Studi Kebantenan (Sejarah Banten)
Studi Kebantenan (Sejarah Banten)
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang sejarah kesultanan banten
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Sang Hyang pada tahun 1522 mendapat perlawanan bersenjata.
3
17. Aliyuddin II (1803-1808)
18. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
19. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
20. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
4
ketrampilan istimewa dalam berperang. Dengan bantuan prajurit dan tokoh agama
Maulana Yusuf menyerang Pajajaran, hasilnya pada 1579 Pakuan, ibu kota
Pajajaran berhasil direbut oleh kerajaan Banten. Penyerangan ini dilakukan pada
waktu panembahan Yusuf sudah 9 tahun memerintah.
Setelah berhasil merebut Pakuan, Panembahan Yusuf mulai membangun
Banten Surosowan sebagai ibu kotanya yang baru. Pada tahun 1980 tepatnya satu
tahun setelah pelah penaklukan Pakuwan, Maulana Yusuf meninggal dan dikenang
dengan nama Pangeran Pasareyan.Dan meninggalkan pewaris tahta yang baru
berusia 9 tahun.
3. Maulana Muhammad
Pengganti Maulana Yusuf ialah putranya Maulana Muhammad. Akan tetapi
karena Malulana Muhammad masih berumur 9 tahun. Selama Maulana masih di
bawah umur kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi.
Sebelum Maulana beranjak dewasa, terjadi peperangan antara Banten dengan
Jepara.
Pangeran Aria Jepara (adik Maulana Yusuf yang diasuh dan menggantikan
Ratu Kalimanyat) datang di Banten dan menuntut diakui sebagai pewaris tahta
kerajaan Banten. Pangeran Jepara yang datang melalui laut membawa pasukan
bersenjata untuk mengakuisisi kekuasaan, namun sesampainya disana ternyata
penobatan Maulana Muhammad sebagai Sultan Banten, telah dilakukan, hal ini
membuat Pangeran Jepara naik pitam, sehingga perang tidak bisa dihindarkan.
Dalam peperangan ini Demang Laksamana Jepara gugur, yang menyebabkan
Pangeran Aria Jepara mengurungkan niatnya dan kembali ke Jepara.
Setelah Maulana Muhammad dewasa ia terkenal sebagai orang yang shalih dan
memiliki gairah yang kuat untuk menyebarluaskan Islam, ia banyak mengarang
kitab serta membangun sarana ibadah sampe ke pelosok desa. Walaupun
kemajuan yang diperoleh Maulana Muhammad tidak setinggi ayahnya, tapi ada
peristiwa yang menonjol pada masanya, yaitu ekspansi ke Palembang.
Palembang pada masa itu sangat maju dibawah kekuasaan Ki Gede Ing
Suro. Pada saat ekspansi tersebut, hampir saja Palembang dapat dikuasai, namun
pada saat kemenangan hampir diraih, Sultan Banten gugur terkena peluru. Maka
serangan terpaksa dihentikan, dan tentara kembali pulang. Maulana Muhammad
yang gugur pada usia relatif muda, karena baru bertahta 5 bulan.
4. Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir
Sultan Abdul Mufhakir dinobatkan ketika ia masih balita, maka untuk yang
kedua kalinya kesultanan Banten diserahkan kuasanya kepada Mangkubumi
Jayanegara, ia termasuk abdi yang mempunyai loyalitas tinggi, sehingga Banten
5
tetap dalam kondisi stabil.
Akan tetapi semenjak Mangkubumi Jayanegara wafat tahun 1602, otomatis
jabatan Mangkubumi menjadi incaran, banyak pangeran yang berambisi menduduki
jabatan bergengsi itu.Mangkubumi pengganti Jayanegara, membuat kebijakan yang
sangat terbuka dengan hubungannya dengan bangsa Barat. Hal ini menyebabkan
kecurigaan dan iri hati beberapa pangeran lain, sehingga pengkhianatan pun
banyak terjadi dimana-mana. Aksi pengkhianatan ini berhasil melumpuhkan
Mangkubumi dan membunuhnya.
Aksi pemberontakan baru bisa diredam berkat kerja sama antara pasukan
Sultan, pasukan Pangeran Ranumganggala,dan bantuan Pangeran Jayakarta,
sehingga pemberontakan tersebut berhasil ditumpas. Sebagai pengganti jabatan
Mangkubumi diangkatlah Pangeran Arya Ranumanggala.
Setelah menjabat sebagai Mangkubumi ia segera mengadakan penertiban-
penertiban, baik keamanan dalam negeri maupun merekontruksi kebikjasanaan
Mangkubumi sebelumnya terhadap pedagang-pedagang Eropa. Pajak ditingkatkan
terutama untuk kompeni, tindakan ini dilakukan agar para pedagang asing pergi
dari Banten. Karena ia sudah mengetahui maksud lain mereka selain berniaga
mereka juga ingin mencampuri urusan dalam negeri.
Tindakan tegas Arya Ranumanggala ini memaksa kompeni untuk
memalingkan orientasi niaganya ke Jayakarta. Di Jayakarta mereka disambut
ramah Pangeran Wijayakrama, ia berdalih kedatangan mereka mampu
meramaikan perlabuhan Sunda Kelapa.
Melihat hubungan erat Pangeran Jayakarta dengan Kompeni membuat
Mangkubumi Arya terusik. Sebagai pemegang kendali Banten yang membawahi
Jayakarta, ia mengutus Pangeran Upatih untuk menghancurkan benteng-benteng
asing yang ada di kawasan Banten. Dalam upaya ini orang-orang Inggris dapat
didesak hingga kembali ke kapal, pasukan juga dapat mendesak Belanda, akan
tetapi Belanda tetap defensif dan tidak mau menyerah, hingga bantuan dari Maluku
tiba.
Setelah bantuan datang (dipimpin J.P. Coon) pada bulan maret 1619
kepungan banten tak ada artinya lagi dan mereka kembali dengan membawa
kekecewaan. Saat itulah secara resmi Jayakarta dikuasai oleh Kompeni dan
dirubah namanya menjadi Batavia.
Sejak peristiwa itu kontak senjata antara Banten dengan kompeni agak tenang,
walaupun secara kecil-kescilan masih tetap berlanjut. Hal ini disebabkan oleh faktor
intern istana, peralihan kekuasaan dari Mangkubumi Arya kepada Sultan Abdul
Mufakhir yang sudah menjadi dewasa, serta adanya usaha Mataram untuk
6
mengambil alih Banten melalui perantaraan Cirebon (1650).
Pada masa Sultan Abdul Mufakhir inilah penguasa Banten yang bergelar
sultan, ia juga dikenal sebagai pribadi yang menentang VOC, ia menolak keinginan
Belanda untuk memonopoli perdagangan. Kemudian terjadi konflik akibat hal
tersebut, VOC memblokade jalur ke pelabuhan Banten sehingga terjadi perang
pada november 1633, perang berakhir dengan perjanjian damai kedua pihak.
Meskipun setelahnya masih muncul ketegangan-ketegangan kedua belah pihak.
5. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta menggantikan kakeknya yang meninggal
pada tahun 1651. Banten mengalami perkembangan pesat semenjak diperintah
Sultan Ageng Tirtayasa, baik di bidang politik, sosial budaya, dan terutama
perekonomiannya.
Hubungan dagang dengan Perisa, Surat, Mekkah, Karamandel, Benggala,
Siam, Tonkin dan China cukup mengancam kedudukan VOC yang bermarkas di
Batavia. Pada masa ini juga dibangun sebuah sistem pengairan besar, yang mana
ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30km dan 40km kanal
dibangun untuk pengairann 40 ribu hektar lahan sawah baru dan ribuan hektar
perkebunan kelapa.
Sebagai seorang yang taat dalam beragama ia sangat antipati kepada
Belanda. Penyerangan secara gerilya beliau lancarkan melalui darat dan laut untjuk
mematahkan pertahanan Belanda yang bermarkas di Batavia. Aksi teror dan
sabotase yang diarahkan ke kapal-kapal dagang sangat membahayakan Belanda.
Kurang lebih dua puluh tahun lamanya Banten dalam suasanan aman dan tentram
dibawah kekuasaan Sulten Ageng Tirtayasa.
Akan tetapi, ketentraman itu berbah setelah putranya sulungnya, Sultan Haji
kembali dari tanah suci (1676) sebab ia lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang
orang-orang yang dekat dengan ayahnya. Sultan Haji yang ditunjuk membantu
urusan dalam negeri, malah berkompromi dengan Kompeni untuk menghancurkan
ayahnya sendiri.
Pada tahun1681, Sultan Ageng Tirtayasa benar-benar mengalami kesulitan
sebab putranya melakukan kudeta ke istana dengan bantuan pasukan VOC dari
Batavia. Akhirnya, karena dirasa sulit untuk meluruskan jalan pemikiran anaknya
yang sudah terseret rayuan kompeni. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya
memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan membentuk front disana beserta pengikut
setianya. Keadaan ini adalah hasil nyata keberhasilan politik adu domba Belanda.
Meskipun harus berhadapan dengan putranya sendiri, ia tetap tegar pada
pendiriannya. Front bentukan Sultan Ageng Tirtayasa ini terus melancarkan
7
serangan kepada Belanda yang pengaruhnya di istana Surosowan semakin kuat.
Pada 27 februari 1682 istana Surosuwan diserbu, dan berhasil diduduki untuk
sementara waktu, akan tetapi berkat bantuan Belanda Sultan Haji berhasil
mempertahankan kekuasaanya.
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa baru berhenti setelah ia ditangkap dan
dipenjarakan oleh Kompeni sampai wafatnya tahun 1692. Dengan ditanda
tanganinya perjanjian antara Kompeni dan Sultan haji pada agustus 1682, maka
kekuasaan mutlak sultan atas daerahnya berakhir. status Sultan di sini hanya
sebagai simbol boneka pemerintahan Belanda. Sehingga pada perkembangan
kerajaan Banten, hal ini terus berlanjut hingga runtuhnya kesultanan tersebut.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan di atas mengenai perkembangan Kerajaan Banten, kita
bisa menarik beberapa point penting dalam perkembangan Kerajaan tersebut. Di sini kami
membagi perkembangan Kerajaan Banten menjadi 5 fase. Fase pertama ialah fase
perintisan/, fase ini dimulai dari penaklukan Banten dan Bandar Sunda Kelapa yang saat itu
masih masuk sebagai wilayah Pajajaran, oleh Sunan Gunung Jati. Setelah Sunan Gunung
Jati pindah ke Cirebon kekuasaan diserahkan ke anaknya Hasanuddin. Yang
mendeklerasikan Kerajaan Banten sebagai Kerajaan independent bersamaan dengan
runtuhnya Kerajaan Demak.
Kemudian fase kedua yaitu fase perkembangan. Pada masa Maulana Yusuf Banten
berkembang dengan pesat, Seluruh wilayah Banten sudah mengikuti Islam. Semakin
berkembangnya Pesantren Kasunyatan dan Masjid Agung Banten sebagai sarana
pendidikan dan dakwah. Moment yang luar biasa pada masa Maulana Muhammad ialah
keberhasilannya menaklukan Pakuan ibu kota Pajajaran Saat itu dengan bantuan para
Ulama.
Setelah itu masuk ke fase ketiga yaitu fase krisis politik. Pada masa ini terjadi
peperangan antara pasukan Pangeran Jepara yang menginginkan kekuasaan Banten,
karena putra Maulana Yusuf yang masih 9 tahun. Selain perang Banten melawan pangeran
Jepara, juga terjadi perebutan jabatan Mangkubumi yang menyebabkan pemberontakan
disana-sini. Pada fase keempat ini juga Jayakarta berhasil dikuasai Belanda.
Kemudian Fase ke empat, fase ini dinamakan fase kejayaan. Naik tahtanya Sultan
Ageng Tirtayasa membawa perubahan di Banten, langkah awalnya ialah membenahi dan
menertibkan aparatur pemerintahan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai
sosok anti asing, dapat dilihat beliau begitu getolnya melancarkan perlawanan-perlawanan
gerilya terhadap Belanda, hal ini ditunjukan agar Belanda keluar dari wilayah Banten. Pada
masa ini Perdagangan sangat berkembang pesat.
Fase terakhir ialah fase lepasnya kesultanan Banten ke tangan Belanda. Fase ini dimulai
ketika Sultan Haji putra Sultan Tirtayasa kembali dari tanah suci (1676). Sultan Haji dikenal
lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang ayahnya sendiri. Arah politik Banten pun
dibelokkan Sultan Haji dan malah bekerjasama dengan VOC untuk mengkudeta ayahnya
sendiri, hingga akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan
membentuk front untuk melakukan penyerangan ke Wilayah dudukan Belanda. Perlawan ini
9
mulai surut dengan tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa. Dan dengan disepakatinya
perjanjian antara Sultan Haji dan Belanda, maka kekuasaan mutlak Banten diambil alih oleh
Belanda, kesultanan sendiri hanya simbol boneka belaka.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten
http://wawasansejarah.com/sejarah-kesultanan-banten/
10