Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Persaingan global yang semakin marak membuat perusahaan memproduksi lebih

banyak berbagai jenis barang dan jasa atau biasa disebut dengan istilah diversifikasi

produk. Diversifikasi produk mengakibatkan permintaan beragam atas sumber daya

yang diperlukan untuk proses produksi.

Semakin berkembangnya proses dalam dunia industri yang berupa peningkatan

ilmu pengetahuan dan teknologi, memusatkan perhatian pada kepuasan pelanggan,

marketing, serta percepatan distribusi memperlihatkan semakin tidak cocoknya kinerja

akuntansi konvensional untuk diterapkan dalam dunia usaha.

Menghitung biaya dari suatu produk merupakan hal yang penting dalam suatu

usaha. Perhitungan biaya merupakan hal yang perlu dilakukan dengan betul dan harus

pas sesuai dengan tiap-tiap sumber daya yang digunakan dari setiap kegiatan yang

dilakukan untuk menghasilkan barang, karena bila ditemui kekeliruan dalam

menghitung seluruh biaya produksi maka hal itu akan mempengaruhi pada keputusan

penentuan harga jual produk atau jasa, yang tentunya nanti akan mempengaruhi profit

atau keuntungan yang perusahaan dapat. Kita dapat menghitung harga pokok produksi

dengan memakai metode akuntansi biaya tradisional dan dengan metode Activity Based

Costing System.

Sistem menghitung biaya dengan memakai metode akuntansi biaya tradisional

nantinya akan muncul distorsi biaya karena metode ini hanya mengaitkan penyebab

timbulnya suatu biaya berupa hal-hal yang berkaitan dengan volume produksi, seperti

berapa jam yang dipakai oleh mesin untuk menjadikan suatu barang, berapa keseluruhan

biaya bahan baku yang dipakai, biaya tenaga kerja langsung yang ikut dalam produksi,
jam tenaga kerja, dan jumlah unit yang didapat hanya sebagai faktor yang menyebabkan

rutinitas dan cost terjadi. Hal tersebut mengarahkan pada munculnya suatu metode baru

untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas.


BAB II

ISI

A. Pengembangan Sistem Manajemen Biaya

Penggunaan sistem tradisional (istilah yang digunakan untuk pembebanan

overhead pabrik dengan satu cost pool atau satu dasar pembebanan) akan menghasilkan

kesalahan perhitungan biaya, khususnya produk yang memiliki volume tinggi dan biaya

tenaga kerja langsung tinggi akan kelebihan pembebanan biaya. Untuk mengatasi

maalah yang timbul dalam pembebanan, maka dikembangkan metode ABC (Activity

Based Costing) pada perusahaan manufaktur di Amerika Serikat pada tahun 1970-an

hingga 1980-an. Selama periode tersebut, Consentrium for Advanced Management-

Internasional, sekarang dikenal dengan nama CAM-1, mengembangkan bentuk dasar

untuk mempelajaridan menyusun prinsip-prinsip yang pada akhirnya dikenal dengan

nama activity based costing.

Menghitung biaya atas dasar aktivitas adalah proses menghitung biaya yang

membuat kita sadar tentang macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk produksi

sampai dengan barang ada di tangan konsumen. Metode ini menunjukkan berapa biaya

masing-masing kegiatan dengan mencari tahu penyebab tampaknya suatu biaya yang

dapat terjadi di berbagai unit atau departemen dalam suatu organisasi. Menghitung

biaya menggunakan aktivitas yang terjadi akan mendapatkan hasil yang benar. Hitungan

biaya berdasarkan aktivitas merupakan jalan keluar dalam cost accounting dan dapat

digunakan oleh perusahaan yang ada dalam bidang nirlaba, perusahaan manufaktur dan

dunia pemerintahan.

Dengan Activity Based Costing, biaya overhead pabrik dibebankan ke objek

biaya seperti barang/jasa dengan mengidentifikasi sumber daya, aktivitas dan biayanya
sertakuantitas aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi output.

Sistem harga pokok Activity Based Costing bertujuan memahami overhead dan

profitabilitas produk konsumen. Activity Based Costing adalah metode costing yang

dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategic

dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas biaya dan juga

biaya tetap.

B. Activity Based Costing vs Traditional Costing

Terdapat perbedaan mendasar antara traditional costing method dengan activity

based costing menurut Carter & Usry (2006:499) antara lain:

1. Activity based costing (ABC) menggunakan cost driver lebih banyak

dibandingkan traditional costing method yang hanya menggunakan satu atau

dua cost driver berdasarkan unit, sehingga ABC mempunyai tingkat

ketelitian lebih tinggi dalam penentuan harga pokok produk bila

dibandingkan dengan sistem tradisional.

2. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan

berapa besar overhead pabrik yang akan dialokasikan pada suatu produk

tertentu. Traditional costing method mengalokasikan biaya overhead

berdasarkan satu atau dua basis alokasi saja.

3. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan

traditional costing concept lebih mengutamakan pada kinerja keuangan

jangka pendek, seperti laba. Sistem tradisional dapat mengukurnya dengan

cukup akurat. Tetapi apabila traditional costing method digunakan untuk

penetapan harga pokok dan untuk mengidentifikasikan produk yang

menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat dipercaya dan diandalkan.


4. ABC membagi konsumsi overhead dalam 4 (empat) kategori yaitu: unit,

batch, produk, dan fasilitas. Traditional costing method membagi biaya

overhead dalam unit yang lain.

Perbedaan antara perhitungan traditional costing method dengan activity based

costing menurut Amin Widjaja (2009:100) antara lain:

1. Activity based costing mengunakan penggerak biaya berdasarkan aktivitas

(termasuk yang berdasarkan volume maupun yang tidak berdasarkan

volume), sedangkan traditional costing method menggunakan penggerak

biaya berdasarkan volume.

2. ABC membebankan biaya overhead pertama ke pusat biaya aktivitas dan

kedua ke sebelum produk atau jasa, sedangkan traditional costing method

membebankan biaya overhead pertama ke departemen dan kedua ke produk

atau jasa.

3. ABC fokus pada pengelolaan proses dan aktivitas serta pemecahan masalah

lintas fungsional, sedangkan traditional costing method focus pada

pengelolaan biaya departemen fungsional atau pusat pertanggungjawaban.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai perbedaan sistem activity

based costing dengan traditional costing method maka dapat disimpulkan bahwa

ABC memiliki beberapa keunggulan yaitu ABC membagi konsumsi overhead ke

dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk, dan fasilitas.


Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan

traditional costing method lebih mengutamakan pada kinerja keuangan jangka

pendek, seperti laba.

C. Time Driven Activity Based Costing

Time Driven adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk menghindari

berbagai kesulitan dalam melakukan implementasi ABC.

Pada time driven activity based costing membutuhkan estimasi dari dua

parameter, seperti tenaga kerja dan material:

1. Parameter pertama adalah tingkat biaya untuk setiap jenis sumber daya tidak

langsung. Pertama, identifikasi semua biaya yang dikeluarkan untuk

memasok sumber daya tersebut (seperti mesin, karyawan produksi tidak

langsung, sistem komputer, ruang pabrik, gudang, atau truk). Kedua,

identifikasi kapasitas yang disediakan oleh sumber daya tersebut.

Kapasitasnya adalah jam kerja yang disediakan oleh mesin atau karyawan

produksi, dan ruang yang disediakan oleh gudang atau truk. Untuk sebagian

besar sumber daya (orang, peralatan dan mesin), kapasitas diukur berdasarkan

waktu yang disediakan. Tingkat biaya sumber daya dihitung dengan membagi

biayanya dengan kapasitas yang disediakannya, biasanya dinyatakan sebagai

biaya per jam atau biaya per menit. Untuk gudang, ruang produksi dan truk,

tingkat biaya akan diukur dengan biaya per kaki persegi (atau meter persegi)

dari ruang yang dapat digunakan. Untuk memori komputer, tingkat biaya

sumber daya akan menjadi biaya per megabyte atau gigabyte.


2. Parameter kedua adalah perkiraan seberapa besar kapasitas masing-masing

sumber daya (seperti waktu atau ruang) digunakan oleh kegiatan yang

dilakukan untuk menghasilkan berbagai produk dan layanan serta pelanggan.

- Kelebihan dan Kelemahan Time Driven Activity Based Costing

Keuntungan dari Time Driven Activity Based Costing adalah TDABC

memperpendek waktu mengumpulkan data, hanya menggunakan satu cost

driver yaitu berdasarkan waktu. Sedangkan kelemahan dari Time Driven Activity

Based Costing adalah kesalahan estimasi waktu yang dilakukan dalam

menghitung waktu pada setiap sumberdaya.

D. Activity Based Costing untuk Perusahaan Jasa

Walaupun ABC berawal dari perusahaan manufatur, saat ini banyak

organisasi jasa mendapatkan manfaat yang besar dari pendekatan ini. Dalam

praktiknya, penyusunan aktual model ABC hampir identik bagi kedua jenis

perusahaan tersebut. Hal ini tidaklah mengagetkan karena bahkan di perusahaan

manufaktur, sistem ABC berfokus pada komponen jasa, bukan pada biaya

material langsung dan tenaga kerja langsung bagi aktivitas manufaktur tersebut.

ABC menunjukkan sumber daya pendukung yang melayani proses produksi –

pembelian, penjadwalan, isnpeksi, pendesainan, pendukungan produk dan

proses, serta penanganan pelanggan dan pesanannya.

Perusahaan jasa secara umum adalah kandidat yang ideal bagi ABC,

bahkan lebih dari perusahaan manufaktur. Pertama, hampir semua biaya untuk

perusahaan jasa adalah tidak langsung dan tampak seperti tetap. Perusahaan

manufaktur dapat menulusuri komponen penting biaya, seperti biaya material

langsung dan tenaga kerja langsung, ke masing-masing produknya. Perusahaan


jasa memiliki material langsung yang sedikit atau bahkan tidak ada, dan

kebanyakan dari tenaga kerjanya menyediakan bantuan yang tidak langsung,

bukan langsung, ke produk dan pelanggannya. Akibatnya, perusahaan jasa tidak

memiliki biaya langsung yang dapat ditelusuri untuk dijadikan dasar alokasi

yang tepat.

Besarnya komponen biaya tetap yang jelas pada perusahaan jasa timbul

karena, tidak seperti perusahaan manufaktur, perusahaan jasa tidak memiliki

biaya material – sumber utama biaya variabel jangka pendek. Perusahaan jasa

harus menyediakan seluruh sumber dayanya di muka untuk menyediakan

kapasitas guna melakukan pekerjaan bagi pelanggan selama masing-masing

periode. Fluktuasi selama periode permintaan oleh masing-masing produk dan

pelanggan atas aktivitas yang dikerjakan oleh sumber daya ini tidak

memengaruhi pengeluaran jangka pendek pada penyediaan sumber daya.

Sebagai akibatnya, biaya variabel (yang didefinisikan sebagai

peningkatan pengeluaran yang terjadi karena tambahan transaksi atau

pelanggan) untuk banyak perusahaan jasa adalah mendekati nol. Sebagai contoh,

transaksi di ATM bank memerlukan tambahan konsumsi kertas berukuran kecil

untuk mencetak bukti penarikan - namun bukan biaya modal tambahan. Bagi

bank, adanya tambahan nasabah mungkin memerlukan tambahan laporan untuk

dikirimkan, melibatkan biaya kertas, amplop, dan perangko. Pengangkutan

seorang penumpang tambahan bagi maskapai penerbangan memerlukan

tambahan satu kaleng minuman, dua kemasan kacang, dan sedikit kenaikan

konsumsi bahan bakar - namun tidak lainnya. Untuk perusahaan telekomunikasi,

penanganan satu panggilan dari pelanggan dan pengiriman satu atau lebih data
tidak memerlukan pengeluaran tambahan. Oleh karena itu, perusahaan

keputusan mengenai produk dan pelanggan berdasarkan biaya variabel jangka

pendek mungkin menyediakan seluruh jangkauan produk dan layanan kepada

pelanggan pada harga yang dapat berkisar dari bilangan tertentu hingga nol.

Dalam kasus seperti ini, tentu saja, perusahaan tersebut, mendapatkan penutupan

biaya yang terbatas hingga nol atas semua sumber daya yang disediakannya

untuk memungkinkan dilakukannya layanan kepada pelanggan.

Biaya Pelanggan dalam Perusahaan

Jasa Perusahaan jasa harus fokus, bahkan lebih fokus daripada

perusahaan manufaktur, pada biaya dan laba yang terkait dengan pelanggan.

Perhatikanlah perusahaan manufaktur yang memproduksi produk standar. Para

produsen dapat menghitung biaya produksi produk tersebut tanpa melihat pada

cara pelanggan menggunakannya; oleh karena itu, biaya produksinya dapat

dikategorikan terbebas dari pelanggan. Hanya biaya pemasaran, penjualan,

penanganan pesanan, pengiriman, dan pelayanan yang spesifik terhadap

pelanggan. Untuk perusahaan jasa, di sisi lain, perilaku pelanggan menentukan

biaya operasi dasar atas produknya.

Perhatikanlah produk standar seperti rekening tabungan. Dengan

menggunakan metode ABC, perhitungan biayanya dapat dilakukan secara

langsung. Pendapatannya, termasuk bunga yang dikenakan ke saldo bulanan dan

tarif biaya layanan yang dikenakan kepada nasabah, juga mudah dialokasikan ke

produk ini. Analisisnya akan menunjukkan apakah produk tersebut adalah

menguntungkan, tidak menguntungkan, ataupun cukup menguntungkan, namun

pandangan rata-rata semacam itu ke produk tersebut akan menyembunyikan


perbedaan yang besar pada laba yang dikontribusikan oleh tiap nasabah. Satu

nasabah mungkin memiliki saldo kas yang tinggi di rekening tabungannya dan

melakukan setoran atau penarikan yang tidak banyak. Nasabah lainnya mungkin

menjaga rekening tabungannya untuk hanya mencukupi saldo minimum dan

melakukan setoran dan penarikan dalam jumlah kecil namun sering.

Sebagai contoh lain, pelanggan pada perusahaan komunikasi dapat

memesan unit layanan dasar dalam cara yang berbeda – melalui panggilan

telepon, surat, atau kunjungan langsung ke pusat layanan lokal. Pelanggan

tersebut mungkin memesan dua sambungan telepon pada satu waktu atau hanya

satu saja; para teknisi mungkin harus datang untuk menginstal sambungan baru

tersebut atau mereka mungkin dapat mengubah pusat sambungan lokal.

Pelanggan tersebut mungkin membayar dengan menggunakan fasilitas debit

langsung melalui internet, melalui transfer telephone banking, melalui cek, atau

secara tunai. Biaya untuk masing-masing pilihan tersebut cukup berbeda. Oleh

karena itu, pengukuran pendapatan dan biaya pada tingkatan pelanggan

memberikan informasi yang jauh lebih relevan dan bermanfaat bagi perusahaan

daripada pengukuran pendapatan dan biaya pada tingkatan produk.

Perusahaan jasa perlu mengidentifikasi perbedaan laba yang diberikan

oleh tiap pelanggan, walaupun pelanggan tersebut menggunakan produk yang

standar. Variasi permintaan untuk akan sumber daya organisasi lebih

dipengaruhi oleh pelanggan pada perusahaan jasa dibandingkan pada perusahaan

manufaktur. Perusahaan jasa dapat menentukan dan mengendalikan efisiensi

aktivitas internalnya, namun pelangganlah yang menentukan kuantitas

permintaan terhadap aktivitas operasi tersebut.


Lebih lanjut, pelanggan mungkin memiliki lebih dari satu hubungan

dengan perusahaan jasa tertentu. Selain sambungan telepon dasar pelanggan

perusahaan telekomunikasi mungkin juga berlangganan sambungan data

kecepatan tinggi, kontrak jasa, dan peminjaman peralatan. Oleh karena itu,

sebelum mengambil tindakan yang drastis terhadap pelanggan yang tidak

menguntungkan dalam bisnis sambungan telepon dasar, para manajer

perusahaan telekomunikasi tersebut harus memahami seluruh hubungan yang

dimilikinya dengan pelanggan tersebut dan mengambil tindakan berdasarkan

total keuntungan yang didapat dari hubungan tersebut, tidak hanya berdasarkan

keuntungan produk tunggal saja.

Anda mungkin juga menyukai