Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Antenatal care (ANC) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama
ditentukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuba
dalam Febyanti 2012). Tujuan ANC yaitu memantau kemajuan kehamilan
untuk memastikn kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin (Depkes RI, 2007).
Antenatal care sebagai salah satu upaya penapisan awal dari faktor
resiko kehamilan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) antenatal car
selama kehamilan untuk mendeteksi dini terjadinya resiko tinggi terhadap
kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan
memantau keadaan janin. (Winkjosatro dalam Damayanti, 2013 ).
AKI di dunia pada tahun 2010 menurut WHO adalah 287/100.000
kelahiran hidup, di Negara maju 9/100.000 kelahiran hidup dan di negara
berkembang 600/100.000 kelahiran hidup. Kematian maternal di Asia
Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian maternal yang terjadi
secara global Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai AKI yang
lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. (Depkes RI)
Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh seorang ibu hamil dapat dilihat
dari cakupan pelayanan antenatal, salah satunya yaitu cakupan kunjungan
antenatal yang kurang dari standar minimal. Cakupan pelayanan antenatal
dapat dipantau melalui cakupan pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah
cakupan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang
pertama kali pada masa kehamilan dan tidak tergantung usia kehamilan (K1),
sedangkan cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatalsesuai standar paling sedikit 4 kali di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Ibu hamil dianjurkan untuk
melakukan pengawasan antenatalsetidaknya sebanyak 4 kali (Depkes RI,
2009).
Pemanfaatan pelayanan antenatal care oleh sejumlah ibu hamil di
indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman yang ditetapkan. Hal ini
cenderung menyulitkan tenaga kesehatan dalam melakukan pembinaan
pemeliharaan kesehatan ibu hamil secara teratur danmenyeluruh, termasuk
deteksi dini terhadap faktor resiko kehamilan yang penting untuk segera
ditangani (Depkes RI, 2010).
Kurangnya pemanfaatan antenatal careoleh ibu hamil ini berhubungan
dengan banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah pengetahuan ibu hamil.
(Tamaka, 2013)
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ibu hamil kurang patuh
dalam melakukan ANC secara teratur dan tepat waktu antara lain : kurangnya
pengetahuan ibu hamil tentang ANC, kesibukan, tingkat sosial ekonomi yang
rendah, dukungan suami yang kurang, kurangnya kemudahan untuk pelayanan
maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga terlatih dan obat
penyelamat jiwa (Sarwono, 2002).
Angka kematian yang tinggi disebabkan dua hal pokok yaitu masih
kurangnya pengetahuan mengenai sebab akibat dan penanggulangan
komplikasi-komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan, nifas, serta
kurang meratanya pelayanan kebidanan yang baik untuk semua ibu hamil,
salah satunya yaitu pelayanan antenatal care. Pelayanan ANC penting untuk
memastikan kesehatan ibu selama kehamilan dan menjamin ibu untuk
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Para ibu yang tidak mendapatkan
pelayanan antenatal cenderung bersalin di rumah (86,7%) dibandingkan dengan
ibu yang melakukan empat kali kunjungan pelayanan antenatalatau lebih (45,2
%) (Wiknjosastro, dalam Dewi, 2013).
Pendidikan dan pengetahuan masyarakat sangat berperan dalam
perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri baik itu diperoleh dari pendidikan
formal maupun informal. Penyuluhan atau penginderaan respon ibu hamil
tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keteraturan ANC. Jadi perilaku ibu hamil dalam merawat
kehamilannya juga dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap kehamilannya
(Notoatmodjo dalam Dewi, 2013).
Dengan manfaat yang besar seharusnya ibu hamil melakukan ANC
yang teratur guna kesehatan ibu dan bayi. Namun kenyataannya tidak
demikian, masyarakat indonesia masih kurang berpartisipasi dalam melakukan
kunjungan ANC (Dewi, 2012).
Hasil studi pengetahuan dan uraian yang diatas, maka peneliti tertarik
Kehamilan adalah peristiwa alamiah, yang akan dialami oleh seluruh ibu yang
mengharapkan anak. Namun demikian setiap kehamilan perlu perhatian
khusus, untuk mencegah dan mengetahui penyakit-penyakit yang dijumpai
pada persalinan, baik penyakit komplikasi dan lain-lain.
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu juga masih
merupakan salah satu prioritas utama pembangunan nasional bidang
kesehatan sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan
Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014.
Untuk menurunkan angka kematian ibu/jumlah kasus kematian ibu
maternal, ada beberapa indikator yang akan menjadi prioritas utama
kegiatan di provinsi sumatera selatan antara lain: Seluruh Ibu hamil harus
mendapatkan pelayanan ANC terpadu sesuai standar.
Angka kematian ibu (AKI) adalah kematian perempuan pada saat
hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan
karena kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab
lain seperti kecelakaan dan terjatuh. Sesuai indicator MDGS 4 dan 5 yaitu
menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan angka kematian bayi dan
balita. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian
terkait dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan
dan melahirkan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Sumatera Selatan masih sulit
diukur karena jumlah penduduk yang masih sangat sedikit, laporan yang tidak
akurat serta dipengaruhi oleh kesalahan sampling yang tinggi dan selang
kepercayaan yang besar, maka tidak mungkin menyimpulkan pencapaian
angka kematian ibu (AKI) tanpa melalui Survey Khusus, SENSUS dan
SUPAS atau survey khusus lainnya. Target pencapaian Angka Kematian Ibu
menurut MDGs tahun 2015 yaitu 102/100.000 KH. Angka kematian ibu
yang dilaporkan di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data Profil
Kesehatan Tahun 2014 yaitu155/100.000 KH, Kabupaten Ogan Komering Ulu
Timur dan Kabupaten Empat Lawang merupakan daerah yang tertinggi
dengan 16 kasus.
Namun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya lebih tinggi yaitu
146/100.000 KH. Jumlah kematian ibu di Provinsi Sumatera Selatan yang
masih tinggi disebabkan karena deteksi dini factor resiko oleh tenaga
kesehatan kurang cermat, penanganan persalinan yang kurang adekuat/tidak
sesuai prosedur serta system rujukan tidak sesuai dengan prosedur jejaring
manual rujukan
Dalam makalah ini kami bahas asma pada ibu hamil. Penyakit asma
terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat sering
terjadi pada wanita hamil. Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah
bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah buruk atau malah membaik dan
akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil setelah tiga bulan melahirkan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita
tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama
pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul
pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir
kehamilan
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai
efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada
asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia,
perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan komplikasi terhadap
bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan meningkatkan
kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan
asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan
penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan
eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas,
memelihara fungsi paru rata – rata mendekati normal.

Anda mungkin juga menyukai