Anda di halaman 1dari 16

Konsep Dasar Hukum Islam, Syari’ah, Fikih dan Ushul Fikih

A.Defenisi Syari’ah,Fikih,Hukum Islam dan Ushul Fikih.

1.Pengertian Syari’ah

Syari‟ah dari segi bahasa bermakna jalan yang lurus seperti firman Allah SWT;

“Kemudian kami jadikan kamu diatas suatu jalan yang lurus (syari’ah) maka hendaklah kamu
mengikutinya dan jangan sekali kali mengikut kehendak mereka yang tidak mengetahui”1

Syari‟ah juga diartikan sebagai saluran air yang mengalir dan menjadi sumber
minuman.Kata syari‟ah berasal dari kata syara’a al-syai’a yang berarti menerangkan atau
menjelaskan sesuatu.Atau,berasal dari kata syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat
yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara lansung.2

Dari segi istilah bermaksud hukum hakam yang diperudangkan Allah keatas hamba-
Nya agar mereka beriman dan beramal dengan-Nya agar membawa kepada kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat.

Syeikh Al-Quradhawi mengatakan,cakupan pengertian syari‟ah menurut pandanan


islam sangat luas dan komprehensif (al-syumul) mengandung seluruh aspek kehidupan mulai
dari aspek ibadah,aspek keluarga,aspek bisnis,aspek ekonomi,aspek hukum dan peradilan. 3

Secara etimologi:

1. Syeik Mahmud Syaltut : Syari‟ah mengandung arti hukum-hukum dan tata aturan
yang allah syari‟atkan bagi hamba-Nya untuk diikuti.
2. Manna Al-Qatan : Syari‟ah berarti segala ketentuan Allah yang disyari‟atkan bagi
hamba-hambaNya,baik menyangkut aqidah,ibadah,akhlak,maupun muamalah.
3. Segi Ilmu Hukum : Syari‟at merupakan norma hukum dasr yang ditetapkan Allah
yang wajib diikuti oleh umat islam berdasarkan iman yang berkaitaan dengan
akhlak,baik dengan hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan
benda dalam masyarakat.

1
Al-Qur’an,surah al-jathiah:ayat 18.
2
Lihat Mu’jam Alfazh Al-qur’an Al-karim:Majma’ Al-lugah Al-Arabiyyah,juz 2,h.13.
3
Dr.Yusuf Al-Qaradhawi,Madkhal Li Dirasah Al-Syari’ah Al-Islamiyyah,maktabah,Kairo,1990 M.
1
Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa syari‟at itu identik dengan
agama.Dengan kata lain syari‟ah adalah konsep subtansial dari seluruh ajaran islam yang
meliputi aspek keyakinan,moral dan hukum.

2.Pengertian Fikih

Kata fikih secara bahasa berati “paham yang mendalam”.Semua kata “fa qa ha”
terdapat dalam al-qur‟an,firman Allah SWT ;

“Mengapa tidak pergi dari tiap-tip golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahun mereka tentang agama...”.4

Secara defenisi ibnu subki dalam kitabnya Jam‟u Al-Jawami‟,fiqh berarti ilmu tentang
hukum-hukum syar‟i yang bersifat alamiah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang
tafsili. 5

Saifuddin Al-Amidiy memberikan defenisi fiqh yang berbeda dengan defenisi yaitu
tentang seperangkat hukum-hukum syara‟ yang bersifat furu‟iyah yang berhasil didapatkan
dari hasil penalaran atau istidlal. 6

Terdapat variasi defenisi fiqh,antara lain defenisi yang dikemukakan oleh Ibnu Al-
Hajib,sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qudamah adalah pengetahuan tentang hukum-
hukum syara‟ yang berkaitan dengan pebuatan manusia yang bersifat parsial,yang berasal
dari dalil-dalil yang spesifik,melalui cara penelitian terhadap dalil.

Fiqh adalah seperangkat pengetahuan hukum syara‟ yang berasal dari Allah SWT
melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW.Dengan demikian
hukum akal (logika),hukum kebiasaan (al-„adat),hukum kualitas dan hukum-hukum yang
lainnya yang murni berasal dari pemikiran manusia,tidak masuk ke dalam pengertian dan
pembahasan fiqh. 7

Ilmu fiqh adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma
hukum dasar yang terdapat dalam al-qur‟an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat
dalam sunnah nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis.

4
Al-Qur’an,Surah At-Taubah:Ayat 122.
5
Op.cit,hlm5.
6
Ibid,hlm 7.
7
Op.cit,hkm 5-6.
2
3.Pengertian Hukum Islam

Bila kata “hukum” menurut pengertian diatas dihubungkan kepada kata “islam” atau
“syari‟ah‟” maka “hukum islam” akan berarti “seperangka peraturan berdasarkan wahyu
Allah SWT dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukhallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam.

Kata “seperangkat peraturan” menjelaskan bahwa yang dimaksud hukum islam itu
adalah peraturan-peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai kekuatan yang
mengikat.8

Di dalam kamus bahasa indonesia, ditemukan penjelasan bahwa yang dimaksud


hukum islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuam-ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan kitab qur‟an,hukum syara‟.Tentu saja pengertian tersebut juga tidak
memenuhi pengertian hukum islam yang biasa dipahami oleh para akademisi di indonesia.

Maka hukum islam adalaah seperangkat peraturan yang berisi hukum-hukum syara‟
yang bersifat terperinci,yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dipahami dan digali
dari sumber-sumber (al-qur‟an dan hadis) dan dalil-dalil syara‟ lainnya (metode ijthad). 9

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian islam.Hukum islam
baik dalam pengertian syari‟at maupun dalam pegertian fiqh dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Mengenai bidang ibadah yakni cara dan tata cara manusia berhubungan dengan
tuhan,tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi.
2. Mengenai bidang muamalah yakni ketetapan yang diberikan tuhan yang lansung
berhubungan dengan kehidupan sosial manusia,terbatas pada yang pokok-pokok saja.

Jika kita bandingkan hukum islam dengan muamalah dengan hukum barat yag
membedakan antara hukum pivat dan hukum publik,maka hukum islam tidak
membedakan,ini disebabkan karena menurut sistem hukum islam pada hukum perdata
terdapat segi-segi public dan pada hukum public terdapat segi-segi perdatanya.

8
Ibid,hlm 9.
9
Ibid,hlm 15.
3
4.Pengertan Ushul Fikih

Para ulama mengemukakan defenisi ushul fiqh secara berbeda-beda,sesuai dengan


penekanan makna dan sudut pandang mereka masing-masing.Ibnu Qudamah,mendefenisikan
ushu fiqh adalah pengetauan tentang kaidah-kaidah yang dapat digunakan menarik hukum
syara‟ yang parsial dari dalil-dalilnya yang spesifik.

Sementara Ali Hasbullah mengemukakan defenisi ushul fiqh dengan sekumpulan


kaidah yang digunakan untuk menarik kesimpulan hukum syara‟ yang berhubungan dengan
perbuatan manusia dari dalil-dalil yang spesifik.

Sedangkan Al-Baidhawi mendefenisikan ushul fiqh adalah pengetahuan tentang dalil-


dalil secara umum,dan cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut,serta tentang hal
ikhwal mujtahid. 10

B.Perbedaan dan Hubungan Syari’ah,Fikih,Hukum Islam dan Ushul Fikih.

Hubungan syari‟ah,fikih,hukum islam dan ushul fikih yaitu kata syari‟ah mempunyai
konotasi hukum yang suci sepenuhnya,dan mengandung nilai-nilai uluhiyah,fiqh merupakan
tentang syari‟ah,hukum islam merupakan seperangkat aturan itu digali dari dan berdasarkan
wahyu Allah SWT dan sunnah Rasul,atau yang populer dengan sebutan “syari‟ah”,adapun
ushul fiqih adalah thuruq al-istinbath, yaitu cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam
mengeluarkan hukum dari dalilya,baik dengan menggunakan kaedah-kaedah bahasa atau
linguistik maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah ushuliyah lainnya,agar fiqh yang
dihasilkan meraih sebanyak mungkin nilai-milai syari‟ah.

Perbedaannya,hukum islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh atau syari‟at
islam,yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syari‟at islam sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang bersumber pada al-qur‟an as-sunnah dan ijma‟ para sahabat dan
tabi‟in.

Fiqh artinya faham atau pengertian,dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang bertugas
menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang
terdapat dalam al-qur‟an dan sunnah nabi yang direkam dalam kitan-kitab hadis dan berusaha
memahami hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur‟an dan sunnah nabi untuk diterapkan

10
Ibid,hlm 7-8.
4
pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban
melaksnakan hukum islam.

Karakter dan tantangannya,hukum islam menerapkan pada finaal goal,yaitu


mewujudkan kemaslahtan manusia dan kemajuan umat melalui proses siyasah syar’iyyah
,dengan produk qanun atau perundang-undangan.

Dalam membahas fiqh sering ditemukan pengertian hukum dalam pengertiannya


menurut ilmu hukum,artinya fiqh tidak ada pemisahan dalam hukum islam atau fiqh yang
merupakan hasil ijthad ulama dengan konsep syari‟aah Allah.Karena norma-norma dasar yang
terdapat dalam al-qur‟an itu masih bersifat umum,perlu dirinci lebih lanjut ke dalam kaidah-
kaidah yang lebih konkrit agar dapat dilaksnakan dalam praktek.

Ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum
itu sendiri dan lebih bermakna metodologis,Ushul fiqh merupakan koleksi metodis yang
sangat diperlukan untuk memproduk hukum.11

11
Alaiddin koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada,2011),Ed.Revisi IV,hlm 4.
5
Makna Al-Ahkam, Al-Hakim, Al-Mahkum ‘Alaihi

A.Pengertian Al-Ahkam, Al-Hakim, Al-Mahkum Alaihi

1.Al-Ahkam

Ahkam (bahasa Arab: ‫ أحكام‬bentuk jama' dari Hukm/hukum bahasa Arab:


‫ ) ُح ْكم‬adalah merujuk pada peraturan Islam, berasal dan dipahami dari sumber-sumber
hukum agama (bahasa Arab: ‫) َم َمااِب ُ الِب ْ ِب‬. Sebuah undang-undang, nilai, peraturan atau
keputusan dari syariat (hukum Islam). Untuk sampai pada suatu doktrin hukum baru,
atau hukm, seseorang harus menggunakan metodologi yang sistematis yang
digunakan untuk mengambil makna dari sumber-sumber. Secara tradisional,
metodologi ini telah dikategorikan berdasarkan peraturan ijtihad (penalaran
12
independen, usaha ilmiah otentik).

Adapun pengertian tentang hukum ialah, bentuk jamak dari hukum adalah
“ahkam” ( ‫) حكام‬. Kata hukum disebut dalam definisi ini bentuk jamak adalah untuk
menjelaskan bahwa dalam fiqh itu ilmu tentang seperangkat aturan yang disebut
hukum.

Penggunaan kata Syar‟iyah atau syari‟ah dalam definisi tersebut menjelaskan


bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan aturan-aturan yang bersifat syar‟iy, yaitu
sesuatu yang berasal dari kehendak Allah.13

Defenisi al-ahkam adalah titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku
orang mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan untuk memperbuat dan ketentuan-
ketentuan. Dari defenisi ini dapat dipahami bahwa yang membuat hukum adalah
Allah swt.

Dan di dalam buku Fiqh dan Ushul Fiqh karangan Dr. H. Nazary Bakry
dijelaskan pengertian hukum syara‟. Adapun pengertian hukum menurut etimologi
adalah menetapkan sesuatu atas yang lain. Sedangkan hukum menurut terminologi
agama (syara‟) adalah tuntutan dari Allah yang berhubungan dengan perbuatan-
pertbuatan bagi tiap-tiap orang mukallaf.14

12
Islamic Legal Interpretation, Harvard University Press 1996
13
Ibid, 6.
14
Dr. H. Nazary Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 147.
6
A Hanafie, dalam bukunya Ushul Fiqh. Telah menjelaskan pengertian
tentang hukum sebagai berikut: “Hukum menurut bahasa ialah menetapkan sesuatu
atas yang lain. Menurut syara‟ ialah Firman Allah atau sabda Nabi yang
berhubungan dengan perbuatan orang dewasa (mukallaf), Firman mana
mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu atau menjadikan sesuatu sebagai tanda
adanya yang lain.15

Mayoritas ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai berikut :

“Kalam Allah yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan berakal sehat,baik
bersifat imperative,fakultatif atau menempatkan sesuatu sebagai sebab,syarat dan
penghalang “

Yang dimaksud khitab Allah yakni semua bentuk dalil. Dan yang dimaksud
mukallaf adalah perbuatan manusia yang berakal sehat meliputi perbuatan
hati,ucapan dan perbuatan.

2.Al-Hakim

Secara etimologi Al-hakim mempunyai dua pengertian yaitu:

a.Perbuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum.

b.Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan hukum.

Hakim merupakan persoalan mendasar dalam ushul fiqih karena berkaitan


dengan siapa pembuat hukum sebenarnya dalam syariat islam. Siapakah yang
menentukan hukum syara‟ yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi
pelanggarnya selain wahyu, apakah akal sebelum datangnya wahyu mampu
menentukan baik buruknya sesuatu, sehingga

orang tidak berbuat baik diberi pahala dan orang yang berbuat buruk dikenakan
sanksi. Dalam ilmu ushul fiqih hakim juga disebut dengan syari‟(Nasrun
haroen,1996:285).16

Dari pengertian pertama diatas hakim adalah allah SWT. Dialah pembuat
hukum dan satu-satunya sumber hukum yang dititahkan kepada seluruh mukhallaf.

15
A. Hanafie, Ushul Fiqh (Jakarta: Wijaya), 12, dalam Fiqh dan Ushul Fiqh karangan Dr. H. Nazary Bakry),147.
16
http://vincentpublisher.blogspot.com
7
Hakim secara etimologi, mempunyai dua pengertian17 :

‫ص ِّد ُرهَما‬ ‫ض ُ ْ َم‬


‫ْلحْ َمكام َمو ُ ثَمبَّتُهَما َمو ُ ْثِبئُهَما َمو َم َم‬ ‫َمو ِب‬

“Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum”.

ْ ‫ْلحْ َمك ِبام َمو َمي‬


‫ظ َمه ُز هَما َمويُ َمعزِّ فُ َمها َمو َمي ْك ِبشفُ َمع ْ َمها‬ ُ ‫اَّ ِبذيْ يُ ْد ِبر‬
‫ك ْ َم‬

“Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan hukum”.

3.Mahkum Alaih

Para ulama usul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum
alaih ( ‫َم ْا َم ْ ُك ْم َمع َم ْ ِب‬ ) adalah seseorang yang dikenai khitab allah ta‟ala, yang
disebutkan dengan mukallaf ( ُ‫َم ْا ُ َمك َّف‬ ). Secara etimologi, mukallaf berarti yang
dibebani hukum. Dalam usul fiqih,istilah mukallaf disebut juga mahkum alaih
(dalam subjek). Orang mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak
hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-
Nya. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan
kewajibannya belum terpenuhi.18

B.Makna dan Contoh Hukum Taklifiy

Adapun bentuk-bentuk hukum taklifi,19 menurut para pakar ushul fiqh


madzhab Hanafi adalah sebagai berikut:20

1.Fardhu/Wajib

a.Fardhu

Fardhu ialah sesuatu yang dituntut oleh sayara‟ supaya dikerjakan, dan
tuntutan itu adalah tuntutan yang pasti berdasarkan dalil qath‟I yang tidak ada
kesamaran lagi. Contohnya adalah rukun Islam yang lima yang tuntutannya
berdasarkan al-Qur‟an al-Karim. Termasuk juga perkara yang tuntutannya
ditetapkan dengan sunnah mutawatir atau sunnah yang masyhur seperti membaca al-

17
Drs. Totok Jumantoro, M.A,dkk.,Kamus Ilmu Ushul Fiqih, Amzah, T.t, 2005
18
Drs. Chaerul Umam, dkk., Op.Cit., hal. 327
19
Hukum taklifi artinya tuntutan yang dikenakan kepada orang mukallaf baik tuntutan itu berbentuk larangan,
perintah atau pilihan.
20
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid I (Depok dan Kuala Lumpur: Gema Insani dan
Darul Fikir), 58.
8
Qur‟an dalam shalat. Begitu juga perkara yang ditetapkan dalam ijma seperti
pengharaman jual beli empat jenis makanan , yaitu gandum sya‟ir, gandum qumh,
kurma dan garam yang dijual (ditukar) sesama jenis secara tangguh. Hukumnya
ialah ketetapan itu harus dilakukan dan orang yang melakukannya diberi pahala
sedangkan orang yang meninggalkannya akan disiksa (dihukum) dan orang yang
mengingkarinya adalah kafir.

b.Wajib

Wajib ialah sesuatu yang dituntut oleh syara‟ untuk dilakukan dan tuntutan
itu adalah tuntutan yang pasti berdasarkan dalil zhanni yang ada kesamaran padanya.
Contohnya, seperti zakat fitrah, shalat witir dan shalat dua hari raya, karena perkara-
perkara itu ditetapkan dengan dalil zhanni yaitu dengan hadits ahad dari Nabi
Muhammad saw. Hukumnya adalah sama seperti fardhu Cuma orang yang
mengingkarinya tidak menjadi kafir.

Dari segi pihak yang dituntut melaksanakan kewajiban, wajib terbagi dua, yaitu :

a.Wajib „Aini (kewajiban secara pribadi) : sesuatu yang dituntut oleh syar‟i
(pembuat hukum) untuk melaksankannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf
(subjek hukum).kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin
dilakukan oleh orang lain atau karena perbuatan orang lain.

Contoh : Shalat 5 Waktu, setiap pribadi atau masing – masing pribadi mukallaf di
haruskan melaksanakan ibadah shalat sendiri dengan arti lain tidak mungkin untuk
mewakilkannya kepada orang lain, oleh sebab itulah shalat 5 waktu merupakan salah
satu perbuatan yang diwajibkan.

b.Wajib Kafa‟i/ Kifayah (kewajiban bersifat kelompok) : sesuatu yang dituntut oleh
pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf dan tidak dari setiap pribadi
mukallaf. Hal ini bebrarti bila sebagian atau beberapa orang mukallaf telah tampil
melaksanakan kewajiban itu dan telah terlaksana apa yang dituntut, maka lepaslah
orang lain dari tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya hingga
apa yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya.

Contoh : Shalat Jenazah, yang mana dalam pelaksanaan shalat jenazah ini tidak
semua mukallaf diwajibkan untuk melaksanakannya melainkan diperbolehkan hanya
9
sebagian dari sekumpulan mukallaf. Akan tetapi bila tidak seorangpun
melaksanakannya atau mengabaikannya maka semuanya akan mendapat dosa. 21

2.Mandub atau Sunnah

Mandub atau sunnah yaitu sesuatu yang dituntut dari seorang mukallaf
supaya dia melakukannya, tetapi tuntutan itu bukan tuntutan yang pasti, atau dengan
kata lain ia adalah sesuatu yang diberikan pujian kepada orang yang melakukannya,
tetapi meninggalkannya tidak dicela. Contohnya adalah mencatat utang. Hukumnya
ialah yang melakukannya diberi pahala dan orang yang meninggalkannya tidak
dihukum (disiksa), tetapi Rasulullah saw. Mencela orang yang meninggalkannya.

Sunnah dapat dibagi dari beberapa segi, diantaranya adalah dari segi selalu
dan tidaknya Nabi melakukan perbuatan sunnah. Sunnah ini terbagi dua, yaitu :

a.Sunnah Muakkadah : yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping
ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang
fardhu.

Contoh : Shalat Witir, sunnah dalam bentuk ini, karena kuatnya, sebagian ulama‟
menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya dicela, tetapi tidak berdosa, karena
orang yang meninggalkannya secara sengaja berarti menyalahi sunnah yang biasa
dilakukan oleh Nabi.

b.Sunnah Ghairu Muakkad : yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi,
tetapi Nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian.

Contoh : Memberi Sedekah Kepada Orang Miskin, dalam hal ini kita dianjurkan
untuk melaksanakannya namun tidak akan berdosa bila tidak melakukannya. Dalam
perbuatan seperti ini digunakan kata : nafal, mustahab, ihsan, dan tathawwu‟.

Menurut para ulama selain golongan Hanafi, mandub juga dinamakan


dengan istilah sunnah, nafilah, mustahab, tathawu‟, murghab fih, ihsan dan husn.
Ulama hanafi membagikan mandub kepada mandum mu‟akkad seperti shalat
Jum‟at, mandub masyru‟ seperti puasa pada hari senin dan kamis dan mandub za‟id

21
Pardamean93,Al-Ahlam Al-Khamsah,2013.
10
seperti mengikut cara Rasulullah saw dalam makan, minum, berjalan, tidur,
memakai pakaian dan lain-lain.

3.Haram

Haram ialah sesuatu yang dituntut oleh syara‟ untuk ditinggalkan dengan
tuntutan yang jelas dan pasti. Menurut Ulama Hanafi, haram ialah sesuatu yang
perintah meninggalkannya ditetapkan berdasarkan dalil qath‟I yang tidak ada
kesamaran. Contohnya adalah pengharaman zina dan pengharaman
mencuri.Hukumnya ialah perkara-perkara itu wajib dijauhi dan pelakunya dihukum
(disiksa).Ia juga dinamakan maksiat, dosa (dzanb), keji (qabih), mazjur „anhu dan
mutawa‟id „alayhi. Orang mengingkari keharaman adalah kafir.

Haram menurut pengertian ini terbagi dua :

a.Haram Dzati : yaitu sesuatu yang disengaja oleh Allah mengharamkannya karena
terdapatunsur perusak yang langsung mengenai dharuriyat yang lima (lima unsur
pokok dalam kehidupan manusia muslim).

Contoh :

1. Haramnya membunuh karena langsung mengenai jiwa (nyawa)


2. Haramnya minum khamar karena langsung mengenai akal
3. Haramnya murtad karena langsung mengenai agama
4. Haramnya mencuri karena langsung mengenai harta
5. Haramnya berzina karena langsung mengenai keturunan atau harga diri.

b.Haram „Ardhi / Ghairu Dzati : yaitu haram yang larangannya bukan karena zatnya,
artinya tidak langsung mengenai satu diantara dharuriyat yang lima itu, tapi secara
tidak langsung akan mengenai hal-hal yang bersifat dzati tersebut.

Contoh :

1. melihat aurat perempuan yang akan dapat membawa kepada zina


2. penipuan yang dapat membawa kepada pencurian
3. bercanda dengan ayat-ayat Alqur‟an yang dapat membawa kepada murtad.
Perbuatan-perbuatan tersebut diharamkan dengan dalil tertentu karena
membawa kepada larangan yang bersifat dzati.

11
4.Makhruh

Secara bahasa karahah adalah sesuatu yang tidak disenangi atau sesuatu yang
dijauhi, sedang dalam istilah ialah sesuatu yang diberi pahala orang yang
meninggalkannya dan tidak diberi dosa orang yang melakukannya.

Contoh : Larangan banyak bertanya dalam surat al-Maidah (5):101:

Artinya : “hai orang-orang yang beriman jangan kamu banyak tanya tentang sesuatu,
bila dijelaskan kepadamu akan menyulitkan untukmu”.

Dalam ayat ini Allah melarang seseorang banyak bertanya. Ujung ayat ini
menjelaskan akibat banyak bertanya itu terhadap si penanya. Ungkapan ini memberi
petunjuk tidak pastinya larangan itu untuk menghasilkan hukum haram, meskipun
demikian banyak bertanya itu termasuk perbuatan yang tidak terpuji.

Contoh : Main kartu (seperti domino) bukan untuk tujuan judi. Dari segi main kartu
saja hukumnya hanya makruh karena dapat mengganggu ketenangan beribadah.
Tetapi bila dilakukan berketerusan sampai meninggalkan perbuatan wajib, maka
hukumnya menjadi haram.

Makhruh terbagi 2 :

a.Makruh Tahrim

Menurut ulama Hanafi, Makruh Tahrim ialah sesuatu yang dituntut oleh
syara‟ supaya ditinggalkan dengan tuntutan yang tidak jelas dan pasti berdasarkan
dalil zhanni, seperti melalui hadits ahad. Contohnya ialah hukum membeli barang
yang hendak dibeli oleh orang lain dan memakai sutra serta emas oleh lelaki.
Hukumnya ialah orang yang meninggalkannya diberi pahala dan orang yang
melakukannya dihukum (disiksa). Dalam mazhab Hanafi, jika disebut kata makruh
tahrim menurut mereka ialah sesuatu yang dilarang itu lebih dekat kepada
keharaman, tetapi orang yang mengingkarinya tidaklah menjadi kafir.

b.Makruh Tanzih

Menurtu ulama Hanafi, makruh tanzih ialah sesuatu yang dituntut oleh
syara‟ untuk ditinggalkan tapi tuntutannya tidak pasti dan tidak mengisyaratkan
kepada hukuman. Contohnya adalah memakan daging kuda perang, karena kuda itu
12
diperlukan untuk jihad, seperti mengambil wudhu air di bejana sisa minuman kucing
atau burung yang memburu seperti elang dan gagak, seperti meninggalkan sunnah-
sunnah muakkad.Hukumnya ialah orang yang meniggalkannya diberi pahala dan
orang yang melakukannya dicela, tetapi tidak dihukum.

Menurut ulama selain golongan Hanafi, makruh hanya mempunyai satu jenis
saja yaitu sesuatu yang dituntut oleh syara‟ supaya ditinggalkan dan tuntutan itu
bukan tuntutan yang pasti. Hukumnya ialah orang yang meninggalkannya dipuji dan
diberi pahala. Adapun orang yang melakukannya tidak dicela dan tidak dihukum.

5.Mubah

Mubah ialah sesuatu syara‟ memberikan kebebasan kepada seorang mukallaf


untuk melakukannya. Contohnya adalah makan dan minum. Hukum asal dari segala
sesuatu adalah mubah selama tidak ada larangan atau pengharaman. Hukumnya
adalah tidak ada pahala dan tidak ada hukuman (siksa) bagi orang yang
melakukannya, ataupun orang yang meninggalkannya. Kecuali dalam kasus apabila
meninggalkan perkara mubah itu akan menyebabkan kebinasaan. Dalam keadaan
seperti itu, maka makan menajadi wajib, dan meninggalkannya adalah haram untuk
menjaga nyawa.

Al Syathibi membagi mubah menjadi beberapa macam, diantaranya adalah :

a.Mubah yang Mengikuti Suruhan Untuk Berbuat : mubah dalam bentuk ini disebut
mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara keseluruhan.

contoh : Makan dan Kawin, mubah dalam bentuk ini tidak boleh ditinggalkan secara
menyeluruh, karena merupakan kebutuhan atau kepentingan pokok manusia.

b.Mubah yang Mengikuti Tuntutan Untuk Meninggalkan : mubah dalam bentuk ini
disebut : “mubah secara juz‟i tetapi dilarang secara keseluruhan”.

Contoh : Bermain, perbuatan ini dalam waktu tertentu hukumnya mubah, tetapi bila
dilakukan sepanjang waktu, hukumnya menjadi haram.

13
C.Makna dan Contoh Hukum Wadh’i

Sedangkan bentuk-bentuk hukum wadh‟i22 ialah: As-sabab, Syarat dan


Rukun, Mani‟, Sah (Shihah), Rusak (Fasad) dan Batal (Buthlan) dan Ada‟ (Tunai),
I‟adah (Mengulang) dan Qadha‟.23

1.As-Sabab

Menurutu Jumhur Ushliyyun, as-sabab ialah sesuatu yang pada dirinya


ditemukan hukum, namun hukum tersebut tidak dihasilkan oleh as-sabab itu. As-
sabab adakalanya berupa perkara yang sesuai (munasib) dengan hukum ada juga
yang tidak. Contoh as-sabab sesuai dengan hukum ialah, safar (perjalanan) menjadi
sebab bolehnya berbuka puasa pada siang hari bulan ramadhan, sehingga
kemudahan didapat dan kesukaran dapat terelakan. Contoh as-sabab yang tidak
sesuai dengan hukum (menurut anggapan kita) ialah tergelincirnya matahari menjadi
sabab wajibnya shalat zhuhur.

contoh : Masuknya bulan Ramadhan menjadi pertanda datangnya kewajiban puasa


Ramadhan. Masuknya bulan Ramadhan adalah sesuatu yang jelas dan dapat diukur
apakah betul bulan Ramadhan itu sudah dating atau belum. Masuknya bulan
Ramadhan menjadi sebab, sedangkan datangnya kewajiban puasa Ramadhan disebut
musabbab atau hukum

2.Syarat

Syarat ialah sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang kewujudannya dan ia


merupakan unsure luar dari hakikat sesuatu itu. Umpamanya adalah wudhu menjadi
syarat bagi shalat, dan ia merupakn unsure luar dari amalan shalat.

Rukun menurut ulama Hanafi ialah sesuatu yang kewujudan sesuatu yang
lain adalah bergantung pada kewujudannya dan ia menjadi bagian dari hakikat itu.
Ruku‟ adalah rukun dalam shalat sebab ia adalah bagian dari shalat.

Syarat itu terbagi menjadi tiga bentuk :

22
Hukum wadh’I artinya hukum yang meletakkaan atau sebab atau syarat bagi seseatu untuk
membolehkannya atau melarangnya.Ia merupakan sebab bagi musabab.
23
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid I …..,60-62.
14
a.Syarat „Aqli seperti kehidupan menjadi syarat untuk dapat mengetahui. Adanya
paham menjadi syarat untuk adanya taklif atau beban hokum.

b.Syarat „Adi, artinya berdasarkan atas kebiasaan yang berlaku.

Contoh : Bersentuhnya api dengan barang yang dapat terbakar menjadi syarat
berlangsungnya kebakaran.

c.Syarat Syar‟i, yaitu syarat berdasarkan penetapan syara‟

Contoh :

1. Sucinya badan menjadi syarat untuk shalat.


2. Nisab menjadi syarat wajibnya zakat

3.Mani’

Mani‟ ialah sesuatu yang kewujudannya menyebabkan ketiadaan hukum


atau menyebabkan batalnya as-sabab. Contoh adanya utang dalam zakat adalah
menghalangi kewajiban zakat.

Secara definitif para ahli mengartikan mani‟ ialah sesuatu yang dari segi
hokum, keberadaannya meniadakan tujuan dimaksud dari sebab atau hokum. Kata
amru syari‟ disebut dalam definisi menunjukkan bahwa yang menjadi penghalang
itu adalah suatu perbuatan hukum yang ditetapkan oleh pembuat hokum sendiri
sebagai penghalang, yaitu Hadits Nabi yang mengatakan :

‫ا ا تل ْل يزث‬

Si pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya.

Dari definisi diatas terlihat ada dua macam mani‟ bila dilihat dari segi
sasaran yang dikenai pengaruhnya, yaitu :

a.Mani‟ yang berpengaruh terhadap sebab, dalam arti adanya mani‟ mengakibatkan
“sebab” tidak dianggap berarti lagi. Dengan tidak berartinya sebab itu dengan
sendirinya musabab atau hukum pun tidak akan ada karena dia mengikuti kepada
sebab.

15
Contoh : maslah utang, keadaan berutang itu menyebabkan kekayaan senisab yang
menjadi sebab diwajibkannya zakat tidak lagi diperhatikan. Karenanya kewajiban
zakat sebagai musabab dari adanya harta senisab tentu tidak ada lagi. Artinya tidak
diwajibkan zakat atas orang yang berhutang meskipun jumlah kekayaannya
mencapai nisab.

b.Mani‟ yang berpengaruh terhadap hukum, dalam arti menolak adanya hukum
meskipun ada sebab yang mengakibatkan adanya hukum.

Contoh : keadaan pembunh adalah ayah si korban menghalangi atau menolak


berlakunya hukum qishas, meskipun sebab untuk adanya hukum qishas yaitu
pembunuhan tetap berlaku dalam kasus ini. Semestinya dengan adanya sebab itu
(pembunuh), tentu ada hukumnya (wajib qishas). Namun hukum dalam hal ini tidak
ada karena adanya mani‟ (si pembunuh adalah ayah dari si korban). 24

24
Pardamean93,Al-ahkam dan Al-Khamsah,2013.
16

Anda mungkin juga menyukai