Askep Fraktur
Askep Fraktur
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Nyeri akut merupakan pengalaman sensori emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi (Herdman & Kamitsuru, 2015).
B. ETIOLOGI
Menurut Herdman & Kamitsuru (2015), faktor penyebab dari nyeri akut yaitu
agen cidera biologis (misal infeksi,iskemia, neoplasma), agen cidera fisik
(misal luka bakar, abses, amputasi, terpotong, mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga berlebihan) dan agen sidera kimiawi (misal luka
bakar, metilen klorida)
C. BATASAN KARAKTERISTIK
Menurut Herdman & Kamitsuru (2015), batasan karakteristik dari masalah
keperawatan nyeri akut adalah sebagai berikut:
1. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya
2. Diaforesis
3. Dilatasi pupil
4. Ekspresi wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
5. Fokus menyempit (misal persepsi waktu, proses berfikir, interaksi dengan
orang dan lingkungan)
6. Fokus pada diri sendiri
7. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (skala Wong-
Baker FACES, skala analog visual, skala penilaian numerik)
8. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri (misal McGill Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory)
9. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misal anggota
keluarga, pemberi asuhan)
10. Mengekspresikan perilaku (misal gelisah,merengek, menangis, waspada)
11. Perilaku distraksi
12. Perubahan pada parameter fisiologis (misal tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, dan endtidal
karbondioksida [CO2])
13. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14. Perubahan selera makan
15. Putus asa
16. Sikap melindungi area nyeri
17. Sikap tubuh melindungi
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Smelter dan Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien
yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang
perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka
dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan
pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan
Wilson, 2006).
E. PATHWAY
Trauma (langsung atau tidak langsung), Patologi, Kelelahan
Fraktur
Pembidaian
a. Monitor sirkulasi pada area yang mengalami
trauma (misal nadi, waktu pengisian kapiler,
dan sensasi)
b. Monitor pergerakan di bagian distal area
trauma
c. Monitor perdarahan pada area cidera
d. Tutup luka dengan balutan luka dan kontrol
perdarahan sebelum dipasang bidai
e. Batasi pergerakan pasien, terutama pada bagian
yang mengalami trauma
f. Identifikasi bahan bidai yang paling tepat
(misalnya kaku, lembut, anatomis, atau traksi)
g. Beri bantalan pada bidai yang keras
h. Imobilsasi sendi bawah dan atas area
pembidaian
i. Topang kaki dengan menggunakan papan kaki
j. Posisikan bagian yang trauma sesuai dengan
fungsinya
k. Pasang bidai pada bagian tubuh yang
mengalami trauma, topang area yang trauma
dengan tangan dan minta bantuan tenaga
kesehatan bila memungkinkan
l. Pasang penopang jika diperlukan
m. Monitor keutuhan kulit dibawah bidai
n. Dorong pasien untuk melakukan latihan
isometrik
Dx NOC NIC
o. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
cara perawatan bidai.
Perawatan Traksi/Imobilisasi
a. Posisikan kesejajaran tubuh yang sesuai
b. Pertahankan posisi yang tepat pada tempat tidur
c. Monitor tonjolan tulang dan kulit terkait
adanya tanda-tanda terkelupasnya kulit
d. Monitor sirkulasi, gerakan dan sensasi
ekstremitas yang sakit
e. Monitor adanya komplikasi imobilisasi
f. Berikan perawatan kulit yang sesuai pada area
gesekan
g. Instruksikan pentingnya nutrisi adekuat untuk
penyembuhan tulang
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 Manajemen nyeri
jam, diharapkan pasien mampu: Tindakan mandiri
a. Mengontrol nyeri, dengan indikator: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Indikator Awal Tujuan (lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, kualitas,
Mengenali kapan nyeri intensitas, dan faktor pencetus)
2 4
terjadi b. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
Menggambarkan faktor 2 4 penyebab nyeri, dan berapa lama nyeri akan
penyebab dirasakan.
Melaporkan nyeri yang 3 5 c. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
terkontrol menangani nyeri dengan tepat
Keterangan : d. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
Nilai 1 : Tidak pernah menujukkan membantu penurunan nyeri
Nilai 2 : Jarang menujukkan e. Ajarkan teknik non farmakologis
Nilai 3 : Kadang-kadang menujukkan Tindakan kolaboratif
Nilai 4 : Sering menujukkan a. Kolaborasi pemberian analgetik
Dx NOC NIC
Nilai 5 : Sering konsisten menujukkan
A. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa : Joko Mardiyono
Tempat praktik : Ruang Melati Rumah Sakit dr. Soedirman Kebumen
Tanggal praktik : 31 Agustus 2016
2. Identitas Data
Nama : An. R
Tempat/tgl lahir : Kebumen, 18 Oktober 2008
Usia : 8 tahun
Alamat : Tamanwinangun Rt 01/II Kebumen
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Indonesia
Nama ayah/ibu : Tn. W/ Ny. W
Pendidikan ayah : SD
Pekerjaan ayah : Buruh
Pendidikan ibu : SD
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
3. Keluhan Utama
Pasien mengatakan lemas
Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal : Selama hamil An. R, Ny. W rutin memeriksakan
kehamilannya ke bidan setiap bulan 1x, dan mendapatkan Imunisasi TT
2x
b. Intranatal : An. R lahir ditolong oleh bidan, spontan, BB : 3100 gram,
langsung menangis kuat saat lahir dan tidak sianosis
c. Postnatal : An. R selama 2 tahun mendapatkan ASI, mendapatkan
makanan tambahan pada saat An. R usia 4 bulan
4. Riwayat Masa Lampau
a. Penyakit waktu kecil
Ibu An. R mengatakan saat kecil tidak pernah mengalami sakit yang
serius, hanya sakit panas, batuk dan pilek
b. Pernah dirawat di RS
An. R belum pernah dirawat di RS
c. Obat-obatan yang digunakan
Obat warung dan obat dari puskesmas atau bidan
d. Tindakan (operasi)
An. R belum pernah melakukan operasi
e. Alergi
An. R tidak mempunyai riwayat alergi
f.Kecelakaan
An. R belum pernah mengalami kecelakaan
g. Imunisasi
An. R mendapatkan imunisasi lengkap
Keterangan:
= laki-laki
= perempuan
= hubungan darah
= pasien
= tinggal dalam satu rumah
6. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh : orang tua (ayah dan ibu)
b. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
c. Hubungan dengan teman sebaya : baik
d. Pembawaan secara umum : sehat
e. Lingkungan rumah : -
Output cairan:
Urin : 1000 cc
IWL : 550 cc (30 – 8 tahun x 25 kg)
+
1550 cc
Balance cairan = intake cairan – output cairan
= 1750 cc – 1550 cc
= - 200 cc
e. Obat-obatan
Infus RL 30 tetes/menit
Paracetamol 3 x 250 mg (kalau perlu)
Injeksi ranitidin 2 x ½ ampul(25 mg)
Vitamin sirup 1 x sehari
f. Aktivitas : ADL dibantu oleh orang tua
g. Tindakan keperawatan :
h. Hasil laboratorium :
Leukosit : 4400
Trombosit : 32.000
Hb : 15,5
Hematokrit : 43
i. Hasil rontgen :
j. Data tambahan :-
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik; kesadaran compos mentis
c. Lingkar kepala :-
d. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
i. Jantung :
j. Paru-paru
Palpasi : taktil fremitus teraba sama pada paru kanan dan kira
k. Perut
l. Punggung : normal
B. ANALISA DATA
No Hari/Tgl Data Fokus Problem Etiologi
1
Pembidaian
a. Monitor sirkulasi pada area yang
mengalami trauma (misal nadi, waktu
pengisian kapiler, dan sensasi)
b. Monitor pergerakan di bagian distal area
trauma
c. Monitor perdarahan pada area cidera
d. Tutp luka dengan balutan luka dan kontrol
perdarahan sebelum dipasang bidai
e. Batasi pergerakan pasien, terutama pada
bagian yang mengalami trauma
f. Identifikasi bahan bidai yang paling tepat
(misalnya kaku, lembut, anatomis, atau
traksi)
g. Beri bantalan pada bidai yang keras
h. Imobilsasi sendi bawah dan atas area
pembidaian
i. Topang kaki dengan menggunakan papan
kaki
j. Posisikan bagian yang trauma sesuai
dengan fungsinya
No Dx NOC NIC
k. Pasang bidai pada bagian tubuh yang
mengalami trauma, topang area yang
trauma dengan tangan dan minta bantuan
tenaga kesehatan bila memungkinkan
l. Pasang penopang jika diperlukan
m. Monitor keutuhan kulit dibawah bidai
n. Dorong pasien untuk melakukan latihan
isometrik
o. Instruksikan pasien dan keluarga
mengenai cara perawatan bidai.
Perawatan Traksi/Imobilisasi
a. Posisikan kesejajaran tubuh yang sesuai
b. Pertahankan posisi yang tepat pada tempat
tidur
c. Monitor tonjolan tulang dan kulit terkait
adanya tanda-tanda terkelupasnya kulit
d. Monitor sirkulasi, gerakan dan sensasi
ekstremitas yang sakit
e. Monitor adanya komplikasi imobilisasi
f. Berikan perawatan kulit yang sesuai pada
area gesekan
g. Instruksikan pentingnya nutrisi adekuat
untuk penyembuhan tulang
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Dx Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Formatif Paraf
No Dx Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Formatif Paraf
2
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Jam No Dx Evaluasi Sumatif Paraf
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus anak dengan DHF masalah keperawatan utama yang muncul
yaitu kekurangan volume cairan. Hal ini dapat disebabkan karena pada kasus DHF
terjadi pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari
sistem kalkrein yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau
terjadi perembesan plasma sehingga mengakibatkan pengurangan volume plasma
dan terjadi hipovolemia.
Terapi yang dapat diberikan pada pasien DHF bersifat suportif dan
simpomatis. Penatalaksanaannya ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
apabila diperlukan (Chen, Pohan & Sinto, 2009). Menurut Chen, Pohan & Sinto
(2009) penatalaksanaan terapi cairan pada kasus DHF berdasarkan pada jenis
cairan, jumlah dan kecepatan pemberian cairan. Tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid
(ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO
menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena
dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah.
Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara
lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah
diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi
yang minimal (WHO, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Chen, K., Pohan, H. T., & Sinto, R. (2009). Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. Scientific Journal of Pharmaceutical
Developmen and Medical Application. Vol. 22. No. 1. Edisi Maret – Mei
2009.
Disusun Oleh:
JOKO MARDIYONO
Disusun Oleh:
JOKO MARDIYONO