Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang landasan teori dan penelitian yang dilakukan

sebelumnya. Landasan teori penelitian harus relevan dengan masalah, sehingga dapat

dibuat jawaban teoretik sementara terhadap masalah penelitian. Penelitian

sebelumnya merupakan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan

penelitian ini.

2.1 Landasan Teori

Landasan teori merupakan teori yang relevan yang digunakan untuk

menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti dan sebagai dasar untuk memberi

jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan (hipotesis) dan

penyusunan instrumen penelitian. Grand theory dalam penelitian ini adalah

Stewardship Theory karena pemerintah dalam hal ini diharapkan mampu bekerja

dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan principal yaitu masyarakat dan instansi

diharapkan nantinya dapat dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan

publik dengan melaksanakan kegiatan yang diamanahkan kepadanya.

2.1.1 Teori Pengelolaan (Stewardship Theory)

Donaldson et al. (1997) dalam penelitiannya membedakan antara agency

theory dan stewardship theory. Teori Stewardship menggambarkan situasi dimana

manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan


pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi. Teori tersebut

mengasumsikan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan

organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok

principals dan manajemen. Maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan

memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok organisasi.

Teori stewardship dapat diterapkan pada penelitian akuntansi organisasi

sektor publik seperti organisasi pemerintahan (Morgan, 1996; Van Slyke, 2006 dan

Thorton, 2009) dan non profit lainnya (Vargas, 2004; Caers Ralf, 2006 dan Wilson,

2010) yang sejak awal perkembangannya, akuntansi organisasi sektor publik telah

dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi hubungan antara stewards

dan principals.

Manajemen pemerintahan dituntut untuk memberikan pelayanan (bertindak

sebagai steward/pelayan) bagi kepentingan principal. Dengan demikian manajemen

di lingkungan pemerintahan lebih dominan bertindak sebagai steward dibandingakan

sebagai agent. Hal tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Morgan et al.

(1996) dan Slyke (2006). Hasil penelitian Morgan et al. (1996) menunjukkan bahwa

manajer menengah di pemerintahan daerah lebih banyak bersikap sebagai steward

daripada agent yang menyebabkan kinerja organisasi dapat ditingkatkan. Hasil

penelitian Van Slyke (2006) juga menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan

lebih banyak bertindak sebagai steward karena dipengaruhi oleh jenis layanan yang

diberikan, tingkat kapasitas manajemen publik, jenis insentif dan sanksi yang
digunakan, serta frekuensi informasi yang diperlukan. Berdasarkan penjelasan

tersebut, maka sangat relevan jika teori stewardship diterapkan pada penelitian

organisasi sektor publik, khusunya di pemerintahan.

Dalam penelitian ini implikasi dari teori stewardship yaitu bagaimana

pemerintah diberikan kepercayaan dalam melakukan tugas dan fungsinya dengan

tepat, merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sampai pertanggungjawaban

keuangan secara maksimal. Untuk melaksanakan tanggungjawab tersebut maka

stewards diharapkan mengerahkan semua kemampuan dan keahlian sumber daya

manusia, sistem pengendaliam intern, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi

guna mencapai kualitas laporan keuangan yang diharapkan organisasi.

2.1.2 Teori Kegunaan Keputusan (decision-usefulness theory)

Teori kegunaan keputusan (decision-usefulness theory) informasi akuntansi

menjadi referensi dari penyusunan kerangka konseptual Financial Accounting

Standard Boards (FASB),yaitu statement of financial Accounting Concepts (SFAC)

yang berlaku di Amerika Serikat. SFAC No.8 merupakan salah satu dari serangkaian

publikasi di FASB untuk akuntansi dan pelaporan keuangan yang mencakup dua bab

kerangka konseptual baru yang menggantikan SFAC No.1, tujuan pelaporan

keuangan oleh perusahaan bisnis, dan SFAC No.2, karakteristik kualitatif informasi

akuntansi. SFAC No.8 dimaksudkan untuk menetapkan tujuan-tujuan dan konsep-

konsep fundamental yang akan menjadi dasar untuk pengembangan akuntansi


keuangan dan pedoman pelaporan agar cakupan yang ada nantinya dapat memenuhi

kebutuhan para decision maker yang akan menggunakannya.

Statement of Financial Accounting Concepts No.8 tentang Conceptual

Frameworks for Financial Reporting menyatakan bahwa informasi keuangan harus

memiliki karakteristik kualitatif yang fundamental untuk menjadi berguna. Teori

kegunaan keputusan informasi sangat relevan, karena Standar Akuntansi

Pemerintahan di Indonesia mengadopsi karakteristik kualitatif dari SFAC No.8,

dimana dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) hanya menekankan pada empat

prasyarat normatif yakni ; relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.

2.1.3 Teori Penetapan Tujuan (goal-setting theory)

Teori penetapan tujuan (goal setting theory) yaitu sebuah model individual

yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Teori penetapan tujuan

berasumsi bahwa individu berkomitmen terhadap sasarannya, artinya bertekad untuk

tidak menurunkan/meninggalkan sasaran, hal tersebut paling besar kemungkinan

untuk terjadi bila sasaran itu ditentukan sendiri dan bukannya ditugaskan. Robbins

(2006) dalam kasus lain menyatakan, individu justru akan memiliki kinerja terbaik

jika ditugasi oleh atasannya. Selain itu, sasaran yang ditentukan dengan umpan balik

akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tidak ada umpan balik.

Goal setting theory menunjukkan sasaran yang sulit dan spesifik

menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tanpa sasaran (Robbins,
2006). Artinya jika individu bekerja berdasarkan peraturan yang ditetapkan

organisasi, maka usaha untuk mencapai tujuan tersebut juga besar. Peraturan akan

lebih memperbesar kemungkinan untuk mencapai tujuan jika tujuan yang ditentukan

sesuai dengan nilai-nilai karyawan. Dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas

lembaga-lembaga publik, pemerintah daerah sudah berkewajiban menyampaikan

pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi

melalui media laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Melalui pendekatan

teori ini, laporan keuangan yang transparan dan akuntabel diidentikkan sebagai tujuan

pemerintah daerah sedangkan variabel kompetensi SDM, sistem pengendalian intern,

gaya kepemimpinan dan budaya organisasi sebagai faktor penentu keberhasilan

tujuan dari organisasi tersebut.

2.1.4 Teori Kontijensi

Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal

pengendalian organisasi di bawah kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk

menjelaskan bagaimana prosedur operasi pengendalian organisasi tersebut.

Pendekatan kontijensi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa

tidak ada sistem pengendalian secara universal selalu tepat untuk dapat diterapkan

pada setiap organisasi. Donalson (2001) berpendapat bahwa pendekatan kontijensi

dapat dilakukan jika memenuhi asumsi yang menjadi ide dari pendekatan kontijensi

adalah sebagai berikut ; (a) tidak ada satupun desain organisasional yang terbaik,

yang terstuktur secara pasti dan tidak terstruktur secara pasti, yang diaplikasikan
dalam suatu organisasi serta (b) beragam desain organisasional tersebut memiliki

peluang hasil atau kinerja yang sama.

Penelitian Riyanto (2003) yang mengatakan perlunya penelitian mengenai

pendekatan kontijensi dalam menguji faktor kontekstual yang mempengaruhi

hubungan antara sistem pengendalian intern dan kinerja. Penggunaan pendekatan

kontijensi tersebut memungkinkan adanya variabel lain yang bertindak sebagai

moderating variable atau intervening variable yang mempengaruhi hubungan antara

kompetensi sumber daya manusia dan sistem pengendalian intern pada kualitas

laporan keuangan.

2.2 Pelaporan Keuangan Pemerintah

Menurut Suwardjono (2005) pelaporan keuangan adalah struktur dan proses

akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan

dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara. FASB dalam Statement

Of Financial Accounting Concepts mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem

dan sarana penyampaian informasi tentang segala segala kondisi dan kinerja

perusahaan terutama dari segi keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat

disampaikan melalui statement keuangan. Laporan keuangan pada dasarnya

merupakan asersi dari pihak manajemen pemerintah yang menginformasikan kepada

pihak lain, yaitu para pemangku kepentingan (stakeholder) tentang kondisi keuangan

pemerintah.
Tujuan pelaporan keuangan pemerintah menurut Peraturan Pemerintah Nomor

71 Tahun 2010, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-

upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan

secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:

akuntabilitas, manajemen, transparansi, keseimbangan antar generasi. Evaluasi

kinerja pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang

bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan

baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan

untuk membiayai seluruh pengeluaran.

b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya

ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan

perudang-undangan.

c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang

digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah

dicapai.

d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai

seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.

e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas

pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka


pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak

dan pinjaman.

f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas

pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat

kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan

informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan, asset,

kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas pelaporan. Adapun laporan

keuangan pokok yang harus disusun oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan meliputi :

a) Laporan Realisasi Anggaran

Menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi

yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan

antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Pelaporan

mencerminkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang menunjukkan

ketaatan terhadap pelaksanaan APBD. Dengan demikian, laporan realisasi

anggaran menyajikan pendapatan pemerintah daerah dalam satu periode,

belanja, surplus, atau defisit, pembiayaan dan sisa lebih atau kurang

pembiayaan.

b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih


Laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan informasi kenaikan atau

penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

c) Neraca

Neraca adalah laporan yang menyajikan posisi keuangan entitas ekonomi

pada suatu saat (tanggal) tertentu. Laporan ini dibuat untuk menyajikan

informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai asset, kewajiban dan

ekuitas dana.

d) Laporan Operasional

Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang

menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/

daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode

pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam laporan operasional

terdiri dari pendapatan, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.

e) Laporan Arus Kas

Menyajikan informasi tentang sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara

kas, selama satu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal

pelaporan. Arus kas masuk dan keluar diklasifikasikan berdasarkan aktivitas

operasi, investasi, dan non-anggaran.

f) Laporan Perubahan Ekuitas


Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan

ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

g) Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan aatas laporan keuangan disajikan secara sistematis sesuai Standar

Akuntansi Pemerintahan, dimana setiap pos dalam laporan realisasi anggaran,

neraca dan laporan arus kas, harus mempunyai referensi silang dengan

informasi terkait dalam catatan atas laporan keuangan. Disamping itu,

mencakup juga tentang informasi kebijakan akuntansi yang digunakan oleh

entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk

diungkapkan di dalam standar akuntansi pemerintahan serta berisi ungkapan-

ungkapan sebagaimana diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan

keuangan secara wajar.

2.3 Kualitas Laporan Keuangan

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 1 paragraf 9

sebagaimana terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan laporan

yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan

oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan

informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja

keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Pada dasarnya

laporan keuangan pemerintah adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang

menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk

menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan

kepadanya. Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah mencerminkan tertib

pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yang mencakup tertib administrasi dan taat

asas ( Kartika dkk., 2013).

2.3.1 Standar Akuntansi Keuangan

Karakteristik kualitatif (kualitas) merupakan suatu ciri khas yang membuat

informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakainya. Berikut adalah

karakteristik laporan keuangan sesuai dengan kerangka dasar penyusunan penyajian

laporan keuangan.

a) Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah

kemudahannya untuk dipahami oleh pemakainya. Pemakai diasumsikan

memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,

akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan

yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya

dimasukkan di dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas

dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat

dipahami oleh pengguna laporan tertentu.


b) Relevan

Agar laporan keuangan bermanfaat, informasi di dalamya harus relevan untuk

memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.

Informasi di dalam laporan keuangan memiliki kualitas relevan jika dapat

mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka

mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, dan

menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi dimasa lalu. Informasi posisi

keuangan dan kinerja dimasa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk

memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang

langsung menarik perhatian pemakai, seperti; pembayaran deviden dan upah,

pergerakan harga sekuritas, dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi

tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian,

kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan

dengan memberikan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu.

c) Materialitas

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitas lapoan

keuangan. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk

mencamtumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat

mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan


keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang

dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan

(omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Oleh karenanya,

materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atas titik pemisah daripada

suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi

dipandang berguna.

d) Keandalan

Informasi dalam laporan keuangan harus andal (reliable) agar dapat

bermanfaat. Informasi memiliki kualitas yang andal jika bebas dari pengertian

yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya

sebagai penggambaran yang senyatanya (faithful representation) dari yang

seharusnya disajikan secara wajar.

e) Penyajian Jujur

Informasi laporan keuangan pada umumnya tidak luput dari resiko penyajian

yang dianggap kurang jujur dari seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan

disebabkan karena kesenjangan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan

kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa

lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran dan

teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan peristiwa tersebut.

f) Substansi Mengungguli Bentuk


Suatu informasi jika dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi

serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat

dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya

bentuk hukum. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten

dengan apa yang tampak dari bentuk hukum.

g) Netralitas

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, tidak bergantung

pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu, tidak boleh ada usaha untuk

menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal

tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang

berlawanan.

h) Pertimbangan Sehat

Penyusunan laporan keuangan mungkin menghadapi ketidakpastian suatu

peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan,

dan perkiraan masa manfaat pabrik serta peralatan. Namun demikian,

penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya;

pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan, berlebihan, dan sengaja

menetapkan aktiva atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan

kewajiban atau beban yang lebih tinggi sehingga laporan keuangan menjadi

tidak netral, dan karena itu tidak memiliki kualitas yang andal.

i) Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap

dalam batasan materialitas dan biaya.

2.3.2 Standar Akuntansi Pemerintahan

Karakteristik kualitatif laporan keuangan pada Standar Akuntansi Keuangan

(SAK) memiliki perbedaan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pada

SAK karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam

laporan keuangan berguna bagi pemakai. Sementara pada SAP karakteristik kualitatif

laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam

informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Dalam SAK, karakteristik

kualitatif didefinisikan secara tegas sebagai “ciri khas”, sementara dalam SAP

dinyatakan sebagai “ukuran yang perlu diwujudkan”. Peraturan Pemerintah Nomor

71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menjelaskan karakteristik

kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan

dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat

karakteristik berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan

keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki

1) Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di

dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu

mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi

masa depan serta menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di


masa lalu. Dengan demikian informasi laporan keuangan yang relevan dapat

dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan adalah:

a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value), informasi

memungkinkan pengguna untuk menegaskan alat mengoreksi ekspektasi

mereka di masa lalu

b. Memiliki manfaat prediktif (predictive value), informasi dapat membantu

pengguna untuk memprediksi masa yang akan dating berdasarkan hasil

masa lalu dan kejadian masa kini.

c. Tepat waktu, informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh

dalam pengambilan keputusan.

d. Lengkap, informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap

mungkin yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi

setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan

diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi

tersebut dapat dicegah.

2) Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan

dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat

diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya


tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial

dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:

a) Penyajian Jujur, informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta

peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar

diharapkan untuk disajikan.

b) Dapat Diverivikasi (verifiability), informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali

oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak

jauh berbeda.

c) Netralitas, informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak

pada kebutuhan pihak tertentu.

3) Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat

dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan

keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat

dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat

dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari

tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas

yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila

entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik


daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut

diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.

4) Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh

pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan

batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki

pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas

pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi

yang dimaksud.

2.4 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan

seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk

melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara

efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai

kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Menurut Tjiptoherijanto (2001) dalam Alimbudiono & Fidelis (2004), untuk

menilai kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu

fungsi, termasuk akuntansi, dapat dilihat dari level of responsibility dan kompetensi

sumber daya tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam

deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas

dengan baik, Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumberdaya tersebut tidak
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, sedangkan kompetensi dapat dilihat dari

latar belakang pendidikan, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dan dari

keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas.

Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki

keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk

melaksanakan suatu pekerjaan (Hevesi, 2005). Menurut beberapa pakar, kompetensi

adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam

pekerjaannya. Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan bekerja

tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga.

Susanto (2007) mendefinisikan tentang kompetensi yang sering dipakai

adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja

superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan

kemampuan perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.

2.5 Sistem Pengendalian Intern

2.5.1 Pengertian Pengendalian Intern

Pengendalian intern merupakan bagian dari manajemen risiko yang harus

dilaksanakan oleh setiap lembaga untuk mencapai tujuan lembaga. Begitu pentingnya

pengendalian intern dalam sebuah lembaga sehingga hal ini harus dilaksanakan

secara konsisten untuk menjamin kesinambungan dan kepercayaan masyarakat.

Pengendalian intern harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan

untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan


penyelewengan. Menurut Elder, et al. (2011) pengendalian intern adalah proses yang

dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan

manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi,

dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Dari pengertian pengendalian intern tersebut terdapat beberapa konsep dasar sebagai

berikut:

1) Pengendalian intern merupakan suatu proses pengendalian untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri bukan merupakan suatu

tujuan.

2) Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya

terdiri dari pedoman kebijakan dari formulir, namun dijalankan oleh orang

dari setiap pemegang organisasi yang mencakup dewan komisaris,

manajemen dan personel lainnya.

3) Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan

memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris

entitas keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern

dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan

pengendalian yang menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan

keyakinan mutlak.

4) Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan

diantaranya pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.


2.5.2 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) didefinisikan merupakan suatu

cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi,

serta berperan penting dalam pencegahan dan pendeteksian penggelapan (fraud).

Pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam

mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan informasi keuangan yang andal,

serta menjamin ditaatinya hukum dan peraturan yang berlaku. Dilihat dari tujuan

tersebut, maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Pengendalian intern akuntansi

Dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga

kekayaan organisasi dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Sebagai

contoh, adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit organisasi.

2) Pengendalian administratif

Dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya

kebijakan manajemen. Contohnya adalah adanya pemeriksaan laporan untuk

mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.

SPIP merupakan suatu langkah nyata pemerintah dalam memberikan acuan

serta pijakan bagi pemerintah daerah agar pengelolaan keuangan dapat

dilaksanakan secara akuntabel dan transparan. Wilkinson et al., (2000)

menyebutkan subkomponen dari aktivitas pengendalian yang berhubungan

dengan pelaporan keuangan adalah (1) perancangan yang memadai dan


penggunaan dokumen-dokumen dan catatan-catatan bernomor; (2) pemisahan

tugas; (3) otorisasi yang memadai atas transaksi-transaksi; (4) pemeriksaan

independen atas kinerja; dan (5) penilaian yang sesuai/tepat atas jumlah yang

dicatat. Unsur-unsur pokok yang diperlukan dalam menciptakan

pengendalian akuntansi yang efektif antara lain ; (a) adanya perlindungan fisik

terhadap harta; (b) pemisahan fungsi organisasi yaitu pemisahan fungsi

organisasi yang saling berkaitan; (c) adanya jejak audit yang baik; dan (d)

sumber daya manusia yang optimal. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah adalah suatu

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melaluikegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang diselenggarakan secara

menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah yang dimaksudkan dalam peraturan ini meliputi pemerintah

daerah kabupaten atau kota dan pemerintah provinsi.

2.6 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan

fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha

dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992).
Gaya kepemimpinan merupakan berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh

pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja (James et al.,1996).

Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari

falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia

mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).

Robbins (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:

1) Gaya kepemimpinan kharismatik

Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroic atau yang luar

biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.

Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:

a) Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang

berharaop masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu

mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.

b) Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal

tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri

untuk meraih visi.

c) Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala

lingkungan dan sumber daaya yang dibutuhkan untuk membuat

perubahan.
d) Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik pereptif

(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive

terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.

e) Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam

perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2) Gaya kepemimpinan transaksional

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau

memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan

memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional

lebih berfokus pada hubungan pemimpin dan bawahan tanpa adanya usaha

untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik

pemimpin transaksional:

a. Imbalan kontingen : kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang

dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.

b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dan mencari

penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.

c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif) : mengintervensi hanya jika

standar tidak dipenuhi.

d. Laissez-Faire : melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan

keputusan.
3) Gaya kepemimpinan transformasional

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan

kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, pemimpin

transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-

persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-

cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan

mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai

sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional

yaitu:

a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,

meraih penghormatan dan kepercayaan.

b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol

untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara

sederhana.

c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan

pemecahan masalah secara hati-hati

d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani

karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.

4) Gaya kepemimpinan visioner

Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel,

dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang
sedang tumbuh dan membaik disbanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan

diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa

mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan

membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk

mewujudkannya.

2.7 Budaya Organisasi

Budaya organisasi menurut Robbins (2006) adalah sebuah persepsi umum

yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem tentang keberartian bersama.

Budaya organisasi berkepentingan dengan bagaimana pekerja merasakan

karakteristik suatu budaya organisasi, tidak dengan apakah seperti mereka atau tidak

(Wibowo, 2010:17). Budaya organisasi adalah pola dari kepercayaan,simbol-simbol,

ritual-ritual, dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu, serta berfungsi

sebagai perekat yang menyatukan organisasi (Glaser pada Koesmono, 2005:167).

Hofstede (1980) menyatakan bahwa budaya merupakan suatu pemrograman

kolektif dari pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang,

dari yang lain. Definisi tersebut mengandung makna bahwa kita melihat budaya

dalam perilaku sehari-hari, tetapi dikontrol oleh mental program yang ditanamkan

sangat dalam (Wibowo, 2010:15).

Berdasarkan ketiga definisi budaya organisasi di atas dapat disimpulkan

bahwa budaya organisasi adalah sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang

berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya.


2.7.1 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2003:480) menyatakan untuk menilai kualitas budaya organisasi

suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh faktor utama yaitu :

a. Inisiatif individu yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi

yang dipunyai individu

b. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauhmana para pegawai

dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.

c. Pengarahan yaitu sajauhmana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas

sasaran dan harapan mengenai prestasi.

d. Integrasi yaitu tingkat sejauhmana unit-unit dalam organisasi didorong untuk

bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

e. Dukungan manajemen yaitu tingkat sejauhmana para manajer memberi

komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka.

f. Kontrol yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan

untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.

g. Identitas organisasi yaitu melihat sejauhmana anggota organisasi

mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya,

h. Sistem imbalan menjelaskan tentang sistem gaji, kenaikan gaji, dan promosi

yang didasarkan atas prestasi pegawai, bukan sikap pilih kasih.

i. Toleransi terhadap konflik menjelaskan bagaimana pihak manajemen

memberikan dorongan untuk menyelesaikan konflik di dalam organisasi.


j. Pola komunikasi yaitu sejauhmana komunikasi yang dibangun oleh organisasi

membatasi hierarki kewenangan secara formal.

2.7.2 Fungsi Budaya Organisasi

Robbins (2003:311) menyatakan bahwa budaya menjalankan sejumlah fungsi

di dalam sebuah organisasi, yaitu:

1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, yang artinya budaya

menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi

yang lain.

2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan pribadi seseorang.

4) Budaya menetapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial

yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan

standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh

para karyawan.

5) Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.8 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Xu (2003) meneliti faktor kunci dari kualitas informasi akuntansi (studi kasus

di Australia). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa sumber daya manusia, sistem

organisasi, dan faktor eksternal merupakan faktor kritis yang menentukan kualitas
informasi akuntansi. Keandalan sistem harus didukung oleh keandalan sumber daya

manusia dan harus dikontrol agar dapat berjalan dengan baik.

Indriasari (2008) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia,

Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Pengendalian Intern Akuntansi terhadap Nilai

Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kota

Palembang dan Kabupaten Ogan lilir). Variabel independen yang digunakan adalah

kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian

intern akuntansi sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai

informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan

pemerintah daerah, sedangkan kapasitas sumber daya manusia tidak memiliki

pengaruh. Selanjutnya, pemanfaatan teknologi informasi dan kapasitas sumber daya

manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatwaktuan pelaporan

keuangan pemerintah daerah.

Muhammad Saleh dan Ventje Ilat (2012) meneliti tentang pengaruh kualitas

sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan sistem pengendalian

intern terhadap keandalan pelaporan keuangan pada perusahaan dealer mobil di

Sulawesi Utara. Hasil penelitiannya menunjukkkan bahwa kualitas sumber daya

manusia, sistem pengendalian intern dan pemanfaatan teknologi informasi tidak


berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan perusahaan dealer

mobil di Sulawesi Utara.

Wicaksono (2013) melakukan penelitian di Kota Semarang dengan responden

pegawai pemerintahan, dan menggunakan variabel dependen efektivitas pengendalian

intern serta variabel independen kualitas audit, lingkup audit, gaya kepemimpinan.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian yang diperoleh adalah secara simultan seluruh variabel bebas berpengaruh

terhadap efektivitas pengendalian intern. Secara parsial kualitas audit dan lingkup

audit tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian intern serta gaya

kepemimpinan berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian intern.

Nurrilah dan Muid (2014) melakukan penelitian di SKPD Kota Depok dengan

responden pegawai SKPD, dengan menggunakan variabel dependen kualitas laporan

keuangan dan variabel independen kompetensi SDM, penerapan SAKD, pemanfaatan

TI dan sistem pengendalian intern. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi

linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh adalah secara parsial dan simultan

seluruh variabel bebas berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan.

Arumsari (2014) dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan positif

antara budaya organisasi dengan kinerja, bahwa seorang auditor yang menerapkan

peraturan dan norma-norma sesuai dengan budaya organisasi maka kinerjanya akan

semakin baik. Perilaku karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan
memberikan efek pada meningkatnya kinerja karyawan, karena budaya perusahaan

ditetapkan oleh manajemen demi mewujudkan visi dan misi perusahaan.

Ananto (2014) dalam penelitiannya meneliti tentang gaya kepemimpinan,

motivasi, dan disiplin kerja denga kinerja pegawai sebagai variabel dependen.

Penelitian ini dilakukan di PT DHL Global Forwarding. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, kinerja dan motivasi berpengaruh positif

signifikan terhadap kinerja pegawai.

Yensi (2014) melakukan penelitian di SKPD Kabupaten Kuantan Singingi

dengan responden pegawai SKPD, dan menggunakan variabel dependen kualitas

informasi laporan keuangan serta variabel independen kompetensi SDM, penerapan

SAKD dan sistem pengendalian intern. Teknik analisis yang digunakan adalah

analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh adalah secara

simultan seluruh variabel bebas berpengaruh positif terhadap kualitas laporan

keuangan, secara parsial kompetensi SDM dan penerapan SAKD berpengaruh

signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah dan secara parsial sistem

pengendalian intern tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laporan

keuangan.

Vita (2015) meneliti tentang pengaruh gaya kepemimpinan, budaya

organisasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja guru dan karyawan pada Yayasan

Tri Asih Jakarta. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

linier berganda dengan menyebar kuesioner sebanyak 82 guru dan karyawan Yayasan
Tri Asih Jakarta. Hasil dalam penelitian ini adalah variabel gaya kepemimpinan dan

budaya organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja. Sedangkan lingkungan

kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja.

Anda mungkin juga menyukai