Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA FARMASI

Titrasi Redoks Iodometri

DISUSUN OLEH :

ATRIWIDA SASTRAWATI (1501059)


S1-4A (GRUP A)
KELOMPOK 1 (Satu)
KAMIS, 07 MEI 2020

NAMA DOSEN :
Melzi Octaviani, M.Farm,Apt

NAMA ASISTEN :
Edo Saputra Azra

Hajrah Miranda

Syahrul amin

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

2020
PERCOBAAN IV
Titrasi Redoks Iodometri

I. TUJUAN PRAKTIKUM
 Mahasiswa (praktikan) memahami identifikasi zat dalam suatu sampel serta
mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan
reduksi.

II. PRINSIP

Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul.

Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau

molekul. Dalam reaksi oksidasi reduksi ini terjdi perubahan valensi dari zat-zat yang

mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan

pengoksidasi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sbb :

Red → oks + ne

III. TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis
titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian
penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung
(iodimetry) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007).

Pada Farmakope Indonesia, titrasi iodimetry digunakan untuk menetapkan kadar asam
askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksi.
(Ibnu Gholib, 2007).
Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik ekuivalennya.
Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2 merupakan oksidator lemah, dan adanya
oksidator kuat akan memberikan reaksi samping dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini
mengakibatkan penyimpangan hasil penetapan. (Mulyono, 2011)

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan reaksi oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam
analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi yang berbeda-beda,
menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Dalam banyak prosedur analisis,
analitnya memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu
kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi (Underwood.1998:287).

Titrasi dengan iodium dibedakan menjadi

1. Iodimetri (cara langsung)

2. Iodometri (cara tidak langsung)

Pada iodometri zat yang akan ditentukan direaksikan dengan ion iodida berlebih biasanya
digunakan KI berlebih. Zat pertama akan direduksi dengan membebaskan iodium yang ekivalen
jumlahnya. Iodium yang dibebaskan ini kemudian dititrasi dengan larutan standar tiosulfat
(Anonim, 2015)

Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan


iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung
dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
Iodimetri metode residual (titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium
dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit. Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang
mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan (Rahma,
GM. 2011)

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu pada


titrasi titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung kadang-
kadang dinamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam
reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel :
I2 + 2e 2I

Adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh
dengan adanya iod padat. Reaksi sel setengah ini akan terjadi misalnya menjelang akhir titrasi
dari iodida menjadi relative lebih rendah. Dekat permulaan atau dalam kebanyakan titrasi
iodometri, bila ion iodide berlebih, maka terbentuklah ion triiodida (Vogel,1994).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Underwood,
2001).

IV. ALAT DAN BAHAN

A. Alat :
1. Timbangan
2. Buret
3. Ball pipet
4. Statif
5. Labu ukur 50 ml, 100 ml
6. Pipet ukur
7. Erlenmeyer
B. Bahan :
1. Sampel Antalgin
2. Aquadest
3. HCL 0,1 N
4. Iodium 0,1 N
5. Indikator kanji

V. PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan iodium 0,1 N


1. Larutkan 12,69 g iodium p kedalam larutan 18 g kalium iodide dalam 100 ml
2. Encerkan dengan air hingga 1000 ml

B. Pembakuan iodium 0,1 N


1. 150 mg arsentrioksida ditimbang seksama, larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N,
larutan diencerkan dengan 40 ml air
2. Tambah 2 tts metil jingga dan hcl encer hingga warna kuning menjadi warna
jingga
3. Kemudian tambahkan 2 g natrium bikarbonat diencerkan dengan 50 ml air
4. Titrasi dengan larutan iodium 0,1 N menggunakan indicator kanji

C. Penetapan Kadar
1. Buat larutan sampel 50 ml didalam labu ukur
2. Tambahkan 1 ml HCL 0,1 N, segera titrasi dengan iodium 0,1 N,
menggunakan indicator kanji
3. Sesekali dikocok hingga terbentuk warna biru mantap.

VI. HASIL DAN PERHITUNGAN

Perhitungan:

Hasil pembakuan didapatkan konsentrasi N: 0,1 N

Diketahui :

Fa = 100/10

Be = 16,67

Perhitungan % kadar antalgin

Volume I2 yang terpakai pada saat titrasi


Volume1 6,5 ml

Volume2 6,7 ml

Volume3 6,4 ml

Mencari berapa mg sampel dalam larutan


Volume1
Mg antalgin =V x N x BE x fa
=6,5 ml x 0,1 N x 16,67 x 100/10
=108,355 mg

Volume2
Mg antalgin =V x N x BE x fa
=6,7 ml x 0,1 N x 16,67 x 100/10
=111,689 mg

Volume3 =V x N x BE x fa
=6,4 ml x 0,1N x 16,67 x 100/10
=106,688 mg

Mg antalgin rata–rata=108,355 mg + 111,689 mg + 106,688 mg


3
=326,732/3
=108,9106 mg

VII. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini akan dibahas mengenai titrasi iodometri (tidak langsung). Iodometri
adalah iodin dirubah ke iodium, lalu iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat. Titrasi iodometri digunakan untuk mengetahui zat oksidator, sedangkan pada titrasi
iodimetri digunakan untuk mengetahui zat reduktor. Titrasi iodometri dan iodimetri ini adalah
dua dari banyak metode titrasi pada titrasi redoks.
Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau oksidator
dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan
dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksi oksidasi atau dikenal dengan reaksi redoks.

Titrasi iodometri digunakan untuk mengetahui zat oksidator, sedangkan pada titrasi iodimetri
digunakan untuk mengetahui zat reduktor. Titrasi iodometri dan iodimetri ini adalah dua dari
banyak metode titrasi pada titrasi redoks.

Iodometri adalah analisa titrimetrik untuk zat-zat reduktor seperti misalnya natrium tiosulfat,
konjugat dengan menggunakan larutan iodimetri atau secara langsung.

Iodometri juga dapat dilakukan dengan cara penambahan larutan iodin, dan kelebihan iodi
titrasi dibagi dengan larutan tiosulfat. Reaksinya :

J2 + 2Na2S2O3 2NaJ+Na2S4O6

Pada praktikum kali ini, dimana titrasi redoks ada banyak salah satunya adalah,

permanganometri, iodimetri dan iodometri, nitrimetri dan lain sebagainya namun pada praktikum

kali ini kita akan melakukan penentuan kadar dari antalgin degan metode iodometri .

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiwa dapat atau mampu

melakukan penetapan kadar dengan metode ini.

Dimana sampel yang kita gunakan adalah antalgin dimana antalgin ini memiliki sinonim

metamphyron , dimana digunakan sebagai obat penghilang rasa nyeri ringan maupun sedang,

contohnya, sakit kepala, sakit gigi, sakit akibat infeksi dan lain sebagainya.

Dimana kita melakukan melakukan metode iodimetri karena kita menggunakan iodium

sebagai titran dan menetapkan kadar zat reduktor. Dimana menggunakan pati atau amylum

sebagai indikatornya.
Selain iodimetri ada namanya iodometri dimana kalau dengan iodometri harus

direaksikan dengan iodine berlebih kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan natrim

tiosulfat sampai warna birunya hilang. Dimana iodometri digunakan untuk penetapan kadar zat-

zat yang bersifat oksidator.

Dimana pada praktium ini antalgin mula- mula kita tidak tau berapa. Tirasi dilakukan 3 kali
alasannya adalah untuk memastikan volume titrasi yang tepat, misalnya volume awal kita adalah
15, maka kita belum tentu volume 15 itu benar atau salah, apabila kita lakukan sebanyak 2 kali
berturut maka kita belum bisa memastikan itu benar dan salah dengan misalnya volume awal
adalah 15, volume selanjutnya volume nya adalah 20 maka kita bingung volume mana yang
benar an sesungguhnya. Maka dilakukan 3 kali dengan contoh sebagai berikut, volume awal
yang kita dapatkan adalah 15, volume selanjutnya adalah 20 volume selanjutnya adalah 15,1
maka volume yang tepat adalah sekitar 15.

Pada praktikum ini dilakukan titrasi dengan tiga kali pengulangan sehingga didapatkan

volume 1 adalah 6,5, volume 2 adalah 6,7 dan volume 3 adalah 6,4. Dari volume ini kita akan

menenttukan berapa mg antalgin yang ditimbang pada awal tadi, dicari dengan rumus mg = v x

N x BE dimana diketahui N adalah 0,1 N, dan BE dari antalgin adalah 16,67.

Pada praktikum ini didapatkan mg antalgin dengan volume 6,5 ml adalah 108,355 mg, dan

pada volume 6,7 ml adalah 111,689 mg, dan pada volume 6,4 ml adalah 106,688 mg . dimana

dari ketiga tersebut didapatkan mg rata- ratanya adalah 108,9106 mg.

Pada praktikum ini tidak dapat dilakukan penghitungan persen kadar nya karena tidak

diketahui berapa mg antalgin yang dilarutkan, sehingga perhitungan yang dilakukan hanya

sampai mg antalgin saja .

Faktor kesalahan yang mungkin terjadi saat praktikum ini adalah :


1. Saat melarutkan zat misalnya dilabu ukur 100ml atau 50ml maka ukuran air kurang dari

garis ataupun berlebih.

2. Pada saat melarutkan

3. Pada saat pengambilan dengan pipet volume.

4. Pada saat titrasi

5. Pada saat pembacaan volume

6. Dll.

VIII. KESIMPULAN
 Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau oksidator
dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor.
 Ada 2 macam titrasi redoks:
1. Titrasi secara iodimetri atau titrasi langsung adalah dimana zat pereduksi langsung
dititrasi dengan larutan baku iodium.
2. Titrasi secara iodometri adalah iodin di runah ke iodium, lalu iodium yang
tebentuk dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
 Sampel yang di gunakan adalah Metampiron (Antalgin)
 Indikator yang digunakan Indikator kanji/Amylum
 Pada percobaan pertama didapatkan kadarnya sebesar 108,355 mg dan pada percobaan
kedua 111,689 mg pada percobaan ketiga 106,688 mg.
 Hasil rata-rata kadar adalah 108,9106 mg.

IX. DAFTAR PUSTAKA


 A.L. Underwood, Day Jr. 1998. ANALISIS KIMIA KUANTITATIF. Jakarta : Erlangga.
 Basseit, J. 1991. Buku Ajar VOGEL Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.
 Anonim, 2015. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Fakultas Farmasi Universitas
Muslim Indonesia : Makassar.
 Day, R.A & Underwood, A.L., 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga : Jakarta.
 Day, R.A & Underwood, A.L., 2002. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga : Jakarta.
 Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
 Gholib, Ibnu, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
 Mulyono, 2011. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara : Jakarta.
 Rohman, Abdul, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai