Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Tempat Penelitian

1. Sejarah Singkat

BLUD RSU Kota Banjar berdiri pada tahun 1930 yang

pengelolanya dilakukan pertama kali oleh bangsa Jerman dengan nama

balai pengobatan yang kemudian berubah nama menjadi rumah sakit

umum daerah kota Banjar. Pada tahun 1992 Rumah Sakit Umum Kota

Banjar melalui SK No. 983/Menkes/SK/XII/1992 tanggal 12 Desember

1992 dikategorikan menjadi rumah sakit umum kelas D Plus, kemudian

Sesuai SK Mentri Kesehatan RI No. 09-C/Menkes/SK/I/1993 Rumah

sakit Banjar disetujui peningkatan kelas dari kelas D ke kelas C pada

tanggal 09 Januari 1993. Perubahan status dari kelas C menjadi kelas B

non Pendidikan pada tanggal 19 Pebruari 2003 dengan Sk Menkes No

195 / MENKES / SK / II / 2003.

Sejarah perkembangan BLUD RSU Kota Banjar adalah sebagai

berikut:

1) Pertama kali BLUD RSU Kota Banjar didirikan bernama balai

pengobatan atau karantina

2) Pada tahun 1930 balai pengobatan atau karantina ini didirikan

orang jerman dengan tenaga medis orang jerman.

48
49

3) Tahun 1950 setelah indonesia merdeka, balai pengobatan diubah

namanya menjadi RSUD Kota Banjar dan dikelola langsung oleh

orang-orang pribumi, dengan ruangan serta pasilitas yang belum

memadai dan bahkan tenaga medisnya belum mencukupi, namun

RSUD Kota Banjar mampu melaksanakan tugasnya sebagai pusat

kesehatan bagi masyarakat sekitarnya.

4) Tahun 1960 sampai dengan 1969, RSUD Kota Banjar berubah

menjadi pusat kesehatan masyarakat setelah itu berubah lagi

menjadi RSUD Kota Banjar pada tahun 1970.

5) Tahun 1978 berdasarkan surat keputusan bupati No. 123/HK/003-

SK/1978 tanggal 30 September 1978 menjadi Rumah Sakit kelas D

6) Tahun 1992 BLUD RSU Kota Banjar dikategorikan Rumah Sakit

Kelas D Plus, dengan SK No. 983/Menkes/SK/XII/1992 tanggal 12

Nopember 1992.

7) Tahun 1993 sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No. 09-

C/Menkes/SK/I/1993.

8) Tahun 2001 lulus Akreditasi 5 bidang pelayanan tinggkat dasar

tanggal 26 Desember 2001 dengan SK Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik No. YM.00.03.2.2.2008.

9) Tahun 2003 dengan SK Menkes RI Nomor

195/Menkes/SK/II/2003, naik Kelas yaitu dari C menjadi kelas B

non Pendidikan
50

10) Tahun 2012 lulus akreditasi 12 bidang pelayanan penuh tingkat

lanjut tanggal 29 September 2012 dengan SK Direktorat Pelayanan

Medik Nomor HK.00.06.3.4.240.

11) Tahun 2009 : Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut, Nomor: YM.

01.10/III/2517/09, Ditetapkan di Jakarta tanggal 6 juli 2009 Oleh

Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik  Bpk  Farid W Husain

12) Pada tanggal 27 Desember 2011 menjadi BLUD, No.

445/Kpts.146-RSUD/2011.

2. Letak Geografis

BLUD RSU Kota Banjar terletak di Kota Banjar yang merupakan

kota perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan

luas tanah 18,775 m². BLUD RSU Kota Banjar secara administratif

terletak di desa Hegarsari, Kecamatan Pataruman Jl. Rumah Sakit No.

05 Banjar dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Karangpanimbal dan Desa

Pataruman

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pataruman

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Batulawang

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mekarsari dan Desa

Binangun

3. Kondisi Sosial

Perkembangan BLUD RSU Kota Banjar yang Berlokasi Jawa

Barat bagian timur, telah menyediakan layanan kesehatan yang


51

beragam mulai dari pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang hingga

layanan operasi. Layanan kesehatan yang diberikan di BLUD RSU

Kota Banjar berbasis pada layanan Satu Atap dimana konsultasi dokter,

pemeriksaan penunjang, tindakan operatif, layanan rawat inap hingga

post rawat inap dapat dilakukan di BLUD RSU Kota Banjar. Hal

tersebut memungkinkan BLUD RSU Kota Banjar menjadi rumah sakit

rujukan bagi dokter ataupun rumah sakit di daerah Jawa Barat bagian

Timur dan Jawa Tengah bagian Barat pada khususnya serta wilayah lain

pada umumnya. Sebagai instansi pelayanan jasa kesehatan, BLUD RSU

Kota Banjar memahami benar bahwa kesembuhan dan keselamatan

pasien serta pengendalian infeksi dalam rumah sakit merupakan hal

yang paling mendasar dan mutlak harus dilakukan. Untuk itu

penciptaan lingkungan yang kondusif baik di bangsal perawatan

maupun di seluruh area rumah sakit adalah hal yang paling utama bagi

BLUD RSU Kota Banjar. Dalam hal kualitas sumber daya manusia,

BLUD RSU Kota Banjar memastikan bahwa sumber daya manusia

yang bekerja di BLUD RSU Kota Banjar adalah mereka yang memiliki

kompetensi dalam bidangnya. Hal tersebut dilakukan mulai dari

perekrutan hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan

tujuan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan.
52

4. Moto, Visi, dan Misi

1) Moto BLUD RSU Kota Banjar:

Melayani dari lubuk hati

2) Visi BLUD RSU Kota Banjar

Menjadi Rumah Sakit Unggulan dan Terpercaya di Priangan Timur

3) Misi BLUD RSU Kota Banjar

(1) Menyelenggarakan pelayanan prima

(2) Mengupayakan terpenuhinya pencapaian standar Rumah Sakit

5. Tujuan BLUD RSUD Kota Banjar

1) Tujuan Umum

Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan rumah sakit

sehingga memuaskan semua lapisan masyarakat, termasuk

penduduk miskin dan kaya dengan tetap mempertahankan prinsip

nirlaba

2) Tujuan Khusus

(1) Meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar melalui program

peningkatan dan jaga mutu (QA/QI) sehingga memuaskan

pelanggan (internal dan eksternal) serta memiliki jenis layanan

unggulan komperatif dengan rumah sakit sekitar;

(2) Memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap

layanan melalui diversifikasi jenis pelayanan;

(3) Merubah status Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar

menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD);


53

(4) Meningkatkan kinerja keuangan termasuk recovery biaya

rumah sakit melalui penyesuaian rumah sakit;

(5) Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia (tenaga

medis, penunjang medis, non - medis termasuk manajemen)

melalui penggantian (replacement) yang pensiun, merekrut

tenaga tambahan dan pelatihan teknis secara berencana sesuai

pengembangan sumber daya manusia;

(6) Memantapkan pangsa pasar yang ada sekarang melalui

program pemasaran.

(7) Meningkatkan pencapaian hasil pelayanan dan kegiatan yang

menunjang terhadap kinerja rumah sakit.

6. Data Umum dan Ketenagaan

BLUD RSU Kota Banjar sesuai dengan surat keputusan Walikota

No. 821.2/261/Kepeg/2012 tentang susunan organisasi dan tata kerja

Rumah Sakit kelas B non pendidikan pada saat ini dipimpin oleh

seorang direktur dengan bantuan dua orang wakil direktur yaitu wakil

direktur bagian pelayanan dan wakil direktur administrasi umum dan

keuangan dan dibantu oleh 4 kepala bidang. Dalam pelaksanaan teknis,

kerjanya di bantu oleh beberapa staf bagian yang kesemuanya bekerja

susuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Secara garis besar dalam

organisasi yang berjalan di BLUD RSU Kota Banjar mempunyai unsur

sebagai berikut:
54

1) Unsur pimpinan, yang dipegang oleh seorang Direktur Rumah

Sakit dan wakil direktur.

2) Unsur Pembantu Pimpinan, yang dipegang oleh kepala bidang dan

kepala bagian

3) Unsur pelaksana pelayanan, yang dipegang oleh unit Pelaksana

Instalasi dan Staf

7. Jenis Pelayanan BLUD RSU Kota Banjar

Jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di BLUD RSU Kota

Banjar terdiri dari beberapa fasilitas pelayanan kesehatan, di antaranya

yaitu Pelayanan Medis, Penunjang Medis, dan Pelayanan Administrasi.

1) Pelayanan Medis yang terdiri dari :

(1) Instalasi Rawat Jalan

Adapun pelayanan istalasi rawat jalan yang ada di BLUD

RSU Kota Banjar adalah sebagai berikut :

(1) Klinik Spesialis Dalam

(2) Klinik Spesialis Kandungan dan Kebidanan

(3) Klinik Spesialis Bedah

(4) Klinik Rehabilitasi Medik / Fisiotherapi

(5) Klinik Spesialis Saraf

(6) Klinik Spesialis Psikiatri / Jiwa

(7) Klinik DOTS / Tuberculosa

(8) Klinik Spesialis Bedah Saraf

(9) Klinik Spesialis Kulit & Kelamin


55

(10) Klinik Gigi dan mulut

(11) Klinik Konsultasi Gizi

(12) Klinik Spesialis Mata

(13) Klinik Spesialis Anak

(14) Klinik Spesialis THT

(15) Klinik Kesehatan Pegawai

(16) Klinik Jantung

(17) Klinik Ortopedy

(18) Klinik Akupuntur

(2) Instalasi Gawat Darurat (IGD)

(3) Instalasi Rawat Inap

Ruang perawatan yang tersedia dan kapasitas tempat

tidur saat ini berjumlah 266 TT yang terbagi dalam beberapa

ruangan diantaranya yaitu :

(1) Ruang Bougenvile / PIV = 20 Tempat Tidur

(2) Anggrek / Penyakit Dalam = 25 Tempat Tidur

(3) Dahlia / Penyakit Dalam = 18 Tempat Tidur

(4) Kenanga / PPIV / Utama = 14 Tempat Tidur

(5) Flamboyan / Penyakit Dalam = 18 Tempat Tidur

(6) Wijayakusuma / Ruang Bedah Saraf = 25 Tempat Tidur

(7) Melati / Ruang Anak = 27 Tempat Tidur

(8) Tulip / Ruang Anak = 25 Tempat Tidur

(9) Teratai I/VK/ Ginekologi = 37 Tempat Tidur

(10) Raflesia / Ruang bedah = 25 Tempat Tidur

(11) Mawar / Penyakit Dalam/PPIV = 22 Tempat Tidur


56

(12) ICU = 4 Tempat Tidur

(13) Tanjung / Penyakit Jiwa = 6 Tempat Tidur

2) Pelayanan Penunjang Medis

Unit penunjang medis yang saat ini terdapat di rumah sakit

umum kota banjar diantaranya yaitu :

(1) Instalasi Laboratorium

(2) Farmasi

(3) Instalasi Radiologi

(4) Gizi

(5) Rehabilitasi Medik / Fisiotherapy

(6) CSSD/IPAL

3) Pelayanan Administrasi dan Keuangan

(1) Pelayanan Rekam Medik

Pelayanan Administrasi yang ada di BLUD RSU Kota Banjar

saat ini salah satu diantaranya adalah bagian rekam

medis.Pelayanan rekam medis merupakan salah satu unsur yang

sangat penting dalam menunjang kelancaran pelayanan di RSU.

Pedoman Pelaksanaan Rekam Medis berdasarkan Dirjen

Yanmed Dep.Kes Menkes No 749a/Menkes/Per/XII/1975

tentang Petunjuk Penyelenggaraan Rekam Medis /Medical

Recored dan pada buku Pedoman Sistem Pencatatan Rumah

Sakit yang dikeluarkan oleh Dirjen Yanmed Dep.Kes RI Tahun

1997 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan medical record.


57

Penyelenggaraan rekam medis RSU adalah proses kegiatan yang

dimulai pada saat diterimanya pasien yang dilanjutkan ke bagian

pencatatan data medik pasien selama pasien tersebut

mendapatkan jasa layanan medis.

(2) Pelayanan Keuangan

Untuk pasien umum di bagian ini dilakukan prosedur

penerimaan penagihan berkala dan penyelesaian pembiayaan

pada saat pasien akan keluar dari rumah sakit. Untuk

menyelesaikan pembiayaan, kwitansi harus di bayar terinci atas

biaya pengobatan, pemeriksaan dan perawatan yang diperoleh

pasien selama di rawat di Rumah Sakit. Khusus untuk pasien

ASKES dan BPJS, maka pelayanan rawat inap maupun rawat

jalan hanya memenuhi kelengkapan persyaratan berupa data-

data sebagai peserta maupun anggota ASKES dan BPJS, surat

rujukan, penambahan biaya bila obat tidak tersedia di apotek PT

ASKES dan BPJS serta penambahan bila ruangan rawat inap

memilih ruangan yang bukan haknya.

(3) Jaminan pembiayaan rumah sakit

(1) Pasien umum = bayar sendiri

(2) BPJS
58

8. Ruang Teratai I

Ruang Bersalin (Teratai I) BLUD RSU Kota Banjar terintegrasi

dengan layanan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatus Emergensi

Komprehensif), yang berada di bagian terdepan agar mudah diakses

sehingga kasus kegawatan ibu yang akan melahirkan dan bayi baru

lahir dapat tertangani dengan cepat. Kamar bersalin adalah sebuah unit

layanan pada rumah sakit yang berfungsi sebagai ruang persalinan

selama 24 jam. Pada ruangan ini, terdapat 3 buah tempat tidur tindakan

dan 1 buah tempat tidur observasi.

Ketenagaan di BLUD RSU Kota Banjar adalah sebagai berikut:

PURNA PARUH
NO. KUALIFIKASI JUMLAH
WAKTU WAKTU
A Dokter Umum 8 orang 0 8 orang
Dokter Gigi 2 orang 0 2 orang
B Dokter Spesialis Dasar 8 orang 0 8 orang
Dokter Ahli Penyakit Dalam 3 orang 0 3 orang
Dokter Ahli Kebidanan & 3 orang 0 3 orang
Kandungan
Dokter Ahli Anak 2 orang 0 2 orang
Dokter Ahli Bedah 2 orang 0 2 orang
C. Dokter Spesialisasi Lainnya 6 orang 0 6 orang
Dokter Penyakit Mata 1 orang 0 1 orang
Dokter Ahli THT 1 orang 0 1 orang
Dokter Ahli Jiwa 1 orang 0 1 orang
Dokter Ahli Syaraf 2 orang 0 2 orang
Dokter Ahli Gigi dan Mulut 0 0 0
Dokter Ahli Kardiologi/Jantung 0 0 0
Dokter Ahli Paru 0 0 0
Dokter Ahli Bedah Syaraf 1 orang 0 1 orang
Dokter Ahli Orthopedi 0 orang 0 0 orang
D. Dokter Spesialisasi Penunjang 2 orang 2 orang 2 orang
Dokter Ahli Radiologi 1 orang 0 1 orang
Dokter Ahli Patologi Klinik 0 1 orang 0
Dokter Ahli Patologi Anatomi 0 1 orang 0
Dokter Ahli Forensik 0 0 0
59

Dokter Ahli Anasthesi 1 orang 0 1 orang


Dokter Gizi Klinik 0 0 0
Dokter Ahli Farmasi 0 0 0
Dokter Spesialisasi Rehabilitasi 0 0 0
Medik
E. Dokter Sub Spesialisasi 0 0 0
F. Apoteker 4 orang - -
G. Tenaga Keperawatan 289 orang - -
H. Tenaga Non Keperawatan 98 orang - -
I. Tenaga Non Kesehatan 183 orang - -
J. Tenaga Honorer 216 orang - -
K. D3 Kebidanan 41 orang
L. D1 Kebidanan 1 orang

4.1.2. Karakteristik Ibu Bersalin di Ruang Teratai I BLUD RSU Kota

Banjar

4.1.2.1 Karakteristik Ibu Bersalin Berdasarkan Usia

Karakteristik ibu bersalin di Ruang Teratai I BLUD RSU Kota

Banjar Tahun 2016 dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan data

rekam medis sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Bersalin di Ruang Teratai I
BLUD RSU Kota Banjar
Tahun 2016

Usia Jumlah Persentase (%)


< 20 Tahun 7 7.4
20-35 Tahun 74 77.9
> 35 Tahun 14 14.7
Total 95 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data pada tabel 4.1 terlihat bahwa usia ibu bersalin di

Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar Tahun 2016 paling banyak

berusia 20-35 tahun yaitu 74 orang (77,9), sisanya usia > 35 tahun 14
60

orang (14,7%), dan usia < 20 tahun 7 orang (7,4 %). Berikut ini

gambaran usia responden berdasarkan kejadian PEB dan IUFD

4.1.2.2 Karakteristik Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas

Selanjutnya karakteristik ibu bersalin berdasarkan paritas yaitu:

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Bersalin Kejadian PEB dan IUFD
di Ruang Teratai I di Ruang Teratai I
BLUD RSU Kota Banjar
Tahun 2016

Paritas Jumlah Persentase (%)


Primi 45 47.4
Multi 43 45.3
Grande 7 7.4
Total 95 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data pada tabel 4.2 terlihat bahwa paritas ibu bersalin

di Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar Tahun 2016 paling banyak

paritas primi yaitu 45 orang (47,4%), sisanya multi sebanyak 43 orang

(45,3%), dan grandemulti 7 orang (7,4 %). Berikut ini gambaran paritas

responden berdasarkan kejadian PEB dan IUD

4.1.3. Analisis Univariat

4.1.3.1.Kejadian Preeklamsia berat Pada Ibu Bersalin

Kejadian preeklamsia berat ibu bersalin di Ruang Teratai I BLUD

RSU Kota Banjar Tahun 2016 dalam penelitian ini dikelompokkan

sebagai berikut:
61

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kejadian Preeklamsia Berat Ibu Bersalin di
Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar
Tahun 2016

Preeklamsia berat Jumlah Persentase (%)


Ya 32 33.7
Tidak 63 66.3
Total 95 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data pada tabel 4.3 terlihat bahwa kejadian

preeklamsia berat pada ibu bersalin di Ruang Teratai I BLUD RSU

Kota Banjar Tahun 2016 yaitu 32 orang (33,7%), dan tidak sebanyak 63

orang (66,3%).

4.1.3.2.Kejadian IUFD Pada Ibu Bersalin

Kejadian IUFD dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2

yaitu: ya dan tidak.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Kejadian IUFD di Ruang Teratai I BLUD
RSU Kota Banjar Tahun 2016

Kejadian IUFD Jumlah Persentase (%)


Ya 30 31.6
Tidak 65 68.4
Total 95 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data pada tabel 4.6 terlihat bahwa kejadian IUFD di

Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar sebanyak 30 orang (31,6%)

dari 95 sampel yang diteliti dan yang tidak mengalami IUFD sebanyak

65 orang (68,4%).
62

4.1.4. Analisis Bivariat

Hubungan preeklamsia berat dengan kejadian Intra Uterine Fetal

Death (IUFD) di Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah Rumah

Sakit Umum Kota Banjar Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7
Hubungan Pre eklamsia berat Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal
Death (IUFD) di Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah
Rumah Sakit Umum Kota Banjar Tahun 2016

Kejadian IUFD
Preeklamsia Total
Ya Tidak p-value
berat
f % f % f %
Ya 29 90,6 3 9,4 32 100
0.000
Tidak 1 1,6 62 98,4 63 100
Jumlah 30 31,6 65 68,4 95 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan data pada tabel 4.7 terlihat bahwa ibu bersalin yang

mengalami pre eklamsia berat yaitu 32 orang yang mengalami kejadian

IUFD sebanyak 29 orang (90,6%), yang tidak mengalami IUFD sebanyak

3 orang (9,4%). Ibu bersalin yang tidak mengalami PEB sebanyak 63

orang yang mengalami IUFD sebanyak 1 orang (1,6%) dan yang tidak

mengalami IUFD sebanyak 62 orang (98,4%). Hasil analisis bivariat

dengan menggunakan uji statistik chi square didapatkan nilai -value

sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha 0.05, maka keputusannya adalah

menerima Ha dan menolak Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan preeklamsia berat dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death

(IUFD) di Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit

Umum Kota Banjar Tahun 2016.


63

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pre eklamsia berat Pada Ibu Bersalin

Hasil penelitian diperoleh data bahwa kejadian pre eklamsia berat

pada ibu bersalin di Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar Tahun 2016

yaitu 32 orang (33,7%). Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar

responden paritas primi yaitu 45 orang (47,4%).

Pre eklamsia/eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan. Definisi pre eklamsia adalah hipertensi disertai

proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu

atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu

bila terjadi penyakit trofoblastik (Rachimhadi, 2010).

Pada pre eklamsia berat pembuluh darah mengalami spasme disertai

dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami

spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi

kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran

darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2010).

Pre eklamsia berat pada wanita hamil juga masuk kategori sebagai

penyebab janin mati dalam kandungan. Hipertensi menyebabkan sirkulasi

darah dalam plasenta kurang dan menyebabkan terjadinya pengapuran

sehingga nutrisi ke janin terganggu. Wanita yang mengalami kehamilan

pertama kali berada dalam resiko terbesar terhadap pre eklamsia berat.

Begitu juga dengan ibu usia muda <20 tahun mempunyai resiko lebih besar

terhadap hipertensi daripada ibu hamil yang berusia >35 tahun. Wanita yang
64

14 orang (14,7%) dan usia < 20 tahun sebanyak 7 orang (7,4%). Hal ini

sesuai dengan pendapat Bopak (2008) bahwa usia yang rentan terkena pre

eklamsia adalah usia < 20 dan > 35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia <

20 tahun keadaan alat reproduksibelum siap untuk menerima kehamilan.

Pada usia >35 tahun lebih rentan terjadinya berbagai penyakit dalam bentuk

hipertensi dan eklamsia. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan

pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi (Bopak,

2008).

Pada penelitian ini juga terdapat responden yang termasuk paritas

primi yaitu 45 orang (47,4%). Hasil ini sependapat dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Sofoewan (2008) bahwa primigravida adalah salah satu

faktor risiko penyebab terjadinya pre eklamsia berat. Peningkatan yang

gradual dari tekanan darah, proteinuria dan edema selama kehamilan

merupakan tanda-tanda pre eklamsia berat, terutama pada primigravida.

Gejala tersebut akan menjadi nyata pada kehamilan trimester III sampai saat

melahirkan. Gejala tersebut timbul setelah umur kehamilan 20 minggu, jika

timbulnya sebelumnya, mungkin terjadi kehamilan Mola hydatidosa atau

hamil anggur (Sofoewan S, 2008).

Pre eklamsia berat pada kehamilan terjadi akibat kombinasi

peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total. Selama kehamilan

normal, volume darah meningkat secara dratis. Pada wanita sehat,

peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsivitas

vaskular terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal

ini menyebabkan resistensi perifer total berkurang pada kehamilan normal

dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan preeklamsia berat, tidak
65

terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut,

sehingga peningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah

jantung dan tekanan darah (Corwin, 2007).

Pre eklamsia berat dapat ditemui pada sekitar 5-10% kehamilan,

terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun.

Frekuensi preeklamsia berat pada primigravida lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda.

Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia

> 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-

eklampsia (Manuaba, 2012)

Penyakit pre eklamsia berat adalah komplikasi yang serius trimester

kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema, hipertensi, proteinuria,

kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu, dan dapat

terjadi pada antepartum, intrapartum, pascapartus. Gambaran klinis dapat

dijabarkan sebagai berikut; kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik

30 mmHg atau 15 mmHg, tekanan darah 140 /90 atau 160 /110 yang

diambil selang waktu 6 jam (Manuaba, 2012).

Faktor risiko pre eklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi

kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi

fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan

itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin (Sunaryo

R, 2008).
66

Oleh karena itu guna mencegah terjadinya preeklamsia berat maka

diharapkan ibu hamil dapat menghindari kehamilan diusia < 20 atau > 35

tahun dan melakukan pemeriksaan kehamilan sedini mungkin (ANC)

secara periodik dan teratur minimal 1 kali trimester pertama, 1 kali

trimester kedua, 2 kali trimester ketiga.

4.2.2. Kejadian IUFD Pada Ibu Bersalin

Hasil penelitian diperoleh data bahwa kejadian IUFD di Ruang

Teratai I BLUD RSU Kota Banjar sebanyak 30 orang (31,6%). Hal ini

dapat disebabkan oleh sebagian besar responden paritas primi yaitu 45

orang (47,4%).

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika

masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia

kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2010). Kematian janin dalam

kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan

sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. (Monintja,

2010).

Menurut Manuaba (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi

kematian janin dalam kandungan adalah usia, paritas dan pemeriksaan

kehamilan. Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan

perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan

perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi

kehamilan yang tidak secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan


67

janin dalam Rahim. Paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh karena

paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetri patologi (Manuaba, 2012).

Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman

terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada

janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali atau

grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti

hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan

kematian janin. Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama

kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan

berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim,

hal ini dapat dilihat melalui tinggi fundus uteri dan terdengar atau tidak

adanya denyut jantung janin (Manuaba, 2012).

Kehamilan pertama dianggap berisiko karena belum adanya catatan

medis tentang perjalanan persalinan ibu. Pada usia rawan, risiko

kehamilan anak pertama tersebut meningkat karena ada beberapa faktor

ancaman tambahan. Risiko kehamilan yang akan dihadapi pada

primigravida tua hampir mirip pada primigravida muda. Hanya saja,

karena faktor kematangan fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko

yang akan berkurang pada primigravida tua. Misalnya menurunnya risiko

cacat janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko kelainan letak

janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah matang.

Panggulnya juga sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam

primigravida tua justru berkaitan dengan fungsi organ reproduksi di atas


68

usia 35 tahun yang sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan

perdarahan pada proses persalinan dan pre eklamsia (Nikita, 2012 ).

Oleh karena itu ibu hamil diharapkan dapat melakukan deteksi dini

terjadinya IUFD melalui ANC maupun dengan pemeriksaan penunjang

seperti Ultrasonografi dan Rontgen Foto abdomen. Bidan juga diharapkan

melakukan penyuluhan pada ibu hamil untuk selalu melakukan kunjungan

kehamilan.

4.2.3. Hubungan antara Pre eklamsia berat dengan kejadian IUFD Pada Ibu

Bersalin

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan preeklamsia berat

dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD) di Ruang Teratai I

Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Kota Banjar Tahun

2016 dengan nilai -value sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha 0.05.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mochtar (2010), lebih

dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan

atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa penyebab yang

bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain

hipertensi dalam kehamilam. Pada preeklamsia berat pembuluh darah

disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk

mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi.

Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan


69

pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin

(Mochtar, 2010).

Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab

terjadinya kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan protein

urin yang meningkat dapat menyebabkan preeklampsia/ eklampsia.

Preeklampsia-eklampsia dapat mengakibatkan ibu mengalami komplikasi

yang lebih parah, seperti solusio plasenta, perdarahan otak, dan gagal otak

akut. Janin dari ibu yang mengalami preeklampsia-eklampsia

meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur, terhambatnya

pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR), dan hipoksia (Bobak, 2008).

Hipertensi pada wanita hamil juga masuk kategori sebagai

penyebab janin mati dalam kandungan. Hipertensi menyebabkan sirkulasi

darah dalam plasenta kurang dan menyebabkan terjadinya pengapuran

sehingga nutrisi ke janin terganggu. Wanita yang mengalami kehamilan

pertama kali berada dalam resiko terbesar terhadap preeklamsia berat.

Begitu juga dengan ibu usia muda < 20 tahun mempunyai resiko lebih

besar terhadap hipertensi daripada ibu hamil yang berusia >35 tahun.

Wanita yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami hipertensi

mempunyai kemungkinan 13-45% untuk menderita penyakit ini kembali

pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yanti (2014) bahwa

PEB dapat menimbulkan IUFD. Pre eklamsia berat merupakan penyebab

terjadinya kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan protein
70

urin yang meningkat dapat menyebabkan pre eklamsia/eklamsia. Pre

eklamsia-eklamsia dapat mengakibatkan ibu mengalami komplikasi yang

lebih parah, seperti solusio plasenta, perdarahan otak, dan gagal otak akut.

Janin dari ibu yang mengalami pre eklamsia/eklamsia meningkatkan risiko

terjadinya kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan janin dalam

rahim (IUGR), dan hipoksia (Bobak, 2008).

Pre eklamsia berat pada wanita hamil juga masuk kategori sebagai

penyebab janin mati dalam kandungan. Hipertensi menyebabkan sirkulasi

darah dalam plasenta kurang dan menyebabkan terjadinya pengapuran

sehingga nutrisi ke janin terganggu. Wanita yang mengalami kehamilan

pertama kali berada dalam resiko terbesar terhadap pre eklamsia berat.

Begitu juga dengan ibu usia muda <20 tahun mempunyai resiko lebih

besar terhadap hipertensi daripada ibu hamil yang berusia >35 tahun.

Wanita yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami hipertensi

mempunyai kemungkinan 13-45% untuk menderita penyakit ini kembali

pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2010).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan

preeklamsia berat dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD) di

Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Kota

Banjar Tahun 2016, dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Kejadian preeklamsia berat pada ibu bersalin di Ruang Teratai I BLUD

RSU Kota Banjar Tahun 2016 yaitu 32 orang (33,7%).

2. Kejadian IUFD di Ruang Teratai I BLUD RSU Kota Banjar sebanyak 30

orang (31,6%).

3. Ada hubungan preeklamsia berat dengan kejadian Intra Uterine Fetal

Death (IUFD) di Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah Rumah

Sakit Umum Kota Banjar Tahun 2016 dengan -value sebesar 0,000 lebih

kecil dari nilai alpha 0.05.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan dari penelitian tentang

hubungan preeklamsia berat dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death

(IUFD) di Ruang Teratai I Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit

Umum Kota Banjar Tahun 2016 penulis memberikan saran sebagai berikut:

72
73

1. Bagi STIKes Bina Putera Banjar

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensimateri perkuliahan dan

memberikan gambaran serta informasi bagi penelitian selanjutnya

khususnya tentang pre eklamsia berat dan tentang deteksi dini Intra

Uterine Fetal Death (IUFD).

2. Bagi BLUD RSU Kota Banjar

Diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan dan perawatan

kepada ibu hamil yang mengalami pre eklamsia berat sehingga dapat

meminimalkan terjadinya IUFD.

3. Bagi Profesi Bidan

Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan evaluasi untuk pelaksanaan

pendidikan kesehatan dalam pemberian asuhan kebidanan antenatal care

pada ibu hamil tentang pencegahan preeklamsia berat dan kematian janin

dalam kandungan. Selanjutnya diharapkan jika terdapat ibu hamil yang

terindikasi preeklamsia berat perlu di follow up untuk mencegah terjadinya

IUFD.

Anda mungkin juga menyukai