Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mempunyai bagian penting di dalam
sejarah perkembangan Islam di Nusantara. Kerajaan Islam menjadi salah satu
bagian pendukung dalam penyebaran Islam di Nusantara, karena dengan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga membawa dampak yang sangat nyata
dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia sendiri.  Salah satu
kerajaan/kesultanan yang cukup menonjol pengaruhnya dalam perkembangan Islam
di tanah jawa adalah Kesultanan Banten.
Kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang terletak di wilayah pesisir
barat pulau Jawa. Pada awalnya Banten merupakan bagian dari kerajaan Sunda.
Sebelum akhirnya pada tahun 1525, Sultan Trenggono mengutus Nurullah atau
Syarif Hidayatullah, untuk menaklukan kawasan Banten ini. Tidak hanya untuk
memperluas wilayah Demak tetapi Syarif Hidayatullah juga mempunyai misi untuk
penyebaran agama Islam.
Setelah Islam berkembang di wilayah banten, wilayah banten yang pada
awalnya hanya sebuah kadipaten bagian wilayah bagian Demak. Seiring berjalannya
waktu berubah menjadi Negara bagian Demak. Hingga pada akhirnya menjadi suatu
kesultanan yang merdeka dan independent, setelah kerajaan Demak runtuh akibat
kekalahan dari kerajaan Pajang.
Akan tetapi seperti kerajaan-kerajaan Islam sebelumnya yang mengalami
kemunduran setelah masa keemasannya. Hal ini juga dialami oleh kerajaan Banten,
faktor yang paling berpengaruh dalam kemunduran Kesultanan Banten adalah
karena mulai masuknya bangsa-bangsa eropa untuk menjajah dan menanamkan
pengaruhnya di Nusantara. Selain karena faktor penjajahan bangsa eropa, faktor
perang saudara  juga mempunyai andil dalam kemunduran Kesultanan Banten ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana awal berdirinya kesultanan banten?
2. Silsilah raja-raja kesultanan banten?

1.3 Tujuan
Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang sejarah kesultanan banten

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Awal Berdirinya Kesultanan Banten


Sebelum tahun 1400an wilayah Banten boleh dikatakan sebagai wilayah yang
sepi dari perdagangan. Hal ini dapat dipahami karena Selat Sunda pada waktu itu
berada diluar jalur pelayaran dan perdagangan. Laut Jawalah yang lebih berperan
sebagai jalur penghubung perlayaran dan perdagangan. Menjelang datangnya Islam
peranan Banten mulai agak berarti, Banten yang saat itu masih dalam kekuasaan
pajaran berperan sebagai pelabuhan lada. Kedudukannya menempati urutan kedua
setelah Sunda Kelapa.
Portugis sangat berkempentingan dengan kedua pelabuhan lada di Sunda itu.
Sebaliknya kerajaan Pajajaran pun memandang Portugis akan dapat membantunya
dalam menghadapi orang Islam yang di Jawa Tengah telah berhasil mengambil alih
kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan maharaja Majapahit. Karenanya pada 1522
Raja Pajajaran yang mengambil gelar Samiam (Sang Hyang atau Sang Dewa) bersedia
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Portugis yang diwakili oleh Palnglima
Henrique Leme.
Namun sebelum orang-orang portugis sempat mengambil manfaat dari
perjanjian yang menguntungkan mereka, yaitu mendirikan pos perdaganan, kedua
pelabuhan Pajajaran itu telah diduduki oleh orang-orang Islam Nurullah atau Syarif
Hidayatullah yang kemudian bergelar Sunan Gunung Jati telah berhasil menduduki
Banten beberapa tahun sesudah 1522 dan pada tahun 1527 berhasil merebut Bandar
Sunda kelapa.
Nurullah sendiri datang ke Banten pada tahun 1525 atau 1526 atas perintah dari
Sultan Demak saat itu yaitu Sultan Trenggono. Kedatangannya, di Jawa bagian barat itu
membawa misi menyebarkan Islam, dan memperluas wilayah kekuasaaan
Demak. Menurut cerita Jawa-Banten, sesudah sampai di Banten, ia segera berhasil
meningkirkan bupati Sunda disitu untuk mengambil pemerintahan atas kota pelabuhan
tersebut. Dalam hal itu ia mendapat bantuan militer dari Demak.
Langkah berikutnya untuk mengislamkan Jawa Barat ialah menduduki kota
pelabuhan yang sudah tua, Sunda Kelapa, kira-kira tahun 1527. Perebutan kota yang
sangat penting bagi perdagangan kerajaan Padjajaran ini berlangsung cukup sengit,
karena letaknya tidak telalu jauh dari pusat kerajaan di Pakuan (Bogor). Sebagai tanda
kota ini penting bagi masa depan Agama Islam, maka kota itu diberi nama Jayakarta.
Orang Portugis yang tidak tahu kota itu telah diduduki orang-orang Islam, datang pada
tahun 1527 untuk mendirikan pos perdagangan sebagai realisasi perjanjian dengan

2
Sang Hyang pada tahun 1522 mendapat perlawanan bersenjata.

Sunan Gunung Jati


Sebagai tanda penghargaan atas hasil yang dicapai oleh penguasa baru
Banten, Sunan Gunung Jati, pada 1528-1529 Sultan Trenggana menghadiahkan
sepucuk meriam besa buatan Demak yang dibubui dengan anja tahun itu juga. Meriam
ini dinamakan Para Banya yang kemudian hari selalu disebut Ki Jimat.
Sunan Gunung Jati sesudah mengusai Banten dan Jayakarta rupanya tidak
berusaha menyerang ibu kota Pajajaran, Pakuan. Bahkan ia tinggal di Banten hanya
sampai 1552. Ini disebabkan puteranya Pangeran Pasareyan yang dijadikan sebagai
wakilnya di Cirebon meninggal, semenjak itu Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon
untuk selama-lamanya dan menyerahkan Banten kepada putera keduanya Hasanuddin.
Hasanuddin diangkat dan dipandang sebagai Raja Banten yang pertama. Dalam
tradisi Banten memang Hasanuddin dianggap sebagai pendiri dinasti sultan-sultan
Banten, bukannya Sunan Gunung Jati. Dua alasan mungkin menjadi penyebabnya.
Pertama, Sunan Gunung Jati tidak lama berkedudukan di Banten dan Kedua, selama
masa pemerintahan Sunan Gunung Jati di Banten, kedudukan Banten masih terikat
oleh Demak dan Hasanuddin lah yang mulai melepaskan diri dari segala ikatan Demak,
sejak sekitar tahun 1568 saat Demak mengalami kekacauan.

2.2 Silsilah raja-raja kesultanan Banten


1. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570)
2. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)
3. Sultan Maulana Muhammad (1580-1596)
       4.   Pangeran Ratu (1596-1651)
       5.   Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672)
       6.   Sultan Haji (1672-1686)
       7.   Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
       8.   Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
       9.   Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
      10.  Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
      11.  Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
      12.  Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
      13.  Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
      14.  Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
      15.  Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
      16.  Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)

3
      17.  Aliyuddin II (1803-1808)
      18.  Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
      19.  Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
      20.  Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

2.3 Perkembangan Kesultanan Banten


1. Maulana Hasanuddin
Hasanuddin penguasa kedua Banten,  melanjutkan cita-cita ayahnya untuk
meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten. Banyak tindakan progresif yang ia
lakukan dalam rangka memberikan arah terhadap kesultanan yang baru muncul
tersebut. Masjid agung Banten, dan sarana pendidikan berupa pesantren di
Kasunyatan merupakan karya nyata yang monumentalnya terhadap generasi
penerusnya.
Dalam hal perluasan wilayah kerajaan dan menyebarkan agama Islam, sultan
Hasanuddin memperluas wilayahnya ke Lampung dan daerah-daerah disekitarnya
di Sumatera selatan. Daerah-daerah taklukan pada Maulana Hasanuddin ini
ternyata adalah daerah penghasil utama merica. Perdagangan merica itu membuat
Banten menjadi kota pelabuhan penting, yang disinggahi oleh kapal-kapal dagang
dari Cina, India, dan Eropa.
Hasanuddin memperbesar dan memperindah kota pelabuhan Banten yang
diberinya nama Sura-Saji (Surosuwan). Kota ini lebih penting kedudukannya
dibanding kota lama Banten Girang. Pada tahun 1570 M sultan pertama Banten itu
wafat dan digantikan putra sulungnya, Pangeran Yusuf. Setelah meninggal
Maulana Hasanuddin terkenal dengan nama anumerta “Pangeran Saba Kingking”.
2. Maulana Yusuf
Periode pemerintahan Pangeran Yusuf, kharisma Banten naik selangkah
lebih tinggi dari sebelumnya. Proses Islamisasi pun nampak bertambah sempurna.
Seluruh wilayah Banten, baik di pusat kota Banten Girang, Banten Surosuwan
maupun daerah selatan telah mengikuti agama Islam.
Pesantren Kasunyatan yang telah dirintis oleh Sultan Hasanuddin
dikembangkannya secara intensif sehingga mampu mengorbitkan kader-kader
agama yang handal dan bertanggungjawab. Pada masa ini Masjid Agung Banten
bukan saja sebagai saran ibadah mahdah tetapi juga difungsikan sebagai tempat
dakwah dan diskusi problematika agama, bagi ulama-ulama saat itu.
Sultan Maulana Yusuf merupakan Sultan yang giat dalam perluasan wilayah.
Maulana Yusuf dikenal sebagai penguasa yang gagah perkasa dan memiliki

4
ketrampilan istimewa dalam berperang. Dengan bantuan prajurit dan tokoh agama
Maulana Yusuf menyerang Pajajaran, hasilnya pada 1579 Pakuan, ibu kota
Pajajaran berhasil direbut oleh kerajaan Banten. Penyerangan ini dilakukan pada
waktu panembahan Yusuf sudah 9 tahun memerintah.
Setelah berhasil merebut Pakuan, Panembahan Yusuf mulai membangun
Banten Surosowan sebagai ibu kotanya yang baru. Pada tahun 1980 tepatnya satu
tahun setelah pelah penaklukan Pakuwan, Maulana Yusuf meninggal dan dikenang
dengan nama Pangeran Pasareyan.Dan meninggalkan pewaris tahta yang baru
berusia 9 tahun.
3. Maulana Muhammad
Pengganti Maulana Yusuf ialah putranya Maulana Muhammad. Akan tetapi
karena Malulana Muhammad masih berumur 9 tahun. Selama Maulana masih di
bawah umur kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi.
Sebelum Maulana beranjak dewasa, terjadi peperangan antara Banten dengan
Jepara.
Pangeran Aria Jepara (adik Maulana Yusuf yang diasuh dan menggantikan
Ratu Kalimanyat) datang di Banten dan menuntut diakui sebagai pewaris tahta
kerajaan Banten. Pangeran Jepara yang datang melalui laut membawa pasukan
bersenjata untuk mengakuisisi kekuasaan, namun sesampainya disana ternyata
penobatan Maulana Muhammad sebagai Sultan Banten, telah dilakukan, hal ini
membuat Pangeran Jepara naik pitam, sehingga perang tidak bisa dihindarkan.
Dalam peperangan ini Demang Laksamana Jepara gugur, yang menyebabkan
Pangeran Aria Jepara mengurungkan niatnya dan kembali ke Jepara.
Setelah Maulana Muhammad dewasa ia terkenal sebagai orang yang shalih dan
memiliki gairah yang kuat untuk menyebarluaskan Islam, ia banyak mengarang
kitab  serta membangun sarana ibadah sampe ke pelosok desa. Walaupun
kemajuan yang diperoleh Maulana Muhammad tidak setinggi ayahnya, tapi ada
peristiwa yang menonjol pada masanya, yaitu ekspansi ke Palembang.
Palembang pada masa itu sangat maju dibawah kekuasaan Ki Gede Ing
Suro. Pada saat ekspansi tersebut, hampir saja Palembang dapat dikuasai, namun
pada saat kemenangan hampir diraih, Sultan Banten gugur terkena peluru. Maka
serangan terpaksa dihentikan, dan tentara kembali pulang. Maulana Muhammad
yang gugur pada usia relatif muda, karena baru bertahta 5 bulan.
4. Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir
Sultan Abdul Mufhakir dinobatkan ketika ia masih balita, maka untuk yang
kedua kalinya kesultanan Banten diserahkan kuasanya kepada Mangkubumi
Jayanegara, ia termasuk abdi yang mempunyai loyalitas tinggi, sehingga Banten

5
tetap dalam kondisi stabil. 
Akan tetapi semenjak Mangkubumi Jayanegara wafat tahun 1602, otomatis
jabatan Mangkubumi menjadi incaran, banyak pangeran yang berambisi menduduki
jabatan bergengsi itu.Mangkubumi pengganti Jayanegara, membuat kebijakan yang
sangat terbuka dengan hubungannya dengan bangsa Barat. Hal ini menyebabkan
kecurigaan dan iri hati beberapa pangeran lain, sehingga pengkhianatan pun
banyak terjadi dimana-mana. Aksi pengkhianatan ini berhasil melumpuhkan
Mangkubumi dan membunuhnya.
Aksi pemberontakan baru bisa diredam berkat kerja sama antara pasukan
Sultan, pasukan Pangeran Ranumganggala,dan bantuan Pangeran Jayakarta,
sehingga pemberontakan tersebut berhasil ditumpas. Sebagai pengganti jabatan
Mangkubumi diangkatlah Pangeran Arya Ranumanggala.
Setelah menjabat sebagai Mangkubumi ia segera mengadakan penertiban-
penertiban, baik keamanan dalam negeri maupun merekontruksi kebikjasanaan
Mangkubumi sebelumnya terhadap pedagang-pedagang Eropa. Pajak ditingkatkan
terutama untuk kompeni, tindakan ini dilakukan agar para pedagang asing pergi
dari Banten. Karena ia sudah mengetahui maksud lain mereka selain berniaga
mereka juga ingin mencampuri urusan dalam negeri.
Tindakan tegas Arya Ranumanggala ini memaksa kompeni untuk
memalingkan orientasi niaganya ke Jayakarta. Di Jayakarta mereka disambut
ramah Pangeran Wijayakrama, ia berdalih kedatangan mereka mampu
meramaikan perlabuhan Sunda Kelapa.
Melihat hubungan erat Pangeran Jayakarta dengan Kompeni membuat
Mangkubumi Arya terusik. Sebagai pemegang kendali Banten yang membawahi
Jayakarta, ia mengutus Pangeran Upatih untuk menghancurkan benteng-benteng
asing yang ada di kawasan Banten. Dalam upaya ini orang-orang Inggris dapat
didesak hingga kembali ke kapal, pasukan juga dapat mendesak Belanda, akan
tetapi Belanda tetap defensif dan tidak mau menyerah, hingga bantuan dari Maluku
tiba.
Setelah bantuan datang (dipimpin J.P. Coon) pada bulan maret 1619
kepungan banten tak ada artinya lagi dan mereka kembali dengan membawa
kekecewaan. Saat itulah secara resmi Jayakarta dikuasai oleh Kompeni dan
dirubah namanya menjadi Batavia.
Sejak peristiwa itu kontak senjata antara Banten dengan kompeni agak tenang,
walaupun secara kecil-kescilan masih tetap berlanjut. Hal ini disebabkan oleh faktor
intern istana, peralihan kekuasaan dari Mangkubumi Arya kepada Sultan Abdul
Mufakhir yang sudah menjadi dewasa, serta adanya usaha Mataram untuk

6
mengambil alih Banten melalui perantaraan Cirebon (1650).
Pada masa Sultan Abdul Mufakhir inilah penguasa Banten yang bergelar
sultan, ia juga dikenal sebagai pribadi yang menentang VOC, ia menolak keinginan
Belanda untuk memonopoli perdagangan. Kemudian terjadi konflik  akibat hal
tersebut, VOC memblokade jalur ke pelabuhan Banten sehingga terjadi perang
pada november 1633, perang berakhir dengan perjanjian damai kedua pihak.
Meskipun setelahnya masih muncul ketegangan-ketegangan kedua belah pihak.
5. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta menggantikan kakeknya yang meninggal
pada tahun 1651. Banten mengalami perkembangan pesat semenjak diperintah
Sultan Ageng Tirtayasa, baik di bidang politik, sosial budaya, dan terutama
perekonomiannya.
Hubungan dagang dengan Perisa, Surat, Mekkah, Karamandel, Benggala,
Siam, Tonkin dan China cukup mengancam kedudukan VOC yang bermarkas di
Batavia. Pada masa ini juga dibangun sebuah sistem pengairan besar, yang mana
ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30km dan 40km kanal
dibangun untuk pengairann 40 ribu hektar lahan sawah baru dan ribuan hektar
perkebunan kelapa.
Sebagai seorang yang taat dalam beragama ia sangat antipati kepada
Belanda. Penyerangan secara gerilya beliau lancarkan melalui darat dan laut untjuk
mematahkan pertahanan Belanda yang bermarkas di Batavia. Aksi teror dan
sabotase yang diarahkan ke kapal-kapal dagang sangat membahayakan Belanda.
Kurang lebih dua puluh tahun lamanya Banten dalam suasanan aman dan tentram
dibawah kekuasaan Sulten Ageng Tirtayasa.
Akan tetapi, ketentraman itu berbah setelah putranya sulungnya, Sultan Haji
kembali dari tanah suci (1676) sebab ia lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang
orang-orang yang dekat dengan ayahnya. Sultan Haji yang ditunjuk membantu
urusan dalam negeri, malah berkompromi dengan Kompeni untuk menghancurkan
ayahnya sendiri.
Pada tahun1681, Sultan Ageng Tirtayasa benar-benar mengalami kesulitan
sebab putranya melakukan kudeta ke istana dengan bantuan pasukan VOC dari
Batavia. Akhirnya, karena dirasa sulit untuk meluruskan jalan pemikiran anaknya
yang sudah terseret rayuan kompeni. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya
memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan membentuk front disana beserta pengikut
setianya. Keadaan ini adalah hasil nyata keberhasilan politik adu domba Belanda.
Meskipun harus berhadapan dengan putranya sendiri, ia tetap tegar pada
pendiriannya. Front bentukan Sultan Ageng Tirtayasa ini terus melancarkan

7
serangan kepada Belanda yang pengaruhnya di istana Surosowan semakin kuat.
Pada 27 februari 1682 istana Surosuwan diserbu, dan berhasil diduduki untuk
sementara waktu, akan tetapi berkat bantuan Belanda Sultan Haji berhasil
mempertahankan kekuasaanya.
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa baru berhenti setelah ia ditangkap dan
dipenjarakan oleh Kompeni sampai wafatnya tahun 1692. Dengan ditanda
tanganinya perjanjian antara Kompeni dan Sultan haji pada agustus 1682, maka
kekuasaan mutlak sultan atas daerahnya berakhir. status Sultan di sini hanya
sebagai simbol boneka pemerintahan Belanda. Sehingga pada perkembangan
kerajaan Banten, hal ini terus berlanjut hingga runtuhnya kesultanan tersebut.
  

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan di atas mengenai perkembangan Kerajaan Banten, kita
bisa menarik beberapa point penting dalam perkembangan Kerajaan tersebut. Di sini kami
membagi perkembangan Kerajaan Banten menjadi 5 fase. Fase pertama ialah fase
perintisan/, fase ini dimulai dari penaklukan Banten dan Bandar Sunda Kelapa yang saat itu
masih masuk sebagai wilayah Pajajaran, oleh Sunan Gunung Jati. Setelah Sunan Gunung
Jati pindah ke Cirebon kekuasaan diserahkan ke anaknya Hasanuddin. Yang
mendeklerasikan Kerajaan Banten sebagai Kerajaan independent bersamaan dengan
runtuhnya Kerajaan Demak.
Kemudian fase kedua yaitu fase perkembangan. Pada masa Maulana Yusuf Banten
berkembang dengan pesat, Seluruh wilayah Banten sudah mengikuti Islam. Semakin
berkembangnya Pesantren Kasunyatan dan Masjid Agung Banten sebagai sarana
pendidikan dan dakwah. Moment yang luar biasa pada masa Maulana Muhammad ialah
keberhasilannya menaklukan Pakuan ibu kota Pajajaran Saat itu dengan bantuan para
Ulama.
Setelah itu masuk ke fase ketiga yaitu fase krisis politik. Pada masa ini terjadi
peperangan antara pasukan Pangeran Jepara yang menginginkan kekuasaan Banten,
karena putra Maulana Yusuf yang masih 9 tahun. Selain perang Banten melawan pangeran
Jepara, juga terjadi perebutan jabatan Mangkubumi yang menyebabkan pemberontakan
disana-sini. Pada fase keempat ini juga Jayakarta berhasil dikuasai Belanda.
Kemudian Fase ke empat, fase ini dinamakan fase kejayaan. Naik tahtanya Sultan
Ageng Tirtayasa membawa perubahan di Banten, langkah awalnya ialah membenahi dan
menertibkan aparatur pemerintahan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai
sosok anti asing, dapat dilihat beliau begitu getolnya melancarkan perlawanan-perlawanan
gerilya terhadap Belanda, hal ini ditunjukan agar Belanda keluar dari wilayah Banten. Pada
masa ini Perdagangan sangat berkembang pesat.
Fase terakhir ialah fase lepasnya kesultanan Banten ke tangan Belanda. Fase ini dimulai
ketika Sultan Haji putra Sultan Tirtayasa kembali dari tanah suci (1676). Sultan Haji dikenal
lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang ayahnya sendiri. Arah politik Banten pun
dibelokkan Sultan Haji dan malah bekerjasama dengan VOC untuk mengkudeta ayahnya
sendiri, hingga akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan
membentuk front untuk melakukan penyerangan ke Wilayah dudukan Belanda. Perlawan ini

9
mulai surut dengan tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa. Dan dengan disepakatinya
perjanjian antara Sultan Haji dan Belanda, maka kekuasaan mutlak Banten diambil alih oleh
Belanda, kesultanan sendiri hanya simbol boneka belaka.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten
http://wawasansejarah.com/sejarah-kesultanan-banten/

10

Anda mungkin juga menyukai