No : 16
Organisasi Pergerakan Nasional Secara Koperatif
1. Budi Utomo
Organisasi pergerakan nasional Indonesia pertama adalah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta
tanggal 20 Mei 1908. Pada awal pembentukannya organisasi ini bersifat sosial budaya, karena diawali
dengan tujuan hendak meningkatkan martabat dan kecerdasan bangsa Bumi Putera. Untuk mencapai
cita-cita tersebut, Dr. Wahidin Sudirohusudo berencana mendirikan “dana belajar” bagi anak-anak
pribumi yang tidak mampu. Upaya tersebut kemudian mendapat dukungan dari mahasiswa STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandse Artsen= Sekolah untuk mendidik dokter pribumi), yaitu Soetomo dan
Gunawan Mangunkusumo
Tujuan Budi Utomo pada awalnya bersifat samar-samar, yaitu “kemajuan bagi Hindia”. Ruang
geraknya masih terbatas pada penduduk Jawa dan Madura. Dalam kongresnya yang pertama 3-4
Oktober 1908 di Yogyakarta, di antaranya diputuskan bahwa Budi Utomo tidak bergerak dalam kegiatan
politik. Hal tersebut ditempuh untuk menghindari kecurigaan pemerintah Hindia-Belanda. Dalam
perkembangan selanjutnya, Budi Utomo mengalami perpecahan karena banyaknya golongan pelajar
keluar dari organisasi yang tidak menyukai dominasi kaum priyayi.
Ketika meletusnya Perang Dunia I, Budi Utomo melancarkan issue mengenai pentingnya pertahanan
sendiri (Indie Weerbar), dengan mendukung dibentuknya wajib militer bagi milisi bumi putera. Pada
bulan Desember 1935, Budi Utomo bergabung (berfusi) dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan
berganti nama menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra).
2. Sarekat Islam
Sarekat Islam pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan pada tahun 1911 di Solo
oleh R.M. Tirtoadisuryo. Pada tahun 1912 diganti menjadi Sarekat Islam oleh H. Samanhudi. Latar-
belakang ekonomi dan politis didirikannya Sarekat Islam adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap
golongan pedagang Cina yang melakukan monopoli perdagangan batik, dan dalam rangka menghadapi
semua bentuk penindasan, penghinaan, serta kesombongan rasialis baik dari orang-orang Cina maupun
kolonalis Belanda.
Dalam kongresnya yang pertama tahun 1913 di Surabaya, terpilih Haji Oemar Said Tjokroaminoto
sebagai ketua Sarekat Islam pusat. Karena sifat keanggotaannya terbuka bagi rakyat, laju perkembangan
Sarekat Islam semakin pesat. Sifatnya yang demokratis dan berani berjuang terhadap kaum kapitalis
untuk kepentingan rakyat kecil, menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam
ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) untuk melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat
Islam dan mempengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaun, Darsono, dan Tan Malaka. Akhirnya
Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih (Tjokroaminoto-Agus Salim) dan Sarekat
Islam Merah (Semaun). SI-Putih kemudian berubah menjadi Partai Sarekat Islam, sedangkan SI-Merah
menjadi Sarekat Rakyat yang kemudian diganti lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (23 Mei 1920)
dimana Semaun sebagai ketuanya.
Adapun yang menyebabkan ISDV berhasil melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam, yaitu :
Central SI sebagai badan koordinasi pusat, kekuasaannya masih lemah dimana tiap-tiap cabang SI
bertindak sendiri-sendiri. Selain itu, kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan orang untuk
sekaligus menjadi anggota lebih dari satu partai.
3. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi yang bersifat keagamaan, didirikan oleh K.H. Achmad Dahlan
pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Tujuan dari organisasi ini adalah memurnikan ajaran
Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Muhammadiyah bergerak dalam pendidikan keagamaan, seperti :
Tujuan Muhammadiyah untuk memurnikan pelaksanaan agama Islam berdasarkan Al Quran dan Hadist.
Terhadap pemerintah Hindia-Belanda, Muhammadiyah bersifat kooperatif, dalam arti tidak bersifat
prinsipil. Dalam tahun-tahun pertama, Muhammadiyah tidak mengadakan pembagian tugas yang jelas
di antara anggota-anggotanya. Hal itu semata-mata karena ruang geraknya masih terbatas di daerah
Kauman, Yogyakarta. Tetapi sejak tahun 1917, daerah operasi Muhammadiyah mulai ditingkatkan dan
pada tahun 1920, Muhammadiyah mulai diperluas ke luar Pulau Jawa. Cabang utama yang pertama di
luar Pulau Jawa didirikan di Minangkabau, Sumatera Barat di bawah pimpinan Haji Rasul. Pada tahun
1927, mendirikan lagi cabangnya di Bengkulu, Banjarmasin, dan Amuntai. Pada tahun 1929, pengaruh
Muhammadiyah meluas ke Aceh dan Makasar.
Membentuk PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) untuk membantu orang-orang miskin, yatim
piatu, korban bencana alam, dan mendirikan klinik-klinik kesehatan;
Membentuk Gerakan kepanduan yang diberi nama Hisbul Wathan pada tahun 1918;
Mendirikan lembaga Majlis Tarjih berdasarkan Keputusan Kongres Muhammadiyah di
Pekalongan tahun 1927. Tujuannya adalah mengeluarkan fatwa, atau kepastian hukum tentang
masalah-masalah tertentu yang dipertentangkan oleh masyarakat Islam;
Mendirikan Lembaga Pendidikan Muhammadiyah, seperti sekolah guru, SD 5 tahun, dan
madrasah.
4. Nahdhatul Ulama
Nahdhatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Tokoh-tokoh pendirinya
antara lain KH. Hasyim Asyari (Pesantren Tebuireng), KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri (Pesantren
Jombang), KH. Ridwan (Semarang), dan lain-lain. Latar belakang didirikannya NU antara lain untuk
memelihara kebiasaan bergama Islam secara tradisi menurut mazhab Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan
Hambali.
Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan
Hambali.
Memeriksa kitab-kitab yang akan dipergunakan sebelum mengajar agar dapat diketahui apakah
kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah atau kitab-kitab ahli bid’ah.
Menyiarkan agama Islam berasaskan pada kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Membangun madrasah-madrasah, mesjid, pondok-pondok pesantren, serta hal-hal yang
berhubungan dengan anak yatim-piatu serta fakir miskin.
Menegakan syariat agama Islam yang menganut haluan Ahlul Sunah Wal Jama'ah.
Melaksanakan berlakunya hukum Islam di dalam Masyarakat.
1. Perhimpunan Indonesia
Pada permulaan abad ke 20, telah ada sejumah orang Indonesia yang ada di Negeri Belanda. Mereka
mendirikan Indische Vereneging dengan tokoh pendirinya yaitu R. Panji Sosrokartono, RM. Notosuroto
dan R. Husendjajadiningrat. Perkumpulan tersebut merupakan perkumpulan sosial yang memperhatikan
kepentingan anggotanya yang ada di luar negeri. Sedangkan untuk media komunikasi diterbitkan
majalah Hindia Putera.
Berkembangnya paham nasional yang makin kuat, telah mendorong mahasiswa Indonesia di Negeri
Belanda untuk mengubah nama Indische Vereneging menjadi Indonesia Vereneging pada tahun 1922.
Dalam perkembangannya dua tahun kemudian, namanya diubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia
(PI). Tokoh-tokohnya antara lain Dr. Soetomo, Dr. Gunawan Mangunkusumo, Drs. Moh. Hatta, Iwa
Kusumasumantri, dan Ali Sastroamijoyo. Kegiatan PI, tidak hanya di Negeri Belanda saja melainkan di
tingkat internasional dengan ikut ambil bagian dalam Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan
Kolonial. Dalam Kongres Liga Demokrasi Internasional Untuk Perdamaian pada bulan Agustus 1926 di
Paris, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia. Sedangkan
perkembangan mass media seperti Majalah Hindia Putera diganti menjadi Indonesia Merdeka.
Tujuan Perhimpunan Indonesia untuk memajukan kepentingan bersama atas orang-orang yang
berasal dari Indonesia baik Pribumi, maupun non Pribumi yang ada di Belanda.
Indische Partïj (IP) didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung. Tokoh pendiri IP sering
juga disebut “Tiga Serangkai” yaitu E.F.E. Douwes Dekker (Setyabudi), Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara) dan Cipto Mangunkusumo. Dilihat dari anggaran dasar dan program kerjanya, IP bertujuan
menumbuhkan dan meningkatkan jiwa integrasi semua golongan untuk memajukan tanah air yang
dilandasi jiwa nasional. Juga mempersiapkan diri ke arah kehidupan rakyat merdeka.
Indische Partïj merupakan organisasi pertama kali di Indonesia yang betul-betul bercorak politik dan
berprogram nasionalisme Indonesia dalam pengertian modern. Paham IP disebarluaskan melalui surat
kabar De Expres milik E.F.E. Douwes Dekker.
Indische Partïj yang bercorak politik, mengundang kecurigaan pihak Belanda. Hal ini terbukti ketika
IP mengajukan untuk mendapatkan badan hukum ditolak pemerintah Belanda dengan alasan organisasi
ini dianggap mengancam keamanan umum. Pada tanggal 9 Agustus 1913, ketiga tokoh IP ditangkap dan
dikenakan hukum buang oleh Belanda. Penangkapan Tiga Serangkai tersebut dipicu oleh pembentukan
Komite Bumi Putera yang memuat tulisan Ki Hajar Dewantara yang berjudul Als ik eens Nederlander
was (Andaikata Aku seorang Belanda). Dalam tulisan tersebut, Ki Hajar Dewantara menyindir
ketumpulan perasaan orang Belanda yang tidak malu-malu untuk menyuruh rakyat Indonesia yang
masih berada dalam cengkaraman penjajahan Belanda, untuk ikut merayakan 100 tahun bebasnya
Belanda dari kekuasaan Perancis.
Tujuan Indische Partij (IP) untuk membangun patriotisme sesama "indiers" terhadap tanah air yang
memberi lapangan hidup kepada mereka dan mendorong mereka untuk bekerja sama atas dasar
persamaan ketatanegaraan dalam memajukan tanah air.
Partai Komunis Indonesia adalah organisasi pergerakan sosialis yang mengadopsi nilai-nilai
perjuangan komunisme dari Rusia. Pada awalnya organisasi ini bernama Indische Social Demokratische
Vereeniging (ISDV), yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924.
Gerakan ini dipelopori oleh seorang Marxis Belanda Sneevliet yang ingin menyebarkan ajaran-ajaran
Marxis di Indonesia, khususnya tentang manifesto-komunisnya.
Tujuan PKI adalah mengubah ideologi agama Islam menjadi komunis.
Konsep perjuangannya adalah mempertentangkan kelas antara kaum pribumi sebagai buruh dan
penjajah sebagai kapitalisme Barat. Sneevliet adalah pendiri organisai Indische Social Demokratische
Vereeniging (ISDV) (Dekker, 1993). ISDV didirikan Sneevliet pada tahun 1914 di Semarang. Perkumpulan
ini merupakan perkumpulan campuran antara orang-orang Belanda dengan orang-orang Indonesia yang
mempunyai pandangan politik sama.
Komunisme cepat berkembang di kalangan rakyat Indonesia yang terjajah. Kondisi buruknya
kehidupan ekonomi pribumi dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tokoh-tokoh komunis Indonesia.
Tokoh-tokoh komunis juga memanfaatkan kondisi buruknya hubungan antara gerakan politik dan
pemerintah Belanda. ISDV semakin kuat setelah pecahnya Revolusi Rusia pada 1917, berdirinya Uni
Soviet, dan Communis International (Comintern) Maret 1919. Komunis Indonesia makin radikal dan
mendapat dukungan yang luas setelah pada 1922 melakukan pemogokkan-pemogokkan untuk
menuntut kenaikan upah dari kaum kapitalis.
Gerakan-gerakan ISDV yang radikal dalam menentang kapitalisme Belanda mengakibatkan orang-
orang ISDV diusir Belanda. Pimpinan komunis di Indonesia diambil alih oleh orang Indonesia sendiri dan
kemudian mendirikan organisasi dengan nama Perserikatan Komunis Hindia pada Mei 1920. Pada 1924
nama ini berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI dengan cepat berkembang karena
mendapat banyak dukungan dari kalangan rakyat jelata yang terjajah.
PKI masuk Komintern pada 1920. Tokoh-tokoh PKI di antaranya, Semaun, Alimin, Tan Malaka, dan
Darsono (Dekker, 1993). PKI dalam melaksanakan kegiatannya bersifat praktis dan radikal, organisasi ini
dengan tegas menyatakan ingin melakukan gerakan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan
kolonial Belanda. Tokoh-tokohnya dengan cerdik mampu memanfaatkan militansi Islam yang juga
berkeinginan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, banyak tokoh Islam yang
direkrut untuk menyebarkan propaganda PKI yang anti kapitalisme Belanda.
Misalnya di daerah berbasis Islam, Banten dan Minangkabau, terjadi pemberontakan melawan
kapitalisme Barat pada 1926 dan 1927. Akibat pemberontakan, pemerintah kolonial Belanda melakukan
penindasan terhadap pengikutnya. Pemimpinnya dibuang, sejumlah 13.000 anggotanya ditangkap,
4.000 orang dihukum, dan 1.300 orang dibuang ke Digul. Oleh pemerintah kolonial, PKI dinyatakan
sebagai organisasi terlarang, walaupun aktivitas politiknya masih terus berjalan. Semaun, Darsono, dan
Alimin meneruskan propaganda untuk mendukung aksi revolusioner dan menuntut kemerdekaan
Indonesia.
4. Partai Nasional Indonesia
PNI didirikan di Bandung tanggal 4 Juli 1927 sebagai penjelmaan dari Algemene Studie Club. Tokoh-
tokoh pendirinya yaitu Ir. Soekarno, Dr. Tjiptomangunkusumo, Soejadi, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, Mr.
Boediarto, Mr. Soenario, Mr. Sartono, dan Dr. Samsi. Dalam anggaran dasarnya, tujuan PNI adalah
mencapai Indonesia Merdeka. Asas PNI adalah self-help (menolong diri sendiri) dan macht vorming
(kekuatan sendiri); bersifat non-kooperatif dengan kaum imperialis. Sedangkan ideologinya adalah
marhaenisme (nama seorang petani di Bandung Selatan) yang mendasarkan kekuatan pada rakyat kecil
seperti petani, buruh, dan pedagang kecil yang mampu berdikari dan tidak bergantung kepada orang
lain. Asas PNI, mengadopsi dari ajaran atau gerakan Mahatma Gandhi (swadesi, satyagraha, hartal),
sedangkan ideologi Marhaen mengadopsi dari gerakan proletariat kaum sosialis.
Tujuan PNI untuk mencapai Indonesia merdeka sedangkan tiga asasnya yaitu berdiri di atas kaki
sendiri, non kooperatif, dan marhaenisme
Karena kegiatannya yang anti penjajah, radikal, dan ekstrim (dimata Belanda), tokoh-tokohnya
sering diperingati dan dalam pengawasan polisi Hindia-Belanda. Pada tanggal 17-18 Desember 1927, PNI
berhasil memelopori pembentukan PPPKI (Perhimpunan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
Pada tanggal 24 Desember 1929, pemerintah Hindia-Belanda menangkap empat tokoh PNI, yaitu Ir.
Soekarno, Maskoen Sumadireja, Gatot Mangkoepraja, dan Supriadinata. Mereka ditangkap karena
dituduh melakukan provokasi untuk melakukan pemberontakan kepada Belanda. Di depan sidang
Pengadilan Negeri (Landraad) Bandung, Ir. Soekarno mengajukan pembelaannya yang berjudul
“Indonesia Menggugat”. Meskipun tidak ada bukti kongkrit untuk melakukan pemberontakan, tetapi
pada akhirnya ke empat tokoh PNI tersebut dijatuhi hukuman penjara di penjara Sukamiskin, Bandung.
Ditangkapnya tokoh-tokoh penting PNI (khususnya Soekarno) oleh Belanda, Mr. Sartono mengambil
inisiatif membubarkan PNI, dengan alasan “untuk menghindari atau mendahului vonis Belanda yang
menetapkan PNI sebagai partai terlarang”. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partai Indonesia
(Partindo), sedangkan pemimpin lain yang tidak setuju terhadap pembubaran PNI, mendirikan
Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) dengan tokoh-tokoh utamanya Drs. Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir. Ketika keluar dari penjara, Ir. Soekarno akhirnya memilih Partindo sebagai media gerakan
politiknya.
PPKI merupakan organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk mengumpulkan berbagai macam
organisasi sosial politik menjadi satu, agar bisa menjadi kekuatan yang sangat besar dalam melawan
penjajah Belanda. Terbentuknya gagasan tentang persatuan Indonesia dilatarbelakangi adanya
kesadaran dikalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional bahwa berjuang hanya melalui masing-masing
organisasi pergerakan nasional tidak akan membawa hasil. Dengan perjuangan sendiri-sendiri akan
mudah ditumpas oleh pemerintah kolonial.
Terbukti, PKI yang melakukan pemberontakan sendiri juga telah gagal dan berakhir dengan
dilarangnya partai politik tersebut. Ir. Soekarno merupakan salah satu tokoh yang merasa yakin benar
bahwa front bersama sangatlah penting bagi mempersatukan perjuangan politik pergerakan nasional
Indonesia. Dalam merealisasikan ide ini, Soekarno dibantu oleh Sukiman, mengajak PSI untuk turut
bergabung. Namun ide ini ditolak oleh PSI dengan alasan bahwa sebagian tokoh PNI dan Soekarno
sendiri dianggap sebagai didikan Belanda, karena itu diragukan kenasionalisannya.
Sebagian kalangan pergerakan nasional Indonesia yang masih berpandangan kolot masih
menganggap bahwa mereka yang bukan dididik dan dibesarkan di Indonesia tidak memiliki pandangan
positif tentang kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diputuskan untuk dibentuk
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Perhimpunan ini
menampung beberapa organisasi pergerakan nasional, seperti PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, dan Kelompok Studi Indonesia.
PPPKI dianggap telah mampu mengimbangi kekuatan pemerintah Belanda. PPPKI juga diharapkan
mampu mempersatukan dan menjadikan gerakan-gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi
yang baik. PPPKI terus berkembang dan memiliki daya tarik tersendiri bagi parpol-parpol yang ada di
Indonesia. PSI dan BU merupakan salah satu yang memberikan perhatian khusus terhadap ideologi
nasionalis sekuler. Kongres PPPKI I diselenggarakan pada 2 September 1928 di Surabaya.
Para wakil parpol berharap bahwa kongres ini merupakan kongres yang dapat membawa Indonesia
ke era baru gerakan kebangsaan. Kongres menunjuk Soetomo sebagai ketua Majelis Pertimbangan
PPPKI. Sebagai ketua, Soetomo berhasil mempersatukan kaum moderat dan kaum radikal di tubuh
PPPKI. Kongres juga menganjurkan agar dibentuknya seksi PPPKI daerah agar memudahkan sekaligus
memantapkan PPPKI dalam kesadaran nasionalisnya. PPPKI ternyata tidak mampu mewujudkan cita-cita
idealnya, karena terjadi pertentangan antara tokoh-tokoh partai, seperti pertentangan antara PNI Baru
dan Partindo.
Perhimpunan ini akhirnya tidak memiliki peran apapun di panggung politik, meskipun segala upaya
sudah dilakukan Soekarno dalam rangka mempersatukan partai-partai yang ada. Intervensi pemerintah
kolonial Belanda terhadap perhimpunan ini juga menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya
peran perhimpunan ini dalam pergerakan nasional. Hal ini sangat disayangkan karena bergabungnya
beberapa parpol dalam sebuah himpunan dianggap sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah
pergerakan nasional Indonesia.
Tujuan PPPKI yaitu ingin dicapainya kesatuan aksi dalam menghadapi imperialisme Belanda.
Sebelum Gapi dibentuk, tokoh-tokoh pergerakan nasional masih mencari jalan lain agar perjuangan
mereka mencapai kemerdekaan segera dapat diraih. Ternyata jalan perjuangan kooperatif dan
nonkooperatif masih menghadapi jalan buntu. Tindakan Belanda yang menutup jalan gerakan non
kooperatif dan mengharuskan gerakan yang kooperatif untuk selalu meminta izin terhadap Belanda,
telah membuat kesal bangsa Indonesia. Oleh karena itu, melalui Volksraad, partai-partai mengeluarkan
petisi pada 15 Juli 1936.
Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo tersebut berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk
mengadakan konferensi membahas tentang status politik Hindia Belanda di Indonesia. Ia menuntut
kejelasan status politik Belanda pada 10 tahun mendatang. Selain itu, petisi ini juga bertujuan untuk
mendorong rakyat memajukan negerinya dengan rencana yang mantap dan matang di bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Petisi tersebut ditandatangani oleh Sutardjo, I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk
Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong.
Petisi Sutardjo ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal ini tentu saja membuat para tokoh
pergerakan dan pendukungnya merasa sangat kecewa. Apalagi setelah petisi tersebut tidak jelas
kedudukannya selama dua tahun, apakah ditolak atau diterima. Meskipun begitu, kejadian tersebut
telah mendorong semangat baru bangsa Indonesia untuk mencari jalan lain dalam pergerakan nasional.
Perbedaan pendapat dan krisis baru di antara tokoh-tokoh pergerakan nasional masih terus tampak.
Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, tampillah seorang tokoh yang berusaha untuk
mengurangi konflik dan menyamakan persepsi kembali tentang betapa pentingnya kesatuan di antara
partai-partai politik nasional. Tokoh tersebut adalah M.Husni Thamrin yang memelopori berdirinya
sebuah organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (Gapi), pada 21 Mei 1939. Gapi merupakan
gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia,
Pasundan, dan PSII.
Langkah selanjutnya yang ditempuh Gapi adalah pada 24 Desember 1939, dengan membentuk
Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Tujuan utama dari kongres ini adalah "Indonesia Berparlemen." Resolusi
Gapi ditanggapi dingin oleh pemerintah kolonial. Untuk meredam gerakan nasionalis, pemerintah
kolonial segera membentuk Komisi Visman, sebuah komisi yang ditujukan untuk menyelidiki keinginan
bangsa Indonesia. Komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih memihak kepada penguasa Belanda, sehingga
pemerintah Belanda hanya berjanji memberikan status dominion kepada Indonesia di kemudian hari.
Di mata sebagian kaum nasionalis, komisi ini dianggap sebagai cara pemerintah kolonial untuk
mengulur-ngulur waktu tentang tuntutan bangsa Indonesia. Gapi yang tetap teguh pada pendiriannya,
segera merubah KRI menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) padal 14 September 1941. Mr. Sartono
diangkat sebagai ketua. Organisasi ini beranggotakan Gapi sebagai wakil federasi organisasi politik,
Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai wakil organisasi Islam, dan PVPN sebagai federasi serikat
sekerja dan pegawai negeri.
Pada September 1942, MRI berhasil menyelenggarakan Kongres II di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri
ole h MIAI, PVPN, Kongres Perempuan Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, Parindra, Gerindo, Pasundan,
PII, PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, Taman Siswa, dan PSII. Pada saat itu, MRI merupakan
organisasi yang paling maju karena telah berhasil menggabungkan organisasi politik, sosial, dan
keagamaan dalan satu wadah.
Nasionalisme adalah suatu gerakan yang bersifat politik dan sosial dari kelompok-kelompok bangsa
yang bersifat politik dan sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang memiliki persamaan budaya,
bahasa, wilayah, serta persamaan cita-cita dan tujuan. Paham baru di Eropa tersebut berdampak luas ke
wilayah Asia-Afrika. Hal itu terlihat dari banyaknya gerakan yang menentang penjajahan dan gerakan
yang memperjuangkan kemerdekaan setiap bangsa Asia dan Afrika.
Peristiwa-peristiwa penting antara Perang Dunia I dan II, antara lain Perang Dunia I, Perjanjian
Versailes, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa, Perang Dunia II, dan pembentukan Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Pergerakan nasional Indonesia yang terjadi pada awal abad ke-20 dapat diartikan sebagai
pergerakan di seluruh bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya
yang terhimpun dalam organisasi-organisasi pergerakan dan yang bertujuan untuk memajukan bangsa
Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan politik serta untuk memperoleh
kemerdekaan yang meliputi seluruh bangsa dari penjajah Belanda.
Organisasi pergerakan nasional yang pernah lahir di Indonesia antara lain, Budi Utomo, Sarekat
Islam, Indische Partiij, PNI, Partindo, PKI, Taman Siswa, Perhimpunan Indonesia, Parindra,
Muhammadiyah, PPPKI, dan PPPI. Sedangkan organisasi pemuda di antaranya Trikoro Dharmo, Jong
Celebes, Jong Sumatra Bond, PPPI, Jong Indonesia, dan Indonesia Muda. Demikian pula pada pergerakan
kaum wanita Indonesia yang dipelopori oleh R.A. Kartini dan Dewi Sartika.
Pada 15 Juli 1936, bangsa Indonesia mengeluarkan Petisi Sutarjo yang berisi tentang usulan untuk
mengadakan konferensi membahas status politik Hindia Belanda di Indonesia. Adapun Gapi yang
merupakan organisasi gabungan dari beberapa partai-partai politik dan pergerakan nasional di Indonesia
menuntut kepada pemerintah kolonial Belanda agar "Indonesia Berparlemen."
Parindra adalah salah satu organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk mempersatukan persepsi
di antara organisasi pergerakan nasional. Mereka menyadari bahwa hanya dengan persatuan, cita-cita
kemerdekaan Indonesia dapat diwujudkan. Upaya tersebut terus dilakukan dalam rapat-rapat, diskusi,
dan surat kabar. Salah satu surat kabar yang menampung gagasan persatuan adalah "Soeloeh Rayat
Indonesia." Surat kabar ini antara lain dimanfaatkan oleh Kelompok Studi Indonesia di Surabaya untuk
menyerukan konsepsinya bahwa perbedaan golongan pendukung nonkooperasi dan pendukung
kooperasi tidaklah harus dibesar-besarkan.
Menurut mereka, tujuan pergerakan saat ini adalah mengangkat rakyat Indonesia dari penderitaan
berkepanjangan, baik itu melalui kegiatan ekonomi, sosial, maupun politik. Pada November 1930
kelompok studi ini mengubah namanya menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI). Meskipun berusaha
mengutamakan agitasi politik, PBI lebih terlihat sebagai partai lokal Surabaya yang berorientasi pada
kerakyatan. Perkumpulan Rukun Tani yang didirikannya menjadi sarana perbaikan dan kesejahteraan
petani.
Dengan basis tersebut, PBI mendapat dukungan luas di pedesaan sehingga pada 1932 organisasi ini
sudah memiliki anggota 2500 orang dengan 30 cabang. Pada tahun yang sama diadakan kongres yang
menetapkan penggalakan koperasi, serikat sekerja dan pengajaran. Pada 1934, diadakan kongres di
Malang, yang menetapkan bahwa PBI akan lebih memajukan pendidikan rakyat. PBI menggandeng BU
untuk bekerja sama dalam upaya untuk menggalang persatuan.
Dari kerja sama yang telah disepakati tersebut disepakati untuk membentuk Partai Indonesia Raya
atau Parindra pada 1935 dengan menggabungkan organisasi lainnya, seperti Sarikat Celebes, Sarikat
Sumatra, Sarikat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Parindra memiliki tujuan mencapai
Indonesia mulia dan sempurna. Keunikan Parindra dibanding partai yang lainnya adalah bahwa partai ini
bersifat kooperasi dan dalam beberapa kegiatannya juga nonkooperasi.
Kongres I Parindra yang diselenggarakan pada Mei 1937 di Jakarta diputuskan bahwa Parindra
bersikap kooperatif dan anggota yang ada dalam dewan harus loyal pada partainya. KRMH Wuryaningrat
yang menggantikan Sutomo sebagai ketua berusaha dengan keras untuk mencapai perbaikan ekonomi
rakyat, pengangguran, peradilan, dan kemiskinan. Dalam memajukan kesejahteraan ekonomi rakyat,
Parindra telah berjasa mendirikan Perkumpulan Rukun Tani, Rukun Pelayaran Indonesia dan Bank
Nasional Indonesia.
Tujuan PARINDRA untuk mencapai Indonesia yang mulia dan sempurna berdasarkan demokrasi dan
nasionalisme.
Setelah Indische Partij dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda tahun 1913, salah seorang tokohnya
yaitu Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) mengalihkan perjuangannya ke bidang pendidikan.
Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta.
Tujuannya adalah memajukan pendidikan bangsa Indonesia agar mempunyai harga diri yang sama
dengan bangsa lain yang merdeka. Meskipun tidak bergerak dibidang politik, tetapi Perguruan Taman
Siswa termasuk organisasi yang mempunyai andil dalam pergerakan nasional untuk mencapai
kemerdekaan.
Sekolah-sekolah yang didirikan diantaranya, Taman Kanak-Kanak disebut Taman Indiria, Sekolah
Dasar disebut Taman Anak, SLTP disebut Taman Muda, dan SLTA disebut Taman Madya. Semboyan
pendidikannya yang terkenal adalah “Ing ngarso sung tulodo” (di depan harus memberikan contoh atau
teladan), “Ing madya mangun karso” (jika di tengah harus bekerja sama), dan “Tut wuri handayani” (jika
di belakang harus memberikan dorongan). Semboyan ini kemudian menjadi semboyan Departemen
Pendidikan Nasional. Sementara itu, hari lahir Ki Hajar Dewantara tanggal 2 Mei selalu diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional.
9. Organisasi Kepanduan
Selain organisaasi pemuda yang sifatnya politis, lahir pula organiasi kepanduan. Kepanduan mulai
ada pada permulaan Perang Dunia I. Kegiatannya difokuskan pada olah raga dengan anggotanya
sebagian besar dari kalangan murid-murid sekolah, baik sekolah pribumi maupun Belanda. Salah satu
organisasi kepanduan adalah Ned Indische Badvinders Vereeniging (NIPV). Organisasi ini merupakan
kepanduan campuran pertama yang didirikan pada 1917. Organisasi kepanduan Indonesia yang pertama
adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) didirikan di Solo (1916) oleh Mangkunegoro VII.
Tujuan Organisasi Kepanduan untuk menghimpun, menggerakan, dan membina paara pemuda agar
lebih cakap dan terampil mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari.
Pada tanggal 7 Maret 1917, berdiri organisasi pemuda yang pertama yaitu Tri Koro Darmo (Tiga
Tujuan Mulia) dengan ketuanya Satiman Wiljosandjojo dan sekretarisnya Sutomo. Dalam anggaran
dasarnya, dinyatakan bahwa organisasi ini bertujuan menjalin pertalian antara murid-murid bumi
petara, menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, dan membangkitkan serta
mempertajam perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia. Pada tahun 1918, TKD diganti
menjadi Jong Java. Selain di Jong Java, di luar Jawa pun bermunculan organisasi-organisasi pemuda
lainnya, seperti Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Sumatera, dan sebagainya.
Mengingat banyaknya organisasi kepemudaan di tanah air, maka perlu diadakan suatu kemufakatan
bersama mengenai pentingnya menyamakan pandangan dan pendapat untuk membentuk persatuan
dan kesatuan bangsa. Usaha tersebut perlu dilakukan melalui Kongres Pemuda yang dilaksanakan pada
tahun 1926 (Kongres I) dan tahun 1928 (Kongres II).
Dalam Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928) di Jakarta berhasil dibuat beberapa keputusan, yaitu
: mengadakan peleburan semua organisasi pemuda dan hanya membentuk satu organisasi pemuda saja;
dan diikrarkannya “Sumpah Pemuda”. Adapun isi dari Sumpah Pemuda tersebut adalah : Kami putra dan
puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia, mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Pada Kongres ini diperkenalkan
pertama kalinya lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman, dan bendera Merah
Putih yang dipandang sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928, bisa dikatakan sebagai salah satu puncak Pergerakan Nasional.
1. Rakyat Demak
Karena Kehadiran portugis di Malaka merupakan ancaman bagi demak
1513 : Penyerangan di Malaka, dibantu Kerajaan Aceh. Dipimpin Adipati Unus. Tapi gagal,
kemudian melakukan blockade pengiriman beras
1527 : Fatahillah menaklukkan Kerajaan Pajajaran
Kerajaan demak berhasil membendung pengaruh potugis di jawa barat, tapi gagal mencegah
hubungan dagang Potugis-Kerajaaan Hindu (di daerah Jawa Timur)
1521-1546 : penyerangan dipimpin Sultan Trenggana, gugur di Pasuruan, Jawa Timur
2. Rakyat Aceh
Karena Portugis berusahan menguasai Kerajaan Aceh Darussalam
1513 : Serangan ke Malaka, tapi gagal
1568 : Aceh dan Turki menyerang Portugis di Malaka. Portugis bertahan mati-matian di benteng
A Famasa, dan akhirnya dapat mengagalkan serangan Aceh
3. Rakyat Ternate
Karena Portugis terlalu banyak ikut campur urusan Kerajaan Ternate, dan monopoli dagangnya
membuat rakyat menderita
1565 : Serangan oleh Ternate, dipimpin Sultan Khairun
1570 : Portugis mengajak Sultan Khairudin berunding di Benteng Santo Paolo, tapi dikhianati
kemudian ditangkap dan dibunuh
1575 : Portugis dapat diusir dari Maluku, oleh Sultan Baabullah (putra Sultan Khairun)
4. Kerajaan Banten
Karena VOC berusaha menerapkan monopoli dagang dan merebut Jayakarta
Dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa
VOC menghasut Sultan Haji (putra Sultan Ageng Tirtayasa), lalu bisa menangkap Sultan Ageng
Tirtayasa, selanjutnya Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya
1699 : Syekh Yusuf meninggal setelah diasingkan di Tanjung Harapan Afrika Selatan
5. Kerajaan Makassar
Karena memaksakan monopoli dagang. Kemudian pasukan Makassar membunuh awak kapal
VOC dan menyita barang dari kapal VOC yang kandas
Dipimpin Sultan Hasanuddin
1667 : Makassar dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya. Tapi kemudin perlawanan
Makassar tetap berlanjut
1669 : Benteng Sombaopu jatuh ke tangan VOC, perlawanan rakyat Makassar berakhir
6. Rakyat Maluku
Karena memaksakan monopoli dagang
1635 : Perlawanan dipimpin Kakiali dan Kapten Hitu
Politik Devide et Impera meredam perlawanan Kakiali dan Kakiali dapat dibunuh pada 1643
1650 : Perlawanan dipimpin Saidi, tapi Saidi kemudian ditangkap dan dibunuh
Kemudian dilanjutkan Sultan Jamaluddin (Raja Tidore), tapi pada 1779 ditangkap dan dibuan ke
Srilanka
1797 : Sultan Nuku dan Panglima Zainal Arifin berhasil merebut Tidore dari VOC
4. Rakyat Aceh
Dipimpin Teuku Umar, Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, dan Cut Nyak Dien
1893 : Pasukan Teuku Umar memanfaatkan kelengahan Belanda untuk mendapatkan senjata
1896 : Teuku Umar bergabung lagi dengan rakyat Aceh,membangun markas pertahanan di
Meulaboh
1899 : Tanggal 11 Februari, Teuku Umar gugur
1901 : serangan besar-besaran ke Pasukan Panglima Polim dan Sultan Muhammad Daud Syah
oleh van Heutz. Terdesak mundur dan bentengnya dapat diduduki Belanda
Cut Nyak Dien tertangkap dan dibuang ke Sumedang, wafat tanggal 6 November 1908
1904 : perang di aceh dinyatakan berakhir
6. Rakyat Banjar
Karena Belanda mengangkap PangeranTamjidillah menjadi raja banjar pada 1857, rakyat tidak
suka. Dan juga karena memaksa monopoli perdangangan di Kerajaan Banjar
1859 : pasukan Pangeran Antasari menyerang pos Belanda di Martapura dan Pengaron, dan
sekitar sungai Barito
1860 : tanggal 11 Juni, Belanda resmi menghapus Kesultanan Banjar
1861 : Tanggal 2 Oktober, Belanda menangkap Kyai Leman dan tahun 1862 mnenangkap
Pangeran Hidayat
1862 : Tanggal 11 Oktober Pangeran Antasari meninggal, tapi perlawanan tetap berlanjut
dipimpin putranya (Pangeran Muhamad Seman)
7. Rakyat Tapanuli
1878 : pertempuran di Toba Silindung, dipimpin Si Singamangaraja XII
1904 : Belanda bisa mendesak pertahanan Si Singamangaraja XII di Tapanuli Utara
1907 : pasukan Marsose menangkap istri dan dua anak SSM XII
1907 : Tanggal 17 Juni, SSM XII gugur bersama satu putrinya dan kedua putranya. Seluruh
daerah Batak jatuh ke tangan Belanda
1. Keraton Yogyakarta
Sultan HB II terkenal keras dan sangat menentang pemerintah kolonial sehingga membuat
Inggris terganggu
1811 : Desember, Sultan HB II bertengkar dengan Raffles saat Raffles pertama kali dating
1812 : Tanggal 19-20 Juni, pasukan Inggris menyerang Keraton Yogyakarta. Sultan HB II
ditangkap setelah Inggris memnduduki dan menjarah harta, pusaka, dan pustaka Keraton
1812 : awal Juli, Sultan HB II dihukum dibuang ke Pulau Penang
Kesusahan di Yogyakarta masih berlangsung sampai Sultan HB III
1814 : Tanggal 3 November, Sultan HB III wafat, anaknya masih muda sehingga belum bisa
memegang kekuasaan. Lalu dipegang Paku Alam tapi malah disalahgunakan. Karena itu akhinya
kekuasaan dipegang Ratu Ibu dan Patih Danurejo IV
2. Rakyat Palembang
Sultan Mahmud Badaruddin II menolak permintaan Raffles atas pengambilan alih kantor dan
benteng Belanda di Palembang, serta hak kuasa sultan atas tambang timah di pulau Bangka
1812 : Raffles mengirim ekspedisi perang yang dipimpin Mayor Jenderal Robert Gillespie, dan
sebulan kemudian sampai di Sungai Musi
1812 : Tanggal 26 April, Inggris telah menguasai benteng Palembang
1813 : Tanggal 13 Juli, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Istananya (keraton besar) dan
Najamudin ke keraton lama
1813 : Tanggal 4 Agustus, armada Inggris tiba di Palembang untuk menurunkan tahta Sultan
Mahmud Baharuddin
1813 : Tanggal 21 Agustus, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di Keraton Besar
Perlawanannya masih dalam batas-batas wilayah yang sempit dan parsial, akibatnya
perlawananya dapat diredam oleh kekuatan penjajah yang sudah menguasai Nusantara secara nasional.
Perjuangan secara kewilayahan masih bersifat lokal.
Ciri-ciri perlawanan :
1. Bersifat kedaerahan
2. Bergantung pada tokoh kharismatik
3. Belum ada tujuan yang jelas
Kelemahan-kelemahannya :
1. Tidak ada koordinasi antara para pejuang antar daerah
2. Perlawanan secara sporadis dan tidak tidak dalam waktu bersamaan
3. Perjuangan terhenti jika tokoh kharismatiknya gugur
4. Persenjataan kurang canggih/modern
5. Para pejuang mudat diadu domba
Perjuangan yang sudah menunjukkan karakter yang bersifat nasional, yang kemudian dikenal
juga dengan Pergerakan Nasional. Pergerakan Nasional sendiri dapat diartikan sebagai berbagai gerakan
yang dilakukan dalam bentuk organisasi secara modern menuju ke arah yang lebih baik. Sehingga dala
perkembangannya, gerakan tidak hanya bersifat radikal, tetapi juga moderat.