Anda di halaman 1dari 4

Pengolahan Limbah

Kotoran Sapi Menjadi


Pupuk Organik
Published by  sapibagus at  October 7, 2016
Categories 
Tags 

Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun
dari feses, urine dan sisa pakan yang diberikan (terutama untuk ternak yang dikandangkan). Hasil
sampingan ini merupakan bahan utama pembuatan kompos yang sangat balk dan cukup berpotensi
untuk dijadikan pupuk organik serta memiliki nilai hara yang cukup baik.
Pemeliharaan ternak sapi di Pulau Jawa dan Bali umumnya dilakukan secara intensif dengan cara
dikandangkan dan penyediaan pakan dilakukan dengan sistem “potong angkut”. Jumlah
pemilikannya pun sangat terbatas yakni antara 1 sampai 5 ekor. Dengan sistem demikian maka
hasil sampingan tersedia di sekitar kandang dan sangat mudah dalam pengumpulannya .

Apabila ternak sapi yang dipelihara memiliki bobot hidup rataan 250 kg maka setiap petani paling
sedikit harus menyediakan pakan hijauan (tidak diberi konsentrat) 7,5 kg bahan kering (3% x 250
kg). Bila diasumsikan bahwa kandungan bahan kering pakan hijauan lapang sama dengan 20%
maka jumlah tersebut setara dengan 37,5 kg (100 : 20 x 7,5 kg). Angka tersebut harus ditingkatkan
sebanyak 30% dari pemberian agar ternak mendapat kesempatan memilih pakan hijauan yang
disenangi.

Dengan demikian jumlah tersebut menjadi lebih kurang 50 kg. Selanjutnya apabila tingkat
kecernaan bahan pakan tersebut adalah 50% maka jumlah yang dikeluarkan kembali dalam bentuk
feses segar adalah 25 kg. Dengan perkataan lain setiap tahunnya feses yang dihasilkan setiap ekor
ternak sapi dapat mencapai 9 ton dan jumlah ini lebih rendah dari yang dilaporkan Sihombing
(1990).

Selanjutnya dikatakan bahwa ternak sapi dapat menghasilkan feses sejumlah 10 -15 ton/ekor/tahun.
Rendahnya jumlah yang diperoleh dalam perhitungan di atas kemungkinan disebabkan karena nilai
sisa pakan belum diperhitungan . Dengan asumsi pengumpulan feses dilakukan setiap empat bulan
sekali maka setiap petani dengan jumlah pemilikan ternak sapi sebanyak satu ekor dapat
menyediakan bahan pupuk organik sebanyak 3 ton. Suatu jumlah yang cukup besar artinya bila
dihubungkan dengan luas pemilikan lahan yang pada umumnya berkisar 0,2 – 0,5 Ha/petani (satu
Ha membutuhkan pupuk kandang sejumlah 17,5 ton.

Agar dapat memberikan manfaat yang maksimal maka hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi
tersebut harus diproses sebelum dipergunakan sebagai pupuk. Umumnya proses pengolahan
dimaksud terdiri dari dua kelompok, yakni pengolahan secara terbuka dan tertutup .
1. Pengolahan secara terbuka dilakukan hanya dengan menumpukan kotoran ternak sapi pada
suatu area tertentu selama waktu yang tidak tentu. Namun pada umumnya dipergunakan menjelang
musim tanam atau pada saat pengolahan tanah dilakukan. Cara ini tidak membutuhkan biaya yang
terlalu banyak, karena biaya yang dikeluarkan hanya untuk tenaga kerja dan tidak diperhitungkan
karena tenaga yang dipergunakan adalah tenaga keluarga.

2. Pengolahan yang kedua adalah dengan proses tertutup. Cara ini dilakukan dengan mem
benamkan kotoran ternak ke dalam sebuah lubang yang telah dipersiapkan sebelumnya .
Pembuatan lubang/silo disarankan untuk dilakukan di bawah naungan dan areal yang tidak mudah
tergenang air bila terjadi musim hujan. Di bawah naungan dapat diartikan sebagai tempat di bawah
pohon yang rindang atau pun di bawah naungan atap yang memang disiapkan untuk tujuan
tersebut.

Pembuatan silo tersebut dapat dilakukan dengan kedalaman yang sesuai dengan volume yang
diinginkan dan sebaiknya dinding silo tersebut tahan terhadap rembesan air dari samping.
Tujuannya adalah selain mencegah masuknya air ke dalam kotoran juga berfungsi agar unsur hara
seperti nitrogen, yang ada dalam kotoran tidak hilang tercuci air yang dapat masuk/merembes .

Proses mengolah pupuknya antara lain:

1. Untuk dapat menampung kotoran sapi sebanyak 3 ton maka ukuran yang dibutuhkan adalah dua
meter kali satu meter dengan kedalaman dua meter. Bila memungkinkan pembuatan silo dapat juga
dilakukan dengan mempergunakan gorong-gorong berpenampang 1 meter dan disusun sebanyak
tidak lebih dari 3 buah. Sesuai dengan ukuran gorong- gorong yang ada di pasaran maka, dua buah
gorong-gorong ditempatkan di bawah permukaan tanah (sedalam 90 cm) dan sebuahnya lagi dapat
ditumpuk di atas permukaan tanah (setinggi 100 cm).

2. Dengan ukuran silo dapat menampung tiga ton kotoran sapi. Kotoran sapi yang tersedia
selanjutnya diaduk agar tercampur secara merata antara feses, urine dan sisa pakan. Bila telah
homogen maka kotoran sapi dapat dimasukan ke dalam silo secara baik agar cukup padat sampai
hampir penuh.

3. Selanjutnya dapat ditutup dengan menggunakan tanah galian lubang yang ada setinggi lebih
kurang 30cm . Timbunan tersebut selanjutnya dibiarkan untuk suatu satuan waktu tertentu, misalnya
3 bulan (Mathius, 1994), namun pada umumnya disesuaikan dengan waktu penggunaannya, yakni
disesuaikan dengan musim tanam.
4. Setelah melewati waktu yang diinginkan diharapkan kotoran yang telah melewati proses
perombakan/dekomposisi, dapat menjadi kompos yang diharapkan dan siap dibongkar.
Kompos tersebut selanjutnya dapat dipergunakan secara langsung ke lahan pertanian atau pun
dapat dianginkan/dikeringkan di bawah sinar matahari .

5. Hasil pengeringan tersebut selanjutnya dihancurkan agar tidak menggumpal/padat dan dapat
disaring dengan ayakan yang sesuai dengan ukuran-ukuran yang diinginkan. Untuk tujuan sebagai
pupuk tanaman hias maka hasil ayakannya harus cukup kecil (2-3 mm), demikian juga bila ditujukan
untuk tanaman rumput di lapangan golf.

Sedangkan untuk tujuan pemupukan tanaman pangan setahun, maka hasil proses dekomposisasi
tersebut dapat dipergunakan langsung ke lapang dan dibenamkan pada saat persiapan lahan
sedang dikerjakan/diolah

Anda mungkin juga menyukai