Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH NEGARA HUKUM DAN HAM DAN PENEGAKAN HUKUM

DAN HAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah Pendidikan
Kewarganegaraan yang berjudul “Negara Hukum Dan Ham Dan Penegakan
Hukum Dan Ham” dapat diselesaikan secara tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pendidikan Kewarganegaraan
Negara Hukum Dan Ham Dan Penegakan Hukum Dan Ham bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, 16 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................................
LATAR BELAKANG........................................................................... 1
1.2.................................................................................................................
RUMUSAN MASALAH....................................................................... 2
1.3.................................................................................................................
TUJUAN PENULISAN......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Negara Hukum dan HAM................................................................ 3
2.1. Pengertian Negara Hukum.................................................................... 3
2.2. Ciri-Ciri Negara Hukum....................................................................... 3
2.3. Makna Negara Indonesia Dalam Hukum.............................................. 5
2.4. Pengertian Hak Asasi Manusia............................................................. 6
2.5. Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia.............................................. 7
2.6. Hubungan Antara Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia................. 12
B. Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia.................................... 12
2.7. Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia........................................ 12
2.8. Upaya Pemerintah dalam Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
...................................................................................................................... 18
2.9. Pengertian Penegak Hukum.................................................................. 19
2.10. Penegak Hukum Objektif.................................................................... 19
2.11. aparatur penegak hukum..................................................................... 20
2.12. ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. 21
2.13. mengatasi permasalahan penegak hukum di Indonesia...................... 22
BAB III PENUTUP
3.1. kesimpulan makna hukum dan HAM................................................... 24
3.2. kesimpulan penegak hukum dan HAM................................................. 24

iii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada
kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga
mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai
ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan
bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan
yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa
unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus
berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap
hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya
pengawasan dari badan-badan peradilan.

Berkaitan dengan unsur di atas, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia
(HAM), dapat diartikan bahwa di dalam setiap konstitusi selalu ditemukan adanya
jaminan terhadap hak asasi manusia (warga negara). Perlindungan konstitusi
terhadap hak asasi manusia tersebut, salah satunya adalah perlindungan terhadap
nyawa warga negaranya seperti yang tercantum dalam Pasal 28A Undang Undang
Dasar 1945: ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”. Nyawa dan tubuh adalah milik manusia yang paling
berharga dan merupakan hak asasi setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak ada seorangpun yang dapat merampasnya.

Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati hak


asasi manusia, melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing.
Kewajiban ini tidak saja bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau

1
diimpelementasikan Dalam hal pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-
hak asasi yang

2
bersifat universal dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana yang
dirumuskan dalam deklarasi hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, sebagaimana
ditegaskan dalam Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM,
HAM perlu dilindungi dengan merumuskannya dalam instrumen hukum agar
orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna
menentang kezaliman dan penindasan sebagaimana ditunjukan dalam sejarah
HAM itu.
1.2. RUMUSAN MASALAH
A. Makna Negara Hukum dan HAM
1. Apa itu Negara Hukum dan ciri-cirinya ?
2. Apa itu Hak Asasi Manusia ?
3. Bagaimana Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia ?
B. Penegakan Hukum dan HAM
1. Bagaimana Penegekan Hukum di Indonesia ?
2. Bagaimana Penegakan HAM di Indonesia ?

1.3. TUJUAN PENULISAN


A. Makna Negara Hukum dan HAM
1. Untuk mengetahui Negara Hukum dan ciri-cirinya
2. Untuk mengetahui Hak Asasi Manusia
3. Untuk mengetahui Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia
B. Penegakan Hukum dan HAM
1. Untuk mengetahui Penegakan Hukum di Indonesia
2. Untuk mengetahui Penegakan HAM di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. NEGARA HUKUM DAN HAM


2.1. Pengertian Negara Hukum
Ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat ,disitu ada hukum. Setiap negara
pasti memiliki hukumnya masing-masing, hukum itu dibuat oleh masyarakatnya
sendiri dan harus dipatuhi oleh masyarakat itu pula. Pada abad ke-4 sebelum
Masehi, Plato didalam bukunya yang berjudul Nomoi  telah merusmuskan bahwa
penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah pemerintahan yang diatur oleh
hukum. Sementara itu Aristoteles didalam bukunya yang berjudulPolitica telah
pula dirumuskan bahwa suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah
dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi Aristoteles, yang memerintah
dalam negara bukanlah manusianya melainkan pikiran yang adil, dan
kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Apabila telah
tercapai manusia yang bersikap adil dan bersusila, maka terciptalah suatu negara
hukum, karena tujuan negara hukum adalah kesempurnaan warganya yang
berdasarkan atas keadilan.

Bagi Wirjono Prodjodikoro,negara hukum dapatlah diartikan sebagai suatu negara


yang di dalam wilayahnya adalah :

a.       Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan


dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun
dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang,
melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku,

b.      Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk


pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

Dari berbagi pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa negara
hukum adalah negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga
negaranya berdasarkan atas keadilan.

2.2. Ciri-Ciri Negara Hukum

3
Dalam sistem hukum Anglo Saxon, negara hukum sering disebut Rule Of
Law, sedangkan di negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental
disebut Rechstaat.

Frederich Julius Stahl ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri


Rechstaat (Negara Hukum) meliputi :

a) Hak Asasi Manusia,


b) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi
Manusia yang biasa dikenal sebagai trias politica,
c) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan
d) Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Sedangkan Av Dicey ahli hukum Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of


Law (Negara Hukum) sebagai berikut :

a) Supremasi hukum,
b) Kedudukan yang sama di depan hukum, dan
c) Terjaminnya Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan
pengadilan.

International Commision of Jurist pada konferensinya di Bangkok tahun 1965


merumuskan ciri-ciri negara demokratis dibawah Rule of Law, meliputi :

a) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain daripada


menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin,
b) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
c) Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
d) Pemilihan umum yang bebas,
e) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi, dan
f) Pendidikan kewarganegaraan.

Di Indonesia sendiri, Suseno mengemukakan bahwa ada lima ciri negara


hukum yang menjadi salah satu ciri Negara Demokrasi, kelima ciri-ciri tersebut
adalah :

4
a) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai
dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar,
b) Undang-undang dasar menjamin Hak Asasi Manusia yang paling penting,
karena tanpa jaminan tersebut, hukum menjadi sarana penindasan,
c) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing dan hanya
taat pada dasar hukum yang berlaku,
d) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke
pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan Negara, dan
e) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

Selain daripada kelima ciri yang disebutkan Suseno diatas, terdapat ciri-ciri
Negara Hukum Indonesia diantaranya :

a) Adanya supremasi hukum


b) Adanya pemisahan kekuasaan
c) Adanya pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
d) Adanya kesamaan dihadapan hokum
e) Adanya peradilan administrasi
f) Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM

2.3. Makna Negara Indonesia Dalam Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada


kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga
mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai
ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan
bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan
yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa
unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus
berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap

5
hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya
pengawasan dari badan-badan peradilan.

2.4. Pengertian Hak Asasi Manusia

Terdapat beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia, pertama, Hak Asasi


Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu
manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia
adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan
dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Ketiga,
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang
melekat pada esensinya sebagai manugerah Allah SWT. Keempat, Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, pasal 1 disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerahnya-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Keempat definisi
tentang hak ini secara materiil betul, namun secara formal tidak tepat karena apa
yang didefenisikan masuk ke dalam definisi sehingga pada intinya kita tidak
mendefinisikan apa pun. Kata hak yang harus kita definisikan, menjadi bagian
dari definisi kita. Dalam logika kesesatan ini disebut sebagai cisculus in
definiendo.

Berdasarkan pengertian-pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa yang


dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah kekuasaan atau wewenang moral
yang dimilki seseorang berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Kekuasaan
atau wewenang tersebut bersifat moral karena kekuasaan atau wewenang atas
nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan atau martabat manusia sebagai manusia.

Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, terdapat bebrapa ciri


pokok dan sifat (dasar) Hak Asasi Manusia, beberapa ciri pokok, yaitu:

a) Hak Asasi itu tidak dberikan atau diwariskan melainkan melekat pada
martabat kita sebagai manusia.

6
b) Hak Asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin,
asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
c) Hak Asasi itu tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak
untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak
asasi manusia meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak
melindungi bahkan melanggar hak asasi manusia.

Beberapa sifat (dasar) Hak Asasi Manusia, yaitu:

a) Individual : ‘melekat erat pada kemanusiaan seseorang’, bukan kelompok.


(General keempat HAM cenderung ke arah penekanan pada hak
kelompok/hak kolektif).
b) Universal : dimiliki oleh setiap orang lepas suku, ras, agama, negara, dan
jenis kelamin yang dimiliki seseorang.
c) Supralegal : tidak tergantung pada negara, pemerintah, atau undang-
undang yang mengatur hak-hak ini.
d) Kodrati : Hak Asasi Manusia bersumber dari kodrat manusia.
e) Kesamaan derajat : kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan
martabat manusia pun sama.

Manusia sebagai makhluk Tuhan mempunyai dua sifat kodrat monodualis


yakni sifat individu (pribadi perorangan) dan sifat sosial (bersama orang lain)
yang seimbang dan dinamis, sehingga kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak
asasi orang lain. Hal ini berlaku juga bagi setiap organisasi masyarakat terutama
negara dan pemerintah harus bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi,
membela, dan menjamin, hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduk.

2.5. Sejarah Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup
di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama.
Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan
Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan HAM pemikiran
HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan (1908
– 1945), periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang).

7
a. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945)
1) Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah
kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa.
Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan
berserikat dan mengeluarkan pendapat.
2) Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk
menentukan nasib sendiri.
3) Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi
rasial.
4) Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
5) Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan
hak kemerdekaan.
6) Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib
sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum
serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.

Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang


BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di
muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

8
b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
1) Periode 1945 – 1950

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (konstitusi)
yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.

2) Periode 1950 – 1959

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan


sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan
yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer
mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof.
Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli
hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai–
partai politik dengan beragam ideologinya masing–masing. Kedua, Kebebasan
pers sebagai pilar demokrasi betul–betul menikmati kebebasannya. Ketiga,
pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan
rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya
sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap
eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan.

3) Periode 1959 – 1966

9
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan
berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden
melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah
terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

4) Periode 1966 – 1998

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada


semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan
pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II
yang merekomendasikan perlunya hak uji materil (judical review) untuk
dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP
MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan
rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia
dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan
represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap
HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah
produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu
mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih
dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif
pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan
oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang
seperti Inonesia.

10
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan
kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama
dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak


memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50
Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan
menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran
kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

5) Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat
besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai
dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang
beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan
penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM
diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu
tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap
penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang
HAM seperti amandemen konstitusi Negara (Undang – undang Dasar 1945),

11
ketetapan MPR (TAP MPR), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan
ketentuan perundang – undangam lainnya.

2.6. Hubungan Antara Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia

Negara Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu
melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian
jelas sudah keterkaitan antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana
Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap
warganya. Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl,
yang kemudian ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada
Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-
ciri sebagai berikut:

1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu


konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3. Pemilihan Umum yang bebas;
4. Kebebasan menyatakan pendapat;
5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia


2.7. Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Penegakan hukum merupakan jalan dimana untuk mengadili para pelanggar


HAM,namun dalam prakteknya penyelesaian kasus pelanggaran HAM bukanlah
suatu perkara yang mudah, karena banyak sekali tantangan yang harus dihadapi
baik itu dari segi eksternal maupun internal. Hambatan penyelesaian kasus
pelanggaran HAM merupakan tantangan para penegak hukum yang harus bekerja
keras dalam mencari kebenaran dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasanya permasalahan tentang
Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM melingkupi:

12
1) Faktor Kondidisi Sosial-Budaya

Faktor Sosial-budya memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Hak Asasi


Manusia di suatu Bangsa dan Negara. Seperti yang terjadi di Indonesia, di mana
sistem kebudyaan yang dianut oleh masyarakat adalah sistem kekeluargaan.
Meskipun masih banyak budaya (adat dan istiadat) dari berbagai suku bangsa di
Indonesia yang secara jelas mencerminkan praktek pelanggaran HAM, seperti
yang terjadi di suku Minang Kabau tempo dulu yang mengharuskan anak
perempuannya untuk menuruti kehendak para ninik mamak yang ingin
menjodohkannya dengan pasangan yang disetujui, tetapi secara keseluruhan nilai-
nilai adat dan istiadat setiap suku bangsa di Indonesia memiliki nilai-nilai
kekeluargaan. Pada awal kemerdekaan, atau pada masyarakat pedesaan,
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tidak banyak terjadi karena kesadaran
akan nilai-nilai sosial budaya yang masih tinggi.Yaitu antara lain:

1. Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,


keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multi kompleks
(heterogen).
2. Norma adat atau budaya lokal yang kadang bertentangan dengan HAM,
terutama jika sudah bersinggungan dengan kedudukan seseorang, upacara-
upacara sakral, pergaulan dan sebagainya.
3. Masih adanya konflik horizontal dikalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
2) Faktor Komunikasi dan Informasi.

Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan,dan gunung
yang membatasi komunikasi antar daerah sehingga Sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup
seluruh wilayah Indonesia.Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang
masih sangat terbatas baik sumber daya manusia-nya maupun perangkat (software
dan hardware) yang diperlukan.Keuntungan rasa percaya kepada orang lain adalah
meningkatkan komunikasi interpersonal dan mengurangi hambatan interpersonal.
Sejak tahap pertama dalam hubugan interpersonal sampai tahap akhir, “percaya”
menentukan efektifitas komunikasi. Bila klien sudah percaya kepada kita.

13
Hal ini akan membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan
penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai
maksudnya.Hilangnya kepercayaan kepada orang lain akan menghambat
perkembangan hubungan intrapersonal yang akrab.Hubungan antar manusia
(human relation) adalah komunikasi antar pribadi yang manusiawi, berarti
komunikasi yang telah memasuki tahap psikologis yang komunikator dan
komunikasinya saling memahami pikiran, perasaan dan melakukan tindakan
bersama. Ini juga berarti bahwa apabila kita hendak menciptakan suatu
komunikasi yang penuh dengan keakraban yang didahului oleh pertukaran
informasi tentang identitas dan masalah pribadi yang bersifat sosial.Interaksi
karyawan dalam lingkungan perusahaan/ organisasi/ instansi merupakan halyang
tidak dapat dipisahkan yang mana akan menimbulkan tingkat kepuasan kerja
karyawan, situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain tidak terlepas dari interaksi
satu sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan kerja. Dengan demikian
yang terpenting dalam mewujudkan human relation adalah bagaimana kita
memahami hakekat manusia dan kemanusiaan serta bagaimana kitamampu
menerima orang lain di luar diri kita dengan apa adanya agar tercipta suasana
kerja yang harmonis dan baik yang dapat meningkatkan semangat kerja yang akan
mempengaruhi juga hasil pekerjaannya.

3) Faktor Kebijakan Pemerintah

Berbicara mengenai kebijakan pemerintah mengenai HAM, tidak terlepas dari


bagaimana pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan tersebut. Negara
Indonesia mengakui akan nilai-nilai universal HAM. Dalam Negara, pada
pengaturannya, terdapat pembatasan dan kewenangan Negara untuk mengatur
HAM. Ketentuan mengenai perlindungan hak-hak asasi ini ditegaskan dalam
Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, serta peraturan dan
perundang-undangan lainnya.Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi suatu Negara atau suatu sistem dalam melaksanakan
suatu aturan atau dalam menjalankan instrumen yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia.Pelaksanaan HAM juga dipengaruhi oleh sistem politik yang dianut

14
suatu Negara. Dalam hal ini, sistem politik yang demokratis dianggap
sebagaisistem yang menjamin terlaksananya suatu perlindungan terhadan hak
asasi manusia terutama hak-hak sipil dan politik.

Kebebasan setiap warga negara untuk menyalurkan dan mengemukakan


pendapat adalah salah satu bentuk dari hak asasi. Dalam Negara yang menganut
sistem politik demokrasi, tidak terdapat intervensi atau tekanan terhadap warga
negaranya agar mau melakukan suatu hal yang dikehendaki oleh Negara.
Pelanggaran hak-hak sipil dan politik sering terjadi di negara-negara otoriter.
Indoneisa pernah menerapkan sistem politik seperti ini, yang sangat jelas
melanggar Hak Asasi Manusia, baik hak sipil dan politik, yaitu pada masa Orde
Lama dan Orde Baru. Contoh konkritnya adalah pembubaran DPR hasil pemilu
1955 oleh Presiden Soekarno tahun 1960, penolakan permohonan untuk
mendirikan partai politik, pembekuan partai politik, serta pembrendelan majalah
dan koran pada masa Orde Baru.Hukum dan kebijakan suatu negara memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia.
Pelanggaran terhadap HAM yang sering terjadi disebabkan oleh kurangnya
peraturan dan perundang-undangan yang memeberikan jaminan dan petunjuk
dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM. Sejak era reformasi,
telah dibentuk peraturan perundang-undangan tentang HAM, diantaranya adalah
Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan Undang-Undang
No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.Namun demikian, terkadang kebijakan atau peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah bertentangan dengan HAM.

4) Faktor Perangkat Perundang-undangan


1. Pemerintahan tidak segera meratifikasi hasil-hasil konvensi internasional
tentang hak asasi manusia.
2. Kalaupun ada, peraturan perundang-undangannya masih sulit untuk
diimplementasikan.

Perundang-undangan : UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia-


Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam upaya

15
penekan HAM di Indonesia. Undang-undang ini selain berisi tentang aturan-
aturan dalam penghormatan dan perlindungan HAM, juga berisikan sanksi-sanksi
bagi para pelaku pelanggaran HAM.

Hak asasi manusia yang diatur oleh UU No. 39 Tahun 1999 antara lain hak
untuk hidup, hak berkeluarga danmelanjutkan keturunan, hak mengembangkan
diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak memperoleh rasa
aman, hak atas kesejahteraan, hak wanita, dan hak anak.- UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia- Undang-undang ini mengatur
pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan.Namun
undang-undang ini tidak dapat berlaku surut artinya para pelaku kejahatan
kemanusiaan atau pelanggar hak asasi manusia itu jika terjadi sebelum undang-
undang ini disahkan maka mereka tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan
para pelanggar hak asasi tersebut akan luput dari jeratan hukum.

5) Faktor Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan


untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh
subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase
dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts
resolution). Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakan
hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai
perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum
dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati
dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit,
penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khu-
susnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan
peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan per-
adilan. Karena itu, dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranannya sangat
menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan
hakim. Faktor pengaruhnya antara lain:

16
1. Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi
mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2. Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang (jalan pintas) untuk memperkaya
diri.
3. Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif,
tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN.

Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan


terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-
undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang
melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan
badan-badan peradilan. Karena itu, dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang
peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi,
jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum inidapat dilihat pertama-tama
sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya
masing-masing.

Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung aktor,


pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak hukum
dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengankualitas
birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari
kacamata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan
secara rasional dan impersonal (institutionalized).Namun, kedua perspektif
tersebut perlu dipahamisecara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya
satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang
terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional. Profesi
hukum perlu ditata kembali dan ditingkatkan mutu dan kesejahteraannya. Para
profesional hukum itu antara lain meliputi : (i) legislator (politisi), (ii) perancang
hukum (legal drafter), (iii) konsultan hukum, (iv) advokat, (v) notaris, (vi) pejabat
pembuat akta tanah, (vii) polisi, (viii) jaksa, (ix) panitera, (x) hakim, dan (xi)
arbiter atau wasit. Untuk meningkatkan kualitas.

17
2.8. Upaya pemerintah dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia

Pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam penegakan HAM. Hal ini
dapat kita lihat dalam upaya pemerintah, sabagai berikut:

a. Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya


menegakkan HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia
sangat merespons terhadap pelanggaran HAM internasional.
b. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM,
antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembentukan kelembagaan
yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk
antara lain KEMENKUMHAM, Komisi Nasional Hak Asasi manusia
(KOMNASHAM) Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta
pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan, pengadilan
Hak Asasi Manusia, KPAI.
c. Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi
manusia , Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,
serta masih banyak UU yang lain yang belum tersebutkan menyangkut
penegakan hak asasi manusia.

Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum dalam UU nomor 39 tahun
1999 tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut;

1. Hak untuk hidup.


2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita.
10. Hak anak.

18
2.9. Pengertian penegak hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Pengertian penegakan hukum di tinjau dari:
a) Ditinjau dari sudut subjeknya
Penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat
pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang
terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek
hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan
normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya
diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin
dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak
hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
b) Ditinjau dari sudut subjeknya
Yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup
makna yang luas dan sempit.
Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan
yang hidup dalam masyarakat.Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu
hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

2.10. Penegakan Hukum Obyektif


Secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup pengertian
hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan

19
peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel
mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara
pengertian penegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat
dikaitkan dengan pengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan
penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan
penegakan keadilan. Dalam bahasa Inggeris juga terkadang dibedakan antara
konsepsi ‘court of law’ dalam arti pengadilan hukum dan ‘court of justice’ atau
pengadilan keadilan. Bahkan, dengan semangat yang sama pula, Mahkamah
Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah ‘Supreme Court of Justice’.
Istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa hukum yang harus
di tegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan itu sendiri, melainkan nilai-
nilai keadilan yang terkandung di dalamnya.

2.11. Aparatur Penegak Hukum


Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum.
1. Dalam arti sempit,aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses
tegaknya hukum itu.Terdiri atas:
a. Saksi
b. Polisi
c. penasehat hukum
d. jaksa
e. hakim
f. dan petugas sipir pemasyarakatan.
Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan
dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau
pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis
dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
terpidana.
2. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga
elemen penting yang mempengaruhi:

20
(i) institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja.
(ii) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya.
(iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja
kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan
standar kerja, baik hukum materielnya maupun hukum acaranya.
3. Empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama dalam
penegakan hukum yaitu :
(i) pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’)
(ii) sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum
(socialization and promulgation of law).
(iii) penegakan hukum (the enforcement of law).
(iv) adminstrasi hukum (the administration of law) yang efektif dan efisien
yang dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab
(accountable).
2.12. Ketidakpuasan Masyarakat terhadap Penegakan Hukum di Indonesia
Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia ini
merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil survei terhadap masyarakat
oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa

I. 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan


hukum di Indonesia,
II. 29,8 persen menyatakan puas
III. 14,2persen tidak menjawab.

Mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia merata di


semua segmen. Mereka yang tinggal dikota maupun desa, berpendidikan tinggi
maupun rendah, mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun ekonomi bawah.

Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah,
dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang
berada di kota dan berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka

21
yang berada di desa dankelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi
kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum.

2.13. Mengatasi Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia

Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat reformasi hukum yang masih


berjalan lambat dan belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa pada dasarnya apa yang terjadi akhir-akhir ini
merupakan ketiadaan keadilan yang dipersepsi masyarakat (the absence of
justice). Ketiadaan keadilan ini merupakan akibat dari:

a) pengabaian hukum (diregardling the law),


b) ketidakhormatan pada hukum (disrespecting the law),
c) ketidakpercayaan pada hukum (distrusting the law)
d) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law).

Sejumlah masalah yang layak dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara
lain:

a. Sistem peradilan yang dipandang kurang independen dan imparsial


b. Belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan keadilan social
c. Inkonsistensi dalam penegakan hukum
d. Masih adanya intervensi terhadap hokum
e. Lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat
f. Rendahnya kontrol secara komprehensif terhadap penegakan hukum
g. Belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegak hokum
h. Proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power game yang
mengacu pada kepentingan the powerfull daripada the needy.

Dalam rangka melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang
harus dilakukan antara lain:

1. Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada


termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas
2. Perumusan kembali hukum yang berkeadilan

22
3. Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran hukum
4. Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum
5. Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
hukum, dan
6. Penerapan konsep Good Governance (Pemerintahan yang baik).

Ada berbagai macam cara untuk mengatasi masalah penegakan hukum di


Indonesia, yaitu :

1. Didalam rangka penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-


undangan agar lebih memperhatikan rasa keadilan pada masyarakat dan
kepentingan nasional sehingga mendorong adanya kesadaran hukum
masyarakat untuk mematuhinya
2. Penegak hukum seharusnya berjalan tidak semata melihat fakta, tapi
menimbang serta melihat latar belakang peristiwa, alasan terjadinya
kejadian, unsur kemanusiaan dan juga menimbang rasa keadilan dalam
memberikan keputusan. Hakim diwajibkan mencari dan menemukan
kebenaran materil yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus
diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas
hakim itu sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran
materil untuk mewujudkan keadilan materiil.

Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam bentuknya yang paling kaku,


arogan hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya
mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan hitam putih semata.
Karena hukum yang ditegakkan yang hanya berdasarkan konteks hitam putih
belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang kontoversial dan tidak
memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.

23
BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN MAKNA NEGARA HUKUM DAN HAM

Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada


kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga
mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai
ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan
bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan
yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa
unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus
berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap
hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam Negara.

III.2. KESIMPULAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAM

Pelaksanaan HAM di Indonesia seringkali masih nampak problematis.


Karena, HAM belum memiliki atau memperoleh suatu bobot ideologis yang
diperlukan untuk tidaklagi dipertanyakan keabsahan pelaksanaannya. Untuk
memecahkanmasalah ini diperlukan adalah suatu pemahaman baru tentang
HAM.Pandangan bahwa fakta historis HAM yang berasal dari Barat tidak dapat
dijadikan sebagai alasan penolakan terhadap universalitas HAM. Nilai-nilai
budaya pada dasarnya diterima bukan karena asal-usulnya, melainkan karena
sesuai atau tidaknya nilai tersebut dengan kebutuhan budaya yang berkembang
dalam kelompok budaya. Dan agar menjamin keefektifan pelaksanaan dan
penegakan HAM di Indonesia, harus adanya pengadilan khusus yang bersifat adil
dalam menangani masalah pelanggaran HAM tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8432637/Makalah_KWN_Negara_Hukum_dan_HAM_

diakses tanggal 15 mei 2020 pukul 18.00 wib.

http://raheemannoer.blogspot.com/2016/04/negara-hukum-dan-ham.html

diakses tanggal 16 mei 2020 pukul 09.00 wib.

https://merantikepulauanku.blogspot.com/2016/01/makalah-tentang-hukum-
penegakan-hukum.html diakses tanggal 16 mei 2020 pukul 11.00 wib.

https://www.academia.edu/11503813/Makalah_penegak_hukum diakses
tanggal 16 mei 2020 pukul 12.00 wib.

25

Anda mungkin juga menyukai