Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi
jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat
berakibat fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini
dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya (Hannafi,2011).

B. Etiologi
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik,
nodul toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular
metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan
krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa
terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini
diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien
hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi.
Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit
Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid.
Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo,
1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat
berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical
crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk,

1
2007).

C. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid
berupa:
1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).
Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah
berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis,
dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai
deman lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan
disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas
sistem saraf pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

2
D. Patofisiologi

G3 Fungsi Hipotalamus /hipofisis


G3 organik kelenjar tiroid

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone
tiroid meningkat

Metabolisme tubuh Peningkatan Peningkatan


meningkat Proses Aktifitas GI
aktv SSP rangsangan SSP
glikogenesis meningkat

Produksi kalor Kebutuhan cairan Perub konduksi Peningkatan


meningkat listrik jantung aktivitas SSP Proses Nafsu makan
meningkat
pembakaran meningkat
lemak meningkat
Peningkatan suhu Beban kerja jantung Disfungsi SSP
Defisit volume
tubuh /Hipertermi naik
cairan
Penurunan berat
Agitasi, kejang, badan
Aritmia, takikardi
koma

penurunan curah jantung

3
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi
bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1)
bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat
pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat
sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar
hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit
ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor
TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon
tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin
(Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang
diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu,
antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan
kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin
normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini

4
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki
kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa
komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan
reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi
kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik
sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-
blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau
normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini
tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid
pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon
tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar
dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya
folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan
termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip
katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari
hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer
hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996). Penatalaksanaan medis krisis tiroid
meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau
metimazol. PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang

5
NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250
mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam,
bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI)
dengan dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari
dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal,
transfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan
bila dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal
atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan
karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan
guatidin. Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi,
diganti dengan Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak
digunakan adalah propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak

6
ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang
terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi
adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium,
penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama
mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan
sputum, juga foto dada (Bakta & Suastika, 1999).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari
krisis yang timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan
perawatan suportif untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus
pada hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ,
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini
termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi
oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai,
pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada
penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya
penyakit (Hudak &Gallo, 1996).

E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test  T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
tekhnik radioimunoassay atau  pengikatan kompetitif nilai normal berada
diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan
pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3
total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15
hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.

7
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar
TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid
yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai
Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25
hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang
ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya
terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau
hipothalamus.
5. Test Thyrotropin Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis
dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa.
Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan
sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan
penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.    
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak
boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
atas tirotoksikosis. Kecurigaan  akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui
dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat
dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3).
Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

8
F. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif,
kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS TIROID

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, No RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat
klien dirawat.
Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari
pertolongan.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
terhadap panas, lemah, berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri
dada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya seperti DM, HT
e. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan

9
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea.
b. Sistem Kardiovaskuler
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan
cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan
nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan
atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
c. Sitem Persyarafan
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami
delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
d. Sitem Perkemihan
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
f. Sistem Pencernaan
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat
mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat
meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat
mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.
g. Sistem Muskuloskeletal
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan.

B. Diagnosa
Periorita Diagnosa
s Ke
1 Domain 4 : Activty/Rest
Class 4 : Cardiovascular/Pulmonary Responses
Dx : Penurunan curah jantung (00029)

10
2 Domain 11 : Safety/protection
Class 6 : Thermoregulation
Diagnosa : Hyperthermia (00007)
3 Domain 2 : nutrition
Class 5 : hydration
Dx : kekurangan volume cairan
(Deficient fluid volume) 00027

C. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Domain 4 : Setelah dilakukan tindakan Domain II :Physiological:
Activty/Rest keperawatan selama 31-45 Complex-Cont’d
Class 4 : menit atau lebih ketidak Class N Tissue Perfusion
Cardiovascular/Pulm efektifan pola napas Management
onary Responses sebagian teratasi dengan Intervensi : 4050 : Cardiac Risk
Dx : Penurunan criteria hasil : (Domain II : Management
curah jantung Physiologic health - Evaluasi adanya nyeri dada
(00029) Class E-Cardiopulmonary - Catat adanya disritmia jantung
Outcomes : 0400: - Catat adanya tanda dan gejala
Cardiac Pump penurunan cardiac putput
Effectiveness - Monitor status pernafasan
- 040001 Tekanan darah yang menandakan gagal
sistolik (4) jantung
- 040019 Tekanan darah - Monitor balance cairan
diastolik (4) - Monitor respon pasien
- 040020 Tekanan/Ukuran terhadap efek pengobatan
nadi (3) antiaritmiz
- 040022 Pemasukan dan - Atur periode latihan dan
pengeluaran seimbang istirahat untuk menghindari
dalam 24 jam (4) kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu

11
- Anjurkan untuk menurunkan
stress
- Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
Domain 11 : Domain 4 : Health Domain 2 : Physiological:
Safety/protection knowledge and behavior complex-cont’d
Class 6 : Class T : Risk control and Class M : Thermoregulation
Thermoregulation safety Intervemsi 3786 Hypertermia
Diagnosa : 1922 : Risk control treatment
Hyperthermia hyperthermia - Monitor TTV
(00007) Setelah dilakukan tindakan - Basahi atau kompres
keperawatan dalam waktu permukan tubuh pasien
16-30 menit diharapkan - Monitor suhu tubuh
hipertermia pasien teratasi menggunakan perangkat yang
dengan kriteria hasil : tepat
- Monitor lingkungan
untuk faktor yang
meningkatkan suhu
tubuh(3-4)
- mengidentifikasi tanda
dan gejalan
hipertermia(2-3)
- Memodifikasi asupan
cairan yang sesuai(2-3)
- Mengidentifikasi kondisi
12
kesehatan (3-4)
Domain 2 : nutrition Setelah dilakukan tindakan Domain 2 :
Class 5 : hydration keperawatan selama 31-45 PHYSIOLOGICAL
Dx : kekurangan menit :COMPLEK-CONT’D
volume cairan Kekurangan volume cairan Class N : Tissue Perfusion
(Deficient fluid terpenuhi sebagian dengan Management
volume)00027 criteria hasil : Intervensi : 4120 : Fluid
Domain II-Physiologic Management
Health - Tentukan status gizi pasien dan
Class G-Fluid & kemampuan untuk memenuhi
Electrolytes kebutuhan gizi
Outcomes : 0606 : Fluid - Identifikasi pasien alergi
Balance makanan atau intoleransi
- 060107 24-hour - Tentukan referensi
intake and output - Pantau tanda vital yang sesuai
balance(menyeimb - Monitor status hidrasi
angkan pemasukan (misal;membrane mukosa
dan pengeluaran lembab,kecukupan nadi,dan
selama 24 jam(3) tekanan darah ortostatik)yang
060109 stable body weight sesuai
(menstabilkan berat badan - Monitor satus nutrisi
pasien)(3) - Berikan cairan yang sesuai
- Monitor berat badan pasien
sebelum dan sesudah dialisis
yang sesuai
- Monitor respon pasien setelah
dilakukan terapi elektrolit

13

Anda mungkin juga menyukai