Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN KONSELING

DALAM MELAKSANAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK


MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA DIKLAT DI BDK PALEMBANG

Nelly Nurmelly
Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama,Balai Diklat Keagamaan Palembang
e-mail nurmellynelly@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang peningkatan kompetensi guru Bimbingan Konseling (BK) dalam
melaksanakan layanan bimbingan kelompok melalui metode role playing pada diklat Di Balai
Diklat Keagamaan Palembang. Tujuan penelitian ini adalah a) Untuk mendiskripsikan kemampuan
widyaiswara dalam mengelola pembelajaran dalam layanan bimbingan kelompok melalui metode
role playing b) Untuk mendeskripsikan aktifitas peserta diklat dalam menerapkan metode role
playing dalam layanan bimbingan kelompok c) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
peserta diklat dalam melaksanakan bimbingan kelompok melalui metode role playing. Peneliti
menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam tiga siklus. Setiap
siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi
Subyek penelitian adalah peserta diklat teknis substantif guru Bimbingan Konseling MTs di BDK
Palembang sebanyak 35 orang. Dari analisa data penelitian disimpulkan: a) Kemampuan
widyaiswara dalam menerapkan metode role playing dalam layanan bimbingan kelompok sudah
baik terbukti dengan ditandai peningkatan rata-rata dalam setiap siklus yaitu siklus I (6,9 %),
siklus II (7,9 %), dan siklus III (9,5 %). b) Efektivitas penerapan metode role playing dalam layanan
bimbingan kelompok mempunyai pengaruh yang positif yaitu meningkatkan kinerja guru. c)
Pembelajaran dengan penerapan metode role playing dalam layanan bimbingan kelompok dapat
meningkatkan peserta diklat, sehingga mereka merasa siap untuk melaksanakan layanan
bimbingan kelompok berikutnya.

Kata Kunci: Kompetensi, Bimbingan Kelompok, Bermain peran

Abstract

This study discussed about the improvement of Counseling Guidance Teachers’ competence in
implementing group guidance services through The role playing method in education training at
Palembang Religious Training Center. The purpose of this study was a) to describe the lectures’
ability in learning managing in group guidance services through the Role playing method, b) to
describe training participants’ activities in applying the role playing method in group guidance
services, and c) to find out the improvement of training participants’ outcomes of Counseling
Guidance Teacher in applying group guidance services through the role playing method. The
researcher used the Classroom Action Research ( CAR ) which was conducted in three cycles. Each
cycle consisted of four stages, namely planning, action, observation and reflection. The Subject of
this study was training participant of the MTs counseling guidance teacher at Palembang Religious
training center as many 35 people. From the data analysis of the study was concluded: a) the
lectures’ ability in applying role playing method in group guidance services had been proved which
the result of average in each cycle was namely cycle I ( 6,9% ), cycle II ( 7,9% ). Cycle III ( 9,5% ).
b) the effectiveness of applying the role playing method in group guidance services had a positive
influence, namely in improving teacher performance, and c) learning by applying role playing
method in group guidance services could improve the training participants, so they felt ready to
carry out the next group guidance service.

Keyword: Competence, Group Guidance Service, Role Playing.

1
PENDAHULUAN pendidikan pada bidang tertentu. Tugas utama guru yakni
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia merencanakan pembelajaran, mendidik, mengajar,
No.14/2005 Bab I Pasal 1 tentang Guru dan Dosen bahwa membimbing, dan melaksanakan evaluasi mengajar,
peran pendidik sangat penting dalam memenuhi sedangkan pendidik menurut Sutari Imam Bernadib dalam
kebutuhan guru yang profesional. (Dwi Siswoyo, 2011:127), adalah setiap orang yang
Mengembangkan profesionalisme adalah merupakan dengan sengaja mempengaruhi orang lain agar mencapai
suatu keharusan bagi pendidik karena empat alasan: (1) tingkat kemampuan yang lebih tinggi.
sifat profesionalisme (2) perkembangan pesat ilmu
Perbedaannya adalah apabila teman-teman ingin
pengetahuan, teknologi dan seni (3) paradigma
menjadi seorang guru tentunya harus memiliki kualifikasi
pembelajaran seumur hidup (4) tentang guru dan dosen,
yang dibutuhkan. Misal guru matematika harus punya
namun tidak semua pendidik menunjukkan kesediaan
gelar Sarjana Pendidikan Prodi Matematika, tetapi jika
untuk mengembangkan profesionalisme.
orang tua melatih anaknya agar dapat bergaul dan
Seorang pendidik dalam profesinya memang
bersosialisasi di masyarakat, hal tersebut dapat dikatakan
memililki tugas mengolah segala aspek yang dimiliki
pendidik, karena mengarahkan kepada hal yang baik.
siswa dalam segala situasi dan kondisi, guru juga sebagai
contoh lain orang tua mendidik agar anaknya selalu
pelaku utama dalam implementasi atau penerapan
bersikap disiplin dan jujur.
program pendidikan di sekolah memiliki peran yang
Dari pendapat tersebut dapat disampaikan bahwa
sangat strategis dalam mencapai tujuan pendidikan yang
orang tua kita merupakan salah satu pendidik yang dekat
diharapkan.
dengan keseharian kita. Namun tidak semua orang tua
Faktor tersebut menjadikan para guru merasa dituntut
adalah guru karena tidak semua orang tua memiliki
untuk memiliki pemahanan dan kemampuan agar dapat
kualifikasi untuk menjadi guru pada bidang tertentu.
mengembangkan dan melaksanaan tugas dan tanggung
jawab secara tepat dan maksimal sesuai dengan komitmen Pembaharuan kurikulum, pengembangan motode
sebagai pendidik yang profesional. mengajar, peningkatan pelayanan belajar, dan penyediaan
Keberhasilan pendidik ditentukan oleh peran serta buku teks hanya berarti apabila melibatkan guru
berbagai unsur, salah satu unsur yang sangat penting (Suhardan, 2010:5), sejalan dengan hal itu,
adalah guru. Guru merupakan titik sentral dalam usaha Lailatussaadah (2015:4), Purwanti (2013:4) & Nurtanto
mereformasi pembelajaran dan mereka menjadi kunci (2011:295) mengemukakan bahwa pelaku peran
keberhasilan setiap usaha peningkatan mutu pendidikan. pendidikan tersebut tidak lain adalah guru.
Ada perbedaan antara pendidik dan guru, dalam
Guru merupakan ujung tombak yang sangat
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 (Dwi Siswoyo,
menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan,
2011:128), menyebutkan bahwa guru merupakan
yang harus mendapatkan perhatian yang utama. Oleh
pendidik profesional yang memiliki berbagai tugas utama
karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk
yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru
pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar,
yang professional dan berkualitas.
dan pendidikan menengah.
Guru bukan hanya sebagai pendidik tetapi juga
Menurut Agustina Soebachman (2014:79), guru
sebagai pengajaran yang mengemban nilai-nilai moral dan
adalah pendidik profesional yang telah mendapatkan
agama serta harus mempunyai pengetahuan yang luas

3
dalam melaksanakan proses belajar mengajar dengan permasalahan yang diselenggarakan di dalam ruang
siswa agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Pada lingkup sekolah maupun luar sekolah. Ada beberapa
perkembangannya, tugas seorang guru kini semakin tujuan dari orientasi ruang lingkup kerja bimbingan dan
terlihat dan semakin kompleks. Guru yang hanya bisa konseling antara lain memiliki wawasan dan pengertian
menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya tentang orientasi bimbingan konseling, aktualisasi
hanya akan menjadi seorang guru yang terlalu kaku orientasi bimbingan dan konseling ke dalam pelayanan,
terhadap murid-muridnya, tugas guru bukanlah hanya serta memiliki wawasan dan pengertian tentang ruang
untuk menyampaikan materi dengan teori-teori konsep lingkup kerja bimbingan dan konseling serta mampu
yang begitu rumit, tetapi seorang guru juga memiliki tugas mengaktualisasi pelayanan bimbingan dan konseling di
dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan serta berbagai ruang lingkup kerjanya.
konseling kepada para peserta didiknya untuk
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam konsep
menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para murid
penerapan orientasi bimbingan dan konseling antara lain:
sehingga pembelajaran yang diberikan tidak hanya pada
orientasi perorangan, orientasi permasalahan, ruang
materi pelajaran yang diberikan tapi kini ditambah dengan
lingkup kerja bimbingan dan konseling, bimbingan dan
bimbingan yang akan semakin membantu siswa dalam
konseling di sekolah, tanggung jawab konselor di
mengatasi persoalan baik dalam masalah pembelajaran
sekolah, dan Konselor multideminsional. Amti (2004:
materi maupun diluar pembelajaran di sekolah.
100) mengungkapkan bahwa konseling merupakan
Bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan semua
formal menjadi sesuatu yang menarik untuk terus pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu
dikembangkan. Layanan bimbingan dan konseling untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia
merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan
karena keberadaannya merupakan salah satu penunjang masalah itu.
keberhasilan program pendidikan di sekolah. Layanan
Konseling sebagai bagian yang integral dari proses
bimbingan dan konseling dalam pendidikan formal harus
pendidikan dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan
dilaksanakan dengan optimal. Hal ini dapat dipengaruhi
proses pendidikan di sekolah tidak akan sukses secara
oleh kinerja konselor sebagai unsur utama dalam layanan
baik apabila tidak didukung oleh pelaksanaan bimbingan
bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan
dengan baik pula. Keberadaan bimbingan konseling di
konseling diselenggarakan terhadap sasaran layanan, baik
sekolah akan membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam format individual maupun kelompok.
dalam berbagai permasalahan yang menimpanya terutama
Pelayanan yang menjadi pusat perhatian atau titik masalahan yang berkaitan dengan belajar, dan
berat pandangan konselor dalam menyelenggarakan permasalahan ini harus senantiasa mendapat perhatian
layanan bimbingan dan konseling adalah konsep tentang yang khusus agar kesulitan belajar tersebut dapat teratasi.
orientasi bimbingan dan konseling. Ada 3 orientasi Berbagai aktifitas bimbingan dan konseling harus
bimbingan dan konseling yaitu orientasi perorangan, diupayakan untuk mengembangkan potensi dan
orientasi perkembangan dan orientasi permasalahan. kompetensi hidup peserta didik/konseli yang efektif serta
memfasilitasi mereka secara sistematik, terprogram dan
Beberapa ruang lingkup kerja secara umum dari
kolaboratif agar setiap peserta didik/konseli betul-betul
bimbingan dan konseling, yaitu : daerah tempat
mencapai kompetensi perkembangan atau pola perilaku
dilaksanakannya pelayanan bimbingan dan konseling
yang diharapkan.
dengan orientasi perorangan, perkembangan dan
Sutjipto (2005:23) mengemukakan bahwa fakta tentang belum maksimal.
kualitas guru menunjukkan sedikitnya 50% guru di
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai Standar
dan Dosen, Bab IV bagian I Kualifikasi, Kompetensi,
Pendidikan Nasional (SPN). Data UNESCO dalam
Sertifikasi Pasal 8 dan 9 yang dihimpun oleh Redaksi
Global Education Monitoring (GEM) Report 2016
Sinar Grafika (2005:7) Untuk menjadi seorang pendidik
memperlihatkan, pendidikan di Indonesia hanya
yang profesional, maka pendidik harus dengan sadar
menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang,
bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik
sedangkan komponen penting dalam pendidikan, yaitu
dalam proses belajar mengajar serta membimbing dan
guru menempati urutan ke 14 dari 14 negara berkembang
mengarahkan mereka dengan benar.
di dunia.
Untuk memenuhi kriteria itu, guru harus menjalani
Untuk itu perlu dibangun landasan kuat untuk
profesionalisasi atau proses menuju derajat profesional
meningkatkan kualitas guru dengan standarisasi rata-rata,
yang sesungguhnya secara terus menerus. Adapun
bukan standarisasi minimal (Toharudin, 2006:1)
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
pertanyan ini baru 50 % dari guru di Indonesia, kondisi
Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian,
seperti ini masih dirasa kurang sehingga kualitas
Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional. Keempat
pendidikan kita belum menunjukkan peningkatan yang
bidang kompetensi tersebut tidak dapat berdiri sendiri,
signifikan (Sutjipto, 2005:10).
melainkan saling berhubungan dan mempengaruhi.
Sehubungan dengan fakta tersebut, peneliti telah
Sedangkan kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi
melakukan wawancara dengan salah seorang Kepala
dan H.A.R. Tilaar (2017:5) adalah kemampuan lembaga
Seksi Teknis Pendidikan Dan Keagamaan BDK
pendidikan dalam mendayagunakan atau memanfaatkan
Palembang, Mursidah, S.Ag. MM menjelaskan bahwa
sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan
terdapat sekitar 90 % guru Bimbingan Konseling yang
kemampuan belajar secara optimal.
masih memiliki kualitas rendah atau tidak sesuai Standar
Wibowo (2007:2) menyatakan bahwa profil
Pendidikan Nasional ( SPN ). Hal ini disebabkan karena
kompetensi guru mencakup empat komponen sebagai
beberapa hal berikut: Pertama, kemampuan Guru BK
berikut: Pertama, penguasaan materi meliputi penguasaan
dalam mengelola Layanan Bimbingan Kelompok melalui
substansi kurikuler (pedagogical content knoeledge).
metode Role Playing dalam pemecahan masalah masih
Kedua, pemahaman tentang peserta didik meliputi
rendah, Kedua, kompetensi professional seorang guru
pemahaman seluk beluk kondisi awal peserta didik.
BK dalam memberikan pelayanan bimbingan kelompok
Ketiga, pembelajaran yang mendidik meliputi pengelolaan
melalui Metode Role playing belum maksimal. Ketiga,
pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan peserta
aktifitas widyaiswara dalam pembelajaran dengan
didik. Keempat, pengembangan kepribadian dan
penerapan Layanan Bimbingan Kelompok melalui
keprofesionalan yang memiliki kepribadian yang tangguh
Metode Role Playing belum terlaksana dengan baik,
bercirikan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Keempat, aktivitas peserta diklat dalam pembelajaran
berakhlak mulia, kreatif, mandiri, demokratis dan
dengan penerapan Layanan Bimbingan Kelompok melalui
bertanggung jawab.
Metode Role Playing belum terlaksana dengan baik.
Kelima, kemampuan yang dibutuhkan untuk Selanjutnya Broke dan Stone (dalam Usman, 2007:14)
melaksanakan layanan Bimbingan Kelompok melalui menjelaskan bahwa kompetensi merupakan gambaran
Metode Role Playing masih belum optimal. Keenam, hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat
kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas berarti.

5
Shabir (2015:221) menjelaskan bahwa kompetensi guru mengadakan penelitian yang berjudul “ Peningkatan
berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan Kompetensi Guru BK Dalam Melaksanakan Bimbingan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Kelompok Melalui Metode Role Playing Pada Diklat di
seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas-tugas BDK Palembang”
keprofesionalannya. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah a)
Bagaimana kemampuan widyaiswara dalam mengelola
Lebih lanjut, Yasin (2011:2) mengatakan bahwa perlu
pembelajaran dengan layanan bimbingan kelompok
adanya upaya peningkatan kompetensi guru, guru
melalui metode role playing?. b) Bagaimana aktivitas
sebaiknya memiliki kemampuan dalam memberikan
peserta Diklat dalam pembelajaran dengan layanan
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai
bimbingan kelompok melalui metode role playing?. c)
ajaran Islam kepada siswa.
Apakah pembelajaran dengan melaksanakan bimbingan
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dalam
kelompok melalui metode role playing dapat
bentuk wawancara terhadap beberapa peserta diklat
meningkatkan kompetensi peserta diklat?
diperoleh informasi atau data bahwa terindikasi masih
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk a) Untuk
ada guru bimbingan konseling yang belum memahami
mendiskripsikan kemampuan widyaiswara dalam
secara teknis tentang permasalahan bimbingan terhadap
mengelola pembelajaran dalam layanan bimbingan
peserta didik.
kelompok melalui metode role playing b) Untuk
Hal ini cenderung disebabkan oleh minimnya
mendeskripsikan aktifitas peserta diklat dalam
mendapatkan informasi dan perkembangan bimbingan
pembelajaran dengan layanan bimbingan kelompok
kekinian melalui pelatihan atau musyawarah guru
melalui metode role playing. c) Untuk mengetahui
bimbingan konseling (MGBK), kondisi di atas
peningkatan hasil belajar peserta diklat dalam
berdampak terhadap belum maksimalnya kompetensi
melaksanakan bimbingan kelompok melalui metode role
guru sebagaimana yang diamanatkan dalam
playing.
Permendikbud No.111 tahun 2014, yang mengatakan
bahwa seorang guru bimbingan, konselor harus
METODE
menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah
konseling.
Metode Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan
Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka masih
Kelas (PTK) disebut juga Classroom Action Reasearch.
dipandang perlu untuk melakukan penelitan tentang
Subjek dalam penelitian ini adalah Peserta Diklat Teknis
kompentensi guru BK yang telah mengikuti diklat,
Substantif Guru Bimbingan Konseling Tingkat
khususnya bimbingan kelompok yang dilaksanakan oleh
Madrasyah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 35 peserta yang
widyaswara berdampak terhadap peningkatan kompetensi
sedang mengikuti diklat di Balai Diklat Keagamaan
guru BK dalam melaksanakan layanan bimbingan
Palembang.
kelompok melaui metode role playing dalam pemecahan
Prosedur yang digunakan meliputi: perencanaan
masalah.
(planning), pelaksanaan (action), observasi (observing),
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dan refleksi (reflection). Data dikumpulkan melalui hasil
dikemukakan diatas, maka timbul suatu pertanyaan
dari siklus 1 sampai siklus 3 dengan indikator yang
“Apakah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok
diharapkan adalah widyaiswara memahami dan terampil
melalui Metode Role Playing dapat meningkatkan
dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok sesuai
kompetensi guru BK MTs di BDK Palembang ?”
dengan standar proses sehingga dapat meningkatkan
Untuk mendapatkan jawaban tersebut penulis
pembelajaran peserta diklat pada setiap siklus. Dari temuan- temuan pada tahap pelaksanaan tindakan
Pengolahan data dilakukan dengan teknik persentase dirumuskan refleksi bahwa Widyaiswara tetap
(kualitatif). memberikan perhatian penuh terhadap aktivitas peserta
HASIL DAN PEMBAHASAN diklat dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok.
A. Hasil Tindakan Per-Siklus Penelitian Hasil Tindakan Siklus III
Hasil Tindakan Siklus I Pada tahap ini Widyaiswara menyiapkan pelaksanaan
Pada tahap perencanaan widyaiswara menyiapkan layanan Bimbingan Kelompok dalam dikjartih siklus pada
semua yang digunakan dalam dikjartih siklus-1 pada materi Bimbingan Kelompok. Dikjartih dilaksanakan pada
materi“ Implementasi Program Komprehensif Bimbingan hari Jumat, 19 Oktober pukul 07.30 s/d 09.45 WIB (4 JP
Konseling”. Widyaiswara melaksanakan dikjartih dengan @ 45 menit). Selama pelaksanaan tindakan, pengamat
acuan Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) 1 yang telah (Evia Darmawani, Kons) melakukan observasi terhadap
disusun. Dikjartih dilaksanakan pada hari Kamis, 18 pengelolaan pembelajaran oleh Widyaiswara selama
Oktober 2018 pukul 07.30 s/d 09.45 WIB (4 JP @ 45 mengikuti pembelajaran dalam Bimbingan Kelompok.
menit). Berdasarkan hasil observasi selama proses belajar
Berdasarkan hasil observasi selama proses belajar mengajar berlangsung pengelolaan Widyaiswara sudah
mengajar berlangsung ditemukan hal-sebagai berikut baik. hal ini sesuai dengan fakta di lapangan Hasil
salah satunya pada saat: Pembukaan di mana observasi dan kuesioner aktivitas peserta diklat dalam
Widyaiswara kurang trampil dalam memotivasi anggota melaksanakan praktek layanan bimbingan kelompok
untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka. melalui metode role playing dalam pemecahan masalah
Dari temuan pada tahap pelaksanaan tindakan sangat penting bagi peserta diklat.
dirumuskan observasi dan refleksi sebagai berikut: B. Pengelolaan Pembelajaran dengan Melaksanakan
Widyaiswara perlu menjelaskan pentingnya mengetahui Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Metode Role
peran masing-masing anggota dan pembimbing pada Playing
proses bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan. Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran dengan
melaksanakan layanan bimbingan kelompok melalui
Hasil Tindakan Siklus II
metode role playing secara singkat dituliskan dalam tabel
Pada tahap ini perencanaan widyaiswara menyiapkan
1.
semua yang digunakan dalam dikjartih siklus-2 pada
Tabel 1.
materi “Layanan Langsung Bimbingan Konseling”. Penilaian Pengelolaan Pembelajaran Dengan
Melaksanakan Layanan Bimbingan Kelompok Melalui
Widyaiswara melaksanakan dikjartih dengan acuan
Metode Role Playing
Rencana Pelaksana Layanan ( RPL ) 2 yang telah disusun Aspek Skor Skor
Katego
No yang Siklus Siklus Siklus rata-
dikjartih dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2018 ri
diamati 1 2 3 rata
pukul 10.00 s/d 14.45 WIB (4 JP @ 45 menit). 1 Pendahulu 76.33 83.33 91.83 83.83 Baik
an

Berdasarkan hasil observasi dan selama proses belajar 2 Transisi 78 84.4 95.4 85.93 Baik

bimbingan kelompok berlangsung ditemukan hal-hal


3 Kegiatan 77.5 85.1 93.5 85.36 Baik
sebagai berikut : 1) Pengelolaan Pembelajaran oleh Inti
Widyaiswara sudah baik. 2) Mendorong tiap anggota 4 Penutup 80 86.8 93.8 86.86 Baik
untuk terlibat aktif saling membantu sudah baik. Ada satu
peserta minta penjelasan ulang tentang perbedaan antara Rata-rata 85.35 Baik

Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok.

7
Dari tabel 1 di atas dapat dideskripsikan bahwa pada Hasil pengamatan aktivitas peserta diklat dapat dilihat
tahap Pembukaan, rata-rata nilai pengelolaan pada tabel 2.
pembelajaran layanan bimbingan kelompok mencapai Tabel 2.
Persentase Aktivitas Peserta Diklat dalam
83,83 ini berarti Widyaiswara sudah dapat
Pembelajaran dengan Melaksanakan Layanan
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, menggunakan Bimbingan Kelompok Melalui Metode Role Playing
teknik-teknik membuka komunikasi yang baik dan teknik
Persentase (%)
Aktivitas Peserta Rata-
menciptakan suasana hangat, terbuka dan memotivasi No
Diklat
Siklus Siklus Sikl
rata
1 2 us 3
anggota untuk mengungkapkan harapan dan membantu 1 Mendengarkan 6 8 9 7,66
penjelasan
merumuskan tujuan bersama. Widyaiswara
tentang aturan dalam
Dilihat dari perkembangan siklus 1 ke siklus 3 juga Bimbingan
Kelompok.
semakin meningkat. Ini berarti ketrampilan Widyaiswara 2 Mengungkapkan 8 8 10 8,66
peran masing-
dalam mengelola pembelajaran tahap pembukaan
masing tentang
semakin baik. Dalam peralihan memasuki tahap transisi suatu permasalahan
3 Melakukan kegiatan 6 9 10 8,33
ini merupakan untuk memantapkan kesiapan anggota selingan berupa
permainan dalam
kelompok masuk pada tahap inti, rata-rata nilai Kelompok.
4 Mereviu tujuan dan 7 7 9 7,66
pengelolaan pembelajaran Widyaiswara mencapai 85,93. kesepakatan
bersama.
Hal ini menunjukkan bahwa Widyaiswara sudah 5 Mendorong setiap 8 8 10 8,66
anggota untuk
mampu memotivasi tiap anggota untuk mengungkapkan mengungkapkan
topik yang perlu
topik permasalahan yang perlu dibahas, menetapkan
dibahas.
topik yang akan diintervensi sesuai dengan tujuan 6 Mereviu hasil yang 7 7 9 7,66
dicapai.
bersama, mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif 7 Mengungkapkan 6 8 10 8
kesan dan
saling membantu, serta mereviu hasil yang dicapai dan keberhasilan yang
dicapai oleh setiap
menetapkan pertemuan selanjutnya. anggota.
8 Merangkum proses 6 8 9 7,66
Ditinjau dari perkembangan nilai dari siklus 1 ke dan hasil yang
dicapai
siklus 3 juga semakin meningkat, ini berarti ketrampilan 9 Menyatakan bahwa 8 8 10 8,66
widyaiswara dalam mengelola pembelajaran tahap kegiatan akan segera
berakhir.
kegiatan ini semakin baik, lebih lanjut dari rataan total 10 Menyampaikan 7 8 9 8
pesan dan harapan.
nilai pengelolaan pembelajaran mencapai 85.36. Ini Rata-rata 6,9 7.9 9,5 80.95

menunjukkan bahwa secara umum Widyaiswara sudah


mampu mengelola pembelajaran dari tahap transisi ke Berdasarkan data diatas dapat dideskripsikan bahwa
kegiatan inti semakin baik. persentase aktivitas peserta diklat mendengarkan
Dari tabel 1 dapat juga dilihat bahwa widyaiswara penjelasan widyaiswara tentang aturan dalam bimbingan
dapat mengelola setiap tahapan pembelajaran dalam kelompok mengungkapkan peran masing-masing tentang
bimbingan kelompok dengan baik. Lebih lanjut dari suatu permasalahan masih rendah, hal ini disebabkan
rataan total nilai pengelolaan pembelajaran dalam karena peserta diklat sudah memahami tentang
layanan bimbingan kelompok mencapai 86.86, ini permasalahan yang ada di sekolahnya masing-masing
menunjukkan bahwa secara umum Widyaiswara sudah tentunya permasalahan ini berbeda antara satu sekolah
Profesional melaksanakan layanan bimbingan kelompok dengan sekolah yang lainnya. Setelah memasuki ke siklus
melalui role playing dalam pemecahan masalah. 2, mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif dan saling
membantu sudah baik. Ada satu peserta minta penjelasan
ulang tentang perbedaan antara bimbingan kelompok dan meningkatkan kompetensi guru, sehingga mereka merasa
konseling kelompok, Hal ini disebabkan karena mereka siap untuk melaksanakan layanan bimbingan kelompok
kadang kurang paham antara bimbingan kelompok dan berikutnya.
konseling kelompok dan yang terakhir adalah pada siklus Saran
ke-3 dimana berdasarkan hasil observasi aktivitas peserta Dari hasil penelitian yang diperoleh sebelumnya
diklat selama proses belajar mengajar berlangsung supaya kompetensi peserta diklat dapat meningkat lebih
ditemukan persentase peserta diklat dalam melaksanakan efektif dan memberikan hasil yang optimal, maka
praktek layanan bimbingan kelompok lebih tinggi disampaikan saran sebagai berikut. Pertama, untuk
nilainya dari aktvitas yang lain. Ini berarti aktivitas peningkatan melalui layanan bimbingan kelompok
pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dalam lanjutan memerlukan persiapan yang cukup matang bagi
pemecahan masalah sangat penting bagi peserta diklat. Widyaiswara untuk menentukan atau memilih model
Aktivitas yang dominan dan persentasenya semakin layanan yang diberikan sesuai dengan permasalahan
tinggi adalah melaksanakan praktek layanan bimbingan peserta diklat. Kedua, dalam rangka meningkatkan
kelompok lebih tinggi nilainya 8.66 dari aktvitas yang kompetensi peserta diklat, hendaknya di sekolah ada
lain, ini berarti aktivitas pelaksanaan layanan bimbingan Sosialisasi atau Musyawarah Guru Bimbingan Konseling
kelompok dalam pemecahan masalah sangat penting bagi (MGBK) secara terjadwal. Ketiga, mengubah porsi
peserta diklat. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi pelatihan guru, kalau dulu porsinya 70 persen pembahasan
professional peserta diklat itu terlihat, salah satunya konten dan 30 persen pedagogi, maka nanti kedepan akan
setelah dilaksanakan aktivitas melalui layanan bimbingan diubah menjadi 70 persen untuk peningkatan kompetensi
kelompok dalam pemecahan masalah. Hal ini telah learning proces dan 30 persen untuk konten.
sesuai dengan skenario pembelajaran dengan pelaksanaan
layanan Bimbingan Kelompok. DAFTAR PUSTAKA
Hasil perhitungan rata-rata reliabilitas pengamatan Amti, 2004, Layanan Bimbingan dan Konseling
Kelompok, Padang: Jurusan Bimbingan dan
aktivitas peserta diklat 95 % ini berarti peserta diklat
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
melebihi 75 %, sehingga instrument termasuk dalam Negeri Padang.
kategori instrument yang baik (Borich, 1995:10 ).
Ace Suryadi & H.A.R.Tilaar, 2017, Analisis Kebijakan
Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: Alfabeta
PENUTUP
Agustina,Soebachman, 2014:79, Permainan Asyik Bikin
Simpulan Anak Pintar , Yogyakarta: In Azna Books
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah Broke dan Stone (dalam Usman, 2007:14), Standar
dilakukan selama tiga siklus, maka dapat disimpulkan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru, Pustaka
UNJ
sebagai berikut. Pertama, perlunya penjelasan dari
widyaiswara tentang pentingnya mengetahui peran Borich, G.D. 1995. Observation and Management. USA:
Mc Millan Publishing Company.
masing-masing anggota dan pembimbing pada proses
bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan. Lailatussaadah. 2015. Upaya Peningkatan Kinerja Guru.
Jurnal Intelektualita, 3, (1) 15-25.
Kedua, peningkatan kompetensi Profesional dengan
menerapkan layanan bimbingan kelompok berkelanjutan Nurtanto. N. 2011. Mengembangkan Kompetensi
Profesionalisme Guru Dalam Menyiapkan
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan Pembelajaran Yang Bermutu. Prosiding Seminar
kinerja guru. Ketiga, peningkatan kompetensi profesional Nasional Inovasi Pendidikan.

melalui layanan bimbingan kelompok efektif untuk

9
Permendikbud No. 111. 2014. Tentang Bimbingan dan
Konseling Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah
Pasal 1 Butir.

Purwanti, E. 2013. Pengembangan Model Pembinaan


Kompetensi Pedagogik Guru Sekolah Dasar Pasca
Sertifikasi Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja
Profesional Berkelanjutan. di Semarang Barat.

Shabir, M, U.2015. Kedudukan Guru Sebagai Pendidik.


Auladuna, 2 (2), 221-232.

Sutari Imam Barnadib, 2011, Pengantar Ilmu Pendidikan


Sistematis, Penerbit : Ombak, Yogyakarta.

Suhardan, D. 2010. Supervisi profesional. Bandung:


Alfabeta.

Sutjipto. 2005. Kualitas Guru Yang Rendah. Jurnal


Education, Volume 1, Nomor 3.

Toharudin 2006, Kajian Teori Tentang Hasil belajar,


Universitas Pajajaran

Undang-Undang RI No.14. 2005. Tentang Guru dan


Dosen.

Wibowo, (2007), Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja


Grafindo Persada

Yasin, A. F. 2011. Pengembangan Kompetensi


Pedagogik Guru Pendidikan Agama Islam di
Madrasah. Jurnal eL-Qudwah, 1 (5), 157-181.

Anda mungkin juga menyukai