kontrol negatif, pada
jumlah fibroblas dilakukan pada 3 lapang pandang kelompok kontrol positif dan pada kelompok uji
dengan pembesaran 400 x. Hasil rerata skor menunjukan adanya peningkatan jumlah fibroblas
fibroblas dapat dilihat pada tabel berikut ini. (p<0,05). Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney
Tabel 3. Rerata Skor dan SD Fibroblas antar hari perlakuan untuk mengetahui
Kelompok Perlakuan Hari Rerata Skor peningkatan jumlah fibroblas. Berdasarkan hasil uji
Ke- Fibroblas Mann Whitney, pada kelompok kontrol negatif,
̅± SD
𝒙
Kontrol Positif 5 1,20 ± 0,18
pada kelompok kontrol positif dan pada kelompok
11 2,73 ±0,28 uji terjadi peningkatan jumlah fibroblas antar hari
21 3,00 ±0,00 perlakuan (p<0,05), kecuali hari ke-11 terhadap
Kontrol 5 0,93 ± 0,43 hari ke-21 pada kelompok kontrol positif (p>0,05).
Negatif 11 2,20 ±0,18 Menurut Argamula (2008), setelah perlukaan,
21 2,87 ±0,18 fibroblas baru bermigrasi ke daerah luka.
Uji 5 1,13 ±0,30
11 2,60 ±0,19 Pertumbuhan fibroblas terjadi pada hari ke-7
21 2,93 ±0,15 hingga hari ke-14, setelah itu akan terus terjadi
penyempurnaan sampai struktur kulit kembali
Berdasarkan tabel 3, terlihat adanya normal. Jumlah fibroblas akan terus meningkat
peningkatan rerata skor jumlah fibroblas pada hingga hari ke-21. Hasil penelitian yang dilakukan
semua kelompok perlakuan. Untuk membuktikan sejalan dengan penelitian Hidayat (2013).
adanya perbedaan antar kelompok dan Berdasarkan penelitian Hidayat (2013) tikus yang
peningkatan jumlah fibroblas, selanjutnya hasil diberi gel Aloe vera terjadi peningkatan jumlah
rerata skor jumlah fibroblas dianalisis fibroblas dari hari ke-3 hingga hari ke-10.
menggunakan uji non parametrik Kruskal-Walis. Selanjutnya, berdasarkan penelitian Roodbari et
Hasil uji non parametrik Kruskal-Walis antar al., (2012) jumlah fibroblas terus mengalami
kelompok perlakuan pada hari ke-5 dan pada hari peningkatan dari hari ke-3 hingga hari ke-21.
ke-21 menunjukkan bahwa pemberian gel Peningkatan jumlah fibroblas karena adanya
komersial (kontrol positif), gel kuersetin (uji), dan senyawa flavanoid yang memiliki aktifitas sebagai

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 93
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

antioksidan (Kalsum,2010). Berdasarkan hasil antar kelompok dan peningkatan re-epitelisasi,


penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang selanjutnya hasil rerata skor re-epitelisasi
sama dari pemberian gel kuersetin dan gel dianalisis menggunakan uji non parametrik
komersial terhadap jumlah fibroblas. Artinya Kruskal-Walis.
kontrol uji memberikan efek yang sama dengan
kontrol positif sehingga gel kuersetin dapat Hasil uji non parametrik Kruskal-Walis antar
digunakan untuk pengobatan luka bakar. kelompok pada hari ke-5 menunjukkan pemberian
3. Pengamatan Re-epitelisasi gel komersial (kontrol positif), gel kuersetin (uji),
Re-epitelisasi merupakan proses perbaikan sel-sel dan gel basis (kontrol negatif) memberikan
epitel kulit sehingga luka akan menutup. Semakin kemampuan yang sama dalam meningkatkan re-
cepat terjadi re-epitelisasi akan membuat struktur epitelisasi (p>0,05). Perlakuan hari ke-11
epidermis kulit tikus segera mencapai keadaan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda
normal (Putriyanda, 2006). Re-epitelisasi bermakna antara ketiga kelompok (p>0,05). Hal ini
merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi menunjukkan re-epitelisasi tidak harus terjadi pada
mobilisasi, migrasi, mitosis dan diferensiasi sel titik waktu yang telah ditentukan. Kecepatan re-
epitel. Ketika berproliferasi, beberapa sel epitel epitelisasi tergantung kandungan zat aktif didalam
yang telah matang meluncur keluar dari tepi luka sediaan (Rismana,2013). Sehingga ketika
menuju bagian permukaan luka. Akibatnya sel mengambil hari ke-11 untuk pengamatan
epitel yang bermigrasi dari segala arah akhirnya histopatologi, belum tentu dapat memberikan
menyatu di bagian tengah luka. Apabila sel epitel gambaran yang signifikan terhadap proses re-
telah menyatu di bagian tengah luka, maka luka epitelisasi, karena proses re-epitelisasi bisa
akan tertutup sepenuhnya dan terbebas dari terdapat perbedaan yang bermakna antara ketiga
kontaminasi lingkungan luar tubuh sehingga kelompok sebelum atau sesudah hari ke-11.
proses pematangan jaringan di bawahnya akan Perlakuan hari ke-21 juga menunjukkan
berlangsung dengan lebih baik (Handayani, 2006). tidak terdapat perbedaan yang bermakna antar
Penilaian re-epitelisasi dilakukan dengan metode kelompok (p>0,05). Hasil ini sesuai dengan teori
skor. Menurut Roodbari et al. (2012) skor 0 berarti yang menyatakan luka bakar derajat II A sembuh
absent yang menggambarkan kerusakan sekitar hari ke-10 hingga 14 pasca perlukaan
menyeluruh pada bagian epidermis. Skor 1 berarti (Moenadjat, 2003). Hari ke-21 sudah memasuki
starting yang menggambarkan mulai terbentuk fase maturasi berupa remodelling kolagen,
lapisan epidermis. Skor 2 berarti incomplete yang kontraksi luka dan pematangan parut (Rahmawati,
menggambarkan lapisan epidermis sudah 2009), sehingga hasil perlakuan tidak memiliki
terbentuk, tetapi masih ada penebalan. Skor 3 perbedaan antar kelompok perlakuan.
berarti complete yang menggambarkan lapisan Berdasarkan hasil uji non parametrik
epidermis sudah terbentuk secara sempurna dan Kruskal-Walis antar hari perlakuan pada kelompok
tidak ditemukan penebalan pada lapisan kontrol positif, pada kelompok kontrol negatif dan
epidermis. Penilaian skor dilakukan pada 3 lapang pada kelompok uji menunjukkan adanya
pandang dengan pembesaran 100 x. Adapun hasil perbedaan bermakna dalam peningkatan re-
dan grafik skor re-epitelisasi dapat dilihat pada epitelisasi (p<0,05). Selanjutnya dilakukan uji
tabel berikut ini. Mann-Whitney dan diperoleh hasil pada ketiga
Tabel 4. Rerata Skor dan SD re-epitelisasi kelompok terjadi peningkatan re-epitelisasi antar
Kelompok Perlakuan Hari Rerata Skor Re- hari perlakuan (p<0,05). Proses re-epitelisasi pada
Ke- epitelisasi penelitian ini mengalami peningkatan seiring
̅± SD
𝒙
Kontrol Positif 5 0,00 ± 0,00
bertambahnya waktu yang menunjukkan bahwa
11 2,14±0,96 lama perlakuan berpengaruh pada re-epitelisasi.
21 3,00 ±0,00 (Karimi et al, 2013).
Kontrol 5 0,00 ± 0,00 KESIMPULAN
Negatif 11 0,53±0,51 1. Pemberian gel kuersetin meningkatkan re-
21 2,87±0,18 epitelisasi dalam proses penyembuhan luka
Uji 5 0,00 ±0,00
11 1,99 ±1,15 bakar derajat II A pada tikus jantan galur wistar.
21 3,00 ±0,00 2. Pemberian gel kuersetin meningkatkan jumlah
Berdasarkan tabel 4, terlihat adanya peningkatan fibroblas dalam proses penyembuhan luka
rerata skor re-epitelisasi pada semua kelompok bakar derajat II A pada tikus jantan galur wistar.
perlakuan. Untuk membuktikan adanya perbedaan

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 94
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut


Pertanian, Bogor.
Hasyim, N., K.L.Pare, I. Junaid & A. Kurniati.
DAFTAR PUSTAKA (2012). Formulasi Dan Uji Efektivitas Gel
Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal. Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek
Yogyakarta: Gadjah Mada University. (Kalanchoe Pinnata L.) Pada Kelinci
Argamula, G. (2008). Aktivitas Sediaan Salep (Oryctolagus Cuniculus). Fakultas Farmasi,
Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa Universitas Hasanuddin, Makassar. Majalah
Paradisiaca Var Sapientum) Dalam Proses Farmasi Dan Farmakologi. 16: 89 – 94.
Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus Hidayat, T.S.N. (2013). Peran Topikal Ekstrak
Musculus Albinus).Bogor: Fakultas Gel Aloe Vera Pada Penyeembuhan Luka
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bakar Derajat Dalam Pada Tikus. Skripsi
Asmaningsih, E., Yulian, W. U., Rahmatuz, Z. Fakultas Kedokteran Universitas
Pengaruh Pemberian Topikal Ekstrak Etanol Airlangga/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Kedelai (Glycine max) Terhadap Kalsum, U. (2010). Perbedaan Perawatan Luka
Pembentukan Jaringan Epitel Pada Bakar Derajat II Menggunakan Ekstrak
Perawatan Luka Bakar Derajat II A Pada Kedelai (Glycine Max) Dan Normal Salin
Tikus Wistar. Terhadap Jumlah Sel Fibroblas Pada Tikus
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/k (Rattus Norvegicus) Galur Wistar.
eperawatan/MAJALAH_RAHMATUZ%20ZU http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/k
LFIA_0910721010.pdf (diakses tanggal 3 eperawatan/Majalah%20lina%20%2809107
November 2013). 20050%29.pdf
Chirumbolo, S. (2010). The Role of Kuersetin, (diakses tanggal 2 November 2013).
Flavonols and Flavones in Modulating Kanazawa, S., T. Fujiwara, S. Matsuzaki, K.
Inflammatory Cell Function. Italy: Bentham Shingaki, M. Taniguchi, S. Miyata, M.
Science Publishers Ltd. Department of Tohyama, Y. Sakai, K. Yano, T. Kubo.
Pathology and Diagnostics, University of (2010). bFGF Regulates PI3-Kinase-Rac1-
Veron. JNK Pathway and Promotes Fibroblass
Christiawan, A. &P. David. (2010). Aktivitas Migration in Wound Healing. PLoS One. 5: 8.
Antimikroba Daun Binahong Terhadap Karimi, M., P. Parsaei, S.Y. Asadi, S. Ezzati, R.K.
Pseudomonas Aeruginosa Dan Boroujeni, A. Zamiri & M. Rafieian-Kopaei.
Staphylococcus Aureus Yang Sering (2013). Effects of Camellia sinensisEthanolic
Menjadi Penyulit Pada Penyembuhan Luka Extract on Histometric andHistopathological
Bakar.Surabaya: Fakultas Kedokteran Healing Process Of Burn Wound In Rat.
Universitas Airlangga. Middle-East Journal Of Scientific
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. (1999). Research.13: 14-19.
Manual Standar Metoda Diagnosa Lakhanpal, P.M.D. & Deepak.K.R. (2007).
Laboratorium Kesehatan Hewan.Jakarta: Ministry of Health & Quality of Life.Clinical
Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Knowledge. Internet Journal of Medical
Direktorat Jenderal Peternakan dan Update. 2 : 22-37.
Departemen Pertanian. Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1993)
Garg, A., D. Anggarwal, S. Garg & A.K. Singla. .Physical Pharmacy, Physical Chemical
(2002). Spreading of Semisolid Formulation: Principles in The Pharmaceutical
An Update. Pharmaceutical Tecnology. Science.Edisi ke-2. Lea and Febiger,
Hamzah, M.(2006). Anti-Inflammatory Activity of Philadelphia.
Achillea and Ruscus Topical Gel on Muttaqin, A. & Sari, K. (2011). Asuhan
Carrageenan-Induced Paw Edema in Rats. Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Acta Poloniae Pharmaceutica-Drug Salemba Medika, Jakarta.
Research.4: 287-280. Prasetyo, B.F., I. Wientarsih, B.P. Priosoeryanto.
Handayani, I. (2006). Aktivitas Sediaan Gel dari (2010). Aktivitas Sediaan Gel Ekstrak
Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Barbadensis Batang Pohon Pisang Ambon Dalam Proses
Miller) untuk Proses Persembuhan Luka Penyembuhan Luka Pada Mencit. Fakultas
pada Mencit (Mus musculus). Skripsi Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Veteriner. 11: 70-73.

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 95
ISSN : 2598-2095 Vol. 2 No. 1 (September, 2018)

Putriyanda, N. (2006). Kajian Patologi Aktivitas World Health Organization (WHO). (2016).
Getah Batang Pohon Pisang Tanduk (Musa Burns.http://www.who.int/mediacentre/facts
parasidiaca forma typica) Dalam Proses heets/fs365/en/
Persembuhan Luka pada Tikus (Mus
musculus albinus). Skripsi
FakultasKedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rahmawati. (2009). Pengaruh stimulasi elektrik
terhadap pengurangan luas luka pada
penyembuhan luka (debth wound). Jurnal
Pendidikan Mutiara Ilmu. 4 : 102-107.
Rismana, E., Idah, R., Prasetyawan, Y., Olivia,
B., & Erna, Y. (2013). Efektivitas Khasiat
Pengobatan Luka Bakar Sediaan Gel
Mengandung Fraksi Ekstrak Pegagan
Berdasarkan Analisis Hidroksiprolin Dan
Histopatologi Pada Kulit Kelinci. Penelitian
Kesehatan. 41: 45-60.
Roodbari, N., A. Sotoudeh, A. Jahanshahi & M.
A. Takhtfooladi. (2012). Healing Effect
OfAdiantumcapillus Veneris On Surgical
Wound In Rat. Research Opinions In Animal
& Veterinary Sciences.12: 591-595.

Selfie, P.J., Ulaen, Y.B., Ririn, A. S. (2012).


Pembuatan Salep Anti Jerawat Dari Ekstrak
Rimpang Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb.).Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kemenkes, Manado
Shukla, A., A.M.Rasik, G.K.Jain, R. Shankar.
(1998). In Vitro and In Vivo Wound Healing
Activity of Asiaticoside Isolated from Cantella
Asiatica.Journal ofEthnopharmacology. 65:
1-11.
SNI. (1996). SNI 14399-1996 Sediaan Tabir
Surya. Dewan standarisasi Nasional.
Jakarta.
Sukmawati, N.M.A., Arisanti, C. I. S., Wijayanti,
N.P.A.D. (2014). Pengaruh Variasi
Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin
Terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel
Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana, L.).
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
alam, Universitas Udayana, Bali.
Suriadi. (2004). Perawatan luka. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 96

Anda mungkin juga menyukai